You are on page 1of 30

TUGAS KEBIDANAN KOMUNITAS

PAKET PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM) KESEHATAN


REPRODUKSI DALAM SITUASI DARURAT BENCANA, LAYANAN
MATERNAL DAN NENONATAL KOMPREHENSIF DALAM SITUASI
DARURAT BENCANA DAN KEKERASAN SEKSUAL

OLEH :
KELOMPOK 1
ANGELA M. A. FERNANDES PO. 530324014 355
ARISTAWATI N. GAH PO. 530324014 356
BEATRIX K. NELU PO. 530324014 357
BEATRIX R. M NDALE PO. 530324014 358
DIANA J.A BANUANAEK PO. 530324014 359
EDELTRUDIS S. JEMARUT PO. 530324014 360
ELFRIDA B. IKUN PO. 530324014 361
FRANSELINA D. WOKAL PO. 530324014 362
FRANSISKA O. TAPUN PO. 530324014 363
GUSTYANI D.E KURNIA PO. 530324014 364
IIN H.S PUTRI PO. 530324014 365
IRNAWATI M. MARABEN PO. 530324014 366
JAINAB BT.S.A NGGORI PO. 530324014 367
JELLI AGNES PENU PO. 530324014 368
JESHYA D. RATUKORE PO. 530324014 369

POLTEKKES KEMENKES KUPANG

JURUSAN KEBIDANAN ANGKATAN XVI

2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
membahas tentang PAKET PELAYANAN AWAL MINIMUM (PPAM)
KESEHATAN REPRODUKSI DALAM SITUASI DARURAT BENCANA,
LAYANAN MATERNAL DAN NENONATAL KOMPREHENSIF DALAM
SITUASI DARURAT BENCANA DAN KEKERASAN SEKSUAL.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah


Kebidanan Komunitas yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah
ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan pembuatan
makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha
Esa senantiasa memberikan kelancaran dan kemudahan bagi kita semua.

Kupang, Maret 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Defenisi PPAM (Paket Pelayanan Awal Minimum).............................4
2.2 Tujuan PPAM............................................................................... 4
2.3 Komponen-komponen PPAM..........................................................4
2.4 Cara megakses informasi PPAM kesehatn reproduksi..........................6
2.5 Layanan kesehatan maternal dan neonatal komprehensif pada kondisi
darurat bencana.............................................................................7
2.6 Cara mengurangi hambatan-hambatan dalam penggunaan layanan
kesehatan maternal dan neonatal....................................................17
2.7 Cara membangun sistem rujukan untuk memfasilitasi transportasi dan
komunikasi dari masyarakat ke puskesmas dan antara puskesmas dan
rumah sakit.................................................................................18
2.8 Menyiapkan KIT persalinan yang bersih.........................................19
2.9 Teknik Pertolongan Persalinan Dalam Situasi Bencana Darurat..........21
2.10 Defenisi Kekerasan Seksual..........................................................22
2.11 Keterkaitan kekerasan seksual dengan pelanggaran HAM..................24
BAB III PENUTUP
3. 1 Kesimpulan................................................................................26
3. 2 Saran......................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) Kesehatan Reproduksi


(Kespro) pada situasi darurat bencana merupakan pelayanan kesehatan awal
untuk pencegahan kesakitan dan kematian khususnya penduduk rentan yaitu
perempuan dan anak. Pengabaian kesehatan reproduksi pada situasi darurat
bencana dapat berisiko terhadap kesakitan dan kematian ibu, bayi dan anak,
kekerasan seksual/perkosaan yang dapat berakibat trauma dan penularan
penyakit menular seksual, Human Immunodeficiency Virus (HIV), kehamilan
tidak diharapkan (KTD), aborsi tidak aman, sehubungan dengan hal masalah
yang mungkin terjadi tersebut diperlukan PPAM sesuai dengan standar
SPHERE.
Pencegahan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal dalam situasi
darurat bencana merupakan salah satu topik yang akan dipelajari dalam Paket
Pelayanann Awal Minimum (PPAM) dalam situasi bencana. Angka Kematian
Ibu di Indonesia masih tinggi. Kondisi ini akan lebih buruk bila terjadi
bencana, karena terganggunya sistem kesehatan. Sampai saat ini data kasus
kematian ibu pada daerah bencana belum terdokumentasi, sehingga data yang
digunakan sebagai rujukan adalah Angka Kematian Ibu pada situasi normal.
Kekerasan Seksual berbasis gender dalam situasi bencana merupakan
salah satu topik yang akan dipelajari dalam Paket Pelayanan Awal Minimum
(PPAM) pada situasi bencana. Situasi bencana merupakan situasi yang tidak
pernah dapat diperkirakan sebelumnya. Ketika bencana terjadi, perempuan
dan anak-anak merupakan kelompok yang sangat beresiko untuk mengalami
kekerasan seksual.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa defenisi PPAM (Paket Pelayanan Awal Minimum) kesehatan
reproduksi dalam situasi darurat bencana ?
2. Apa tujuan PPAM (Paket Pelayanan Awal Minimum) kesehatan
reproduksi dalam situasi darurat bencana ?
3. Apa saja komponen-komponen PPAM (Paket Pelayanan Awal Minimum)
kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana ?
4. Bagaimana cara mengakses informasi PPAM (Paket Pelayanan Awal
Minimum) kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana ?
5. Bagaimana merencanakan layanan kesehatan metrnal dan neonatal
komprehensif pada kondisi darurat bencana ?
6. Bagaimana cara mengurangi hambatan-hambatan kunci yang berdampak
pada kematian maternal dan neonatal ?
7. Bagaimana cara membangun system rujukan untuk memfasilitasi
transportasi dan komunikasi dari masyarakat ke puskesamas dan
puskesamas ke rumah sakit ?
8. Bagaimana cara menyiapkan KIT persalinan yang bersih ?
9. Bagaimana teknik pertolongan persalinan dalam situasi darurat bencana?
10. Apa yang dimaksud dengan kekerasan seksual ?
11. Apa saja tindakan yang termasuk kekerasan seksual ?
12. Apa alasan pentingnya SGBV dengan pelanggaran HAM ?

