You are on page 1of 20

SYOK

GOLONGAN PENYAKIT 3B

I. Defenisi
Syok adalah suatu sidrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik
dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian
pada hemostasis tubuh yang seriusseperti, perdarahan yang massif, trauma atau
luka bakar berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok
kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol(syok septic), tonus
vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respon imun(syok
anafilaktik). (Wijaya, 2006).
II. Klasifikasi syok:
1. Syok Septik
a. Defenisi: Shock sepsis adalah suatu sindroma klinik akibat adanya
invasi akut kedalam oleh organisme tertentu atau produk toksiknya
(Root 1991; Reynart 1991). Menurut Dobb 91991), shock sepsis adalah
suatu sindroma sepsis yang disertai menurunnya tekanan darah lebih
dari 40 mmHg dari baseline, dan memberikan respon terhadap
pemberian cairan infus dan obat.
b. Epidemiologi: Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia
karena infeksi bakteri gram negatif di AS yaitu antara 100.000-300.000
kasus pertahun, tetapi sekarang insiden ini meningkat antara 300.000-
500.000 kasus pertahun (Bone 1987, Root 1991). Shock akibat sepsis
terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi yang seirus.
Walaupun insiden shock sepsis ini tak diketahui namun dlambeberapa
tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini disebabkan cukup banyak faktor
predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis
hati,alkoholismus,leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis
danimunosupresan, nutrisiparenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius
dan gastrointestinal. Di AS shock sepsis adalah penyebab kematian yang
sering di ruang ICU.
c. Etiologi: Syok sepsik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif
70% (Pseudomonasauriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E.choli,
Proteus). Infeksi bakteri gram positif 20-40%(Stafilokokus aureus,
Stretokokus, Pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3%
( Dengue Hemorrhagic Fever , Herpes viruses), protozoa (Malaria
falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah
Pseudomonas, disusul oleh Stapilokokus dan Pneumokokus. Syok sepsik
yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus,
sedangkan gram positif adalah 5-15% dari kasus (Japardi, 2002)
d. Patofisologi: Patofisiologi syok septik tidak terlepas dari patofisologi
syok septik itu sendiri dimana endotoksin (lipopolisakarida) yang
dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang
melibatkan berbagai mediator inflamasi yaitu: sitokin, netrofil,
komplemen, NO dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada
sepsis merupakan proses homeostatis dimana terjadi keseimbangan
antara proses inflamasi dan antiinflamasi. Kemampuan homoestatis pada
proses inflamasi ini terkait dengan faktor suseptibilitas individu
terrhadap proses inflamasi tersebut. Bilamana terjadi proses inflamasi
yang melebihi kemampuan homeostatis, maka akan terjadi proses
inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbgai proses inflamasi
yang bersifat destruktif. Keadaan tersebut akan menimbulkan gangguan
pada tingkat seluler pada berbagai organ.
Gangguan pada tingkat sel yang juga menyebabkan disfungsi endotel,
vasodilatasi, akibat pengaruh NO menyebabkan terjadinya maldistribusi
volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Faktor lain
yang juga berperan adalah disfungsi miokard akibat pengaruh berbgai
mediator sehingga terjadi penurunan curah jantung. Berlanjutnya proses
inflamasi yang maladapatif akan menyebabkan gangguan gangguan
fungsi berbagi organ yang dikenal sebagai disfungsi multipel (Pohan,
2006).
