Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Agus Suherman / NPM 1216018
Alin Rosliana / NPM 1216008
Dadang Nurul Fatah / NPM 1216012
Desy Galih / NPM 1216028
Eli Sumiati / NPM 1216016
Ratna / NPM 1216027
Yunidar / NPM 1216023
BANDUNG 2017
1. Imunitas atau kekebalan.
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme untuk melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan cara mengidentifikasi dan membunuh patogen
serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Sistem imun merupakan sistem
koordinasi respons biologik yang bertujuan melindungi integritas dan identitas individu serta
mencegah invasi organisme dan zat yang berbahaya di lingkungan yang dapat merusak
dirinya.
Sistem imun mempunyai 3 fungsi utama, yaitu :
a. Fungsi yang sangat spesifik yaitu kesanggupan untuk mengenal dan membedakan
berbagai molekul target sasaran dan juga mempunyai respons yang spesifik.
b. Fungsi kesanggupan membedakan antara antigen diri dan antigen asing.
c. Fungsi memori yaitu kesanggupan melalui pengalaman kontak sebelumnya dengan zat
asing patogen untuk bereaksi lebih cepat dan lebih kuat daripada kontak pertama.
Secara garis besar, sistem imun menurut sel tubuh dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Sistem imun humoral, terdiri atas antibodi dan cairan yang disekresikan organ tubuh
(saliva, air mata, serum, keringat, asam lambung, pepsin, dan lain-lain).
b. Sistem imun seluler yang berupa makrofag, limfosit, dan neutrofil yang berada di dalam
sel.
Respon imun berawal sewaktu sel B atau T berikatan, seperti kunci dengan anak
gemboknya, dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B sebagai benda asing.
Selama perkembangan masa janin di hasilkan ratusan ribu sel B dan sel T yang memilki
potensi yang berikatan dengan protein spesifik. Protein yang dapat berikatan dengan sel T
dan B mencakup protein yang terdapat di membran sel bakteri, mikoplasma, selubung virus,
atau serbuk bunga, debu, atau makanan tertentu. Setiap sel dari seseotang memilki protein-
protein permukaan yang dikenali berbagai benda asing oleh sel T atau B milik orang lain.
Protein yang dapat berikatan dengan sel; T atau B di sebut deengan antigen, apabila suatu
antigen menyebabkan sel T atau B menjadi aktif bermultiplikasi dan berdeferensiaasi lebih
lanjut, maka antigen tersebut dapat bersifat imunogenik.
Tubuh manusia mempunyai banyak sekali mekanisme pertahanan yang terdiri dari
berbagai macam sistem imun yaitu organ limfoid (thymus, lien, sumsum tulang) beserta
sistem limfatiknya. Jantung, hati, ginjal, dan paru-paru juga termasuk dalam mekanisme
pertahanan tubuh. Sistem limfatik baru akan dikatakan mengalami gangguan jika muncul
tonjolan yang membesar dibandingkan keadaan biasanya. Hal ini dikarenakan kelenjar limfe
sedang berpasangan melawan kuman yang masuk dalam tubuh. Organ limfoid seperti thymus
sendiri mempunyai tanggungjawab dalam pembentukan sel T. Kelenjar thymus sangat penting
bagi bayi yang baru lahir, karena bayi yang tidak memiliki kelenjar thymus akan mempunyai
sistem imun yang buruk.
Leukosit (sel darah putih) dihasilkan oleh thymus, lien dan sumsum tulang belakang.
Leukosit bersirkulasi di dalam tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah, sehingga
sistem imun bekerja terkoordinasi baik memonitor tubuh dari kuman maupun substansi lain
yang bisa menyebabkan permasalahan dalam tubuh. Leukosit pada umumnya memiliki dua
tipe, yaitu fagosit yang bertugas memakan organisme yang masuk ke dalam tubuh dan
limfosit yang bertugas mengingat dan mengenali yang masuk ke dalam tubuh serta membantu
tubuh menghancurkan benda asing tersebut. Sel lainnya adalah netrofil, yang bertugas
melawan bakteri. Kadar netrofil bisa dijadikan indikator adanya infeksi dari bakteri.