1.3 Tujuan

a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan oleh dosen.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui defenisi PPAM (Paket Pelayanan Awal Minimum)
kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana.
2. Untuk mengetahui tujuan PPAM (Paket Pelayanan Awal Minimum)
kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana.
3. Untuk mengetahui komponen-komponen PPAM (Paket Pelayanan
Awal Minimum) kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana.
4. Untuk mengetahui cara mengakses informasi PPAM (Paket Pelayanan
Awal Minimum) kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana.
5. Untuk mengetahui cara pelayanan kesehatan metrnal dan neonatal
komprehensif pada kondisi darurat bencana.
6. Untuk mengetahui cara menngurangi hambatan-hambatan kunci yang
berdampak pada kematian maternal dan neonatal.
7. Untuk mengetahui cara membangun system rujukan untuk
memfasilitasi transportasi dan komunikasi dari masyarakat ke
puskesamas dan puskesamas ke rumah sakit.
8. Untuk mengetahui cara menyiapkan kit persalina yang bersih.
9. Untuk mengetahui teknik pertolongan persalinan dalam situasi darurat
bencana.
10. Untuk mengetahui defenisis kekerasan seksual.
11. Untuk mengetahui tindaklan-tindakan yang termasuk kekerasan
seksual.
12. Untuk mengetahui alasan pentingnya SGBV dengan pelanggaran
HAM.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi PPAM (Paket Pelayanan Awal Minimum)

Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) untuk Kesehatan Reproduksi


adalah seperangkat kegiatan prioritas terkoordinasi yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan reproduksi pada peemulaan suatu keadaan
darurat. PPAM juga menentukan layanan kesehatan reprosuksi manakah yang
paling penting untuk mencengah kesakitan dan kematian, menangani akibat
dari kekerasan seksual, khususnya di kalangan perempuan dan anak-anak
perempuan dalam situasi bencana.

2.2 Tujuan PPAM

Adapun tujuan PPAM kesehatan reproduksi dalam situasi bencana yaitu :


a. Mengidentifikasi koordinator kesehatan reproduksi
b. Mencegah dan menangani konsekuensi kekerasan seksual
c. Mengurangi penularan IMS/HIV
d. Mencegah peningkatan kesakitan dan kematian maternal serta neonatal
e. Merencanakan layanan Kesehatan Reproduksi komprehensif terintegrasi
pada layanan kesehatan primer, sesegera mungkin.
2.3 Komponen-komponen PPAM

Komponen Kespro komprehensif diberikan pada kondisi normal, namun tidak


semua harus diberikan dalam kondisi darurat, tapi hanya fokus pada PPAM,
misalnya:

1. Safe motherhood atau Kesehatan Ibu dan Anak


(KIA) terdiri dari: Ante Natal Care (ANC), Persalinan, Post Natal Care
(PNC). Semuanya adalah penting, tapi dalam kondisi darurat karena
keterbatasan tenaga dan alat, prioritas diberikan untuk persalinan karena
kematian banyak terjadi saat proses persalinan, Tindakan pencegaanh
meningkatnya kesakitan dan kematian maternal serta neonatal
a. Pelayananan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal tersedia
b. Terbentuknya Sistem rujukan 24 jam/7hari
c. Kit persalinan bersih: terdiri dari peralatan sederhana seperti perlak,
sabun cuci tangan silet untuk memotong tali pusat, tali untuk mengikat
tali pusat dll. Kit persalinan bersih didistribusikan kepada ibu hamil
yang akan melahirkan dalam waktu dekat dengan pesan bahwa ibu
hamil tetap harus melahirkan di tenaga kesehatan. Kit ini hanya dipakai
pada saat kondisi darurat saja dimana ibu yang akan melahirkan tsb
tidak bisa bertemu bidan atau puskesmas karena bencana susulan, jalan
terendam banjir dll. Setidaknya ibu yang melahirkan itu memiliki alat
yang bersih untuk memotong tali pusat bayinya. Jadi kit persalinan
bersih tidak mempromosikan persalinan di rumah.
2. KB, layanan ginekologis, penghapusan FGM (sunat
perempuan) dan praktek tradisional yang membahayakan tidak termasuk
PPAM. Tapi menyediakan alat kontrasepsi bagi yang sudah memakai KB
sebelum bencana adalah dianjurkan
3. Pencegahan IMS/HIV saat daruart fokus pada
pencegahan penularan HIV, dengan cara :
a. Pemberian Transfusi darah yang aman, Transfusi darah hanya diberikan
atas indikasi, gunakan cairan pengganti darah selama masih
memungkinkan, Pilih donor dari golongan yang tidak beresiko, Darah
yang akan ditransfusikan harus di-screening/disaring terlebih dahulu
untuk virus HIV, Hepatitis B dan Syphillis
b. Diterapkannya standard kewaspadaan universal : Praktek pencegahan
infeksi harus diterapkan, karena dalam kondisi darurat ada
kecenderungan tenaga kesehatan untuk potong kompas, Alat dan bahan
harus tersedia secara mencukupi
c. Disediakan Kondom gratis tersedia. Menyediakan kondom bagi yang
sudah memakai kondom sebelumnya dan tidak didistribusikan secara
luas, misalnya disediakan di toilet, pos kesehatan dll
4. Pencegahan dan penanganan Kekerasan Berbasis
Gender (GBV), PPAM hanya fokus pada pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual pada fase akut.
2.4 Cara megakses informasi PPAM kesehatan reproduksi

Banyak pedoman pelayanan kesehatan reproduksi dalam situasi darurat yang


dihasilkan dan oleh Kelompok Kerja Kesehatan Reproduksi dalam kondisi
darurat/ Inter-Agency Working Group on RH in Emergency Situation
(IAWG) dan telah dipublikasikan dapat diakses secara bebas juga tersedia
secara on line, dan sebagian besar sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, seperti PPAM kesehatan reproduksi, Inter-Agency Field Manual
(IAFM), RH Kits for Emergency Situation.

Buku Pedoman dalam bahasa Indonesia:


1. Buku Kesehatan Reproduksi bagi pengungsi edisi tahun 2003: sedang
dalam proses revisi berdasarkan buku pedoman internasional (IAWG)
yang terbaru : buku harus dibaca saat pra-bencana karena lebih bersifat
teori
2. Buku Pedoman Praktis Kesehatan Reproduksi dalam kondisi darurat:
berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan: dibaca dan dikuasai
saat ada tanda-tanda akan terjadi bencana: musim hujan, tanda-tanda
gunung akan meletus dll
3. Cheat sheet/lembar ccontekan: menjadi pegangan dan acuan saat terjadi
bencana

Buku pedoman lain:


1. Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di masa darurat kemanusiaan
2. Buku manual Kit Kesehatan Reproduksi (RH kit)
Buku pembelajaran jarak jauh PPAM dll
2.5 Layanan kesehatan maternal dan neonatal komprehensif pada kondisi darurat
bencana

