You are on page 1of 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistiolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95
mmHg (Kodim Nasrim, 2003).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diata 140 mmHg dan diastolic diatas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan sistolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).
Hipertensi adalah tekanan sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolic >90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.

Tekanan darah sistole


merupakan tekanan darah yang terukur pada saatventrikel kiri jantung
berkontraksi (sistole). Jantung berkontraksi dan memompadarah keluar
dari ruang jantung. Kedua serambi mengendur dan berkontraksisecara
bersamaan, dan kedua bilik juga mengendur dan
berkontraksisecara bersamaan. Pada pemeriksaan fisik, bunyi lub pertama
yang terdengar adalah tekanan darah systole. Tekanan darah systole pada
orang normal rata-rata 120 mmHg (Ronny, 2008)

Tekanan darah diastole


merupakan tekanan darah yang terjadi pada saat jantung berelaksasi
(diastole). Karena aliran darah masuk secara continue dari sistem vena ke
dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikelwalaupun
kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan tekanan ini, katup
AVterbuka, dan darah mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel
selamadiastole ventrikel. Akibatnya, volume ventrikel perlahan-lahan
meningkat bahkansebelum atrium berkontraksi. Pada akhir diastol
ventrikel, nodus SA mencapai ambang dan membentuk potensial aksi.
Impuls menyebar keseluruh atrium.

2. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO
a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140
mmHg dan diastolic kurang atau sama dengan 90 mmHg.
b. Tekanan darah perbatasan yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan
diastolic 91-94 mmHg.
c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan diastolic lebih besar atau sama dengan
95 mmHg.

Klasifikasi menurut The Join National Committee on the Detection and


Treatment of Hypertention

Diastolik

a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal


b. 85 99 : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 104 : hipertensi ringan
d. 105 114 : hipertensi sedang
e. > 115 : hipertensi berat

Sistolik (dengan tekanan diastolic 90 mmHg)

a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal


b. 140 159 : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160 : Hipertensi sistolik terisolasi

Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang


mendadak (sistole 180 mmHg dan/atau diastole 120 mmHg), pada
penderita hipertensi, yg membutuhkan penanggulangan segera yang
ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan
timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata (retina),
ginjal, jantung, dan pembuluh darah).
Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya
tekanan darah. Dibagi menjadi dua:
a. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera
dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ
target akut atau progresif target akut atau progresif. Kenaikan Tekanan
Darah mendadak yg disertai kerusakan organ target yang progresif dan
di perlukan tindakan penurunan Tekanan Darah yang segera dalam
kurun waktu menit/jam.

b. Hipertensi urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna
tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target
progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan
organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam
beberapa jam. Penurunan Tekanan Darah harus dilaksanakan dalam
kurun waktu 24-48 jam (penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan
lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).

3. Etiologi

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik


(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output
atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan.
d. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:


a. Hipertensi Esensial (Primer), Penyebab tidak diketahui namun banyak
factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan,
hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek
dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
b. Hipertensi Sekunder, Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim
renal/vaskuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya


perubahan perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.
4. Faktor Resiko
a. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi
b. Pria usia 35 55 tahun dan wanita > 50 tahun atau sesudah menopause
c. Kebanyakan mengkonsumsi garam/natrium
d. Sumbatan pada pembuluh darah (aterosklerosis) disebabkan oleh
beberapa hal seperti merokok, kadar lipid dan kolesterol serum
meningkat, caffeine, DM, dsb.
e. Factor emosional dan tingkat stress
f. Gaya hidup yang monoton
g. Sensitive terhadap angiotensin
h. Kegemukan
i. Pemakaian kontrasepsi oral, seperti esterogen.

5. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I
diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH)
dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan
bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan
cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi
kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting
pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi
esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek. Faktor-faktor
tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang
adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi
darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas
pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial
dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam
dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala
hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari
hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten.
Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang
menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di
aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30
tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi
dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat)
kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya
menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun (Menurut
Sharma S et al, 2008 dalam Anggreini AD et al, 2009).