Limfosit terdiri dari dua tipe, yaitu limfosit B dan Limfosit T. Limfosit dihasilkan oleh
sumsum tulang belakang. Limfosit yang berada di dalam sumsum tulang belakang jika
matang menjadi limfosit sel B, atau jika meninggalkan sumsum tulang belakang menuju
kelenjar thymus menjadi limfosit T.
Limfosit B dan T mempunyai fungsi yang berbeda dimana limfosit B berfungsi untuk
mencari target dan mengirimkan tentara untuk mengunci keberadaan benda asing. Benda
asing yang telah diidentifikasi oleh sel B kemudian akan dihancurkan oleh sel T. Jika terdapat
antigen (benda asing yang masuk ke dalam tubuh) terdeteksi, maka beberapa tipe sel
bekerjasama untuk mencari tahu sel yang akan memberikan respon. Sel-sel ini memicu
limfosit B untuk memproduksi antibodi, suatu protein khusus yang mengarahkan kepada
suatu antigen spesifik. Antibodi sendiri bisa menetralisir toksin yang diproduksi dari berbagai
macam organisme, dan juga antibodi bisa mengaktivasi kelompok protein protein yang
disebut komplemen yang merupakan bagian dari sistem imun dan membantu menghancurkan
bakteri, virus, mikroorganisme patogen, ataupun sel yang terinfeksi.
2. Mekanisme Imunitas
a. Mekanisme Imunitas terhadap Antigen yang Berbahaya
Ada beberapa mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya di
lingkungannya yaitu :
1. Pertahanan fisik dan kimiawi : kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat melalui
kelenjar keringat dan sebasea, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air mata, urin,
air liur, asam lambung serta lisosim dalam air mata.
2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat mencegah
invasi mikroorganisme seperti laktobasilus pada epitel organ.
3. Innate Immunity/Imunitas nonspesifik, merupakan mekanisme pertahanan tubuh non
spesifik yang mencegah masuknya dan menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh
serta mencegah terjadinya kerusakan jaringan seperti sel polimorfonuklear dan
makrofag, aktivasi komplemen, sel mast, protein fase akut, interferon, sel NK (natural
killer), dan mediator eosinofil.
4. Immunitas spesifik yang didapat yang terdiri dari imunitas humoral dan seluler.
Secara umum pengontrolan infeksi intraselular seperti infeksi virus, protozoa, jamur
dan beberapa bakteri intraselular fakultatif terutama membutuhkan imunitas yang
diperani oleh sel yang dinamakan imunitas selular, sedangkan bakteri ekstraselular
dan toksin membutuhkan imunitas yang diperani oleh antibodi yang dinamakan
imunitas humoral. Secara keseluruhan pertahanan imunologik dan nonimunologik
(nonspesifik) bertanggung jawab bersama dalam pengontrolan terjadinya penyakit
infeksi.
Bila mikroorganisme dapat melewati pertahanan nonspesifik/innate
immunity, maka tubuh akan membentuk mekanisme pertahanan yang lebih kompleks
dan spesifik. Mekanisme imunitas ini memerlukan pengenalan terhadap antigen lebih
dulu. Mekanisme imunitas spesifik ini terdiri dari imunitas humoral, yaitu produksi
antibodi spesifik oleh sel limfosit B (T dependent dan non T dependent) dan
mekanisme Cell mediated immunity (CMI). Sel limfosit T berperan pada mekanisme
imunitas ini melalui produksi sitokin serta jaringan interaksinya dan sel sitotoksik
matang di bawah pengaruh interleukin 2 (IL-2) dan interleukin 6 (IL-6).
Virus tidak memiliki atribut sel, termasuk kemampuan untuk bereplikasi. Suatu
virus yang berproduksi hanya bila ia menginfeksi sebuah sel, virus di ketahui dapat
menginfeksi semua sel, termasuk sel mikroba. Interkasi antara virus dan pejamnya
cenderung sangat spesifik dan cakupan biologis virus mencerminkan keanekaragaman
sel-sel pejamu yang potensial. Virus lebih lanjut di tunjukkan oleh susunan strateginya
yang luas untuk bereplikasi dan bertahan hidup.
