You are on page 1of 27

Referat

Misoprostol

Disusun oleh :
Reno A.R. Rayendra. S ked 030.05.
Siti Asriyani.S ked 030.07.247
Yovita Devi Kornelin 030.08.

Pembimbing :
Dr.Ratna Trisyani ,Sp OG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan


RSUD dr Soesilo Slawi

0
Periode 30 September 2013 7 Desember 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN

Uterotonik (oxytocic) merupakan obat-obatan yang mengandung


ergonovine, ergometrine atau oxytocin. Uterotonik adalah zat yang meningkatkan
kontraksi uterus. Uterotonik banyak digunakan untuk induksi, penguatan
persalinan, pencegahan serta penanganan perdarahan post partum, pengendapan
perdarahan akibat abortus inkompletikus dan penanganan aktif pada Kala
persalinan.Pemberian obat uterotonik adalah salah satu upaya untuk mengatasi
pendarahan pasca persalinan atau setelah lahirnya plasenta. Namun, pemberian
obat ini sama sekali tidak dibolehkan sebelum bayi lahir. Keuntungan pemberian
uterotonika ini adalah untuk mengurangi perdarahan kala III dan mempercepat
lahirnya plasenta.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian

Misoprostol adalah suatu analog prostaglandin Elsintetik yang menghambat


sekresi asam lambung dan nmenaikkan proteksi mukosa lambung.

2. Mekanisme/ cara kerja

Setelah penggunaan oral misprostol diabsobrsi secara ekstensif dan cepat dide-
esterifikasi menjadi obat aktif : asam misoprostol.Kadar puncak serum asam
misoprostol direduksi jika misoprostol diminum bersama makanan.

3. Indikasi

Oksitosik

Menstimulus kontraksi uterus

4. Efek samping

Dapat menyebabkan kontraksi uterin

Diare dilaporkan terjadi dalam 2 minggu pada terapi inisiasi dalam 14-40 %
pasien dengan AINS yang menerima 800g / hari. Diare biasanya akan membaik
dalam kurang lebih satu minggu terapi. Wanita-wanita yang menggunaklan
misoprostol kadang-kadang mengalami gangguan ginekologi termasuk kram atau
perdarahan vaginal.

2
5. Kontra indikasi

Untuk proteksi GI, misoprostol dikontraindikasikan pada kehamilan karena resiko


aborsi. Pasien-pasien harus diberi tahu untuk tidak memberikan misoprostol
kepada orang lain. Pasien pasien yang menerima terapiu jangka lama AINSS
untuk reumotoid arthritis, misoprostol 200g qid lebih baik daripada antagonis
reseptor H2 atau sukralfat dalam mencegah gastric ulcer yang induksinya oleh
AINS. Walaupun demikian misoprostol tidak menghilangkan nyeri G1 atau rasa
tidak enak yang dihubungkan dengan pengunaan AINS.

6. Cara pakai dan dosis

Peroral untuk proteksi GI selama terapi AINS : 200 gqid. Diberiksan bersama
makanan, jika dosis ini tidak ditolerir : 100g qid dapat digunakan. Bentuk
sediaan : tablet 100,200g. Misoprostol juga tersedia dalam kombinasi dengan
diklofenak.

7. Contoh obat

Misoprostol Tablet : Gastrul isi : misoprostol 200 mcg / tablet.

KEGUNAAN MISOPROSTOL

Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 sintetis yang telah disahkan oleh


FDA sejak tahun 1985. Sebagai analog prostaglandin E1 sintetis, misoprostol bersifat
uterotonika dan memiliki efek dalam pelebaran serviks (Goldberg AB,2001). Preparat
misoprostol ini merupakan satu-satunya preparat prostaglandin yang terjangkau untuk
pematangan serviks dan induksi persalinan di negara-negara miskin (Alfirevic Z,2008).

Terdapat banyak artikel ilmiah yang telah diterbitkan di beberapa jurnal yang
menunjukkan manfaat misoprostol di bidang obstetri dan ginekologi (Alfirevic Z,2005).
Di antara manfaat tersebut adalah untuk terminasi kehamilan, induksi persalinan
penatalaksanaan kala tiga persalinan dan penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan.

Beberapa penggunaan misoprostol :