Sebagian besar kematian ibu dan perinatal disebabkan oleh kegagalan


memperoleh bantuan tenaga kesehatan tepat waktu untuk menangani
komplikasi kehamilan dan per salinan. Bahkan dengan pelayanan antenatal
dan pertolongan kelahiran terbaik sekalipun, semua persalinan dapat
mengalami komplikasi dan membutuhkan intervensi gawat darurat, oleh
karena itu, kehadiran tenaga kesehatan terampil selama persalinan yang
dilengkapi akses ke Pelayanan obstetrik Neonatal emergency Dasar (PONED)
dan Pelayanan obstetrik Neonatal emergency Komprehensif (PONEK) adalah
sangat penting untuk menyelamatkan nyawa perempuan dan bayi baru lahir
dan mencegah kecacatan.
Program-program kesehatan maternal dan neonatal secara komprehensif
memiliki tiga komponen layanan:
1. Antenatal Care atau perawatan kehamilan
2. Perawatan persalinan
3. Post Natal care untuk ibu dan bayi baru lahir
Menggarisn bawahi semua komponen dari layanan kesehatan maternal dan
neonatal komprehensif. Unsur-unsur kualitas pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal mencakup:
a. Ketersediaan layanan kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir:
Harus terdapat setidaknya 4(empat) fasilitas PONED dan 1 (satu)
fasilitas PONEK untuk setiap Kabupaten/Kota. Fasilitas-fasilitas ini
harus buka 24 jam per hari, 7 hari per minggu karena persalinan dan
komplikasi dapat terjadi kapan saja.
b. Aksesibilitas geografis
Layanan-layanan tersebut dapat dijangkau melalui jalan darat atau air
dan alat transportasi yang harganya terjangkau dapat ditemukan.
c. Tersedianya tindakan-tindakan yang didasarkan pada bukti ilmiah untuk
meningkatkan kesehatan maternal dan neonatal serta bertahan hidupnya
ibu dan bayi selama kehamilan, kelahiran dan perawatan masa nifas
d. Penerimaan layanan
Layanan perlu bersifat:
1. Terjangkau dari segi biaya
Upaya-upaya harus dilakukan untuk menawarkan layanan dengan
harga yang lebih murah atau gratis.
2. Sesuai dengan budaya setempat
Pertimbangkan bahasa dan budaya setempat termasuk
Kecenderungan untuk memilih petugas perempuan. Meskipun
demikian, kurangnya petugas perempuan tidak boleh menjadi
hambatan dalam pemberian layanan.
3. Menghormati
Setiap perempuan dan memperhatikan kekhawatiran-
kekhawatirannya.

A. Melaksananakan Antenatal care


Antenatalcare (ANC) merupakan bagian dari kesehatan reproduksi
tetapi ANC bukan termasuk bagian dari Paket Pelayanan Awal Minimum.
Dalam situasi darurat bencana, ANC lebih difokuskan kepada identifikasi
ibu hamil yang mengalami komplikasi dan ibu hamil 37 minggu atau yang
kemungkinan segera akan melahirkan.
Jika tenaga kesehatan tersedia atau kondisi situasi sudah mulai stabil.,
ANC dapat dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku. Kunjungan
ANC minimal dilakukan empat kali dengan rincian sebagai berikut :
kunjungan pertama di awal kehamilan sampai dengan usia, kunjungan
kedua di usia kandungan 24-28 minggu, kunjungan ketiga pada usia
kandungan 32 minggu dan kunjungan keempat pada usia kandungan
sekitar 36 minggu.
Tujuan Pelayanan Ante Natal pada kondisi bencana adalah untuk:
1. Mempersiapkan ibu hamil agar dapat bersalin dengan sehat dan
selamat, dan memperoleh bayi yang sehat melalui penyuluhan dan
promosi kesehatan selama kehamilan
2. Mengidentifikasi dan menangani masalah kesehatan yang ada serta
komplikasi yang terjadi selama kehamilan
3. Melakukan deteksi dan antisipasi dini kelainan janin
Beberapa Pelayanan antenatal yang dapat dilakukan secara terpadu dengan
program lain pada kondisi bencana adalah:
1. Pencegahan dan pengobatan malaria dalam kehamilan
Program ini terutama diperhatikan bagi daerah bencana yang endemis
malaria. Malaria merupakan penyebab dari 2-15% anemia pada ibu
hamil di Afrika yang menyebabkan peningkatan risiko kesakitan dan
kematian maternal. Malaria juga meningkatkan risiko aborsi spontan,
lahir mati, lahir prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah.
Sekitar 3-8% dari semua kematian bayi dapat dilihat hubungannya
dengan infeksi malaria pada ibu.* Untuk mencegah malaria selama
kehamilan:
a. Memberikan kelambu berinsektisida (Insecticide-Treated Bed
Nets/ITN) dan berikan dorongan kepada semua ibu hamil untuk tidur
di bawah kelambu tersebut pada kehamilan dan terus menggunakannya
selama masa nifas bersama dengan bayinya.
b. Melakukan screening bagi semua ibu hamil dengan menggunakan
Rapid Diagostik Test (RDT)
c. Berikan terapi bagi ibu hamil yang positif terinfeksi malaria sesuai
standar yang ada
d. Memberikan saran kepada ibu hamil untuk menghindari keluar setelah
hari gelap atau sebelum matahari terbit atauuntuk menggunakan
repellent atau obat nyamuk untuk membunuh atau mengusir nyamuk.
2. Skrining untuk Infeksi Menular Seksual
Semua ibu hamil harus diskrining untuk melihat apakah ia menderita
Infeksi Menular Seksual pada kunjungan antenatal pertama, melalui
anamnese terarah yang dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan
penunjang (bila sarana tersedia) bila diperlukan. Infeksi Menular
Seksual misalnya Sifilis memiliki kontribusi terhadap kesakitan
penyakit/ komplikasi maternal dan menyebabkan bayi lahir mati atau
keguguran serta bayi lahir dengan sifilis bawaan. Bagi ibu yang
menerima hasil tes positif segera dirujuk dan harus segera diobati
sesuai standar pengobatan yang ada.
3. Skrining HIV untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
(PPIA) (Prevention of Mother to Child Transmission/ PMTCT)*
Pelayanan ini dilakukan pada ibu hamil di daerah yang mempunyai
resiko tinggi. Sekitar 430.000 anak menjadi terkena infeksi baru HIV di
tahun 2008 dengan lebih dari 90% di antaranya tertular melalui
penularan ibu ke anak. Tanpa pengobatan, sekitar setengah dari anak-
anak yang terinfeksi ini akan meninggal dunia sebelum ulang tahun
mereka yang kedua.Pemeriksaan Tes HIV dan sifilis merupakan
pemeriksaan yang wajib ditawarkan kepada ibu hamil bersama
pemeriksaan rutin lainnya pada setiap kunjungan antenatal mulai
kunjungan pertama(K1) hingga menjelang persalinan.
Rekomendasi dan prinsip PPIA adalah:

