You are on page 1of 23

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN


RETARDASI MENTAL

Disusun oleh:
Kelompok 2
Aryo Julistiyanto I1B115603
Depi Suratmi I1B115604
Kunarsih I1B115610
Muhriati Arizka I1B115613
Rizka khoirunisa I1B115616
Winda Fitriani I1B115622

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
BANJARBARU
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Mata kuliah : Keperawatan Anak

Dosen pengampu : Eka Santi, Ns., M.Kep

Aryo Julistiyanto I1B115603 Nama


: Depi Suratmi I1B115604
Kunarsih I1B115610
Muhriati Arizka I1B115613
Rizka khoirunisa I1B115615
Winda Fitriani I1B115622

Banjarbaru, November 2016

Mengetahui Dosen pengampu

Eka Santi, Ns., M.Kep

2
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyusun makalah yang berjudul
Asuhan Keperawatan Anak Dengan Retardasi Mental . Penulis sangat berharap
makalah ini memberikan manfaat didalam perkuliahan Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Lambung Mangkurat.
Makalah ini disusun sedemikian rupa agar mudah dibaca dan dimengerti
serta makalah ini di kutip dari berbagai sumber yang membahas mengenai
Strategi Kelangsungan Hidup Anak. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Banjarbaru, November 2016

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR .........................................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A Latar Belakang .......................................................................................... 1
B Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
A Pengertian retardasi mental....................................................................... 3
B Penyebab retardasi mental......................................................................... 3
C Klasifikasi dari retardasi mental................................................................ 4
D Gejala dari retardasi mental....................................................................... 6
E Patofisiologi dari retardasi mental............................................................. 9
F Pencegahan retardasi mental.....................................................................10
G Komplikasi retardasi mental......................................................................10
H Penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental.............................10
I Pemeriksaan penunjang retardasi mental................................................. 11
J Asuhan keperawatan pada retardasi mental.............................................. 13
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 19
A. Kesimpulan................................................................................................19
B. Saran..........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Retardasi mental adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata atau sering juga disebut
dengan tuna grahita (Kaplan, 2010).
American Association on Mental Retradation (AAMR) memberikan
batasan yang menjelaskan bahwa keterbelakangan mental menunjukan adanya
keterbatasan dalam fungsi yang mencakup fungsi intelektual yang di bawah
rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari
keterampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan
sosial, kesehatan dan keamanan fungsi akademis, waktu luang dan lain-lain.
Keadaan ini nampak pada usia sebelum 18 tahun (Khoiri, 2012).
Menurut badan kesehatan dunia (WHO), tercatat sebanyak 15% dari
penduduk dunia atau 785 juta orang mengalami gangguan mental dan fisik.
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar
terutama di negara-negara berkembang. Di Asia sendiri ada sekitar 3 % dari
penduduknya yang mengalami keterbelakangan mental. Di Indonesia,
berdasarkan data Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) tahun 2009
terdapat 4.253 anak retardasi mental yang terdapat pada seluruh sekolah luar
biasa (Norhidayah., Wasilah, dan A.N. Husein, 2013).
Anak dengan retardasi mental biasanya mendapat tanggapan negatif
masyarakat sehingga hal tersebut menimbulkan berbagai reaksi pada orang tua
mereka, seperti ada orang tua yang mengucilkan anaknya atau tidak mau
mengakui anak yang mengalami retardasi mental. Di sisi lain, ada pula orang
tua yang berusaha memberikan perhatian lebih dan memberikan yang terbaik
kepada anaknya (Novi, L., I.G. Agung., N.P.Y. Sutari, dan D. Andriana, 2014).
Anak dengan gangguan retardasi mental membutuhkan penanganan dini
dan intensif untuk membantu kesembuhannya. Disinilah peran orang tua dan
tenaga kesehatan terhadap kondisi anak (Aisha, M.N, 2012).