3
1 Penggunaan Misoprostol pada kehamilan trimester I
Pematangan serviks sebelum aborsi dengan kuretase
Misoprostol yang diberikan peroral sama efektifnya
dengan pemberian pervaginam. Misoprostol 400 g dosis tunggal
yang diberikan 3 jam sebelum dilakukan kuretase lebih efektif
daripada dosis 200 g. Efek samping lebih sering timbul pada
kelompok misoprostol.
Aborsi Medis
Dosis misoprostol yang dianjurkan untuk terminasi
kehamilan pada trimester pertama adalah 800 g pervaginam dan
dapat diulang hingga 3 kali dengan interval 24 sampai 48 jam.
Sekitar 85 94% mengalami abortus komplit. Dosis misoprostol
oral yang digunakan antara 200-400g, misoprostol intravaginal
200-600 g dan sublingual 200-400 g dengan interval
pengulangan 3-6 jam. Didapatkan bahwa misoprostol vaginal
lebih efektif daripada oral dalam hal interval waktu inisiasi-
aborsi. Kedua rute tersebut dikatakan memiliki efektivitas yang
sama dalam hal durasi prosedur, insidens komplikasi
postoperatif, durasi perdarahan postoperatif, dan interval pada
periode menstruasi pertama. Misoprostol oral dan sublingual
memiliki efektivitas yang sama dalam hal peningkatan
kontraktilitas uterus dan interval waktu inisiasi-abortus. Efek
samping yang umumnya ditemukan adalah mual, muntah, diare,
nyeri perut, sakit kepala. Demam dan menggigil lebih sering
ditemukan pada pemberian sublingual dan pemberian peroral
lebih sering menimbulkan kontraksi uterus yang irregular.

Abortus inkomplit
Terapi kegagalan kehamilan trimester pertama dengan 800
g intravaginal aman dan dapat diterima dengan tingkat
kesuksesan sebesar 84%. Dapat disimpulkan bahwa abortus
dengan menggunakan misoprostol adalah alternatif dari prosedur
kuretase (Zhang A, 2005).

4
Abortus tertunda
Misoprostol 800g intravagina (400 g setiap 4 jam
sampai dengan 3 dosis, jika dibutuhkan) menawarkan alternatif
terapi yang efektivitasnya baik dan aman dibandingkan kuretase
(Behrasi M, 2006).
2 Penggunaan Misoprostol pada kehamilan trimester III
Pematangan serviks dan induksi persalinan
Misoprostol yang diberikan peroral maupun pervaginam
lebih efektif dibandingkan plasebo dalam hal mencapai
persalinan pervaginam dalam 24 jam dengan namun
hiperstimulasi uterus tanpa perubahan denyut jantung janin
sering didapatkan. Regimen dosis yang digunakan berkisar
antara 12.5 g per 6 jam hingga 50 g per 6 jam yang diberikan
peroral atau pervaginam. Misoprostol yang diberikan pervaginam
lebih efektif daripada yang diberikan peroral (Alfirevic Z, 2008).
Penelitian yang membandingkan misoprostol dan dinoproston
memberikan hasil bervariasi. Beberapa penelitian menyebutkan
tidak ada perbedaan bermakna antara keduanya (Dodd JM,
2006), namun penelitian lain menyebutkan misoprostol lebih
efektif (Papanikolaou EG, 2004). Bila dibandingkan dengan
oksitosin, maka misoprostol membutuhkan waktu lebih singkat
untuk menimbulkan kontraksi sampai bayi lahir (Ezechi OC,
2008. Efek samping yang ditimbulkan adalah hiperstimulasi
uterus, peningkatan jumlah neonatus yang dirawat di ruang
perawatan intensif (13.5%) (Dodd JM, 2006), takisistol (De
Aquino MMA, 2003) dan peningkatan denyut jantung janin
(Papanikolaou EG, 2004).
3 Aspek legal dan penggunaan misoprostol pada keadaan khusus
Berdasarkan aspek legal, misoprostol tidak dapat digunakan pada
kehamilan karena sampai saat ini misoprostol hanya
diregistrasikan untuk penatalaksanaan ulkus gaster dan duodenal
yang refrakter terhadap antagonis H2-reseptor.13

5
Di bidang obstetrik, misoprostol diberikan untuk induksi pada
aborsi trimester pertama dan kedua, menginduksi persalinan pada
trimester ketiga, dan mengendalikan HPP. Tidak satupun dari
penggunaan diatas disetujui oleh FDA. Namun demikian,
misoprostol sangat banyak dipergunakan di AS dan diseluruh
dunia. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang
besar untuk menentukan risiko dari manfaat yang memungkinkan
(Moore ML, 2002).

Ditetapkannya status penggunaan: terbatas. Hingga saat ini


Misoprostol masuk dalam kategori obat golongan G (obat keras
yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter). Artinya
penggunaan obat ini, baik untuk pembelian maupun penggunaan
harus selalu dalam pengawasan dokter.

Untuk induksi pengeluaran hasil konsepsi di usia kehamilan


berapapun dianjurkan dilakukan rawat inap (mengantisipasi jika
terdapat efek samping atau komplikasi tertentu).

Dosis yang digunakan adalah dosis yang tepat dan terbagi.


Pemberian dimulai dengan dosis terkecil yang memberikan
reaksi efektif (lihat grafik keamanan dosis: hindari dosis inefektif
dan dosis bahaya)

Dosis akumulatif dalam 12 jam tidak lebih dari 2000 ug

Sebelum pemberian misoprostol selalu dilakukan konseling


dan informed consent tindakan jika terjadi efek samping,
komplikasi dan kegagalan induksi.