Tawarkan test HIV dan Sifilis pada setiap ibu hamil yang datang pada
kunjungan antenatal mulai Kunjungan pertama (K1) hingga menjelang
persalinan (Tes dan konseling atas insiatif petugas kesehatan (TKiPK)
4. Pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
Selain dari yang telah disebutkan di atas, tindakan-tindakan preventif
yang dapat dilakukan adalah imunisasi tetanus dan pengobatan
presumptif untuk cacing tambang. Penyuluhan dan promosi kesehatan
bertujuan untuk:
a. Meningkatkan upaya merawat diri secara sehat termasuk gizi yang
memadai, menghindari kontak zat-zat yang memiliki potensi
berbahaya, kebersihan untuk mencegah infeksi, istirahat dan aktifitas
yang memadai, pencegahan IMS/HIV, malaria dan anemia
b. Mempromosikan menyusui dan persiapan untuk menyusui
c. Mendorong ibu mencari layanan kesehatan, termasuk mengenali
tanda bahaya dan harus mencari tempat pertolongan
d. Mempromosikan keluarga berencana pasca persalinan atau jarak
antara kehamilan serta perawatan bayi baru lahir (termasuk nutrisi,
perawatan tali pusat, dan imunisasi).
5. Kebutuhan nutrisi untuk ibu hamil
Selama kehamilan dan menyusui, kebutuhan gizi ibu akan energi,
protein dan mikronutrien meningkat secara siginfikan, Ibu hamil
memerlukan tambahan 285 kkal/hari dan ibu menyusui membutuhkan
tambahan 500 kkal/ hari. Asupan zat besi dan asam folat yang memadai
menjadi sangat penting bagi kesehatan ibu dan bayinya. Peningkatan
kebutuhan mikronutrien untuk ibu hamil biasanya tidak dipenuhi
melalui porsi makanan dasar. oleh karena itu, ibu hamil harus
menerima suplemen makanan seperti suplemen zat besi setiap hari (60
mg/hari) minimal 90 tablet selama kehamilan serta asam folat (400
g/hari).
6. Komplikasi kehamilan
Adanya kondisi bencana akan meningkatkan pengaruh pada kondisi
fisik dan mental wanita hamil, sehingga komplikasi pada kehamilan
akan meningkat seperti:
a. Perdarahan saat kehamilan disebabkan oleh plasenta menutupi jalan
lahir ( plasenta previa ) atau plasenta yang lepas sebelum bayi lahir
( solution plasenta ). Pasien di diagnosis dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, jika memungkinkan pemeriksaan penunjang
(USG), prinsip penatalaksanaannya :
1) Mencegah kematian ibu
2) Menghentikan sumber perdarahan
3) Jika janin masih hidup mempertahankan dan mengusahakan janin
lahir hidup
b. Hipertensi dalam kehamilan
Merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu yang dapat
menjadi, antara lain :
1) Hipertensi saja
2) Preeklampsia apabila disertai dengan proteinuria dan atau odema
3) Eklampsia apabila disertai dengan proteinuri, dan atau odemen
disertai kejang.
Prinsipnya penatalaksaannya adalah melindungi ibu dari efek
peningkatan tekanan darah, mencegah progresivitas penyakit
( pemberian anti hipertensi dan anti kejang), mengatasi dan
menurunankan resiko pada janin, serta melahirkan dengan cara yang
paling aman ( pervaginam perabdominam ).
c. Persalinan sebelum waktunya (Preterm)
Persalinan yang terjadi dengan usia kehamilan sebelum waktunya
(sebelum usia 37 minggu) biasa dengan disertai bayi premature
(berat lahir kurang dari 2500 gram). Prinsip penatalaksanaan
menghadapi kehamilan preterm dapat meliputi pencegahan
(pemberian tokolitik), penanganan persalinan preterm dan
penanganan bayi-bayi belum cukup bulan. Dalam menghadapi
komplikasi kehamilan yang termasuk pelayanan kegawat daruratan
kebidanan dan pelayanan bayi baru lahir, ketersediaan tenaga
kesehatan dan fasilitas sangatlah diperlukan dan kemungkinan untuk
merujuk ke pelayanan di tingkat yang lebih tinggi, untuk itu
diperlukan kerja sama lintas sektoral untuk mengatasi penanganan
komplikasi kehamilan pada situasi darurat bencana.
7. Persiapan Intranatal Care
Pelayanan Ante Natal memberikan kesempatan kepada ibu dan petugas
kesehatan yang menanganinya untuk membuat suatu rencana persalinan
dan kedaruratan berdasarkan kebutuhan, sumber daya dan kondisi dan
keinginan ibu misalnya: memilih tempat persalinan, tidakan yang
perlu dilakukan bila terjadi komplikasi, rencana persalinan normal dan
persalinan darurat, mengidentifikasi keinginan ibu untuk tempat dan
dengan siapa ia ingin melahirkan serta tindakan yang perlu dilakukan
jika terjadi komplikasi (transportasi, tempat rujukan, dana darurat).
Karena sebagian besar komplikasi selama persalinan tidak dapat
diprediksi, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten di
fasilitas kesehatan dengan peralatan lengkap yang mampu menangani
kemungkinan komplikasi sangat dianjurkan.
Semua hasil pemeriksaan dan tindakan yang diberikan selama masa
antenatal harus dicatat di buku KIA yang dipegang oleh ibu. Pencatatan
yang baik sangat penting untuk membantu pengambilan keputusan dan
intervensi yang sesuai.
B. Pelayanan Persalinan
Pelayanan persalinan merupakan pelayanan prioritas dalam kondisi
bencana. Proses melahirkan terdiri dari persalinan, kelahiran dan periode
segera setelah kelahiran. Proses ini harus terjadi di fasilitas kesehatan yang
memastikan adanya privasi, aman, khusus dan dilengkapi dengan
pemenuhan alat serta petugas kesehatan yang kompeten yang diperlukan
dan transportasi serta komunikasi ke rumah sakit rujukan untuk
kegawatdarurat kebidanan dan neonatal.
Petugas kesehatan reproduksi harus memastikan bahwa semua fasilitas
layanan memiliki protokol klinis/ SOP serta tindakan kewaspadaan
standard terkait dengan penanganan limbah untuk cairan ketuban, darah
dan plasenta. Mencuci tangan dan kewaspadaan standard lainnya harus
dilakukan
Hal yang perlu dilakukan pada pelayanan persalinan dalam kondisi
bencana adalah :
1. Menilai kemajuan persalinan dengan menggunakan Partograf. Partograf
harus digunakan untuk setiap kelahiran untuk memantau kemajuan
persalinan, kondisi ibu dan fetus secara ketat serta sebagai alat bantu
pembuatan keputusan untuk penanganan lebih lanjut dari rujukan.
2. Pencegahan perdarahan pasca melahirkan
Salah satu penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan pasca
persalinan. Manajemen aktif kala tiga akan mengurangi risiko plasenta
tertahan dan perdarahan pasca melahirkan. Petugas kesehatan
kompeten harus melakukan manajemen aktif kala tiga ke semua ibu.
Tata laksana ini mencakup:
a. Pemberian obat uterotonika (oksitosin), kepada ibu dalam waktu
satu menit setelah kelahiran bayi,
b. Peregangan tali pusat terkendali
c. Masase uterus dari luar setelah plasenta dilahirkan oksitosin
merupakan uterotonika yang direkomendasikan untuk pencegahan
dan perawatatan perdarahan pasca persalinan atonik. Perlu
diperhatikan kesulitan untuk memastikan praktek penyuntikan
aman dan ada tidaknya lemari pendingin untuk penyimpanan
oksitosin . Karena oksitosin mengalami penurunan keaktifitasannya
jika disimpan di atas suhu.
3. Pelayanan kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Selain perawatan esensial selama persalinan dan kelahiran, layanan
PONED harus dilakukan di tingkat pusat kesehatan masyarakat untuk
menangani komplikasi selama kelahiran termasuk masalah-masalah
bayi baru lahir, atau menstabilkan ibu sebelum dirujuk ke rumah sakit.
Pastikan petugas kesehatan telah terampil tentang prosedur
penanganan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal Informasikan
protokol/ SOP secara luas tentang obat-obatan, peralatan dan suplai
tersedia di semua pusat kesehatan.
Seperti halnya kedaruratan maternal, kedaruratan neonatal tidak selalu
dapat diprediksi. Misalnya, mungkin saja bayi tidak bernafas sehingga
staf harus siap untuk melakukan resusitasi neonatal di setiap persalinan.
Lebih jauh lagi, komplikasi ibu dapat menyebabkan bayi baru lahir
terganggu secara bermakna sehingga petugas kesehatan harus siap
sebelum kelahiran terjadi.
Tanda bahaya pada kehamilan merupakan faktor penentu untuk
melakukan intervensi medis yang digunakan dalam menangani
komplikasi kebidanan yang merupakan penyebab utama kematian
maternal di seluruh dunia. Menggambarkan tanda bahaya terkait dengan
layanan PONED dan PONEK. Sejumlah layanan penting tidak
disebutkan tetapi dimasukkan ke dalam tanda-tanda bahaya ini.
Misalnya, saat melakukan bedah sesar berarti tindakan anestesi/
pembiusan harus diberikan.
C. Post Natal Care (PNC)
Postnatalcare (PNC) merupakan bagian dari kesehatan reproduksi
tetapi PNC juga bukan termasuk bagian dari Paket Pelayanan Awal
Minimum, Jika tenaga kesehatan tersedia atau kondisi situasi sudah mulai
stabil, PNC dapat dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku.
Pastikan petugas kesehatan terampil dalam mengenali komplikasi pasca
persalinan dan merujuk ibu dan bayi baru lahir yang mungkin memerlukan
observasi atau perawatan lebih lanjut. Beritahu keluarga mengenai tanda
bahaya pasca persalinan pada ibu dan bayi baru lahir untuk dapat mencari
pertolongan secara dini jika diperlukan. Kunjungan pasca persalinan
merupakan saat untuk menilai dan mendiskusikan kebersihan diri,
menyusui, dan metode yang tepat dan waktu yang tepat untuk keluarga
berencana.
Pastikan adanya dukungan petugas kesehatan secara dini dan
pemberian ASI eksklusif serta diskusikan gizi yang sesuai untuk ibu.
Tablet zat besi dan folat harus dilanjutkan dan vitamin A serta minyak atau
garam beryodium diberikan jika perlu. Menyusui secara khusus
merupakan hal penting dalam situasi bencana. Risiko terkait dengan
pemberian susu botol atau pengganti ASI sangat meningkat ketika
kebersihan sangat buruk, terlalu banyak orang dalam satu tempat dan
akses terbatas terhadap air.
Dalam situasi semacam ini, ASI mungkin merupakan satu-satunya
sumber makanan yang aman dan berkesinambungan untuk bayi.
Kehangatan dan perawatan yang diberikan selama menyusi juga
merupakan hal penting bagi ibu dan bayi. Karena menyusui juga
merupakan aktifitas tradisional untuk ibu, menyusui dapat membuat ibu
percaya diri. oleh karena itu, penting sekali untuk mengawali pemberian
ASI dalam waktu satu jam setelah kelahiran, mendorong pemberian ASI
eksklusif, mendorong menyusui secara sering dan sesuai kebutuhan bayi
(termasuk di malam hari) dengan tidak membatasi periode dan frekuensi
menyusui. Pemberian ASI setiap kali bayi menginginkan selama enam
bulan pertama juga merupakan salah satu cara ber- KB selama menstruasi
belum kembali dan tidak ada makanan lain diberikan kepada bayi.
Dukung ibu dengan HIV positif untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi mengenai cara pemberian asupan pada bayinya. Ibu yang
diketahui HIV+ harus diberikan OBAT ARV seumur hidup untuk menekan
risiko penularan HIV lewat ASI. Pastikan bahwa ibu HIV positif telah
dikonseling dan memiliki akses terhadap terapi ARV dan bayi dirawat
setelah kelahiran. Di tempat-tempat ketika pemberian asupan pengganti
(dengan susu formula) memunculkan risiko tinggi untuk penyakit,
malnutrisi dan kematian, hasil akhir kesehatan bayi akan lebih baik jika
ibu dengan HIV menyusui bayinya.
Pada saat bencana skala besar, biasanya syarat AFASS sulit terpenuhi,
Ibu yang telah diketahui terinfeksi HIV (dan yang bayinya tidak terinfeksi
HIV atau belum diketahui status HIV-nya) harus menyusui bayinya secara
eksklusif selama enam bulan pertama, memperkenalkan makanan
tambahan setelah masa tersebut dan melanjutkan menyusui selama 12
bulan awal kehidupan.
(sumber: pedoman ANC terpadu, Kemenkes RI, 2010)
D. Asuhan Bayi baru lahir
Kematian neonatal terjadi tujuh kali lebih sering dibandingkan dengan
kematian ibu. Ketiga penyebab utama kematian bayi baru lahir adalah
asfiksia pada saat lahir, infeksi dan komplikasi prematuritas dan berat
badan lahir rendah (BBLR). Kondisi-kondisi ini dapat dicegah dan dapat
ditangani jika ibu memiliki akses terhadap layanan kegawatdaruratan
kebidanan dan neonatal. Staf harus dilatih untuk mengenali kedaruratan
dan merujuk ke tingkat layanan lebih tinggi jika diperlukan.
Dalam situasi darurat bencana, asuhan bayi baru lahir merupakan
bagian dari PPAM. Asuhan bayi baru lahir normal mencakup:
a. Menjaga bayi tetap kering dan hangat serta memastikan kontak kulit ke
kulit dengan ibu.
b. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dalam rentang waktu satu jam
setelah melahirkan jika bayi dan ibu telah siap
c. Memantau perdarahan tali pusar, kesulitan bernafas, pucat dan sianosis
secara ketat
d. Berikan perawatan mata untuk mencegah optalmia neonatorum
Berikan imunisasi (Hepatitis B dan/atau BCG sesuai dengan protokol
nasional)