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :


Pemeriksaan yang segera seperti :
a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang
perfusi / fungsi ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan
hipertensi).
d. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi
f. Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
g. Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi
h. Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)
i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
j. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi
k. Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola
regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi.
m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada
area katup, pembesaran jantung.

Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil


pemeriksaan yang pertama ) :
a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
d. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab,
CAT scan
e. (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis
pasien

7. Pengobatan
Antihipertensi adalah obat obatan yang digunakan untuk mengobati
hipertensi.Antihipertensi juga diberikan pada individu yang memiliki
resiko tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan mereka yang
beresiko terkena stroke maupun miokard infark. Pemberian obat bukan
berarti menjauhkan individu dari modifikasi gaya hidup yang sehat seperti
mengurangi berat badan, mengurangi konsumsi garam dan alkohol,
berhenti merokok, mengurangi stress dan berolahraga. Pemberian obat
perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah sistolik 140/90
mmHg . Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun
ditemukan bukti adanya kerusakan organ tubuh yang parah (seperti
mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri) juga membutuhkan
penanganan segera dengan antihipertensi.

a. Diuretik
Diuretik Mekanisme kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah
dengan menghancurkan garam yang tersimpan di alam tubuh.
Pengaruhnya ada dua tahap yaitu : (1) Pengurangan dari volume darah
total dan curah jantung; yang menyebabkan meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer; (2) Ketika curah jantung kembali ke ambang
normal, resistensi pembuluh darah perifer juga berkurang. Contoh
antihipertensi dari golongan ini adalah Bumetanide, Furosemide,
Hydrochlorothiazide, Triamterene, Amiloride, Chlorothiazide,
Chlorthaldion.
b. Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (-Blocker)
Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian -
blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor 1, antara lain : (1)
penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard
sehingga menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi renin di sel
jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan Angiotensin II; (3)
efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan
pada sensitivitas baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer dan
peningkatan biosentesis prostasiklin. Contoh antihipertensi dari
golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol,
Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol, Penbutolol, Labetalol.
c. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor)
Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan
di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Mekanisme
kerja : secara langsung menghambat pembentukan Angiotensin II dan
pada saat yang bersamaan meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya
berupa vasokonstriksi yang berkurang, berkurangnya natrium dan
retensi air, dan meningkatkan vasodilatasi (melalui bradikinin).
Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril, Enalapril,
Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril.
d. Penghambat Reseptor Angiotensin
Mekanisme kerja : inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II
(tipe 1). Pengaruhnya lebih spesifik pada Angiotensin II dan
mengurangi atau sama sekali tidak ada produksi ataupun metabolisme
bradikinin. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Losartan,
Valsartan, Candesartan, Irbesartan, Telmisartan, Eprosartan,
Zolosartan.
e. Antagonis Kalsium
Mekanisme kerja : antagonis kalsium menghambat influks kalsium
pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah,
antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan
vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering
diikuti efek takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan
golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan
Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik
negatif langsung pada jantung. Contoh antihipertensi dari golongan ini
adalah Amlodipine, Diltiazem, Verapamil, Nifedipine.
f. Efek Samping Antihipertensi dari golongan diuretik, ACE-inhibitor
dan beberapa -Blocker dapat menyebabkan reaksi likenoid. ACE-
inhibitor juga diasosiasikan dengan kehilangan sensasi pada lidah dan
rasa terbakar pada mulut. ACEinhibitor dan penghambat reseptor
angiotensin II pernah diimpliksikan bahwa keduanya menyebabkan
angioedema pada rongga mulut pada sekelompok 1% dari pasien yang
mengonsumsinya. Meskipun oedema pada lidah, uvula, dan palatum
lunak yang 9 Universitas Sumatera Utara paling sering terjadi, tetapi
oedema larynx adalah yang paling serius karena berpotensi
menghambat jalan nafas. Efek samping obat obatan antihipertensi
pada rongga mulut adalah xerostomia, reaksi likenoid, pertumbuhan
gingiva yang berlebih, pendarahan yang parah, penyembuhan luka
yang tertunda. Sedangkan efek samping yang sistemik yang paling
sering dilaporkan adalah konstipasi, batuk, pusing, mengantuk, letih,
frekuensi berkemih yang meningkat, berkuranya konsentrasi, disfungsi
seksual dan rasa tidak enak pada perut.