Suatu partikel virus terdiri atas molekul asam nukleat, DNA atau RNA yang
terlengkupi dalam selubung protein, atau kapsid. Protein umumnya glikoprotein pada
kapsid menentukan spesifikasi interaksi suatu virus dengan pejamnya. Kapsid melindungi
asam nukleat dan memfasilitasi perlengketan dan penetrasi virus ke sel penjamu. Di
dalam sel asam nukleat virus mengalihkan mekanisme enzim dari sel penjamu agar bisa
berfrungsi sesuai replikasi virus. Pada beberapa kasus informasi gtenetik dari virus dapat
di kombinasikan sebagai DNA ke dalam kromosom sel penjamu. Pada keadaan-keadaan
lain, informasi genetic virus dapat berfungsi sebagai dasar manufajtur seluler dan
menghasilkan replica replica virus. Proses ini membutuhkan replica asam nukleat virus
dan pembentukan protein virus yangf spesifik. Maturasi terdiri atas penyusunan asam
nukleat yang baru disintesis dan subunit protein menjadi partikel virus matur yang
kemudian di lepaskan ke lingkungan ekstraseluler. Beberapa virus yang sangat kecil
membutuhkan bantuan virus lain di dalam sel penjamu untuk berduplikasi. Agen delta,
yang juga du kenal sebagai virus hepatitis D, virus ini terlalu kecil meskipun hanya untuk
menjadi suatu selubung protein tunggal, dan membutuhkan bantuan virus hepatits B
untuk proses transmisi. Virus yang berbeda dapat di ketahui dapay menginfeksi berbagai
macam penjamu baik ghewan ataupun tumbuhan yang spesifik, termasuk prokaroid dan
setidaknya satu alga eukaroit dan satu protozoa. Partikel mirip virus yang tampaknya
tidak memiliki ekstraseluler yang infeksisu yang telah di temukan pada fungi, juga pada
beberap jenis alga.
Sejumlah penyakit yang menular di sebabkan oleh piroid molekul RNA yang
kecil, beruntai tunggal dan membentuk lingkaran tertutup secara kovalen yang muncul
sebagai struktur mirip batang dengan banyak pasangan basa, viroid tidak memiliki kapsid.
Viroid memiliki ukuran beragam, mulai dari 246 hingga 375 nukleotid. Bentuk viroid di
luar sel berupa RNA telanjang tanpa selabung kapsid apapun. Molekul RNA tidak
memiliki gen penyandi protein sehingga viroid sepenuhnya bergantung pada kemampuan
sel penjamu unruk bereplikasi. RNA viroid di gandakkan oleh RNA polymerase yang
beragntung pada DNA ( DNA-dependent RNA polymerase ) dari tumbuhan penjamu
penguasaan enzim ini mungkin berperan dalam pathogenesis virus.
Virus berbeda dengan agen penyebab infeksi lainnya dalam hal struktur dan
biologi, khususnya reproduksi. Walaupun virus membawa informasi genetik didalam
DNA atau RNA, tetapi ada kekurangan sistem sintesis yang diperlukan untuk memproses
informasi ini kedalam materi virus baru. Replikasi baru terjadi setelah virus menginfeksi
sel inang yang kemudian mengendalikan sel inang untuk melakukan transkripsi dan/atau
translasi informasi genetik demi kelangsungan hidup virus. Virus dapat menginfeksi
setiap bentuk kehidupan sehingga sering menyebabkan penyakit yang diantaranya
berakibat cukup serius. Beberapa virus dapat memasukkan informasi genetiknya kedalam
genom manusia kemudian menyebabkan kanker. Permukaan luar partikel virus adalah
bagian yang pertamakali mengadakan kontak dengan membran dari sel inang. Hal yang
penting untuk diketahui untuk dapat mengerti bagaimana proses virus dapat menginfeksi
sel inang adalah dengan mempelajari struktur dan fungsi dari permukaan luar partikel
virus. Secara umum, virus yang tidak beramplop (virus yang telanjang) resisten hidup
dialam bebas, bahkan mereka tahan terhadap asam empedu saat menginfeksi saluran
cerna. Virus yang beramplop lebih rentan terhadap dipengaruhi oleh lingkungan seperti
kekeringan, asiditas cairan lambung dan empedu. Perbedaan dalam hal kerentanan ini
yang mempengaruhi cara penularan virus.