B. Tujuan Makalah

1
1. Untuk mengetahui pengertian retardasi mental.
2. Untuk mengetahui penyebab retardasi mental.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari retardasi mental.
4. Untuk mengetahui gejala dari retardasi mental.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari retardasi mental.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental.
7. Untuk mengetahui pencegahan retardasi mental.
8. Untuk mengetahui komplikasi retardasi mental.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental.
10. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang retardasi mental.
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada retardasi mental.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Retardasi mental


Menurut International Stastistical Classification of Diseases and Related
Health Problem (ICD-10), retardasi mental adalah suatu keadaan
perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama
ditandai oleh adanya keterbatasan (impairment) keterampilan (kecakapan,
skills) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat

2
inteligensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
(Lumbantobing, 2006).
Retardasi mental merupakan keadaan dengan intelegensi kurang
(abnormal) atau dibawah rata-rata sejak masa perkembangan (sejak lahir atau
sejak masa kanak-kanak). Retardasi mental ditandai dengan adanya
keterbatasan intelektual dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial (Sandra,
2010).
Retardasi mental adalah fungsi intelektual di bawah rata-rata yang
muncul dengan kurangnya perilaku adaptif, awitannya sebelum 18 tahun
(Wong, 2009).
Menurut Muttaqin (2008) tuna grahita atau retardasi mental adalah suatu
kondisi yang ditandai oleh inteligensi yang rendah yang menyebabkan
ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan
masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal.
B. Penyebab Retardasi Mental
Menurut Mutaqqin (2008) penyebab dari retardasi mental adalah sebagai
berikut:
1. Faktor Genetik
Kelainan jumlah dan bentuk kromosom misalnya trisomi-21 atau
dikenal dengan Mongolia atau Down Syndrome
2. Faktor Prenatal
a. Gizi
b. Mekanis
c. Toksin
d. Endokrin
e. Radiasi
f. Infeksi yaitu virus seperti campak, influenza, TBC.
g. Stres
h. Imunitas
i. Anoksia embrio.
3. Faktor Perinatal
a. Proses kelahiran yang lama
Proses kelahiran yang lama misalnya plasenta previa, rupturetali
umbilicus
b. Posisi janin yang abnormal seperti letak bokong atau melintang,
anomali uterus, dan kelainan bentuk jalan lahir.
c. Kecelakaan pada waktu lahir dan kegawatan fatal.
4. Faktor Pascanatal
a. Akibat infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis)

3
b. Trauma kapitis dan tumor otak
c. Kelainan tulang
d. Tengkorak
e. Kelainan endokrin dan metabolik keracunan pada otak.

C. Klasifikasi Retardasi mental


Klasifikasi retardasi mental menurut kesepakatan Asosiasi
Keterbelakangan Mental Amerika Serikat (American Association of Mental
Retardation) sebagai berikut:
1. Retardasi mental lambat belajar (slow learner, IQ= 85-90)
2. Retardasi mental taraf perbatasan (borderliner, IQ= 70-84)
3. Retardasi mental ringan (debil atau moron) (mild, IQ= 55-69)
4. Retardasi mental sedang (moderate, IQ= 36-54)
5. Retardasi mental berat/ imbecile (seveer, IQ= 20-35)
6. Retardasi mental sangat berat atau idiot (profound, IQ= 0-19) (Mutaqqin,
2008).
Menurut Maslim (2003) klasifikasi retardasi mental berdasarkan PPDGJ III:
1. F70 Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69)
Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering tidak
naik kelas, selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan
rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau
mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi. 80 % dari
anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh pendidikan
Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban
dan membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.
2. F71 Retardasi Mental Sedang (IQ 35-49)
Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan
dalam perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan
fisik lainnya. Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya sendiri,
pada umumnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka
kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM. Anak pada golongan ini
membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan
pelayanan.
3. F72 Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34)

4
Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan
kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk
dilatih belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar,
angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari 1 gangguan
organik yang menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang
ketat dan pelayanan khusus.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20)
Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan
komunikasi yang pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan
sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini
memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan self care yang
sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan
supervisi total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini
pasien benar-benar tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
5. F78 Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari tingkat Retardasi
Mental intelektual dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak
mungkin dilakukan karena adanya hendaya sensorik atau fisik, seperti
buta, bisu tli, dan penyandang yang perilakunya terganggu berat atau
fisiknya tidak mampu.