B. Daun Alpukat
Alpukat (Persea americana Mill) yang termasuk dalam famili tumbuhan
Lauraceae yang banyak tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini
merupakan salah satu tanaman obat yang sangat penting dan dimanfaatkan
sebagai obat tradisional untuk pengobatan seperti sariawan, kencing batu,
darah tinggi, kulit muka kering sakit gigi, bengkak karena perandangan dan
kecing manis (Perry, 1987; Wijayakesuma, 1996). Sebagai obat tradisional
daun alpukat dilaporkan bersifat antibakteri dan dapat menghambat
pertumbuhan beberapa bakteri seperti Staphylococcus aurus stain A dan B,
Staphylococcus albus, Pseudomonas sp, Proteus sp, Eschericeae sp, dan
Bacillus subtilis (Wijayakesuma, 1996). Analisis kandungan kimia dari
tanaman ini yang telah diisolasi adalah saponin, alkaloid, flavonoid, terpena,
safrol, dan tanin (Wijayakesuma, 1996; Wiart, 2002) Beberapa senyawa
antioksidan dari sumber tanaman telah diindentifikasi sebagai penangkal
radikal bebas atau penangkal reactive oxygen species (ROS). Dalam sistem
kehidupan, ROS termasuk radikal bebas seperti radikal hidroksil ( OH),
radikal anion superoksida (O2 ), hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen
singlet (1O2) diketahui mampu menyerang komponen biologi seperti lipida,
protein, vitamin dan DNA yang selanjutnya dipercaya sangat kuat
berhubungan dengan proses penuaan, mutagenesis, karsinogen dan
atherosklerosis (Shahidi, 1997; Halliwell dan Aruoma, 1997).
Alpukat tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan curah hujan antara
1.800-4.500 mm/th. Pada umumnya tumbuhan ini cocok dengan iklim sejuk
dan basah. Tumbuhan ini tidak tahan terhadap suhu rendah maupun tinggi,
kelembaban rendah pada saat berbunga dan angin yang keras pada saat
pembentukan buah. Di Indonesia, tanaman alpukat tumbuh pada ketinggian
tempat antara 1-1.000 m di atas permukaan laut (Prawita, 2012: 4). Pohon
alpukat memiliki ketinggian 3-10 m, berakar tunggang, batang berkayu, bulat,
warnanya coklat kotor, bercabang banyak, serta ranting berambut halus. Daun
tunggal, dengan tangkai yang panjangnya 1,5-5 cm, letaknya berdesakan di
ujung ranting, bentuknya jorong sampai bundar telur memanjang, tebal seperti
kulit, ujung dan pangkal runcing, serta bertulang menyirip. Ukuran daun
panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm, daun muda bewarna kemerahan dan
berambut rapat, daun tua bewarna hijau dan gundul, serta memiliki rasa pahit
(Prawita, 2012: 4-5). Pohon ini berbunga majemuk, berkelamin dua, dan
tersusun dalam malai yang keluar dekat ujung ranting. Bunga tersembunyi
dengan warna hijau kekuningan dan memiliki ukuran 5-10 mm. Buah alpukat
bertipe buni, bentuk bola atau bulat telur panjangnya 5-50 cm, memiliki kulit
lembut tak rata berwarna hijau tua hingga ungu kecoklatan berbiji satu. Buah
tumbuh tergantung pada varietasnya. Daging buah alpukat berwarna hijau
dekat kulit dan kuning muda dekat biji yang memiliki tekstur lunak dan
lembut. Biji bulat seperti bola, diameter 2,5-5 cm, keping biji putih
kemerahan. Perbanyakan tanaman alpukat dengan biji dan okulasi pada tanah
gembur dan subur (Prawita, 2012: 5).
1. Kandungan Daun Alpukat
Hasil penelitian yang telah dilakukan Maryati dkk (2007) bahwa
penapisan fitokimia daun alpukat (Persea americana Mill.) menunjukkan
adanya golongan senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin, dan
steroid/triterpenoid. Kandungan kimia daun alpukat juga dibuktikan oleh
Antia et al., (2005) bahwa ekstrak daun alpukat mengandung saponin,
tanin, 5 phlobatanin, flavanoid, alkaloid, dan polisakarida. Penelitian lain
pada ekstrak metanol pada daun alpukat juga mengandung steroid, tanin,
saponin, flavanoid, alkaloid, fenol, antaquinon, triterpen (Asaolu et al,
2010 dalam Prawita, 2012: 5).
a. Alkaloid
Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari berbagai jenis
tumbuhan. Semua alkaloid mengandung atom nitrogen yang bersifat
basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Alkaloid
mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol dan sering digunakan
secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid merupakan senyawa
yang mempunyai satu atau lebih atom nitrogen biasanya dalam
gabungan dan sebagian dari sistem siklik (Harbone,1996) dalam
(Nilda, 2011). 6 Nilda (2011) hasil penelitian menjelaskan bahwa
isolat fraksi 7 dari daun alpukat (Persea americana Mill) yang ada
dalam ekstrak kental metanol merupakan senyawa alkaloid aromatik.
Senyawa alkaloid aromatik memiliki karakteristik: N-H (3311,55 cm-
1), C-H alifatik (2921,96 cm-1), C-N (1130,21 cm-1), C=O (1735,81
cm-1), C-H aromatik, gugus N-C=O (580,53 cm-1), dan didukung
oleh data spektrofotometer UV-Vis mengindikasikan adanya gugus
C=O dan gugus N-H.