Sifat virus yang sangat khusus adalah:
a. Mengganggu sel khusus tanpa merusak. Virus yang tidak menyebabkan kerusakan sel
disebut virus non sitopatik (non cytopathic virus). Bila terjadi kerusakan sel, maka hal
ini akibat reaksi antigen antibodi. Virus ini dapat menjadi persisten dan akhirnya
menjadi kronik, sebagai contoh adalah virus hepatitis B
b. Virus merusak sel atau mengganggu perkembangan sel kemudian menghilang dari
tubuh, dan virus seperti ini disebut virus sitopatik (cytopathic virus), sebagai contoh
infeksi virus HIV, infeksi hepatitis virus lain, dan sebagainya.
c. Dapat menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi
d. Dapat berkembang biak dalam sel pejamu tanpa merusak
Dalam melawan sistem imun, virus secara kontinu mengganti struktur permukaan
antigennya melalui mekanisme antigenic drift dan antigenic shift, seperti yang dilakukan
oleh jenis virus influenza. Permukaan virus influenza terdiri dari hemaglutinin, yang
diperlukan untuk adesi ke sel saat infeksi, dan neuramidase, yang diperlukan untuk
menghasilkan bentuk virus baru dari permukaan asam sialik dari sel yang terinfeksi.
Hemaglutinin lebih penting dalam hal pembentukan imunitas pelindung. Perubahan minor
dari antigen hemagglutinin terjadi melalui titik mutasi di genom virus (drift), namun
perubahan mayor terjadi melalui perubahan seluruh material genetik (shift).
Infeksi virus terhadap sel inang melewati beberapa tahap, yaitu virus menyerang
sel inang, lalu melakukan penetrasi yang merupakan proses pemasukan materi genetik
virus kedalam sel inang dan selanjutnya tahap uncoating yang ditunjukan pada gambar 1.
Siklus hidup yang dialami virus saat menginfeksi sel inang, yaitu sekali virus
berada didalam sitoplasma sel inang maka dia tidak infeksius lagi. Setelah terjadi fusi
antara virus dan membramn sel inang, atau difagosit dalam bentuk fagosom, maka
partikel virus dibawa ke sitoplasma melalui plasma membran. Pada tahap ini amplop
dan/atau kapsid akan terkuak nukleus virus akan terurai. Sekarang virus tidak infeksius
lagi dan ini disebut eclipse phase. Keadaan ini menetap sampai terbentuk partikel virus
baru melalui replikasi. Asam nukleat sendiri yang menentukan bagaimana cara replikasi
berlangsung. Pertama-tama virus harus membentuk messenger RNA (mRNA). Virus
hanya mempunyai salah satu asam nukleat yaitu RNA atau DNA dan tidak pernah kedua-
duanya. Asam nukleat tampil sebagai single atau double strandad dalam bentuk linier
(DNA dan RNA) atau sirkuler (DNA). Genom dari virus terdapat dalam satu atau
beberapa molekul dari asam nukleat. Dengan diversitas ini maka tidak heran bila proses
replikasi dari tiap virus berbeda. Pada virus DNA, mRNA dapat dibentuk sendiri oleh
virus dengan cara menggunakan RNA polimerase dari sel inang, kemudian langsung
mentranskrip kode genetik yang berada pada DNA virus. Sedangkan virus RNA tidak
dapat dengan cara ini, karena tidak ada polymerase dari sel inang yang sesuai. Oleh
karena itu untuk melakukan transkripsi maka virus harus menyediakan sendiri
polimerasenya yang dapat diperoleh dari nukleokapsid atau disintesa setelah infeksi.
Virus RNA memproduksi mRNA dengan beberapa cara yang berbeda. Pada
virus dsRNA, satu strand yang pertama ditranskrip oleh polimerase virus menjadi
mRNA. Pada ssRNA terdapat tiga rute yang jelas berbeda dalam pembentukan mRNA
yaitu:
a. Bila single strand mempunyai konfigurasi positive sense (misalnya mempunyai
sekuen basa yang sama seperti yang dibutuhkan pada saat translasi), maka konfigurasi
ini dapat langsung dipergunakan sebagai mRNA.
b. Bila mempunyai konfigurasi negative sense, maka pertama-tama harus diterjemahkan
(transcribe) dengan memgunakan polimerase dari virus kedalam positive sense
strand yang kemudian bertindak sebagai mRNA.
c. Retrovirus mempunyai pola yang berbeda. Pertama-tama positive sense ssRNA oleh
reverse transcriptase (enzim dari virus, terdapat dalam nukleokapsid) diubah menjadi
negative sense ssDNA. Setelah terbentuk dsDNA kemudian akan memasuki nukleus
dan kemudian berintegrasi dengan genom sel inang dan selanjutnya sel inang
membentuk mRNA virus.
