You are on page 1of 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Tuberkulosis

2.1.1. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis (TBC). Meskipun dapat menyerang

hampir semua organ tubuh, namun bakteri TBC lebih sering menyerang

organ paru (80-85%).7 Tubekulosis yang menyerang paru disebut

tuberkulosis paru dan yang menyerang selain paru disebut tuberculosis

ekstra paru. Tuberculosis paru dengan pemeriksaan dahak menunjukkan

basil tahan asam (BTA) positif, dikategorikan sebagai tuberkulosis paru

menular.8

2.1.2. Etiologi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis.

Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M.tuberculosis,

M.africanum, M.bovis, M.leprae dsb, yang juga dikenal sebagai Bakteri

Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain

Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada

saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than

Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan

pengobatan TB. Untuk pemeriksaan bakteriologis yang mampu melakukan


identifikasi terhadap Mycobacterium tuberculosis menjadi sarana

diagnosis ideal untuk TB.

Secara umum sifat kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) antara

lain sebagai berikut :


1)
Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron
2)
Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen
3)
Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein

Jensen, Ogawa.
4)
Kuman nampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan

dibawah mikroskop
5)
Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam

jangka waktu lama pada suhu antara 4o sampai 70o


6)
Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet
7)
Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagian besar kuman akan

mati dalam beberapa menit


8)
Kuman dapat bersifat dormant (tidur atau tidak berkembang).9
2.1.3. Diagnosis Tuberkulosis
1) Diagnosis TB paru:
(1) Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis

TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu

dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis

yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis langsung,

biakan dan tes cepat.

(2) Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif,

maka penegakan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis

menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang

(setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan

ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB.


(3) Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara kllnis

dilakukan setelah pemberian terapi antibiotika spektrum luas

(Non OAT dan Non kuinolon) yang tidak memberikan

perbaikan klinis.

(4) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan

serologis.

(5) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan

pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu

memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga

dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun

underdiagnosis.

(6) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan

pemeriksaan uji tuberkulin.

a. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung:

Untuk kepentingan diagnosis dilakukan pemeriksaan

dahak secara mikroskopis langsung, terduga pasien TB

diperiksa contoh uji dahak SPS (Sewaktu - Pagi -

Sewaktu). Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal

1 (satu) dari pemeriksaan contoh uji dahak SPS hasilnya

BTA positif.

2) Diagnosis TB ekstra paru:


(1)
Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena,

misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB


pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada

limfadenitis TB serta deformitas tulang belakang (gibbus)

pada spondilitis TB dan lain-lainnya.


(2)
Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan

pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari

contoh uji yang diambil dari organ tubuh yang terkena.


(3)
Dilakukan pemeriksaan bakteriologis apabila juga ditemukan

keluhan dan gejala yang sesuai, untuk menemukan kemungkinan

adanya TB paru.9

2.1.4. Patogenesis Penyakit

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan

atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar.

Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,

tergantung pada ada tidaknya ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan

kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan

berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap

oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan

paru. Partikel ini dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari

5 mikrometer.

Kuman akan dihadapi oleh neutrofil, kemudian baru makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag

keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan

sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak


dalam sitoplasma makrofag. Di sini akan terbawa masuk ke organ

lainnya. Kuman yang bersarang di dalam paru akan membentuk

sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau

sarang (fokus) Ghon. Sarang ini bisa terdapat di seluruh bagian

jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi

pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan

limfe, orofaring, dan kulit, terjadi lomfodenopati regional kemudian

bakteri masuk ke dalam vena dan menajalar ke seluruh organ seperti

paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi

penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Kuman yang

dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (TB

sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder

terjadi karena imunitas menurun, diabetes, AIDS, malnutrisi, alkohol,

penyakit maligna, gagal ginjal.10

2.1.5. Klasifikasi Tuberkulosis Paru

Pasien juga diklasifikasikan menurut:

1) Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:


(1) Tuberkulosis paru:
TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB

dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan

paru. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau

mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran


radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai

TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus

juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien

TB paru.
(2) Tuberkulosis ekstra paru:

TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura,

kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput

otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan

berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis.

Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan

penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru

yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan

sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan

gambaran TB yang terberat.

2) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

(1) Pasien baru TB

Adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan

TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang

dari 1 bulan ( dari 28 dosis).

(2) Pasien yang pernah diobati TB

Adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan OAT

selama 1 bulan atau lebih ( 28 dosis). Pasien ini selanjutnya


diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,

yaitu:

a. Pasien kambuh

Adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan

hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena

benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).

b. Pasien yang diobati kembali setelah gagal

Adalah pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan

gagal pada pengobatan terakhir.

c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to

follow-up)

Adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost

to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai

pengobatan pasien setelah putus berobat /default).

d. Lain-lain

Adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir

pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

(3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

3) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan

contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan

dapat berupa :
(1) Mono resistance (TB MR)

Resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.

(2) Poli resistance (TB PR)

Resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama

selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.

(3) Multi drug resistan (TB MDR)

Resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara

bersamaan.

(4) Extensive drug resistan (TB XDR)

Adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap

salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah

satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin,

Kapreomisin dan Amikasin)

(5) Resistan Rifampisin (TB RR)

Resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi

terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode

genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

4) Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV

(1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi

TB/HIV)

(2) Pasien TB dengan HIV negatif


(3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui.9

2.1.6. Manifestasi Klinis

Penyakit tuberkulosis ini pada umumnya menimbulkan tanda

dan gejala yang sangat berbeda-beda pada masing-masing penderita,

ada yang tidak bergejala namun ada juga yang bergejala sangat akut.

Tanda-tanda dan gejala penderita TB adalah:11

1) Sistemik: malaise, anoreksia, berat badan menurun, keringat

malam. Gejala akut adalah demam tinggi, seperti flu, menggigil.

TB milier: demam akut, sesak nafas, dan sianosis.


2) Respiratorik: batuk-batuk lama lebih dari 2 minggu, sputum yang

mukoid, nyeri dada, batuk darah, dan gejala-gejala lain, yaitu bila

ada tanda-tanda penyebaran keorgan-organ lain seperti pleura:

nyeri pleuritik, sesak nafas, ataupun gejala meningeal, yaitu nyeri

kepala, kaku kuduk, dan lain-lain.

Gejala yang paling sering ditemukan pada TB paru adalah:12

1) Demam: biasanya subfebril menyerupai influenza. Namun

terkadang suhu tubuh bisa mencapai 40-41oC. Serangan demam

hilang dan timbul, sehingga penderita selalu merasa tida terbebas

dari serangan demam influenza ini. Keadaan ini sangat

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan banyaknya

bakteri TB yang masuk.

2) Batuk/batuk darah: batuk terjadi dikarnakan adanya iritasi pada


bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk

radang. Batuk baru ada setelah terjadi peradangan pada paru-paru

setelah berminggu-minggu. Sifat batuk dimulai dari batuk kering

kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif

(menghasilkan sputum). Keadaan lanjut adalah berupa batuk

darah karena pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan terjadi

pada kavitas, namun dapat terjadi juga di ulkus dinding bronkus.

3) Sesak napas: pada penyakit ringan belum dirasakan sesak napas.

Namun akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yaitu

pada infiltrasinya sudah meliputi setengah paru.

4) Nyeri dada: nyeri dada ini timbul bila infiltrasi radang sudah

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi

gesekan kedua pleura sewaktu pasien inspirasi atau aspirasi.

5) Malaise: gejala ini sering ditemukan berupa anoreksia, berat

badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam

dan lain-lain. Gejala malaise ini semakin lama semakin berat dan

terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.1.7. Penatalaksanaan

1) Tujuan Pengobatan TB adalah:

(1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas

serta kualitas hidup

(2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak

buruk selanjutnya
(3) Mencegah terjadinya kekambuhan TB

(4) Menurunkan penularan TB

(5) Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat

2) Prinsip Pengobatan TB:

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen

terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB adalah

merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah

penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang

adekuat harus memenuhi prinsip:

(1) Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah

terjadinya resistensi.