b. Flavonoid
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang
berasal dari kata flavon, yaitu nama salah satu jenis flavonoida yang
terdapat dalam jumlah besar dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa
flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari
cincin A dan atom karbon yang terikat pada B dari cincin 1,3-
diarilpropanan dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga
membentuk cincin heterosiklik. Flavonoid yang lazim adalah flavon,
flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon. Flovonoid tersusun dari
dua cincin aromatis yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin
ketiga dengan susunan C6-C3- C6. Senyawa flavanoid sering
ditemukan dalam bentuk glikosida. Flavonoid merupakan sejenis
senyawa fenol terbesar yang ada, senyawa ini terdiri dari lebih dari 15
atom karbon yang sebagian besar bisa ditemukan dalam kandungan
tumbuhan.

c. Saponin
Berdasarkan struktur aglikon-nya (sapogeninnya), saponin dapat
dibedakan menjadi 2 macam yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoid.
Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan
memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan
satuan-satuan isoprenoid.

d. Triterpenoid
Menurut Maryati dkk (2007) kandungan kimia daun alpukat
mempunyai campuran tujuh senyawa triterpenoid mempunyai gugus
OH, -CH alifatik, C-C, C=O, C=C alifatik, dan struktur tidak
mempunyai 7 ikatan rangkap terkonjugasi. Triterpenoid adalah
senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena
dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu
skualena, senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh
tinggi dan bersifat optis aktif (Harborne,1987). Senyawa triterpenoid
dapat dibagi menjadi empat golongan,yaitu: triterpen sebenarnya,
saponin, steroid, dan glikosida jantung.

e. Steroid
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang mengandung
inti siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana
dan sebuah cincin siklopentana. Senyawa steroid banyak ditemukan
dalam jaringan tumbuhan dan dapat ditemukan pada daun alpukat
(Persea americana Mill).

f. Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar
seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus
karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon.
Warna pigmen kuinon di alam beragam, mulai dari kuning pucat
sampai ke hampir hitam, dan struktur yang telah dikenal jumlahnya
lebih dari 450. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat dibagi menjadi
empat kelompok: benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon
isoprenoid. Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida larut
sedikit dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam
lemak dan akan terekstraksi dari ekstrak tumbuhan kasar bersama-
sama dengan karotenoid dan klorofil.

g. Tanin
Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat
fenol mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak
kulit. Secara kimia tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin
terkondensasi atau tannin katekin dan tanin terhidrolisis (Robinson,
1995). Tanin terkondensasi terdapat dalam paku-pakuan,
gimnospermae dan 8 angiospermae, terutama pada jenis tumbuh-
tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas pada
tumbuhan berkeping dua. Tanin merupakan komponen zat organik
derivat polimer glikosida yang terdapat dalam bermacam-macam
tumbuhan, terutama tumbuhan berkeping dua (dikotil). Monomer tanin
adalah digallic acid dan Dglukosa. Ekstrak tanin terdiri dari campuran
senyawa polifenol yang sangat kompleks dan biasanya tergabung
dengan karbohidrat rendah. Oleh karena adanya gugus fenol, maka
tanin akan dapat berkondensasi dengan formaldehida. Tanin
terkondensasi sangat reaktif terhadap formaldehida dan mampu
membentuk produk kondensasi.

2. Manfaat Daun Alpukat


Bagian tanaman alpukat yang memiliki banyak khasiat salah satunya
adalah bagian daun. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli menyebutkan
bahwa daun alpukat memiliki efek antifungi (Rahayu dan Nurhidayat,
2009), antihipertensi (Koffi et al., 2009), antimikroba (Gomez-Flores et
al., 2008), kardioprotektor (Ojewole et al., 2007), antihiperlipidemia (Brai
et al., 2007), hepatoprotektor (Martins et al., 2006), antikonvulsan
(Ojewole dan Amabeoku, 2006), aktivitas hipoglikemia (Antia et al.,
2005), vasorelaksan (Owolabi et al., 2005), serta analgesik dan
antiinflamasi (Adeyemi et al., 2002). Secara empiris daun alpukat
digunakan untuk mengobati kencing batu, darah tinggi, sakit kepala, nyeri
syaraf, sakit pinggang, nyeri lambung, saluran nafas membengkak, dan
menstruasi tidak teratur (Biopharmaca Research Center, 2013).
a. Aktivitas diuretik
Batu ginjal merupakan gejala penyakit yang disebabkan oleh
adanya sedimen urin dalam ginjal dan saluran kemih. Peningkatan
kadar ureum dan kreatinin merupakan salah satu indikator
terjadinya gangguan fungsi ginjal. Ekstrak etanol daun alpukat
melalui penapisan fitokimia mengandung flavonoid dan
mempunyai aktivitas diuretik yang dapat 9 memperlancar
pengeluaran urin dan penghancur batu pada saluran kemih
(Wientarsih, 2012: 57-58). Hal ini juga diperkuat oleh Madyastuti
(2010) yang melaporkan bahwa pemberian infusum daun alpukat
dapat menaikan laju filtrasi glomerulus, menghambat kenaikan
ureum, dan kreatinin, selain itu juga dapat menghambat kristalisasi
urin. Dengan demikian zat-zat yang terkandung dalam daun
alpukat bersifat sebagai peluruh kencing atau memiliki aktivitas
diuretik.