Untuk trimester ke-3, pemberian misoprostol harus disertai


dengan fasilitas pengawasan yang ketat dan akses untuk
memungkinkan tindakan operasi segera (kurang dari 30
menit).

Misoprostol tidak boleh digunakan pada kasus dengan


resiko (lihat kontraindikasi dan kondisi yang perlu
perhatian).

6
4 Berikut ini adalah beberapa kasus pada kehamilan yang memerlukan perhatian
khusus pada penggunaan misoprostol, yaitu:

Pada kasus kehamilan dengan bekas SC. Angka kejadian ruptur pada
penggunaan misoprostol meningkat di trimester 3. Sedangkan di trimester 1
dan 2 tidak menunjukkan perbedaan bermakna.

Pada kasus suspek CPD, sebenarnya tidak ada perbedaan angka ruptur,
namun tidak boleh diterima begitu saja karena terdapat beberapa hal yang
sebaiknya dipertimbangkan:

a Misoprostol berada dalam plasma cukup lama (T1/2: 20-40


menit) hingga prosesnya sulit dihentikan dalam waktu singkat
(berbeda dengan oksitosin drip).

b Tidak semua fasilitas pelayanan di Indonesia mampu melakukan


pengawasan ketat.
c Tidak semua fasilitas pelayanan di Indonesia mampu melakukan
tindakan operasi/ SC dalam waktu cepat (kurang dari 30 menit).

Pada kasus kehamilan multiple dan grande multi. Walaupun bukan dari
penelitian RCT maupun sistematiic review, namun beberapa penelitian
menunjukkan misoprostol dapat aman digunakan pada kasus pada kehamilan
multipel dan grande mullti selama tidak ada kontraindikasi obstetrik.

Pada kasus presentasi bokong. Presentasi bokong bukan kontra indikasi


untuk induksi dengan misoprostol. Namun, pertimbangkan kelebihan dan
kekurangannya jika dibandingkan dengan perabdominam (SC).

Pada kasus pertumbuhan janin terhambat (PJT). Misoprostol


meningkatkan resiko terjadinya hipoksia intra uteri dihubungkan dengan
efek sampingnya takisistol atau hiperkontraktilitas miometrium. Pada kasus
PJT yang telah terjadi hipoksia sebelumnya (insufisiensi uteroplasenta),
maka janin tidak dapat melakukan kompensasi yang cukup, dan kondisi ini
akan memperberat hipoksia nya. Sedangkan pada PJT yang tidak disertai
hipoksia (small healthy baby), mempunyai resiko hipoksia yang sama
dengan janin normal.

7
Pada kematian mudigah, blighted ovum, abortus medicinalis, abortus
inkomplit dan insipiens. Misoprostol dapat digunakan dengan aman (sesuai
dosis) untuk kasus-kasus tersebut. Hal yang perlu diperhatikan adalah untuk
abortus inkomplit/ insipiens dimana biasanya sedang/ telah terjadi
perdarahan yang banyak, sedangkan misoprostol membutuhkan waktu untuk
dapat bekerja.

Pada abortus infeksiosa, missed abortion dan kehamilan mola. Walaupun


secara teori memungkinkan menggunakan misoprostol sebagai regimen
tunggal untuk induksi pada kasus-kasus ini, namun beberapa hal yang harus
dipertimbangkan:

a Pada abortus infeksiosa dan missed abortion: sering kali telah terjadi perlekatan dalam
kavum uteri, hingga penggunaan misoprostol tidak cukup untuk mengeluarkan seluruh
jaringan. Kondisi ini meningkatkan resiko sepsis.
b Pada mola hidatidosa: karena jaringan mola yang banyak dan miometrium yang tipis,
penggunaan misoprostol meningkatkan resiko tertinggalnya jaringan mola dan ruptur
uteri.

DAFTAR PUSTAKA

Alfirevic Z, Weeks A. Oral misoprostol for induction of labour. Cochrane


Database Syst Rev 2008.
Behrasi M, Mahdian M. Comparison of medical (misoprostol) and
surgical management for terminating of first trimester missed abortion. Pak J Biol
Sciences 2006, 9 (7): 1399-1401.
De Aquino MMA, Cecatti JG. Misoprostol versus oxytocin for labor
induction in term and post-term pregnancy: randomized controlled trial. Sao
Paulo Med J 2003; 121(3):102-106.
Dodd JM, Crowther CA, Robinson JS. Oral misoprostol for induction of
labour at term: randomized controlled trial. BMJ 2006;332;509-513.
Ezechi OC, Loto OM, Ezeobi PM, Okogbo FO, Gbajabiamila T,
Nwokoro CA. Safety and efficacy of misoprostol in induction of labour in
prelabour rupture of fetal membrane in Nigerian women: a multicenter study.
Iranian Journal of Reproductive Medicine Vol.6. No.2. pp: 83-87, Spring 2008.