Tahapan selanjutnya yaitu, mRNA virus kemudian ditranslasi kedalam sitoplasma
sel inang untuk menghasilkan protein yang dibutuhkan virus. Sekali mRNA virus
terbentuk maka akan ditanslasi dengan memanfaatkan ribosom dari sel inang untuk
mensintesa protein yang dibutuhkan virus dan ditunjukkan pada Gambar 3. RNA virus
biasanya monocistronic (mempunyai single coding region) dapat mengubah mRNA dari
ribosom sel inang untuk menghasilkan protein yang lebih disukai. Pada fase awal
diproduksi protein yang diperlukan untuk replikasi asam nukleat virus seperti enzim dan
molekul regulator. Pada fase selanjutnya diproduksi protein yang penting unutk
pembentukan kapsid. Virus dengan genom single nucleic acid molecule mentranslasi poli
protein yang multifungsi, kemudian akan dipecah secara enzimatik. Sedangkan virus yang
genomnya tersebar didalam beberapa molekul, maka akan terbentuk beberapa macam
mRNA yang masing-masing akan membuat protein. Setelah translasi protein dapat
diglikosilasi kembali dengan menggunakan enzim sel inang.
Virus juga harus mereplikasi asam nukleatnya untuk pembentukan kapsid baru
berarti memerlukan produksi molekul tambahan. Oleh karena itu virus harus mereplikasi
asam nukleat sehingga dapat menyediakan materi genetik yang kemudian akan dibungkus
oleh kapsid tersebut. Pada virus positive sense ssRNA seperti poliovirus, polimerase yang
ditranslasi dari template mRNA virus menghasilkan negative sense RNA yang
selanjutnya ditranskripsi lebih banyak positif ssRNA. Siklus transkripsi ini terus
berlangsung menghasilkan strand positif dalam jumlah yang besar, yang kemudian
dikemas dengan menggunakan protein yang telah dibentuk sebelumnya dari mRNA untuk
membentuk partikel virus yang baru. Untuk virus negative sense ssRNA (misalnya virus
rabies) transkripsi oleh polimerase virus akan menghasilkan positive sense ssRNA yang
kemudian akan meghasilkan negative sense mRNA yang baru.
Replikasi ini terjadi dalam sitoplasma sel inang, sedangkan pada virus lainnya
seperti campak dan influensa replikasi terjadi di inti sel sehingga sejumlah besar
negative sense RNA akan ditranskripsi membentuk partikel baru. Replikasi pada inti sel
inang juga terjadi pada virus dsRNA seperti rotavirus yang kemudian akan memproduksi
positive sense RNA seperti diatas. Yang kemudian akan bertindak sebagai template pada
partikel subviral untuk memsintesa negative sense RNA yang baru guna memperbaiki
kondisi double stranded. Replikasi virus DNA terjadi di inti sel inang kecuali poxvirus
yang terjadi di sitoplasma Virus DNA membentuk kompleks dengan histon dari sel inang
untuk menghasilkan struktur yang stabil. Pada virus herpes, mRNA ditranslasi dalam
sitoplasma menghasilkan polymerase DNA yang penting untuk sintesa DNA yang baru.
Adenovirus menggunakan baik enzim dari sel inang maupun virus untuk kepentingan ini.
Sedangkan retrovirus mensintesa RNA virus baru di inti sel inang. Polimerase RNA sel
inang ditranskrip dari DNA virus yang sudah berintegrasi dengan genom sel inang. Virus
hepatitis B (suatu virus dsDNA) secara unik menggunakan ssRNA (sebagai perantara)
yang kemudian ditranskrip untuk menghasilkan DNA baru. Retrovirus dan virus hepatitis
B merupakan virus-virus yang mempunyai aktifitas reverse transkriptase.