b. Antihipertensi
Glikosida pada daun alpukat dilaporkan memiliki aktivitas
menurunkan tekanan darah (Biopharmaca Research Center, 2013).
Azizahwati (2010) dalam Lusia (2011) hasil penelitiannya terbukti
daun alpukat memberikan efek dalam penurunan tekanan darah
sebesar 58 mmHg pada mencit jantan dan 54,5 mmHg pada mencit
betina dengan pemberian dosis terapi 40 Mg/kgBB. Salah satu cara
kerja daun alupukat adalah dengan mengeluarkan sejumlah cairan
dan elektrolit maupun zatzat yang bersifat toksik. Dengan
berkurangnya jumlah air dan garam di dalam tubuh maka
pembuluh darah akan longgar sehingga tekanan darah perlahan-
lahan mengalami penurunan. Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Sudarsono (1996) dalam Afdhal (2012) menunjukkan bahwa
daun alpukat dapat digunakan untuk pengobatan kencing batu
dengan cara kerja diuretik. Diuretik juga merupakan salah satu
penatalaksanaan yang digunakan untuk pengobatan hipertensi.
Dengan kata lain, efek diuretik yang ada dalam daun alpukat juga
dapat digunakan untuk pengobatan hipertensi. Efek antihipertensi
pada daun alpukat juga dijelaskan oleh Runy (2010) bahwa
seduhan daun alpukat menurunkan tekanan darah sistol 12.19 %
dan diastol sebesar 10.23%.

c. Antihiperlipidemia
Azizahwati (2010) dalam Lusia (2011) mengatakan selain sebagai
antihipertensi, hasil riset menunjukkan bahwa pemberian ekstrak
etanol daun alpukat memiliki efek antihiperlipidemia.
Hiperlipidemia adalah kondisi yang disebabkan oleh kandungan
lemak atau kolesterol yang 10 terlalu tinggi di dalam darah. Daya
pompa jantung dan sirkulasi volume darah pada penderita obesitas
dengan hipertensi akan lebih tinggi dibandingkan dengan penderita
yang mempunyai berat badan normal. Bagi yang mengalami
hiperlipidemia, pola makan berlemak menjadi penyebab utama.
Hal itu ditambah dengan gaya hidup kurang gerak sehingga
memicu hiperlipidemia. Hiperlipidemia merupakan salah satu
pemicu serangan jantung, yaitu manakala kolesterol dalam darah
yang mengendap sebagai plak di dinding pembuluh darah
menyumbat pembuluh darah. Hipertensi dan hiperlipidemia
menjadi penyebab kematian paling tinggi saat ini.

d. Hipoglikemia
Kandungan senyawa kimia dalam daun alpukat yang dilaporkan
dari penelitian tentang uji aktivitas hipoglemik (kadar gula darah
rendah) ekstrak daun alpukat (Persea americana Mill) ditemukan
senyawa saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, dan polisakarida
melalui uji fitokimia. Penelitian mengenai khasiat daun alpukat
sebagai hipolgikemik telah dilakukan pada ekstrak air daun alpukat
dengan dosis 100 mg/kg BB dapat menurunkan 60 pada kadar
glukosa darah (Antia et al, 2005).

e. Analgesik dan Antiinflamasi


Radang dapat disebabkan oleh kadar asam urat yang tinggi dalam
darah dan dapat menimbulkan penyakit gout. Gout adalah radang
sendi terlokalisasi yang sangat nyeri terutama di ibu jari tangan
dan kaki. Penyakit ini seringkali diawali dengan hiperurisemia
yang selanjutnya mendorong terbentuknya kristal jarum asam urat
di persendian. Adanya kristal jarum asam urat akan menyebabkan
inflamasi atau peradangan yang cukup serius dan menimbulkan
rasa tidak nyaman pada penderitanya (Heinrich et al, 2009 dalam
Fadhilah, 2012). Berdasarkan penelitian Adeyemi et al, (2002)
dalam Fadhilah, (2012) menyebutkan bahwa ekstrak air daun
alpukat menunjukkan efek analgesik dan anti-inflamasi pada tikus
udema yang diinduksi oleh karagenin. Hasil yang sama juga
dibuktikan dari hasil penelitian Guevara 11 et al, (2004) dalam
Fadhilah (2012) yang menyatakan bahwa ekstrak etanol daun
alpukat dapat mengurangi peradangan sebesar 75,6 % pada dosis 3
g/kg BB. Mengingat peradangan merupakan suatu gejala patologis
dari penyakit persendian maka daun alpukat menjadi alternatif
pengobatan gout.