8
Fiala D, Weeks A. Misoprostol dosage guidelines for obstetrics and
gynecology [Online]. Oktober 2005. Diunduh dari: http:// www.misoprostol.org/
Goldberg AB, Greenberg MB, Darney PD. Misoprostol and pregnancy. N
Engl J Med 2001, 344:38-47.
Papanikolaou EG, Plachouras N, Drougia A, Andronikou S, Vlachou
C,Stefos T, et.al. Comparison of Misoprostol and Dinoprostone for elective
induction of labour in nulliparous women at full term: A randomized prospective
study. Reproductive Biology and Endocrinology 2004, 2:70
Zhang A Comparison of Medical Management with Misoprostol and
Surgical Management for Early Pregnancy Failure. N Engl J Med 2005,353(8).

9
10
BAGIAN KEPANITERAAN OBGYN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

PENGGUNAAN MISOPROSTOL DALAM


BIDANG OBSTETRI

OLEH :
MARCELINA WIDIASTUTI
C111 04 229

PEMBIMBING :
dr. NIGELIA RENALDI AHFRIANI

SUPERVISOR :
dr. NASRUDIN, A.M, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

11
2012

12
PENGGUNAAN MISOPROSTOL DALAM
KEHAMILAN

I. Deskripsi
Misoprostol merupakan analog prostaglandin E1 sintetik yang
diakui oleh FDA (food and drug adminstration) untuk pencegahan dan
penanganan ulkus gaster akibat dari penggunaan NSAID juga telah
menjadi obat yang penting dalam bidang obstetri dan ginekologi karena
memiliki mekanisme kerja uterotonika dan pematangan serviks serta dapat
digunakan untuk aborsi medisinalis dan pencegahan perdarahan
pospartum. Misoprostol dipasarkan dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet
100 g dan 200 g. Nama kimianya adalah Methyl 7-{3-hydroxy-2-[(E)-4-
hydroxy-4-methyloct-1-enyl]-5-oxocyclopentyl} heptanoate, Misoprostol
bersifat stabil dan larut dalam air.1,2
Membran lipid merupakan subtrak untuk sintesis dari eicosanoids
dan platelet activating factor (PAF). Berikutnya akan terbentuk
prostaglandin, prostasiklin, tromboxan A2, leukotrien, lipoxin dan
hepoxilin merupakan produk dari pemecahan asam arakidonat. Pemecahan
ini menggunakan enzim endoperoxide G/H sintesis yang dikenal dengan
cyclooxygenase (Cox). Terdapat dua isoform yang berbeda yaitu cox-1 dan
cox-2 . Di mana jalur cox-1 digunakan secara fisiologi secara terus
menerus pada hampir semua sel di dalam tubuh (housekeeping)
sedangkan jalur cox-2 dipengaruhi oleh sitokin, keadaan inflamasi dan
kanker. Adapun skema pemecahan dan hasil dari metabolisme asam
arakidonat melalui jalur siklooksigenase dapat dilihat pada gambar 1.3,4

13
Gambar 1. Jalur siklooksigenase pemecahan asam arakidonat3
Misoprostol disebut juga dengan alprostadil dan rumus kimianya
adalah C22H38o5 di mana stabil dalam suhu ruangan, tahan lama dan
harganya murah yang menyebabkan menjadi fokus penelitian pada bidang
obgyn selama 25 tahun. Struktur kimia dari misoprostol dapat dilihat pada
gambar 2.5
Obat-obat anti inflamasi non-steroid menghambat produksi
prostglandin pada kedua sistem siklooksigenase sehingga juga
menghambat produksi prostaglandin yang berfungsi untuk sekresi mukus
dan bikarbonat mukosa dinding lambung sehingga pengembangan awal
misoprsotol awalnya digunakan untuk pencegahan dan pengobatan ulkus
peptikum yang berkaitan dengan penggunaan obat-obat anti inflamasi non-
steroid.3,4,5