e. Gambaran Klinis :.1) Demam Tinggi, 2) Sering terjadi vasodilatasi
nyata di seluruh tubuh, 3) Curah jantung yang tinggi pada sekitar
separuh penderita, disebabkan oleh adanyavasodilatasi di jaringan yang
terinfeksi dan oleh derajat metabolik yang tinggi danvasodilatasi di
tempat lain dalam tubuh, akibat dari rangsangan toksin bakteri
terhadapmetabolisme sel dan dari suhu tubuh yang tinggi,
4) Melambatnya aliran darah, mungkin disebabkan oleh aglutinasi sel
darah merah sebagairespons terhadap jaringan yang mengalami de-
generasi, 5) Pembentukan bekuan kecil di daerah yang luas dalam tubuh,
keadaan yang disebut koagulasiintravaskular menyebar. Hal ini juga
menye-babkan faktor-faktor pembekuan menjadi habisterpakai sehingga
timbul perdarahan di banyak jaringan, terutama dinding usus dan
traktusintestinal.Pada tahap dini dari syok septik, biasanya pasien tidak
memperlihatkan tanda-tandakolaps sirkulasi tetapi hanya tanda-tanda
infeksi bakteri. Setelah infeksi menjadi lebih hebat,sistem sirkulasi
biasanya ikut terlibat baik secara langsung ataupun sebagai akibat
sekunder daritoksin bakteri. Akhirnya sampailah pada suatu titik di
mana kerusakan sirkulasi me1. Demam tinggi2. Seringkali
vasodilatasi nyata di seluruh tubuh, terutama pada jaringan yang
terinfeksinjadi progresif serupa dengan yang terjadi di seluruh jenis syok
lainnya. Tahap akhir dari syok septik tidak banyak berbeda dengan tahap
akhir syok hemoragik, meskipun faktor-faktor pencetusnyasangat
berlainan pada kedua macam syok tersebut.
f. Pemerisksaan Penunjang: foto torax, elektrokardiogram, pemeriksaan
PO2 dan PCO2, PH darah arterial ( Harrison 2000).
g. Diagnosa: Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang
banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika
terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolik (seperti urea
nitrogen) dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan
adanyaasidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG
jantung menunjukkanketidakteraturan irama jantung, menunjukkan
suplai darah yang tidak memadai ke otot jantung.Biakan darah dibuat
untuk menentukan bakteri penyebab infeksi (Guyton,2006).
h. Penatalaksanaan: Memberantas infeksi :
- Meningitis, umur > 1 bulan
- Ampiciline 300 400 mg/KgBB/hari dibagi 6 dosis
- Chloramphenicol 100 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis
- Resiko tinggi infeksi gram negatif Moxalactam, cefotaxime,
ceftazidime dan cephalosporin generasi IIIgram negatif aerob dan
anaerob
- Jamur Candida dapat diberikan amphotericin BDosis 0.25 0.30
mg/KgBB/hari dalam waktu 3 6 jamDosis dapat dinaikkan perlahan-
lahan0.1 0.25 mg/KgBB sampai
0.5 1.0 mg/KgBB/ hari (maksimal 50 mg/hari) dandiberikan selama
10 14 hariPemakaian Antibiotik. Setelah diagnosa sepsis ditegakkan,
antibiotik harus segeradiberikan, dimana sebelumnya harus dilakukan
kultur darah, cairan tubuh, dan eksudat.Pemberian antibiotik tak perlu
menunggu hasil kultur. Untuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari
mana kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan
terapikombinasi untuk gram positif dan gram negatif. Indikasi terapi
kombinasi yaitu:
- Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui.
- Pasien yang dapat imunosupresan, khususnya dengan netropeni.
- Dibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat pathogen
(pseudomonasaureginosa,enterococcus). 2. Mempertahankan perfusi
jaringan yang adekuat :a. Pemberian cairan & pengaturan
keseimbangan asam basa Ringer laktat 10 20 ml/KgBB/beberapa
menit sampai 1 jam untuk memperbaikivolume cairan intravaskuler b.
Kadar protein total 4.5 gr/100 ml dapat diberikan FFPc.Tekanan vena
sentral 56
cmH2O dengan hipotensi diberi cairan kristaloid lagi 10 20ml/KgBB
selama 10 menitd.
- Tekanan vena sentral 6 10 cmH2O cairan kristaloid 5 10 ml/KgBB
sampai tekananvena sentral mencapai 10 15 cmH2Oe.