f. Antimikroba Sebagai obat tradisional daun alpukat dilaporkan


bersifat antibakteri dan dapat menghambat pertumbuhan beberapa
bakteri seperti Staphylococcus aurus stain A dan B,
Staphylococcus albus, Pseudomonas sp, Proteus sp, Eschericeae
sp, dan Bacillus subtilis (Wijayakesuma, 1996). Hasil penelitian
juga dibuktikan oleh Aditya (2010) menyebutkan bahwa daun
Alpukat (Persea americana mill.) mengandung beberapa zat kimia
seperti Saponin, Alkaloid dan Flavonoid yang mempunyai efek
antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Selain itu
ekstrak daun alpukat juga mempunyai efek antimikroba terhadap
bakteri Escherichia coli (Nastiti, 2010).
Aktivitas flavanoid ini kemampuannya untuk membentuk
kompleks berikatan dengan protein ekstraseluler, protein soluble
dan dinding sel. Flavanoid yang bersifat lipofollik mempunyai
kemampuan akan merusak membran sel mikroba. Rusaknya
membran dan dinding sel akan menyebabkan metabolit penting di
dalam sel akan keluar, akibatnya terjadi kematian sel. Alkaloid
merupakan senyawa nitrogen heterosiklik, yang mengandung basa
nitrogen. Mekanisme kerja dari alkaloid dihubungkan dengan
kemampuan mereka untuk berinteraksi atau melekatkan diri di
antara DNA (Naim 2004 dalam Aditya 2010). Adanya zat yang
berada diantara DNA akan menghambat replikasi DNA itu sendiri,
akibatnya terjadi gangguan replikasi DNA yang akhirnya akan
menyebabkan kematian sel. Saponin mempunyai mekanisme kerja
pada mikroorganisme yaitu berikatan dengan kompleks
polisakarida pada dinding sel, sehingga dapat merusak dinding sel
dari bakteri tersebut. Sedangkan mekanisme kerja polifenol pada
mikroorganisme adalah sebagai inhibitor enzim oleh 12 senyawa
yang teroksidasi, kemungkinan melalui reaksi dengan grup
sulfhidril atau melalui interaksi nonspesifik dengan protein.
Hambatan pada enzim tersebut akan menganggu fungsi enzim dan
substratnyal. Apabila fungsi enzim dan substrat terganggu lambat
laun akan mengakibatkan kematian sel.
Dengan demikian, aplikasi klinis yang memungkinkan yaitu
penggunaan ekstrak daun Alpukat (Persea americana mill.) secara
topikal untuk pengobatan penyakit yang bermanifestasi pada kulit
akibat infeksi Staphylococcus aureus. Selain itu, penggunaan
ekstrak daun Alpukat secara oral untuk pengobatan diare akibat
infeksi Escheichia coli.

g. Antioksidan
Secara umum alkaloid sering digunakan dalam bidang pengobatan.
Daun alpukat (Persea americana Mill) dilaporkan memiliki
aktifitas antioksidan dan membantu dalam mencegah atau
memperlambat kemajuan berbagai stres oksidatif yang
berhubungan dengan penyakit. Alkaloid dapat berfungsi sebagai
zat antioksidan hal ini didukung oleh penelitian uji antioksidan
(Hanani, 2005). Sejumlah senyawa fenolik juga merupakan
senyawa antioksidan yang tinggi, pada penelitian Dewa (2009: 61-
63) yang menguji kandungan total fenolik pada ekstrak daun
alpukat menunjukkan hasil bahwa aktivitas penangkap radikal
bebas dari sifat komponen fenolik ekstrak daun alpukat sangat
berpotensi sebagai antioksidan alami yang dapat digunakan
sebagai antioksidan bahan pangan. Shahidi dan Naczk (2004)
dalam Dewa (2009: 60-62) menyatakan bahwa antioksidan
senyawa fenolik dapat berperan sebagai donor hidrogen kepada
radikal bebas sehingga menghasilkan radikal stabil yang berenergi
rendah yang berasal dari senyawa fenolik yang kehilangan atom
hidrogen, struktur radikal baru ini menjadi stabil karena terjadinya
resonansi pada cincin benzenanya (radikal peroksi).