Gambar 2. Struktur kimia dari misoprostol

II. Farmakonidamik misoprostol

14
Pada otot polos vaskuler prostaglandin menyebabkan relaksasi
pada otot polos vaskuler sehingga menyebabkan terjadinya vasodilatasi.
Pada traktus gastrointestinal akan terjadi kontraksi pada otot longitudinal
dan otot sirkuler sehingga dapat terjadi keram kolik pada otot pencernaan,
menurunkan kadar pepsin dalam keadaan basal tetapi tidak pada saat
rangsangan histamin. Pada dosis 50-200 mcg, menghambat sekresi basal
dan nokturnal dari asam lambung dan juga sekersi asam lambung sebagai
respon terhadap berbagai rangsangan (makanan, histamin ,pentagastrin dan
kopi). Pada otot polos pernapasan terjadi kontraksi pada otot polos jalan
napas perifer dan beberapa kali lebih kuat dibanding histamin, juga
merangsang sekresi mukus bronkus dan menyebabkan edem mukosa
sehingga misoprostol di kontraindikasikan pada pasien asma. Pada ginjal,
prostaglandin menyebabkan peningkatan laju filtrasi glomerulus melalui
efek vasodilatasi pada aliran darah ginjal. Pada sistem saraf pusat,
prostaglandin meningkatkan temperatur tubuh, merangsang kantuk dan
menghambat pengeluaran norepinefrin pada ujung saraf postganglion
simpatik. Pada mata prostaglandin menurunkan tekanan intraokuler
melalui peningkatan eksresi aqueous humor pada bilik mata depan melaui
jalur uveoscleral. Efek pada uterus yaitu merangsang kontraksi uterus.
Sensitivitas uterus meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada
serviks, misoprostol menyebabkan peningkatan aktivitas kolagenase dan
mengubah komposisi proteoglikan sehingga menyebabkan pelembutan dan
penipisan serviks. Di bidang obstetri-ginekologi, efek ini dimanfaatkan
untuk aborsi elektif, induksi persalinan, dan untuk evakuasi uterus dalam
kasus kematian janin intrauterin. Efek kontraksi uterus juga bermanfaat
untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum. Efek samping yang
sering terjadi setelah pemakaian misoprostol antara lain mual, muntah,
diare, kramp perut, demam, menggigil.3,4,5

III. Farmakokinetik misoprostol

15
Misoprostol dapat diberikan secara oral, sublingual, vaginal
maupun rektal. Misoprostol sangat mudah diserap, dan menjalani de-
esterifikasi cepat menjadi asam bebas, yang berperan dalam aktivitas
kliniknya dan tidak seperti senyawa asalnya, metabolit aktifnya ini dapat
dideteksi di dalam plasma. 3,4,5,6
Setelah pemberian per oral, asam misoprostol mencapai kadar
puncak (Tmaks) setelah 123 menit dengan waktu paruh 20-40 menit.
Misoprostol terutama mengalami metabolisme di hati tetapi tidak
menginduksi sistem enzim sitokrom hepatik P-450 sehingga interaksinya
dengan obat-obat lain dapat diabaikan. Pada semua rute pemberian,
absorbsi terjadi sangat cepat, tetapi yang paling cepat bila misoprostol
diberikan secara oral (mencapai konsentrasi puncak setelah 12 menit,
waktu paruh 20-30 menit). Misoprostol yang diberikan melalui vagina atau
sublingual membutuhkan waktu lebih lama untuk bekerja, memiliki nilai
puncak lebih rendah (konsentrasi puncak setelah 60 menit), tetapi efeknya
lebih menetap. Jika misoprostol diberikan pervaginam, maka efek pada
saluran reproduksi akan meningkat sedangkan di saluran cerna akan
menurun. Jika tablet misoprostol diletakkan di forniks posterior vagina,
konsentrasi asam misoprostol di dalam plasma mencapai puncak setelah
dua jam dan menurun dengan perlahan. Pemberian misoprostol lewat
vagina menimbulkan konsentrasi asam misoprostol dalam plasma secara
perlahan meningkat dan nilai puncaknya juga lebih rendah bila
dibandingkan pemberian secara oral, tetapi secara keseluruhan pengaruh
obat lebih tinggi (gambar 4)5,6

Gambar 3. Kadar plasma misoprostol pada rute oral dan vagina

Misoprostol dapat diberikan secara oral, sublingual, per vaginam


maupun per rektal dan telah diketahui bioavalibiltas-nya berbeda-beda.
Kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai kondisi klinis yang

16
berbeda. Berikut ini adalah tabel yang membandingkan berbagai rute
pemberian misoprostol dilihat dari onset dan lamanya reaksi5,7

Tabel 1. Rute pemberian misoprostol7


Rute Onset kerja Durasi kerja

Oral 8 menit 2 jam

Sublingual 11 menit 3 jam

Vaginal 20 menit 4 jam

Rektal 100 menit 4 jam

IV. PENGGUNAAN MISOPROSTOL DALAM KEHAMILAN


Pada kemasan obat terbaru terdapat peringatan bahwa misoprostol
dikontraindikasikan pada kehamilan karena memiliki efek abortus. Namun
demikian FDA mengetahui bahwa pada beberapa keadaan, penggunaan
misoprostol untuk terapi medis yang tepat, rasional dan diterima. Peresepan
obat untuk indikasi yang belum disahkan ini sering dilakukan untuk terapi
pada wanita hamil dan tidak dianggap sebagai percobaan karena telah
didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang ada. Misoprostol merupakan
stimulator kontraksi uterus pada kehamilan lanjut yang sangat kuat dan

17
dapat menyebabkan kematian janin serta ruptur uterus jika digunakan dalam
dosis yang tinggi. Oleh karena itu, pemakaiannya harus mengikuti dosis
yang dianjurkan dan tidak melebihi dosis tersebut. Misoprostol dapat
diberikan secara oral, dibawah lidah (sublingual), vaginal atau rektal.
Bioavalibilitas untuk masing-masing cara pemberian berbeda sehingga dosis
yang tepat harus dengan cara pemberian yang tepat. 5,8,9