2.6 Cara mengurangi hambatan-hambatan dalam penggunaan layanan kesehatan


maternal dan neonatal

Untuk memastikan bahwa pelayanan yang diberikan sesuai, memiliki


kualitas tinggi dan digunakan secara penuh, petugas dan pengelola program
kesehatan reproduksi harus memastikan bahwa:
a. Hambatan-hambatan terhadap penggunaan pelayanan berkurang
b. Komponen-komponen pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
disediakan oleh staf terampil yang memiliki suplai yang memadai dan
sesuai kebutuhan serta telah menerima pelatihan penyegaran dan supervisi
secara ketat
c. Pemberi pelayanan memahami dan mendiskusikan keyakinan-keyakinan
dan praktek-praktek yang berkembang di masyarakat serta kebiasaan
mencari pertolongan kesehatan terkait dengankehamilan dan persalinan
seperti gizi, posisi lahir, kehadiran anggota keluarga untuk memberikan
dukungan dan praktek-praktek tradisional baik yang positif (menyusui)
maupun negatif (sunat perempuan)
d. Semua ibu dan keluarga mereka mengetahui tempat untuk melakukan
pemeriksaan kehamilan dan bantuan untuk melahirkan serta cara
mengenali tanda-tanda bahaya saat kehamilan, persalinan dan
nifas
2.7 Cara membangun sistem rujukan untuk memfasilitasi transportasi dan
komunikasi dari masyarakat ke puskesmas dan antara puskesmas dan rumah
sakit

