You are on page 1of 11

LAPORAN PENDAHULUAN

EPILEPSI

1. KONSEP MEDIK
a. Defenisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel (Nurarif Amin Huda, 2015)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-
gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan
lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel
dengan berbagai etiologi (Smeltser, 2010).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas
muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai
manifestasi klinik dan laboratorik (Price & Wilson ,2011)
b. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik),
sering terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Nurarif Amin Huda, 2015).
c. Patofisiologi
merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian
berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan
mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain
melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter.
Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat
lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan
oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen.
Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke
neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada
keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya
akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti
pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan
otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum
yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel
saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena
adanya influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di
luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu
keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan
yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan
batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel
fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang
berikut :
a. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.
b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
c. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang
waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau
defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
d. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi
akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara
drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat
menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi
dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS)
selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi
(proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena
pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh
berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi
bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten
ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai
di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin,
suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan
menyingkirkan asetilkolin.(Nurarif Amin Huda, 2015)
d. Manifestasi Klinis
a. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
b. Kelainan gambaran EEG
c. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
d. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-
bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit
kepala dan sebagainya). (Nurarif Amin Huda, 2015)
e. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi
pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan
jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit
neurologik yang jelas
b. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan
c. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
menilai fungsi hati dan ginjal
menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi).
Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
f. Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
a. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
b. Melakukan terapi simtomatik
c. Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran
pengobatan yang dicapai, yakni:
Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat
yang normal.
Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
(difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik.
Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut di
atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang
ingin tahu
b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar
keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping
untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras
diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk
mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela
mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi
atau yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi
aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas,
mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika
Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan
aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat
atau tidur.
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang
terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
a. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.
c. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba
setelah kejang
e. Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama
kejang dan biarkan penderita beristirahat.
g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba
untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member
restrein yang lembut
h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
i. Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting
adalah bagaimana meminimalisasikan dampak yang muncul akibat
penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma
masyarakat tentang penderita epilepsy
2. KONSEP KEPERAWTAN
a. Pengkajian
a. Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,
dan penanggungjawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
b. Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya
ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan
kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien /
keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak
mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota
keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak bicara.
c. Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
d. Riwayat penyakit dahulu:
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
Tumor Otak
Kelainan pembuluh darah
demam,
stroke
gangguan tidur
penggunaan obat
hiperventilasi
stress emosional
e. Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan
merupakan penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab
terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan diakibatkan oleh faktor
keturunan.
f. Riwayat psikososial
Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang
diderita.
Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial
yang berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau ayan yang lebih
umum di masyarakat).
g. Pemeriksaan fisik (ROS)
1. B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi
apnea, aspirasi
2. B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3. B3 (brain): penurunan kesadaran
4. B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine
5. B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia
alfi
6. B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat
menggerakkan anggota tubuh, mengeluh meriang
b. Diagnosa
a. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah
di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemanjaan, kesalahan interprestasi, kurang
mengingat
c. Intervensi

N Diagnosa Noc Nic


o
1 Resiko cedera a. Knowledge : Personal Environmental Management
b.d aktivitas Safety safety
kejang yang b. Safety Behavior : Faal 1. Sediakan lingkungan yang
tidak terkontrol Prevention aman untuk pasien
(gangguan c. Safety Behavior : Falls 2. Identifikasi kebutuhan
keseimbangan). occurance keamanan pasien, sesuai
d. Safety Behavior : Physical dengan kondisi fisik dan
Injury fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu
pasien
3. Menghindarkan lingkungan
yang berbahaya (misalnya
memindahkan perabotan)
4. Memasang side rail tempat
tidur
5. Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
6. Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan
yang cukup
9. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.

2 Ketidakefektifa a. Respiratory status : 1. Pastikan kebutuhan oral /


n bersihan jalan Ventilation trachealsuctioning.
nafas b. Respiratory status : 2. Berikan O2
berhubungan Airway patency 3. Anjurkan pasien untuk
dengan c. Aspiration Control istirahat dan napas dalam
sumbatan lidah kriteria hasil : 4. Posisikan pasien untuk
di endotrakea, a. Mendemonstrasika memaksimalkanVentilasi
peningkatan b. batuk efektif dan 5. Keluarkan sekret dengan
sekresi saliva c. suara nafas yang batuk atau suction
bersih,tidak ada sianosis 6. Auskultasi suara nafas,
dan dyspneu catat adanya suara tambahan
d. Menunjukkan jalan nafas 7. Monitor status
yang paten hemodinamik
e. Mampu mengidentifikasika 8. Berikan pelembab udara
n dan mencegah faktor Kassa basah NaCl Lembab
yang penyebab. 9. Atur intake untuk cairan
f. Saturasi O2 dalam mengoptimalkan keseimbanga
g. batas normal n.
10. Monitor respirasi dan
status O2
11. Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk mengencerkan
secret
3 Kurang a. Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
pengetahuan process 1. Berikan penilaian tentang
mengenai b. Kowledge : health tingkat pengetahuan pasien
kondisi dan Behavior tentang proses penyakit yang
aturan Kriteria Hasil : spesifik
pengobatan a. Pasien dan keluarga 2. Jelaskan patofisiologi dari
berhubungan menyatakan pemahaman penyakit dan bagaimana hal ini
dengan kurang tentang penyakit, kondisi, berhubungan dengan anatomi
pemanjaan, prognosis dan program dan fisiologi, dengan cara
kesalahan pengobatan yang tepat.
interprestasi, b. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan tanda dan
kurang mampu melaksanakan gejala yang biasa muncul pada
mengingat prosedur yang dijelaskan penyakit, dengan cara yang
secara benar tepat
c. Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses
mampu menjelaskan kembali penyakit, dengan cara yang
apa yang dijelaskan tepat
perawat/tim kesehatan lainnya 5. Hindari harapan yang
kosong
6. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
7. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
Daftar Pustaka

Nurarif,A.H & Kusuma,H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & Nanda Nic-Noc.Yogyakarta : Media Action.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G.(2010). BukuAjar Keperawatan Medical Bedah. volume II.
Jakarta : ECG

Price S. A and Wilson L. M, 2011, Pathofisiology, Clinical Concepts of Desease Process,


Second Ed, St Louis, New York

You might also like