Gambar 4. Dosis maksimal pemberian misoprostol dalam sehari


berdasarkan usia kehamilan.8
Keterangan :
Misoprostol vaginal dosis tunggal aman diberikan untuk
menyebabkan kontraksi uterus di berbagai usia kehamilan. Untuk
kehamilan trimester I : dosis 800 g selama 24 jam dapat dengan aman
digunakan. Untuk kehamilan trimester II : dosis 200 g selama 12 jam
umum digunakan, sementara untuk usia kehamilan diatas 24 minggu

dosisnya biasanya adalah 25 g setiap 6 jam. Jika menggunakan dosis yang


lebih tinggi dari dosis diatas, akan terjadi rangsangan uterus yang
berlebihan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri atau gawat
janin5,8,10

18
Secara umum pemberian dosis misoprostol pada kehamilan trimester
pertama, kedua, ketiga serta pada penanganan perdarahan pasca persalinan
yang direkomendasikan oleh Weeks A dalam Int J Gynaecology Obstetrics
(2007) dapat dilihat pembagiannya pada tabel 2. 8,10

Tabel 2. Pedoman dosis penggunaan misoprostol dalam kehamilan10

19
Pemakaian misoprostol di bidang obstetri dan ginekologi pada
umumnya direkomendasikan pada daerah di mana uterotonika tidak
tersedia atau terlalu mahal. Pada daerah dengan sumber daya terbatas (low-
resource settings), keamanan pemakaian misoprostol hendaknya
diperbandingkan dengan metode aborsi yang tidak aman seperti ramuan
herbal, insersi benda asing atau trauma yang disengaja. 8,10
Efek teratogenik misoprostol pada manusia umumnya terjadi pada
percobaan aborsi yang gagal. Diduga kontraksi uterus akibat pemakaian
misoprostol menyebabkan perdarahan pada janin dan pada plasenta
sehingga mengurangi suplai darah dan mengakibatkan hipoksia dan
hipoperfusi plasenta, yang berakhir pada kelainan bawaan. Laporan efek
teratogenik terbanyak berasal dari Brazil yang tingkat pemakaian
misoprostol oleh pasien sendiri sangat tinggi. Dari 69 laporan kasus
kelainan kongenital berkaitan dengan pemakaian misoprostol, hampir
semua berasal dari Brazil (97%). Berbagai kelainan dapat terjadi, yang
amat terkenal adalah Sindroma Mobius berupa paralisis nervus fasialis
bilateral dan keterlibatan nervi kranialis lain (nervus V, VI, dan XII, dan
jarang-jarang nervus III dan IV).5,8,10
Kelainan ekstremitas yang paling sering adalah berupa ekuinovarus,
dan hilangnya jari-jari yang terjadi pada sekitar 40% kasus, 25% lainnya
berupa kelainan ekstremitas atas. Dua per lima dari kasus (40,6%)
melibatkan kelainan genitalia, mata, dan palatum. Sebuah laporan kasus
dari Pakistan (2006) menyebutkan terjadinya anomali multipel pada
seorang bayi yang terpapar misoprostol saat usia kehamilan 8 minggu.
Terdapat anomali multipel berupa defek tulang frontonasal, protrusio
duramater, jaringan kulit kepala, mikrosefali dan ekuinovarus. Penelitian
pada hewan memberi efek yang bervariasi. Sebagian studi melaporkan
bahwa misoprostol tidak menunjukkan efek teratogenik pada tikus dan
kelinci sampai pemberian 600 kali dosis maksimal pada manusia. Namun
studi lain melaporkan adanya kelainan berupa spina bifida, defek vertebra
bagian kaudal, hernia umbilikalis, dan gastroskizis.5,8,10

20
Penggunaan Misoprostol pada kehamilan trimester I 5,8,10
1. Pematangan serviks sebelum aborsi dengan kuretase
Misoprostol yang diberikan peroral sama efektifnya dengan pemberian
pervaginam. Misoprostol 400 g dosis tunggal yang diberikan 3 jam
sebelum dilakukan kuretase lebih efektif daripada dosis 200 g. Efek
samping lebih sering timbul pada kelompok misoprostol.
2. Aborsi Medis
Dosis misoprostol yang dianjurkan untuk terminasi kehamilan pada
trimester pertama adalah 800 g pervaginam dan dapat diulang hingga 3
kali dengan interval 24 sampai 48 jam. Sekitar 85 94% mengalami
abortus komplit. Dosis misoprostol oral yang digunakan antara 200-400g,
misoprostol intravaginal 200-600 g dan sublingual 200-400 g dengan
interval pengulangan 3-6 jam. Didapatkan bahwa misoprostol vaginal
lebih efektif daripada oral dalam hal interval waktu inisiasi-aborsi. Kedua
rute tersebut dikatakan memiliki efektivitas yang sama dalam hal durasi
prosedur, insidens komplikasi postoperatif, durasi perdarahan postoperatif,
dan interval pada periode menstruasi pertama. Misoprostol oral dan
sublingual memiliki efektivitas yang sama dalam hal peningkatan
kontraktilitas uterus dan interval waktu inisiasi-abortus. Efek samping
yang umumnya ditemukan adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, sakit
kepala. Demam dan menggigil lebih sering ditemukan pada pemberian
sublingual dan pemberian peroral lebih sering menimbulkan kontraksi
uterus yang irregular.
3. Abortus inkomplit
Terapi kegagalan kehamilan trimester pertama dengan 800 g intravaginal
aman dan dapat diterima dengan tingkat kesuksesan sebesar 84%. Dapat
disimpulkan bahwa abortus dengan menggunakan misoprostol adalah
alternatif dari prosedur kuretase.