Kapan sistem rujukan untuk darurat kebidanan harus disediakan? Sesegera


mungkin, sistem rujukan, termasuk sarana komunikasi dan transportasi, yang
mendukung manajemen komplikasi kebidanan, harus tersedia untuk
digunakan oleh populasi pengungsi internal 24 jam sehari, tujuh hari
seminggu. Sistem rujukan harus memastikan bahwa wanita yang mengalami
komplikasi kehamilan atau kelahiran dirujuk dari masyarakat ke fasilitas
Pelayanan kesehatan dasar di mana Perawatan Kegawatdaruratan kebidanan
dasar tersedia dan ke fasilitas dengan layanan Kegawatdaruratan kebidanan
komprehensif.
Apakah lebih baik mendukung fasilitas rujukan yang sudah ada atau
membangun yang baru? Bila memungkinkan, fasilitas rujukan lokal
(misalnya: rumah sakit kabupaten) harus digunakan dan didukung dengan
personil, peralatan dan supply medis sebagaimana yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan populasi pengungsi internal. Apabila hal ini tidak
memungkinkan sehubungan dengan jarak atau ketidakmampuan fasilitas tuan
rumah untuk memenuhi meningkatnya permintaan, maka fasilitas rujukan
darurat yang sesuai untuk populasi pengungsi internal dapat didirikan. Dalam
hal apapun, perlu dilakukan koordinasi dengan pihak kesehatan setempat
yang berwenang berkenaan dengan kebijakan, prosedur dan praktek yang
harus dijalankan di dalam fasilitas rujukan. Protokol negara harus ditaati,
meskipun perubahan tertentu mungkin perlu dinegosiasikan.
Persyaratan apa yang dibutuhkan untuk sistem rujukan agar efektif bekerja
selama 24 jam dan 7 hari (24/7)?
1. Sistem rujukan harus memiliki transportasi sepanjang waktu. Misalnya,
apabila staf LSM meninggalkan kamp dan membawa serta kendaraan atau
ambulans bersamanya, ada transportasi yang menggantikannya.
2. Sistem komunikasi harus dibangun agar apabila seorang wanita yang
hendak melahirkan dan mengalami komplikasi, seperti persalinan macet,
maka ia dapat mencapai fasilitas perawatan kesehatan. Mungkin perlu
diadakan negosiasi dengan personil keamanan kamp agar mengijinkan
diangkutnya pasien darurat pada malam hari. Selain itu, personil medis
yang memenuhi syarat yang dapat menangani komplikasi kebidanan dan
melakukan bedah sesar bila perlu harus tersedia di fasilitas rujukan
sepanjang waktu.
3. Fasilitas rujukan harus memiliki staf yang memenuhi syarat, peralatan dan
supply medis untuk menangani kebutuhan ekstra yang diajukan kepadanya
oleh populasi pengungsi internal.

Suatu sistem rujukan yang memadai memerlukan protokol rujukan yang


rinci yaitu bilamana dan kemana harus dirujuk serta pencatatan yang
memadai dari kasus-kasus yang dirujuk. Hal ini membutuhkan koordinasi,
komunikasi, kepercayaan dan saling pengertian antara bidan dan diantara
puskesmas dengan rumah sakit yang memiliki fasilitas bedah. Suatu sistem
rujukan yang efektif harus pula memperhitungkan keadaan keamanan,
keadaan geografis dan kesulitan transportasi.
2.8 Menyiapkan KIT persalinan yang bersih

Cara terbaik untuk mendapatkan kit persalinan bersih seringkali mudah


didapat di tingkat lokal, maka paket ini bisa saja dirakit di lokasi. Dalam
kenyataannya, bisa saja mengadakan kontrak dengan LSM setempat untuk
memproduksi kit, yang dapat menciptakan proyek untuk memberikan
penghasilan bagi wanita setempat. Kit untuk melahirkan yang bersih dapat
dipesan dari UNFPA. Kadang hal ini dapat menjadi alternatif yang lebih
cepat, dan semakin cepat material tersedia, semakin baik bagi wanita hamil.
Selain itu, menghubungi UNFPA di awal krisis untuk membina hubungan dan
mengetahui ketersediaan supply PPAM kemungkinan besar akan
memfasilitasi kesiapsiagaan darurat yang lebih baik. Menyediakan bidan kit
dan kit persalinan bersih bagi bidan untuk memfasilitasi melahirkan yang
bersih dan aman di fasilitas kesehatan serta membangun sistem rujukan untuk
menangani kedaruratan kebidanan.

Tabel 6.1
Paket Bidan Kit
No Nama Barang dan Spesifikasi Volume
1 Apron plastik tebal 1 Bh
2 Bak instrumen 509 1 Bh
3 Blood lancet 28 G 1 box/100
4 Autoclick device 1 Bh
5 Bowel metal 12 cm, stainless 2 Bh
6 Timbangan Bayi pegas 25 kg 1 Bh
7 Catgut plain 2/0 + jarum 1 box/12
8 Nelaton catheter No. 12, steril 5 Bh
9 Fetal Doppler * 1 Buah
10 Gunting episiotomy 14 cm, ss 1 Bh
11 Duk steril katon 60 x 60 cm steril 3 Bh
Gunting operasi lurus 14 cm, stainless
12 1 Bh
tajam/tumpul
13 Gunting tali pusat 16 cm, ss 1 Bh
14 Setengah kocher ss 14 cm 1 Bh
15 Hb Sahli 1 Set
16 Infussion set dewasa 5 Bh
17 IV Catheter No. 18 G 5 Bh
18 Jarum disposible 23 G 1 box/100
19 Kocher lurus 16 cm, ss 2 Bh
20 Mucous suction - penghisap lendir * 3 Bh
21 Needle holder mayo 14 cm 2 Bh
22 Nierbeken 20 cm , ss 2 Bh
23 Pinset anatomis 14 cm ,ss 1 Bh
24 Pinset sirurgis 14 cm ,ss 1 Bh
25 Pinset chirurgis 18 cm ,ss 1 Bh
26 Sarung tangan surgical steril uk. 6.5/7/7.5 30 Psg
27 Senter LED, bisa berfungsi untuk lampu * 1 Bh
28 Sheet plastic 1 Bh
29 Sikat tangan halus 1 Bh
30 Tensi Aneroid Palm Type * 1 Bh
31 Resusitator infant * 1 Bh
32 Sterilisator alkohol stainless 20 cm + burner * 1 Bh
33 Spuit disposible 3 cc 1 box/100
34 Spuit disposible 1 cc 20 Bh
35 Stetoscope duplex dewasa 1 Bh
36 Tas bidan kit ( Ragsel ) 1 Bh
37 Thermometer digital (bisa untuk bayi) * 1 Bh
38 Timbangan dewasa 120 kg * 1 Bh
39 Ukuran pita 150 cm 1 Bh
40 Selimut bayi dgn tutup kepala 3 Bh
41 Umbilical cord klem 50 Bh
42 Gambar ibu hamil & proses kelahiran 1 Bh
43 Ukuran lengan ibu hamil (pita LILA) 1 Bh
44 Stop watch digital * 1 Bh
45 Catheter uretaral wanita disposible No. 12 10 Bh
46 Tes Kehamilan Strip 50 Tes
47 Gluco Protein Diagnostic strip 50 Tes
48 Speculum Simm ( S, M , L ) 1 Bh
Sumber: UNFPA (2008)