h. Antelmintik
Daun alpukat selain mengandung flavanoid dan saponin juga
mengandung tanin. Saponin dan tanin merupakan senyawa aktif
yang 13 memiliki efek antelmintik. Saponin memiliki efek
menghambat kerja enzim kolinesterase yang menyebabkan
penumpukan asetilkolin sehingga otot cacing mengalami
hiperkontraksi. Sedangkan tanin merusak protein tubuh cacing
sehingga permukaan tubuh cacing menjadi tidak permeabel lagi
terhadap zat diluar tubuh cacing. Berdasarkan hasil penelitian Reza
(2010) disimpulkan bahwa infusa daun alpukat memiliki pengaruh
terhadap waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze in vitro.
Semakin tinggi konsentrasi infusa daun alpukat, maka semakin
cepat waktu kematian cacing Ascaris suum, Goeze in vitro.
Dengan demikian daun alpukat bermanfaat untuk mengobati
infeksi askariasis yang sering terjadi pada anak-anak usia 3-8
tahun.

i. Insektisida
Ekstrak daun alpukat (Persea americana Mill) mempunyai potensi
sebagai insektisida. Senyawa alkaloid yang terkandung dalam
suatu jenis tanaman dapat bersifat sebagai bioaktif penolak
(repellent) nyamuk (Mustanir dan Rosnani, 2008). Hal ini
diperkuat penelitian Taurina (2011) menunjukkan bahwa ekstrak
etanol daun alpukat memiliki potensi sebagai insektisida terhadap
nyamuk dewasa Culex sp. Daun alpukat (Persea americana Mill)
mengandung senyawa saponin dan flavonoid. Flavonoid dapat
menghambat kerja fosfodiesterase. Flavonoid masuk ke dalam
mulut serangga melalui sistem pernapasan berupa spirakel
akibatnya serangga tidak bisa bernapas dan akhirnya mati.
3. Kerangka Teori

HIPERTENSI

Etiologi: Faktor resiko:

a. Genetik a. Riwayat keluarga dengan


b. Obesitas
penyakit jantung dan hipertensi
c. Stress Lingkungan.
b. Pria usia 35 55 tahun dan
d. Hilangnya Elastisitas
wanita > 50 tahun atau sesudah
jaringan
menopause
c. Kebanyakan mengkonsumsi
garam/natrium
d. Sumbatan pada pembuluh darah
(aterosklerosis) disebabkan oleh
beberapa hal seperti merokok,
kadar lipid dan kolesterol serum
meningkat, caffeine, DM, dsb.
e. Factor emosional dan tingkat
stress
f. Gaya hidup yang monoton
g. Sensitive terhadap angiotensin
h. Kegemukan
Terapi non farmakologis: i.
Terapi Pemakaian kontrasepsi oral,
Farmakologis:
seperti esterogen.
a. Kecukupan cairan
tubuh a. diuretik,
Manfaat daun alpukat:
b. Diet sayuran dan b. ACE-
a.buah-buahan
Antifungi inhibitor
c. b.Jangan terlalu lelah
Antihipertensi c. -Blocker
d. c.Jaga berat
Antimikrobabadan Kandungan utama daun
e. Asupan gizi seimbang alpukat:
d. Kardioprotektor
- Karbohidrat
e. Antihiperlipidemia Steroid
- Protein
f.- Hepatoprotektor
Lemak tanin,
g.- Antikonvulsan
Vitamin saponin
h.- aktivitas
Mineral hipoglikemia Pemberian Air
flavonoid
rebusan daun
i. vasorelaksan
alkaloid
alpukat
j. serta analgesik dan
Terjadi penurunan fenol
antiinflamasi.
tekanan darah antaquinon
triterpen

You might also like