D. Gejala Retardasi mental


Pada pemeriksaan fisik pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan
berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala:
mikrosefali, hidrosefali, dan down syndrome. Wajah pasien dengan retardasi
mental sangan mudah dikenali seperti hipertelorisme, yaitu lidah yang
menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah yang tampak
tumpul. Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami keterlambatan
motorik (Sandra, 2010).
Menurut Muttaqin (2008) anak tuna grahita dapat dikenali dari tanda
sebagai berikut :

5
1. Penampilan fisik tidak seimbang: kepala terlalu kecil/terlalubesar,
mulut melongo, mata sipit/mongoloid, badan bungkuk,
2. Kecerdasan terbatas
3. Tidak mampu mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain sesuai
usia
4. Arah minat sangat terbatas kepada hal-hal yang terbatasdan
sederhana saja- Perkembangan bahasa/bicara lambat
5. Tidak ada/kurang sekali perhatian terhadap
lingkungannya(pandangan kosong) dan perhatiannya labil,
sering berpindah-pindah.
6. Koordinasi gerakan kurang, gerakan kurang terkendali
7. Daya ingatnya lemah, emosi sangat miskin dan
terbatas,apatis, dan acuh tak acuh terhadap sekitarnya.
8. Sering ngiler/keluar cairan dari mulut.
Perubahan perilaku terkait usia pada anak dengan keterbelakangan
mental yaitu:
1. Keterbelakangan Mental Ringan (IQ = 50 -70)
a. Anak prasekolah (0-5 tahun): lebih lambat daripada rata-rata dalam
berjalan, makan sendiri, dan berbicara, namun pengamat sambil lalu
tidak melihat keterbelakangan ini.
b. Usia sekolah (6-21 tahun): Belajar keterampilan motorik-pemahaman
dan kognisi (membaca dan arithmatic) di kelas tiga sampai kelas enam
oleh remaja tahap ini, dapat belajar untuk menyesuaikan diri secara
sosial.
c. Dewasa (21 tahun keatas): Biasanya mencapai keterampilan sosial dan
kejuruan yang diperlukan untuk merawat diri, membutuhkan
bimbingan dan bantuan ketika berada pada kondisi ekonomi sulit atau
stress sosial.
2. Keterbelakangan Mental menengah (IQ = 35-49)
a. Anak prasekolah (0-5 tahun): sebagian besar perkembangan kelihatan
dengan jelas terlambat.
b. Usia sekolah (6-21 tahun): belajar berkomunikasi dan merawat
kesehatan dasar dan kebutuhan keamanan.
c. Dewasa (21 tahun keatas): melakukan tugas tanpa keterampilan atau
semi terampil sederhana pada kondisi yang diawasi, berpartisipasi

6
pada permainan sederhana dan melakukan perjalanan sendiri di
tempat yang dikenal, mampu merawat diri sendiri.
3. Keterbelakangan Mental Berat (IQ = 20-34)
a. Anak prasekolah (0-5 tahun): perkembangan motorik sangat tertunda,
sedikit atau tidak berbicara, mendapat mamfaat dari pelatihan
mengerjakan sendiri (misalnya makan sendiri).
b. Usia sekolah (6-21 tahun): biasanya berjalan kecuali jika terdapat
ketidakmampuan motorik, dapat memahami dan merespon
pembicaraan, dapat mengambil mamfaat dari pelatihan mengenai
kesehatan dan kebiasaan lain yang dapat diterima
c. Dewasa (21 tahun keatas): melakukan kegiatan rutin sehari-hari dan
memperbesar perawatan diri sendiri, memerlukan petunjuk dan
pengawasan ketat dalam lingkungan yang dapat dikendalikan.
4. Keterbelakangan Mental Sangat Berat (IQ dibawah 20)
a. Anak prasekolah (0-5 tahun): keterbelakangan ekstrem disemua
bidang, kemampuan sensorik minimal, membutuhkan bantuan
perawatan diri.
b. Usia sekolah (6-21 tahun): semua bidang perkembangan tampak jelas
tertunda, respon berupa emosi dasar dan mendapatkan manfaat dari
pelatihan dalam penggunaan anggota badan dan mulut, harus diawasi
dengan ketat.
c. Dewasa (21 tahun keatas): barangkali dapat berjalan dan berbicara
dengan cara primitive, mendapatkan mamfaat dari aktivitas fisik
regular, tidak dapat merawat diri sendiri, tetapi membutuhkan bantuan
perawatan diri (Sandra, 2010).