- Transfusi darah bila Ht 3% untuk mempertahankan Ht antara 35 40 %
- Sodium bikarbonat digunakan untuk koreksi gangguan asam basa.Jika
dalam keadaan darurat diberi 1 2 mEq/KgBB dengan kecepatan
1mEq/kgBB/meni
- Obat-obat vasoaktif bila curah jantung tetap rendah
walaupun pemberian cairan sudahadekuat atau bila ada edema paru
diberikan:Golongan xanthine (aminophyllin)GlucagonCardiac
glucocide, digitalis dan derivatnyah.
- Golongan steroid yang diberikan :Dexamethasone 1 3 mg/kgBB
atauMethyl prednisolon 30 mg/kgBB setiap 4-6 jam selama 72 jam3.
- VentilasiJalan nafas harus bebasOksigenasi yang adekuatBila ada
tanda-tanda kegagalan pernafasan akut :HiperventilasiHipoksemia
berat Hiperkapnea Bila terjadi adult respiratory distress syndrome
- PEEP dan ventilator mekanik 4. Pengobatan supportif Nutrisi dengan
tinggi kalori protein, dan pemberian mineralBila ada gagal ginjal
dipertimbangkan dialisis peritonealKoreksi PIM dengan komponen
darah (FFP atau trombosit).
i. Komplikasi: Disfungsi renal dan gangguan metabolisme berbagai zat
nutrisi ( Pohan, 2006)
j. Prognosis: Perbaikan sepsis lebih tergantung kepada faktor host dari
pada virulensiorganisme. Angka mortalitas lebih dipengaruhi oleh
underlying disease, misal pasien sepsis dengan leukemia akut lebih
tinggi angka mortalitasnya dari pada pasen sepsis lainnya (Root, 1991).
III. Syok Hiopvolemik
a. Defenisi: Terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah
dalam pembuluh darah yang berkurang (Wijaya, 2006).
b. Etiologi: Perdarahan, Kehilangan plasma ( luka bakar luas,
pankreatitis dll), Kehilangan cairan ekstraseluler (diare, muntah,
dehidrasi dll) (wijaya, 2006)
c. Patofisiologi: Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian
pembuluh darah rata-rata dan menurunkan aliran darah bailk ke
jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah
jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa
kejadian pada beberapa organ:
- Mikrosirkulasi: ketika curah jantung turun, tahanan vaskular
sitemik akan berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik guna
menyediakan perfusi yang cukup untuk jantung dan otak melebihi
jaringan lain seperti otot, kulit, dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme
di jantung dan otak sangat tinggo tetapi kedua sel organ itu tidak
mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat
tergantung pada ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat
rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi
kemampuan toleransi jantung dan otak.
- Neuroendokrin; Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat
dideteksi oleh baroresptor dan kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor
tadi berperan dalam resppons autonom tubuh yang mengatur
perfusi serta abstrak lain.
- Kardiovaskular: Tiga variabel ( pengisian atrium, tahanan terhadap
tekanan vengrikel dan kontraktilitas miokard bekerja keras dalam
mengontrol volume sekuncup.
- Gastrointestinal: Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan
intestinal, maka terjadi peningkatan absorpsi endotoksin yang
dilepaskan oleh bakteri gran negatif yang mati di dalan usus
( wijaya, 2006).
d. Gambaran klinis: Tergantung pada penyakit primer penyebab syok,
kecepatan dan jumlah cairan yanghilang, lama renjatan serta kerusakan
jaringan yang terjadi, tipe dan stadium renjatan. Secaraklinis
perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu fase kompensasi,
dekomensasi, danireversibel (Basilia, 2008). Takikardi, hipotensi
ortostatik, tekanan darah menurun ( Wijaya, 2006).
e. PemeriksaanPenunjang
- Hemoglobin dan hematokrit: Pada fase awal renjatan syok karena
perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih
tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdar
ahan berlangsung lama,karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung
dari kecepatan hilangnya darah yangterjadi. Pada syok karena
kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada DF atau diaredengan
dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.