21
4. Abortus tertunda
Misoprostol 800 g intravagina (400 g setiap 4 jam sampai dengan 3
dosis, jika dibutuhkan) menawarkan alternatif terapi yang efektivitasnya
baik dan aman dibandingkan kuretase.

Penggunaan Misoprostol pada kehamilan trimester II 5,8,10

1. Pengakhiran kehamilan pada janin hidup


Regimen misoprostol yang digunakan adalah misoprostol 400-600
g, dengan interval pengulangan 3-12 jam. Dari penelitian-penelitian
tersebut didapatkan bahwa misoprostol efektif dalam menyebabkan
abortus dengan efektivitas 80% dan interval inisiasi hingga abortus
berkisar 12 jam. Pada usia kehamilan >18 minggu, misoprostol 600g
yang diberikan dengan interval 6 jam lebih efektif daripada interval 12
jam. Efek samping yang paling sering dijumpai adalah demam, nyeri,
diare, transfusi darah dan peningkatan suhu 38C, mual, muntah dan
nyeri pelvis. Kombinasi misoprostol per oral (400 g) dan pervaginam
(400 g) tidak menurunkan lama tindakan aborsi pada trimester kedua
kehamilan. Dosis 400 g per vaginam tiap 3 jam sampai dengan maksimal
pemberian 5 kali membutuhkan waktu yang lebih singkat dalam aborsi
pada trimester kedua kehamilan. Tingkat keberhasilan pada terminasi
kehamilan trimester kedua lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
keberhasilan pada terminasi kehamilan trimester pertama, meski dengan
dosis yang lebih rendah. Induksi dengan misoprostol dan mifepriston
merupakan pilihan terminasi yang dapat efektif dan saat ini dapat diterima.
Walaupun, misoprostol atau mifepriston kurang efektif dibandingkan
dengan dilatasi dan kuretase untuk melakukan tindakan aborsi pada
trimester kedua. Tindakan dilatasi dan kuretase dapat mengurangi efek
samping seperti nyeri dibandingkan dengan pemberian misoprostol.

22
2. Pengakhiran kehamilan pada janin mati dan janin hidup dengan
malformasi kongenital
Penggunaan misoprostol 200 g intravaginal setiap 4 jam pada
kehamilan trimester II (1523 minggu) menunjukkan tingkat abortus yang
lebih tinggi pada kehamilan dengan janin mati (92.1%) daripada janin
hidup malformasi (68.8%) dengan tingkat kemaknaan 0.05. Tidak terdapat
komplikasi mayor dan perbedaan yang bermakna pada insidens efek
samping.

Penggunaan Misoprostol pada kehamilan trimester III 5,8,9,10

1. Pematangan serviks dan induksi persalinan


Misoprostol yang diberikan peroral maupun pervaginam lebih
efektif dibandingkan plasebo dalam hal mencapai persalinan pervaginam
dalam 24 jam dengan namun hiperstimulasi uterus tanpa perubahan denyut
jantung janin sering didapatkan. Regimen dosis yang digunakan berkisar
antara 12.5 g per 6 jam hingga 50 g per 6 jam yang diberikan peroral
atau pervaginam. Misoprostol yang diberikan pervaginam lebih efektif
daripada yang diberikan peroral. Penelitian yang membandingkan
misoprostol dan dinoproston memberikan hasil bervariasi. Beberapa
penelitian menyebutkan tidak ada perbedaan bermakna antara keduanya,
namun penelitian lain menyebutkan misoprostol lebih efektif. Bila
dibandingkan dengan oksitosin, maka misoprostol membutuhkan waktu
lebih singkat untuk menimbulkan kontraksi sampai bayi lahir. Efek
samping yang ditimbulkan adalah hiperstimulasi uterus, peningkatan
jumlah neonatus yang dirawat di ruang perawatan intensif (13.5%),
takisistol dan peningkatan denyut jantung janin.