7
E. Patofisiologi retardasi mental

Faktor Faktor Faktor Faktor


Genetik Prenatal Perinatal Pascanatal

Kelainan Gizi Proses Akibat infeksi


jumlah dan Mekanis Trauma kapitis
kelahiran
bentuk Toksin yang lama dan tumor otak
kromosom Endokrin Posisi janin Kelainan tulang
Radiasi yang Tengkorak
Infeksi abnormal Kelainan
Stres Kecelakaan endokrin
Imunitas pada waktu dan metabolik,
Anoksia lahir dan keracunan pada
kegawatan otak
embrio
fatal

Kerusakan pada fungsi otak:


Hernisfer kanan : keterlambatan perkembangan motorik kasar dan halus
Hernisfer kiri : keterlambatan perkembangan bahasa, sosial dan kognitif

Penurunan fungsi intelektual secara umum Gangguan perilaku adaptif sosial

Keluarga Hubungan sosial Perkembangan

Kecemasan Gangguan Fungsi


Keluarga komunikasi intelektual
Kurang verbal
Pengetahuan Gangguan
Koping Bermain Risiko
keluarga tak Isolasi sosial Ketergantun
efektif 8
Kerusakan gan
interaksi Risiko
Patofisiologi Retardasi Mental (Mutaqqin, 2008)

F. Pencegahan Retardasi Mental


Retardasi mental ini disebabkan kerusakan dari sel-sel otak tidak mungkin
fungsinya dapat kembali normal, maka yang penting adalah pencegahan primer
yaitu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit. Dengan
memberikan perlindungan terhadap penyakit-penyakit yang potensial dapat
mengakibatkan retardasi mental, misalnya melalui imunisasi/konseling
perkawinan, pemeriksaan kehamilan rutin, nutrisi yang baik selama kehamilan,
dan bersalin pada tenaga kesehatan yang berwenang, maka dapat membantu
menurunkan angka kejadian retardasi mental (Mutaqqin, 2008).

G. Komplikasi Retardasi Mental


Komplikasi retardasi mental adalah :
1. Serebral palsi
2. Gangguan kejang
3. Gangguan kejiwaan
4. Gangguan konsentrasi/hiperaktif
5. Defisit komunikasi
6. Konstipasi (karena penurunan motilitas usus akibat obat-obatan, kurang
mengkonsumsi makanan berserat dan cairan) (IDAI, 2011).
7.
H. Penatalaksanaan yang diberikan pada retardasi mental
. 1. Penatalakanaan Medis
Obat-obatan yang digunakan adalah :
a. Obat-obat psikotropika (tiroidazin, mellaril) untuk remaja dengan
perilaku yang membahayakan diri sendiri.
b. Psikostimulan menunjukkan tanda-tanda gangguan konsentrasi.
c. Antidepresan (imipromin)
d. Carbamazepin (tegretol) dan propanol (inderal)
2. Melibatkan bantuan dari :
a. Psikolog untuk menilai perkembangan mental anak terutama
kemampuan kognitifnya.
b. Dokter anak untuk memeriksa fisik anak, menganalisa penyebab, dan
mengobati penyakit/kelainan yang mungkin ada.
c. Pekerja sosial diperlukan apabila anak juga menderita epilepsi, serebral
palsi.