Paket persalinan yang bersih dan sederhana untuk digunakan di rumah


harus disediakan kepada semua wanita dengan kehamilan tua yang
diperkirakan akan melahirkan pada fase awal pengungsian. Paket atau kit
sederhana ini adalah paket yang dapat digunakan oleh wanita itu sendiri atau
oleh dukun bersalin tradisional untuk membantu wanita sewaktu melahirkan

2.9 Teknik Pertolongan Persalinan Dalam Situasi Bencana Darurat

Pada prinsipnya pertolongan persalinan dalam situasi bencana hampir


sama dengan pertolongan persalinan dalam situasi stabil, yaitu pencegahan
infeksi, asuhan sayang ibu dan bayi, pendokumentasian dan lainnya.
Perbedaannya terletak pada peralatan yang digunakan. Saat melakukan
pemotongan tali pusat, bahan yang digunakan untuk menjepit tali pusat
adalah dua utas tali steril dan pisau silet yang baru dan bersih untuk
memotong tali pusat.

2.10 Defenisi Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual adalah setiap tindakan bersifat seks yang tidak


disetujui, termasuk perkosaan dan eksploitasi seksual di antara tindakan-
tindakan lainnya. Kekerasan seksual adalah setiap tindakan seksual, upaya
untuk mendapatkan tindakan seksual, komentar-komentar atau dorongan-
dorongan seksual yang tidak diinginkan, atau tindakan-tindakan
memperdagangkan seksualitas seseorang, dengan menggunakan pemaksaan,
ancaman gangguan atau kekuatan fisik, oleh seseorang apapun hubungannya
dengan korban dalam suatu situasi termasuk di rumah, tempat kerja dan
lainnya.
Kekerasan seksual adalah bagian dari kategori kekerasan berdasarkan
gender yang lebih luas /Gender Basic Violence (GBV). GBV adalah istilah
inti untuk setiap tindakan menciderai yang dilakukan melawan kehendak
seseorang yang ditimbulkan oleh ketidaksamaan kekuatan yang didasarkan
atas peran gender. Kekerasan dapat bersifat fisik, seksual, psikologi,
ekonomi atau sosio-budaya.
Menurut UNHCR (Badan PBB untuk pengungsi), GBV adalah
kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan atas faktor seks atau
gender. Ini termasuk tindakan yang mengakibatkan bahaya atau penderitaan
fisik, mental atau seksual, ancaman untuk tindakan tersebut, paksaan dan
penghapusan kebebasan.

2.2 Tindakan yang Termasuk Kekerasan Seksual


Tindakan yang termasuk ke dalam Kekerasan seksual adalah sebagai
berikut:
a. Perkosaan/upaya perkosaan
Perkosaan merupakan tindakan hubungan seksual tanpa persetujuan. Ini
bisa termasuk penyerangan pada suatu bagian tubuh dengan organ
seksual dan/atau penyerangan terhadap saluran genital atau anal dengan
suatu benda atau bagian tubuh. Perkosaan dan upaya perkosaan
melibatkan penggunaan kekuatan, ancaman kekuatan dan/atau paksaan.
Upaya-upaya untuk memerkosa seseorang yang tidak sampai terjadinya
penetrasi dianggap sebagai upaya perkosaan.
b. Pelecehan Seksual
Ancaman fisik bersifat seksual, baik dengan kekuatan atau kondisi yang
tidak setara atau paksaan. (Lihat juga Eksploitasi seksual).
c. Eksploitasi seksual
Setiap upaya menyalahgunakan terhadap seseorang yang posisinya
rentan, berbeda kekuasaan atau kepercayaan, untuk tujuan seksual,
tetapi tidak terbatas pada upaya untuk menghasilkan keuntungan secara
keuangan, sosial atau politik dari eksploitasi seksual orang lain. (Lihat
juga pelecehan seksual)

d. Kekerasan dalam rumah tangga (disebut juga sebagai kekerasan


pasangan intim)
Kekerasan dalam rumah tangga terjadi di antara mitra intim (pasangan,
kekasih) serta di antara anggota keluarga (misalnya ibu mertua dan
menantu perempuan). Kekerasan dalam rumah tangga bisa termasuk
pelecehan seksual, fisik dan psikologis. Istilah-istilah lain yang
digunakan untuk merujuk kekerasan dalam rumah tangga yang
dilakukan oleh pasangan intim termasuk pelecehan pasangan dan
pemukulan istri.
e. Mutilasi alat genital perempuan/Sunat perempuan
Mutilasi alat genital perempuan/Sunat perempuan adalah semua
prosedur pemotongan sebagian atau seluruhnya dari bagian luar genital
perempuan atau bentuk pelukaan lain terhadap organ kelamin
perempuan untuk alasan-alasan non-medis.
f. Kawin muda paksa
Ini terjadi ketika orang tua atau yang lainnya mengatur dan memaksa
anak di bawah umur kawin dengan seseorang. Pemaksaan terjadi
dengan menekan atau memerintahkan anak di bawah umur untuk
kawin, untuk mendapatkan mahar atau alasan-alasan lainnya. Kawin
paksa merupakan suatu bentuk kekerasan berbasis gender karena anak
di bawah umur tidak diperbolehkan untuk, atau belum cukup umur,
untuk membuat pilihan penting.