- Urin: Produksi urin akan menuru, lebih gelap dan pekat. Berat jenis
urin menigkat >1,020.Sering didapat adanya proteinuria.
- Pemeriksaan BGA pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah
menurun. Bila proses berlangsung terus maka proseskompensasi
tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan
denganmakin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2
dan HCO3. Terdapat perbedaan yang jelas antara PO2 dan PCO2
arterial dan vena.
- Pemeriksaan elektrolit serum

- Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan


elektrolit sepertihiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia
terutama pada penderita dengan asidosis
- Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan serum kreatinin
penting pada renjatanterutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal

- Pemeriksaan faal hemostasis


- Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit
primer
f. Diagnosa: Pada pemeriksaan fisis perlu dibedakan hipovolemik akibat
kehilangan cairan keluar tubuh seperti pada diare atau perpindahan
cairan ke ruang interstitial seperti pada
demam berdarah dengue atau sepsis. Anak dengan kehilangan cairan k
e luar tubuh akan menunjukkantanda klasik dehidrasi seperti ubun-
ubun besar cekng, mata cekung, mucosa kering, turgor kulitturun, refill
kapiler turun, karal dingin, dan penurunan status mental.Anak dengan
perpindahan cairan ke ruang interstitial menunnjukkan tanda
gangguan perfusi seperti refill kapiler yang menurun, akral, dingin, dan
penurunan status mental tanpaadanya tanda lain yang dijumpai pada
anak dehidrasi. Tekanan darah akan menurun bila terjadikehilangan
cairan lebih dari 30%. Pada syok akibat perdarahan hipotensi biasanya
terjadi bilakehilangan darah lebih dari 40% volume.
g. Penatalaksanaan:
1. Bebaskan jalan nafas, oksigen (FiO2100%), kalau perlu
bias diberiakan ventilator support.
2. Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat
diulang 2-3 kali. Bila akses venasulit pada anak balita dapat
dilakukan akses intraosseous di pretibia. Pada renjatan
berat pemberian cairan dapat mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1
jam. Bila resusitasi cairan sudahmencapai 2-3 kali tapi respons
belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi
dan bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang
kateter tekanan vena sentral(CVP).
3. Inotropik, indikasi: renjatan,refrakter terhadap
pemberian cairan,renjatan kardiogenik.Dopamin : 25 tg/kg BB/
menit. Epinephrine: 0,1 g/KgBB/menit iv, dosis bisa
ditingkatkan bertahap sampai efek yangdiharapkan, pada
kasus-kasus berat bisa sampai 2-3 g/kg BB/ menit.
4. Dobutamin: 5 g/KgBB/menit iv, ditingkatkan bertahap sampai
20 g/KgBB/menit iv. Norepinephrine : 0,1 g/KgBB/menit iv,
dapat ditingkatkan sampai efek yang diharapkan.
5. KortikosteroidKortikosteroid yang diberikan adalah
hydrocortison dengan dosis 50 mg/KgBB iv bolus dilanjutkan
dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continuous
infusion.
h. Koplikasi:
- Gagal ginjal akut,
- ARDS (acute respiratory distressmsyndrome/shock lung )
- Depresi miokard-gagal jantung
- Gangguan koagulasi/pembekuan-
- SSP dan Organ lainEvaluasi gejala sisa SSP sangat penting,
mengingat organ ini sangat sensitif terhadaphipoksia yang dapat
terjadi pada renjatan berkepanjangan.
- Renjatan ireversibel.