(2) Diberikan dalam dosis yang tepat

(3) Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh

PMO (Pengawas Menelan Obat) sampai selesai

pengobatan.

(4)
Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup

terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk

mencegah kekambuhan

3) Tahapan Pengobatan TB:

Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal

dan tahap lanjutan dengan maksud:


( 1 ) Tahap Awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan

pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif

menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan

meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang

mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan

pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru,

harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan

pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya

penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2

minggu.

( 2 ) Tahap Lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang

penting untuk membunuh sisa sisa kuman yang masih ada

dalam tubuh khususnya kuman persisten sehingga pasien

dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan.

Jenis Sifat Efek samping


Isoniazid (H) bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan
fungsi hati, kejang
Rifampisin bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urine
(R) berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash, sesak nafas,
anemia hemolitik
Pirazinamid bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi
(Z) hati, gout artritis
Streptomisin bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
(S) keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia, agranulositosis,
Etambutol (E) bakteriostatik trombositopeni
Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis perifer
Tabel 2.1 OAT lini 1

2.1.8. Komplikasi

Infeksi tuberkulosi paru jika tidak ditangani dengan baik, maka

akan menimbulkan komplikasi, menurut Sudoyo 2007 terbagi atas dua

yaitu:
1)
Akut : pleuritis, Efusi pleura, empiema, gagal napas, Poncets

arthropsthy, laringitis
2)
Kronis : Obstruksi jalan napas pasca TB, kerusakan parenkim

berat/, fibrosis paru, kor pulmonal, karsinoma paru, amiloidosis,

syndrom gagal napas dewasa (ARDS).9

2.1.9. Cara Penularan

Tuberkulosis ini ditularkan melalui orang ke orang lain melalui

udara. Individu terinfeksi melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa

atau bernyanyi. Melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100) dan

kecil (1 sampai 5). Droplet yang besar menetap, sementara droplet

yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan.13

Sumber utama penularan TB ini adalah penderita TB BTA positif.

Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi

dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.

Ventilasi yang baik dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar

matahari yang mengenai langsung dapat membunuh bakteri. Percikan


tersebut dapat bertahan beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan

lembab. Daya dari penularan seseorang ditentukan oleh banyaknya

kuman yang dikeluarkan dari paru-parunya. Makin tinggi derajat

kepositifan hasil pemeriksaan dahak, maka semakin menular pasien

tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB

ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya

menghirup udara tersebut.14

Secara umum, derajat atau tingkat penularan penyakit

tuberkulosis paru tergantung pada banyaknya basil tuberkulosis dalam

sputum, virulensi atas, dan peluang adanya pencemaran udara dari

batuk, bersin, dan berbicara keras. Kuman ini dapat bertahan diudara

selama beberapa jam, sehingga cepat atau lambat droplet yang

mengandung bakteri TB akan terhirup oleh orang lain.

Risiko penularan tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan

dahak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan

penularan lebih besar ketimbang pasien dengan BTA negatif. Risiko

penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko

terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti sepuluh

orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di

Indonesia bervariasi yaitu antara 1-3%. Infeksi TB ini dibuktikan

dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

Kemungkinan seseorang menjadi pasien TB dipengaruhi oleh daya


tahan tubuh yang rendah dan malnutrisi. Meningkatnya pasien TB,

maka akan meningkat pula penularan TB di masyarakat.15

Individu yang berisiko tinggi untuk tertular penyakit tuberkulosis

adalah:13

1) Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB

aktif.

2) Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker,

mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang

terinveksi HIV)

3) Pengguna obat-obat IV dan alkaholik

4) Setiap individu yang tanpa perawatan kesehatan yang adekuat

5) Setiap individu yang sudah ada gangguan medis sebelumnya

6) Setiap individu yang tiggal di Institusi misalnya fasilitas perawatan

jangka panjang

7) Individu yang tinggal diperumahan kumuh

8) Petugas kesehatan

2.1.10. Pencehan penularan

Pencegahan penularan di lakukan oleh pasien TB paru sendiri

dan di bantu oleh petugas pelayanan kesehatan. Pencegahan

tuberkulosis paru yaitu dengan:16

1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang

bergaul erat dengan penderita TB paru BTA positif.


2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-

kelompok populasi tertentu, misalnya karyawan rumah sakit, atau

puskesmas atau balau pengobatan dan lain-lain.

3) Vaksinasi BCG; reaksi positif terjadi jika setelah mendapat

vaksinasi lansung terdapat lesi lokal yang besar dalam waktu

kurang dari 7 hari setelah penyuntikan.

4) Kemoprofilaksis, dengan menggunakan INH mg/kg BB selama 6-

12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi papulasi

bakteri yang masih sedikit.

5) Komunikasi, informasi, dan edukasi, tentang penyakit

tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun

rumah sakit oleh petugas kesehatan.

Pada setiap pelayanan kesehatan, tindakan pengendalian yang

paling penting dalam mencegah penularan tuberkulosis meliputi:17

1) Pengenalan segera orang-orang (pasien dan petugas) yang

menderita TB paru

2) Isolasi segera pasien yang diketahui atau diduga menderita TB

paru dalam sebuah ruangan khusus yang tidak bertukar udara .

3) Membuat diagnosis yang tepat dengan cepat untuk orang-orang

dengan tanda dan gejala tuberkulosis paru (misalnya riwayat

medis dan fisik, radiografi dada, uji kulit tuberkulin, dan pulasan

serta biakan sputum untuk uji bakteri tahan asam (BTA)


4) Penggunaan alat pelindung pernapasan (masker) untuk petugas

yang merawat pasien yang diketahui atau diduga TB.

5) Perawatan segera pasien dengan pengobatan anti tuberkulosis.

6) Anjurkan pasien rawat jalan untuk menggunakan masker

2.2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt

behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bertahan lama.18

Pengetahuan seseorang akan mempengaruhi kesehatan seseorang,

sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang tersebut akan

berusaha berprilaku hidup bersih dan sehat. Begitu juga dengan penderita TB

setelah mengetahui mengenai penyakitnya, mereka akan mengetahui tujuan

dari pengobatan, pencegahan penularan, dan sebagainya. Pengetahuan

penderita TB paru yang kurang akan cara penularan, bahaya, dan cara

pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai seorang

yang sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber penular bagi orang

disekelilingnya.19

Penderita TB paru kebanyakan dari kalangan berpendidikan rendah,

akibatnya mereka sering kali tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit

dan kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Pendidikan yang rendah

sering kali menyebabkan seseorang tidak dapat meningkatkan


kemempuannya untuk mencapai taraf hidup yang baik. Padahal, tingkatan

hidup yang baik amat dibutuhkan untuk penjagaan kesehatan pada umumnya

dan dalam menghadapi infeksi dan pencegahan penularan pada umumnya. 20

2.2. Perilaku

Di lihat dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme yang bersangkutan. Perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Kesehatan manusia atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok,

yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non-

behaviour causes). Perilaku itu sendiri terbentuk atau ditentukan oleh 3

faktor, yaitu:18

1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

2) Faktor-faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau

sarana-sarana kesehatan, misalnya obat-obatan, puskesmas, jamban dan

lain-lain.

3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan suatu

kelompok penuntun atau pembimbing bagi masyarakat.

Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

B = f (PF, EF,
RF)
Keterangan:

B = Behaviour F = Fungsi

PF = Predisposing Factors EF = Enabling factors

RF = Reinforcing factors

2.4. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan public good, artinya merupakan alat

pemuas kebutuhan manusia yang pada umumnya penyediaannya dilakukan

oleh pemerintah dengan pertimbangan bahwa barang dan jasa tersebut

dibutuhkan oleh orang banyak.