9
d. Psikiater diperlukan apabila anak menunjukkan kelainan tingkah
laku/apabila orang tuanya membutuhkan dukungan terapi keluarga.
e. Ahli rehabilitasi medis diperlukan untuk merangsang perkembangan
motorik dan sensoriknya.
f. Ahli terapi wicara untuk memperbaiki gangguan bicaranya/untuk
merangsang perkembangan bicaranya, serta diperlukan guru pendidikan
luar biasa untuk anak-anak yang retardasi mental.
g. Pada orang tuanya perlu diberi penerangan yang jelas mengenai
keadaan anaknya, dan apa yang dapat diharapkan dari terapi yang
diberikan. Disamping itu, diperlukan kerjasama yang baik antara guru
dengan orang tuanya, agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam strategi
penanganan anak di sekolah dan di rumah.
h. Anak dengan retardasi mental memerlukan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan taraf IQ-nya, mereka digolongkan yang mampu
dididik untuk golongan retardasi mental ringan, dan yang mampu
dilatih anak dengan retardasi mental sedang.
i. Semua anak yang retardasi mental juga memerlukan penanganan,
seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan monitoring
terhadap tumbuh kembangnya (IDAI, 2011).

I. Pemeriksaan Penunjang Retardasi Mental


Menurut Dorland (2010) beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan
pada anak yang menderita retardasi mental yaitu:
1. Kromosom kariotipe
Pemeriksaan analisis kromosom dilakukan bila dicurigai adanya kelainan
kromosom yang mendasari retardasi mental.
2. EEG (Elektro Ensefalogram)
3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) kepala dapat membantu menilai
adanya kalsifikasi serebral, perdarahan intra kranial pada bayi dengan
ubun-ubun masih terbuka.
4. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance
Imaging)
5. Titer virus untuk infeksi congenital
6. Serum asam urat (Uric acid serum)
7. Laktat dan piruvat
8. Plasma asam lemak rantai sangat panjang
9. Serum seng (Zn)

10
10. Logam berat dalam darah
11. Serum tembaga (Cu) dan ceruloplasmin
12. Serum asam amino atau asam organik
13. Plasma ammonia
14. Analisa enzim lisozom pada lekosit atau biopsy kulit:
15. Urin mukopolisakarida
16. Pada anak yang berumur diatas 3 tahun dilakukan tes intelegensia.
Namun, tingkat kecerdasan intelegensia bukan satu-satunya
karakteristik, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar
ketrampilan spesifik yang berbeda. Penilaian tingkat kecerdasan harus
berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis,
prilaku adaptif dan hasil tes psikometrik. Kesulitan yang dihadapi adalah
kalau penderita masih dibawah umur 2-3 tahun, karena kebanyakan tes
psikologis ditujukan pada anak yang lebih besar. Pada bayi dapat dinilai
perkembangan motorik halus maupun kasar, serta perkembangan bicara dan
bahasa. Biasanya penderita retardasi mental juga mengalami keterlambatan
motorik.

J. Asuhan Keperawatan pada anak dengan retardasi mental


1. Pengkajian
Menurut Wong (2009) pengkajian pada pasien retardasi mental adalah:
a. Data demografi : nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, suku, alamat.
b. Riwayat kesehatan pasien :
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Alasan datang ke rumah sakit
3) Sejak kapan
c. Riwayat kesehatan dahulu
1. Genogram
2. Proses kehamilan, persalinan, dan perkembangan
3. Adanya trauma
d. Lakukan pemeriksaan fisik
Pasien dengan retardasi mental dapat ditemukan berbagai macam
perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala :
mikresefali, hidrosefali, dan sindrom down. Wajah pasien retardasi
mental sangat mudah dikenai seperti hipertelorisme, lidah yang