Stadium akhir dari replikasi adalah penyusunan dan pelepasan partikel virus
baru. Penyusunan virus baru melibatkan gabungan dari asam nukleat yang telah
direplikasi dengan kapsomer yang baru disintesa untuk kemudian membentuk
nukleokapsid baru. Aktifitas ini terjadi di sitoplasma atau di inti sel inang. Amplop dari
virus melalui beberapa tahapan sebelum dilepaskan. Protein amplop dan glikoprotein
yang ditranslasi dari mRNA virus didisipkan pada membran sel inang (biasanya
membrana plasma). Nukleokapsid yang muda ini bergabung dengan membran secara
spesifik melalui glikoprotein dan menbentuk tonjolan. Virus baru memerlukan membran
dari sel inang ditambah dengan molekul dari virus untuk membentuk amplop. Enzim dari
virus seperti muraminidase pada virus influensa ikut berperan dalam proses ini. Enzim
dari sel inang (seperti protease seluler) dapat memecah protein amplop yang besar, suatu
proses yang diperlukan dimana virus muda sangat infeksius. Pada virus herpes terjadi
proses yang sama. Pelepasan virus yang sudah beramplop tidak harus disertai dengan
kematian sel, jadi sel inang yang sudah terinfeksi dapat terus menghasilkan protein virus
dalam waktu yang lama. Insersi molekul virus kedalam membran sel inang membuat sel
inang berbeda secara antigenik. Respon imun ekspresi antigen ini yang menjadi dasar
perkembangan terapi anti virus.
Pada respon innate terhadap patogen intraseluler, seperti virus, sasaran utama
adalah sel-sel yang sudah terinfeksi. Sel terinfeksi virus tertentu dikenali oleh limfosit
non-spesifik, disebut sel natural killer (NK). Sesuai dengan namanya, sel NK
mengakibatkan kematian sel yang terinfeksi dengan menginduksi sel terinfeksi menuju
apoptosis. Sel NK juga membunuh sel kanker tertentu (in vitro) dan melengkapi dengan
mekanisme menghancurkan sel sebelum sel berkembang menjadi tumor. Sel normal
(tidak terinfeksi dan tidak ganas) mengandung molekul permukaan yang melindungi
terhadap serangan sel NK. Respon antivirus lain dimulai dalam sel yang terinfeksi sendiri.
Sel terinfeksi virus ini memproduksi interferon- (IFN-) yang disekresi ke dalam ruang
ekstraseluler, dimana akan terikat pada permukaan sel yang tidak terinfeksi sehingga
kebal terhadap infeksi berikutnya. Cara kerja interferon ini adalah dengan cara
mengaktivasi suatu sinyal transduction pathway dengan akibat phosphorilasi yang diikuti
translasi faktor elF2. Sel yang mengalami respons ini tidak dapat mensintesa protein virus
yang diperlukan untuk replikasi virus.
Respon imun terhadap serangan virus melibatkan interferon. Interferon
merupakan sitokin yang mengatur aktivitas semua komponen sistem imun, merupakan
bagian dari sistem imun non-spesifik yang timbul pada tahap awal infeksi virus
sebelum timbulnya reaksi dari sistem imun spesifik. Interferon gamma (IFN-)
dihasilkan oleh sel T yang telah teraktivasi dan sel NK, sebagai reaksi terhadap
antigen (termasuk antigen virus dalam derajat rendah) atau sebagai akibat stimulasi
limfosit oleh mitogen. IFN- meningkatkan ekspresi molekul MHC-II pada Antigen
Presenting Cell (APC) yang kemudian akan meningkatkan presentasi antigen pada
sel T helper. IFN- juga dapat mengaktifkan kemampuan makrofag untuk melawan
infeksi virus (aktivitas virus intrinsik) dan membunuh sel lain yang telah terinfeksi
(aktivitas virus ekstrinsik) (Ianaro 2000).
b. Virus langsung mencapai organ sasaran, tidak melalui peredaran darah jadi tempat
masuk virus merupakan organ sasaran. Contohnya virus influenza organ sasarannya
adalah selaput lender saluran pernafasan yang sekaligus merupakan tempat masuknya
virus. Pada jenis infeksi ini, titer antibody yang tinggi di dalam serum relative tidak
efektif terhadap virus penyebab penyakit bila dibandingkan dengan virus penyebab
penyakit yang penyebarannya melalui peredaran darah. Hal ini disebabkan karena
selaput lendir saluran nafas tidak terlalu permiabel bagi Ig G dan Ig M.