Sarana pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat meliputi:


1)
Puskesmas yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.
2)
Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Paru (RSP) dapat melaksanakan

semua kegiatan tatalaksana pasien TB, dapat merujik pasien kembali ke

Puskesmas yang terdekat dengan tempat tinggal pasien untuk mendapatkan

pengobata dan pengawasan selanjutnya.


3)
Balai Pengobatan dan Dokter Praktik Swasta (DPS), konsep pelayanann

yang ada sama seperti di rumah sakit, dapat merujuk pasien dan

spesimen ke puskesmas, rumah sakit.21

OAT (obat anti tuberkulosis) disediakan oleh pemerintah secara gratis

disarana pelayanan kesehatan yang telah menerapkan strategi DOTs (Directly


Observed Tretment Short course) seperti dipuskesmas, balai pengobatan paru

dan beberapa rumah sakit.22

Tenaga kesehatan yang ada di pelayanan kesehatan turut membantu

memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh penderita TB. Tenaga kesehatan

memantau OAT yang dikonsumsi oleh paien secara teratur. Seperti halnya

perawat mempunyai peran penting dalam merawat pasien TB dan

keluarganya seperti memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga,

mengkaji terhadap reaksi obat, mensurvei tempat tinggal pasien, dan

pelayanan-pelayanan lainnya yang diberikan oleh pelayanan kesehatan.13


2.5. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian sebelumnya, Tuberkulosis

adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

tuberculosis (TBC), data menurut data WHO tahun 2013 diperkirakan

terdapat 8,6 juta kasus TB, pada tahun 2012 diperkirakan terdapat kasus

450.000 orang yang menderita TB multi drugs resistance (MDR) dan 170.000

orang diantaranya meninggal dunia. Tuberkulosis adalah suatu penyakit

menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu

Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium,

antara lain: M.tuberculosis, M.africanum, M.bovis, M.leprae dsb, yang juga

dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB antara lain:

Faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Faktor pendukung

(enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak

tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya obat-

obatan, puskesmas, jamban dan lain-lain. Faktor pendorong (reinforcing

factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau

petugas lain, yang merupakan suatu kelompok penuntun atau pembimbing

bagi masyarakat.
M. Tuberculosis

Faktor Faktor Faktor


predisposisi: pendukung: pendorong: Menular melalui
- Karakteristik udara
- Lingkungan - Pelayanan
jenis kelamin fisik kesehatan
- Perilaku Masuk ke saluran
pernafasan
- Pengetahuan

Proses
fagositosis

Bakteri hidup Bakteri


dalam sel mati

Berkembang
biak Manifestasi
Klinis:
- Keringat malam
Pemeriksaan penunjang - Anoreksia
- Pemeriksaan fisik - Penurunan BB
- Tes tuberkulin - Malaise
Perilaku pencegahan - Rontgen thoraks - Dll
penularan:
- Laboratorium (sputum,
- Menggunakan masker urine, darah, dll)
- Tidak meludah - Dll
sembarangan Komplikasi:
- Mengkonsumsi OAT - Gagal napas
secara teratur
- Hemoptisis
Positif TB
- Efusi pleura
- Empiema
Penatalaksanaan - Amiloidosis
Pengobatan OAT - Aspergiloma
- dll

Gambar 2.2. Kerangka Teori


2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan diatas, maka faktor-

faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien tuberkulosis paru terhadap

pencegahan penularan tuberkulosis perlu diteliti, sehingga pasien TB paru

dapat memahami pencegahan penularan TB tersebut. Variabel yang akan

diteliti adalah variabel independen yang terdiri dari pengetahuan, perilaku dan

pelayanan kesehatan. Sedangkan variabel dependen yang akan diteliti adalah

keberhasilan pengobatan TB paru di Wilayah Puskesmas Cieurih Tahun 2015-

2016.

Variabel Independen Variabel Dependen


Pengetahuan
Perilaku
Pelayanan Kesehatan
Keberhasilan Pengobatan TB Paru
Jenis Kelamin
Lingkungan Fisik
Pendidikan

You might also like