11
menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi, dan ekspresi wajah
tampak tumpul.
e. Lakukan pengkajian perkembangan
Dengan pemeriksaan DDST untuk menilai tumbuh kembang anak.
Lakukan atau bantu dengan tes intelegensia. Stanford, binet, Wechsler
Intellence, Scale, American Assiciation of Mental Retardation Adaptif
Behavior Scale.
f. Lakukan pengkajian mengenai riwayat keluarga dengan menanyakan
apakah dalam keluarga ada yang menderita retardasi mental karena
retardasi mental merupakan penyakit yang herediter/keturunan.
g. Pengkajian riwayat kesehatan
1. Kaji adanya trauma prenatal, perinatal/pascanatal atau cedera fisik.
2. Kaji adanya infeksi prenatal, infeksi yang menyerang otak
(meningitis, ensefalitis)
3. Kaji apakah ibu pernah mengkonsumsi obat/alkohol.
4. Kaji apakah ada malnutrisi sewaktu ibu hamil.
5. Apakah ada abnormalitas kromosom
6. Observasi adanya manifestasi klinis dari retardasi mental, seperti :
a. Tidak responsif terhadap kontak
b. Kontak mata buruk selama menyusu
c. Penurunan aktivitas spontan
d. Penurunan kesadaran terhadap suara/gerakan
e. Menyusu lambat.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda (2015) diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan
yaitu:
a. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan kelainan fungsi
kognitif.
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan lambatnya
ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa.
c. Kurang perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan fisik dan
mental.
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita retardasi mental.
e. Resiko cedera berhubungan dengan kordinasi gerak tak terkontrol.

12
f. Kerusakan Interaksi sosial berhubungan dengan kesulitan bicara atau
kesulitan beradaptasi.

3. Intervensi
1. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan kelainan fungsi
kognitif
NOC : Growth
Kriteria Hasil :
BB sesuai dengan jenis kelamin.
BB sesuai dengan umur
BB sesuai dengan TB
Kecepatan memperoleh BB
Kecepatan memperoleh TB
Lingkar kepala sesuai dengan umur

NIC : Developmental Enhancement


Aktivitas :
1. Bina hubungan saling percaya dengan anak.
2. Kaji faktor-faktor penyebab kelainan perkembangan pada anak
3. Identifikasi kebutuhan-kebutuhan anak.
4. Berikan stimulasi aktivitas sesuai umur
5. Monitor pola dari pertumbuhan (TB, BB , Lingkar kepala dan rujuk pada
ahli gizi untuk memperoleh intervensi nutrisi).

2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan lambatnya


ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa.
NOC : Kemampuan Pesan Tertulis
Kriteria Hasil :
Menggunakan pesan tertulis
Menggunakan bahasa percakapan verbal
Menggunakan percakapan yang jelas.
Menggunakan gambar/lukisan
Menggunakan bahasa nonverbal
NIC : Perbaikan Komunikasi
Aktivitas :
1. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
2. Berikan instruksi sederhana secara berulang
3. Berikan waktu yang cukup untuk berkomunikasi
4. Dorong anak untuk berkomunikasi dengan dunia luar.
Contoh koran, TV, kalender dan jam.

3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan fisik dan


mental.

13
NOC : Self Care : Activities of Daily Living (ADL)
Kriteria Hasil :
Klien terbebas dari bau badan
Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADL
Dapat melakukan ADL tanpa bantuan
NIC : Self Care Assisitance : ADL
` Aktivitas :
1. Identifikasi kebutuhan personal hygiene dan berikan pertolongan
sesuai kebutuhan
2. Identikasi kesulitan dalam perawatan diri, seperti kurang
pergerakan fisik dan kemunduran kognitif.
3. Dorong anak untuk perawatan diri yang mandiri.

4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang


menderita retardasi mental.
NOC : Family Functioning
Kriteria Hasil :
Sosialisasi baru anggota keluarga
Keluarga mampu merawat secara mandiri
Mengatur perilaku anggota keluarga
Anggota keluarga menunjukkan perannya masing-masing
Menyesuaikan perubahan perkembangan sertakan keluarga dalam
memecahkan masalah
NIC : Conseling
Aktivitas :
1. Kaji pemahaman keluarga tentang penyakit dan rencana tindakan
yang akan diberikan.
2. Ciptakan lingkungan dimana anggota keluarga dapat
mengekspresikan perasaannya.
3. Jelaskan dan tekankan penjelasan profesional kesehatan tentang
kondisi anak, prosedur, dan terapi yang dianjurkan serta
prognosisnya.
4. Gunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan pemahaman
keluarga tentang penyakit dan terapinya.
5. Ulangi informasi sesering mungkin.