Imunoglobulin yang terdapat dalam titer tinggi pada selaput lendir saluran nafas
adalah Ig A, karena Ig A dihasilkan oleh sel plasma yang terdapat dalam lamina
propria selaput lendir setempat. Ig A dalam secret hidung inilah yang menetralisir
aktivitas virus pada penyakit influenza. Kekebalan terhadap penyakit virus seringkali
bertahan lama, malah ada yang seumur hidup. Contohnya penyakit morbili dan
parotitis epidemika. Hal ini terjadi karena virus yang sudah berada di dalam jaringan
terlindung terhadap antibody. Sewaktu-waktu ada virus yang keluar dari sel
persembunyiannya yang segera dikenali oleh limfosit B pengingat. Sel limfosit
kemudian akan bereaksi memperbanyak diri, menghasilkan sel-sel plasma dan
memproduksi antibody. Semuanya terjadi dalam waktu singkat sehingga kekebalan
dengan cepat ditingkatkan.
Pada beberapa penyakit virus antara lain influenza serangan penyakit dapat
kembali terjadi dalam waktu relative singkat setelah kesembuhan. Hal ini bukan
disebabkan rendahnya kekebalan, tapi karena virus influenza mengalami mutasi
sehingga didapatkan strain baru yang tidak sesuai dengan antibody yang telah ada.
Pada penyakit-penyakit influenza dan pilek yang mempunyai masa inkubasi
pendek yang dihubungkan dengan kenyataan bahwa organ sasaran akhir bagi virus itu
adalah sama dengan jalan masuk sehingga tidak terdapat stadium antara yang
terpengaruh pada perjalanan memasuki tubuh. Hanya ada sedikit sekali waktu bagi
suatu reaksi antibody primer dan dalam segala kemungkinan pembentuk interferon
yang cepat adalah cara yang paling tepat untuk mengatasi infeksi virus itu.pada
penyelidikan terlihat bahwa setelah produksi interferon mulai menanjak, maka titer
virus yang masih hidup dalam paru-paru tikus yang telah di infeksi influenza cepat
turun. Titer antibody yang diukur dari serum, nampaknya sangat lambat untuk
mencukupi nilai yang diperlukan bagi penyembuhan.
Walaupun begitu, beberapa penyelidik akhir-akhir ini telah melihat bahwa kadar
antibody pada cairan local yang membasahi permukaan jaringan yang terinfeksi
mungkin meningkat, misalnya pada selaput lendir hidung dan paru-paru, meskipun
titer serum rendah dan ini merupakan antibody antivirus (terutama Ig A) oleh sel-sel
yang telah menjadi kebal dan tersebar ditempat itu yang dapat membuktikan
manfaatnya yang besar sebagai pencegahan bagi infeksi berikutnya. Celakanya,
sampai begitu jauh yang menyangkut soal pilek, tampaknya infeksi berikutnya
mungkin disebabkan oleh virus yang secara antigenic sama sehingga kekebalan umum
terhadap pilek ini sukar dikendalikan.
Netralisasi toksin
Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin
yang akan menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan
menghasilkan sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu
terjadinya reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi
sistem koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang
mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam menghilangkan
sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan pada sel target.
Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul
antifagositik dan eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi
antibodi terhadap bakteri terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi
antibodi di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi
toksin dengan sel target. Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh dari
lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah konformasi alosterik toksin agar
tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan kompleks bersama antibodi,
toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan terhadap fagositosis, terutama bila ukuran
kompleks membesar karena deposisi komplemen pada permukaan bakteri akan
semakin bertambah.
DAFTAR PUSTAKA
Boedina Kresno, Siti. Diagnosis dan Prosedur Laboratorium Edisi Keempat. 2001.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Pusat pendidikan tenaga kesehatan Departemen Kesehatan RI. IMMUNOLOGI. 1989.
Bakti Husada : Jakarta
http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2010/10/17/mekanisme-pertahanan-tubuh-
terhadap-virus/ - diakses pada tanggal 6 Desember 2010