2.11 Keterkaitan kekerasan seksual dengan pelanggaran HAM


Kekerasan berbasis gender sangat bertentangan dengan hak-hak asasi
manusia dan merupakan halangan besar terwujudnya hak-hak asasi
manusia dan kebebasan dasar. Banyak prinsip hak asasi manusia yang
dimuat di dalam instrumen hak asasi manusia internasional menjadi
pedoman bagi perlindungan dari kekerasan berbasis gender.
Prinsip-prinsip ini termasuk hak-hak bagi:

Kehidupan, kemerdekaan dan keamanan manusia


Hak ini terancam ketika seseorang diperkosa atau mengalami mutasi
alat genital perempuan/sunat perempuan (FGM);
Standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang dapat dicapai
Hak ini terhambat jika seseorang ditolak aksesnya untuk
mendapatkan pelayanan medis yang semestinya setelah mengalami
perkosaan;
Bebas dari penyiksaan atau kekejaman, serta hukuman atau
perlakuan yang tidak manusiawi atau merendahkan
FGM/sunat perempuan, perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga
yang sangat buruk, sterilisasi paksa dan aborsi paksa, serta
penolakan akses layanan aborsi yang aman bagi perempuan yang
hamil karena perkosaan dan perdagangan manusia, merupakan suatu
bentuk penyiksaan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan
merendahkan;
Bebas dari semua bentuk diskriminasi
Hak ini akan terhalang jika undang-undang gagal melindungi
perempuan dan anak perempuan dari kekerasan berbasis gender
dan/atau jika mereka harus ditemani oleh suami atau ayah untuk
mendapatkan pelayanan medis akibat perkosaan. Semua bentuk
kekerasan terhadap perempuan merupakan diskriminasi terhadap
mereka;
Memasuki perkawinan dengan persetujuan penuh dan bebas
serta pemberian hak-hak yang setara dalam perkawinan, selama
perkawinan dan saat perceraian
kawin paksa merupakan pelanggaran hak ini;
Kebebasan bergerak, berpendapat, berekspresi dan berkumpul
Kebebasan ini akan terampas jika seseorang diperdagangkan,
dikurung paksa atau dilarang oleh suami atau orang tua mengakses
kesehatan atau layanan lainnya.
Anak perempuan sangat beresiko mengalami kekerasan berbasis gender
karena jenis kelamin mereka serta usia yang muda. Konvensi Hak-hak
Anak-anak menyatakan bahwa; anak-anak berhak mendapat
perlindungan dari semua bentuk kekerasan fisik atau mental, termasuk
pelecehan seksual, yang terjadi di lingkungan keluarga atau di dalam
lembaga, serta dari pelecehan seksual terorganisasir. Anak-anak juga berhak
dilindungi dari praktek-praktek kekerasan,seperti FGM/sunat perempuan.
Korban/penyintas kekerasan berbasis gender berhak mencari
pelayanan medis tanpa harus melalui persyaratan prosedural yang rumit.
Karena itu, mencegah korban/penyintas kekerasan berbasis gender untuk
mengakses dan mendapatkan pelayanan medis dengan mewajibkan mereka
menunjukkan surat nikah, mendapat ijin dari suami atau mengajukan
laporan polisi merupakan suatu bentuk pelanggaran hak tersebut. Jika yang
menjadi korban/penyintas adalah anak remaja, negara harus menjamin
adanya provisi hukum yang memberi peluang pelayanan medis bagi remaja
tanpa harus mendapat ijin dari orang tua.
Semua badan harus mengadvokasi penguatan dan/atau penegakan
undang-undangnasional terhadap kekerasan berbasis gender sesuai dengan
kewajiban hukum internasional, termasuk hukuman bagi para pelaku
pelanggaran dan implementasi langkah-langkah legal untuk melindungi dan
mendukung korban/penyintas kekerasan berbasis gender.
BAB III

PENUTUP
3. 1 Kesimpulan

Agar dapat bekerja dengan baik dalam situasi darurat penting memahami
konsep inti dari PPAM meliputi definisi, maksud dan tujuan PPAM
kesehatan reproduksi, komponen-komponen dalam PPAM dan cara
mengakses informasi yang terkait dengan PPAM kesehatan reproduksi dalam
situasi darurat
Dalam situasi darurat bencana layanan kesehatan maternal dan neonatal
komprehensif yang termasuk PPAM adalah identifikasi komplikasi pada ibu
hamil, pertolongan persalinan, asuhan bayi baru lahir dan penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Setelah kondisi kembali stabil,
asuhan ante natal dan post natal dilakukan sesuai dengan standar yang
berlaku. Hal terpenting yang perlu diperhatikan ketika situsi darurat bencana
adalah memastikan bahwa system rujukan dapat dilakukan, sehingga perlu
diidentifikasi transportasi ke Puskesmas PONED atau RS PONEK,
membangun komunikasi dan ketersediaan tenaga dan suplay kit yang
memadai. Pertolongan persalinan saat situasi darurat bencana tetap
memperhatikan pencegahan infeksi, asuhan sayang ibu dan bayi serta
pendokumetasian.
Kekerasan seksual adalah pelanggaran HAM. Kekerasan seksual berbasis
gender/SGBV merupakan suatu kekerasan yang potensial terjadi dalam
situasi bencana. Diskriminasi dan ketidaksetaraan gender merupakan akar
masalah SGBV. Perempuan dan anak-anak merupakan kelompok yang paling
beresiko untuk mengalami kekerasan seksual pada situasi bencana.
Petugas perlu melakukan tindakan antisipasi untuk mencegah terjadinya
kekerasan seksual pada perempuan dan anak-anak serta melakukan
penanganan kekerasan seksual.
Pendekatan multisektoral dan pendekatan terkoordinasi untuk kekerasan
seksual adalah penting untuk mencegah dan merespon konsekuensi dari
kekerasan seksual. Pedoman prinsip harus diikuti setiap saat ketika merespon
kekerasan seksual.

3. 2 Saran
Semoga makalah ini dapat menjadi pengetahuan kepada tenaga kesehatan dan
mahasiswa prodi DIII Kebidanan mengenai PPAM kesehatan reproduksi
dalam situasi darurat bencana, layanan kesehatan maternal dan neonatal
komprehensif pada situasi darurat bencana, cara rujukan, cara menyiapkan
KIT persalinan yang bersih, teknik pertolongan persalinan dalam situasi
darurat bencana dan kekerasan seksual.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI dan UNFPA. 2008. Pedoman Praktis Kesehatan


Reproduksi pada Penanggulangan bencana di Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI dan UNFPA.

Inter agency Working Group on Reproductive Health in Crises. 2010. Buku


Pedoman Lapangan Antar lembaga Kesehatan Reproduksi dalam Situasi
Darurat Bencana. Revisi untuk peninauan lapangan. Jakarta: Inter agency
Working Group on Reproductive Health in Crises.

Lovikarafflesiapitri. 2015. PPAM Kesehatan Reprduksi Dalam Situasi Darurat


Bencana. https://lovikarafflesiapitri.wordpress.com di unduh 03 Maret 2015

UNFPA. 2008. Pedoman Praktis Kesehatan Reproduksi Pada Penanggulangan


Bencana Di Indonesia. www.gizikia.depkes.go.id di unduh 03 Maret 2015

Women Commision. 2007. Paket Pelayanan Awal Minimum Untuk Kesehatan


Reproduksi Dalam situasi Krisis. Modul pembelajaran jarak jauh. https://
www.womenscommission.org. Diunduh tanggal 03 Maret 2015

You might also like