5. Resiko cedera berhubungan dengan kordinasi gerak tak terkontrol


NOC : Risk Control
Kriteria Hasil :
Mengindekasikan perubahan pada perilaku, gaya hidup untuk
menurunkan faktor resiko dan untuk melindungi diri mereka sendiri
dari cedera

14
NIC : Enviromental Management
Aktivitas :
1. Sediakan lingkungan aman dan nyaman.
2. Manajemen anak dengan perilaku sulit
3. Batasi aktivitas yang berlebihan.

6. Kerusakan Interaksi sosial berhubungan dengan kesulitan bicara atau


kesulitan beradaptasi.
NOC: Social Interaction Skill
Kriteria Hasil
Mengurangi kekacauan dalam berinteraksi
NIC:
1. Bantu anak mengidentifikasi kekuatan diri
2. Berikan pengetahuan kepada orang-orang terdekat mengenai
retardasi mental
3. Dorong anak untuk ikut berpartisipasi beraktivitas dengan teman dan
anggota keluarga lain.
4. Dorong anak untuk mempertahankan hubungan dengan teman-
temannya
5. Berikan penghargaan positif pada hasil yang dicapai oleh anak.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Makalah ini membahas mengenai anak dengan retardasi mental beserta
asuhan keperawatannya. Pada retardasi mental atau tuna grahita, anak akan
mengalami penurunan kemampuan kognitif sehingga tingkat intelegensi anak
akan berada dibawah anak normal. Penatalaksanaan yang dilakukan tidak
hanya berfokus pada anak saja namun juga kepada orang tua dikarenakan
orang tua pasti akan mengalami beban psikologis akibat memiliki anak dengan
retardasi mental. Identifikasi dini tanda awal anak retardasi mental dapat
membantu untuk menindak lanjuti gangguan secara cepat sehingga dampak
yang lebih berat dapat dihindari.

B. Saran
Disarankan kepada para ibu hamil agar memperhatikan kesehatan dirinya
seperti memperhatikan gizi, hati-hati mengkonsumsi obat-obatan dan
mengurangi kebiasaan buruk seperti: minum-minuman keras dan merokok.
Perawat dapat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak
dengan retardasi mental dan dapat menjadi konselor untuk orang tua dengan
memberikan penerangan yang jelas mengenai keadaan anaknya, dan apa yang
dapat diharapkan dari terapi yang diberikan pada anak dengan retardasi mental.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aisha, M, N. 2012. Hubungan antara pengetahuan dengan retardasi mental dan


penerimaan orang tua. Skripsi. Tidak diterbitkan : UIN sunan kalijaga Yogyakarta
Dorland, W.A, Newman., 2010. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
IDAI, 2011. Retardasi Mental dalam Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia jilid II. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J. 2010. Retardasi Mental dalam Sinopsis Psikiatri. Tangerang :
Binarupa Aksara.
Khoiri, H.2012. Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Retardasi Mental Ditinjau dari
Kelas Sosial.Jurnal. Developmental and Clinical Psychology vol. 1 No. 1
Lumbantobing, S.M., 2006. Anak dengan Mental Terbelakang. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III. Jakarta: Nuh Jaya.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Norhidayah; W, S & Husein, A.N., 2013. Gambaran Kejadian Kecemasan pada Ibu
Penderita Retardasi Mental Sindromik di SLB-C Banjarmasin. Journal Berkala
Kedokteran Vol. 9 No. 1 http://ejournal.unlam.ac.id/index. php/bk/article/download/
256/214.
Novi, L., I.G. A., N.P.Y. Sutari, dan Andriana.D. 2014. Hubungan Mekanisme Koping
Dengan Pola Asuh Orang Tua Anak Retardasi Mental Ringan Di Sekolah Luar
Biasa C Negeri Denpasar. Jurnal COPING (Community of Publishing in Nursing).
Sandra, M. 2010. Anak Cacat bukan Kiamat; Metode Pembelajaran dan Terapi untuk
Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Katahati.
Wong, L.D. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol.1.Edisi 6. Jakarta: EGC.

17
18

You might also like