23
Penggunaan Misoprostol pada perdarahan pasca persalinan 5,8,9,10
Penyebab terbanyak perdarahan pasca persalinan ialah atonia uteri,
sehingga misoprostol selain bermanfaat untuk pencegahan perdarahan
post-partum juga dapat dipakai untuk pengelolaan perdarahan post-partum.
Dalam suatu penelitian deskriptif didapatkan bahwa misoprostol dapat
menghentikan perdarahan post-partum yang tidak responsif dengan
pemberian oksitosin dan metilergometrin. Penelitian tersebut melibatkan
14 wanita yang mendapat 1000 g misoprostol per rektal setelah pemberian
okstosin dan metilergometrin, dan pada semua kasus perdarahan berhenti
dalam waktu 3 menit setelah pemberian misoprostol. Dalam statement
bersama yang dikeluarkan oleh International Confederation of Midwives
(ICM) dan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO)
menyampaikan bahwa misoprostol mungkin merupakan satu-satunya
teknologi yang tersedia untuk pengelolaan perdarahan post-partum pada
kondisi sarana terbatas
A. Pencegahan perdarahan pasca persalinan
Manajemen Aktif Kala III meliputi :
1. Pemberian uterotonika segera setelah bahu bayi lahir.
Pemberian oksitosin dapat menurunkan kejadian perdarahan pasca
persalinan sampai dengan 40%. Oksitosin merupakan obat pilihan
untuk pencegahan perdarahan pasca persalinan karena mempunyai
effektivitas yang sama dengan ergot alkaloid dan prostaglandin
tetapi dengan effek samping yang lebih rendah. Misoprostol juga
dapat berperan pada pencegahan pasca persalinan bila oksitosin
tidak tersedia, meskipun misoprostol mempunyai efek samping
lebih besar tetapi murah, stabil terhadap panas dan cahaya dan
tidak memerlukan alat suntik.
2. Penarikan tali pusat terkendali.
Penarikan tali pusat terkendali terbukti dapat menurunkan kejadian
perdarahan pasca persalinan sampai dengan 68% dibandingkan
dengan tindakan membiarkan plasenta terlepas spontan.

24
3. Penjepitan dan pemotongan tali pusat segera.
Penjepitan dan pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir saat
ini mulai banyak ditinggalkan. Penundaan penjepitan dan
pemotongan tali pusat selama 60 detik dapat meningkatkan
cadangan besi dan mengurangi anemia pada bayi, terutama penting
pada bayi preterm dan daerah-daerah miskin. Sebagai gantinya saat
ini ditambahkan tindakan masase uterus setelah plasenta lahir
sebagai bagian dari manajemen aktif kala III.
Misoprostol efektif digunakan untuk menurunkan insidens
perdarahan pascapersalinan dan menurunkan jumlah perdarahan.
Dosis misoprostol yang digunakan berkisar antara 200 g, 400 g,
dan 600 g yang diberikan sublingual, peroral, dan per-rektal.
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara misoprostol
dengan oksitosin maupun misoprostol dengan metilergometrin.
Misoprostol menimbulkan efek samping berupa kram abdominal,
menggigil dan hiperpireksia pada ibu yang lebih besar.

B. Pengelolaan perdarahan pasca persalinan


Regimen misoprostol 1000 g perrektal dapat menangani
perdarahan pasca persalinan setelah diberikan oksitosin dan
metilergometrin. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut dan data
tambahan untuk menggunakan misoprostol sebagai lini pertama
penanganan perdarahan postpartum maupun sebagai adjuvant
oksitosin dan ergometrin.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldberg AB, Greenberg MB, Darney PD. Misoprostol and pregnancy. N
Engl J Med 2001, 344:38-47.
2. Food and Drugs Administration. Cytotec (misoprostol) [pamphlet]. Food
and Drugs Administration; 2006.
3. Katzung BG, Masters SB,Trevor AJ. The Eicosanoids: Prostaglandins,
Thromboxanes, Leukotrienes, and Related compounds. In Basic and
Clinical Pharmacology 11th Edition. China:McGraw-Hill Companies.
Chapter 18.
4. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton Iain. Lipid-Derived
Autacoids: Eicosanoids and Platelet-Activating Factor. In Goodman and
Gilmanss Manual of Pharmacology and Therapeutics. USA:McGraw-Hill
Companies. P.416-427
5. Bellad MB, Goudar S. Misoprostol : Theory and Practice. Available at :
http://www.sapienspublishing.com/pph_pdf/PPH-Chap-12.pdf
6. Doggrell SA. Misoprostol for the Treatment of Early Pregnancy Failure.
Current Clinical Pharmacology. 2007 February : 1-9
7. Weeks A, Faundes A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. Int J
Gynaecol Obstet 2007 99: S156-167
8. Fiala D, Weeks A. Misoprostol dosage guidelines for obstetrics and
gynecology [Online]. Oktober 2005. Diunduh dari: http://
www.misoprostol.org/
9. Cunningham, Leveno, Bloom et al. Williams Obstetrics 23rd edition. USA :
McGraw-Hills Companies. Chapter 22 and Chapter 35
10. Depkes RI. Penggunaan Misoprostol di Bidang Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta. Depkes RI. 2008: Hal 64-75

26

You might also like