IV. Syok Kardiogenik
a. Defenisi: Gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah jantung
sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup dan dapat
mengakibtakan hipoksia jaringan (Nasution, 2006).
b. Epidemiologi; syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina
pektoris tak stabil dan 2,1% pada pasien MT non-elevasi ST.
c. Patofisiologi: Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan faal
pompa jantung yang mengakibatkancurah jantung menjadi kecil atau
berhenti sama sekali. Secara mekanisme mungkin disebabkanoleh
robeknya dinding ventrikel, regurgitasi oleh karena infark juga
mengenai katub jantung, aritmia, atau disfungsi dari ventrikel kiri,
kanan ataupun keduanya.Pada robeknya dinding ventrikel terjadi 3-6
hari sesudah infark diikuti dengan tamponade dansyok dan
peninggian CVP serta tekanan baji pada arteri pulmonalis. Sedangkan
regurgitasi dapatterjadi karena infark mengenai muskulus papilaris.
Disfungsi dari ventrikel kanan dapat dilihatdari meningginya CVP
sedangkan pada ventrikel kiri ditandai dengan edema paru.Kegagalan
pompa jantung menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung
(cardiac output)dan menyebabkan kegagalan perfusi ke jaringan,
akibatnya berbagai organ mengalamikekurangan oksigen sementara
terjadi kompensasi tubuh untuk mempertahankan pengalirandarah ke
otak. Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat
dari kegagalan ventrikelkiri. Penurunan kontraktilitas jantung
mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dantekanan
akhir diastolik ventrikel kiri sehingga menyebabkan kongesti paru
dan edema. Denganmenurunnya tekanan arteri sistemik, maka terjadi
perangsangan baroreseptor pada aorta dansinus karotikus.
Perangsangan simpatoadrenal menimbulkan reflek vasokonstriksi,
takikardi,dan peningkatan kontraktilitas untuk menambah curah jantu
ng dan menstabilkan tekanan darah.Kontraktilitas akan terus
meningkat melalui hukum starling melalui retensi natrium dan air.
Jadimenurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai
respon kompensatorik yangmeningkatkan beban akhir dan beban
awal. Meskipun mekanisme ini pada mulanya akanmeningkatkan
tekanan arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap
miokard,justru buruk karena meningkatkan beban kerja jantung dan k
ebutuhan oksigen miokard. Aliran darahkoroner yang tidak memadai
(terbukti dengan adanya infark) menyebabkan
meningkatnyaketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen terhadap miokardium. Syok kardiogenik dicirikan oleh
lingkaran setan (vicious circle) dimana terjadi
penurunankontraktilitas miokardium (depression of myocardial
contractility), biasanya karena iskemia,menyebabkan pengurangan
cardiac output dan tekanan arteri (arterial pressure),
dimanamenghasilkan hipoperfusi miokardium dan iskemia lanjutan
dan penurunan cardiac output. Disfungsi miokardial sistolik
mengurangi stroke volume; dan bersama dengan disfungsidiastolik,
memicu peninggian tekanan end-diastolic ventrikel kiri dan
pulmonary capillarywedge pressure/PCWP (> 18 mmHg) seperti
pada kongesti paru.Penurunan/pengurangan perfusi koroner memacu
pemburukan iskemia, disfungsi miokardium progresif, dan spiral
menurun yang cepat (rapid downward spiral),bilamana jika tidak
diputus,seringkali menyebabkan kematian(Anurogo, 2009). Sindrom
respon peradangan sistemik [ systemic inflammatory response
syndrome(SIRS)]dapat menyertai infark yang luas dan syok. Sitokin
peradangan (inflammatory cytokines),inducible nitric oxide synthase
(INOS), dan kelebihannitric oxide dan peroxynitrite
dapat berkontribusi terhadap asal-usul ( genesis) syok kardiogenik
sebagaimana yang mereka lakukanterhadap bentuk lain syok.
Asidosis laktat dari perfusi jaringan yang buruk dan hipoksemia
dariedem paru ( pulmonary edema) dapat sebagai hasil dari
kegagalanpompa,kemudian berkontribusi terhadap lingkaran setan ini
dengan memburuknya iskemia miokardium danhipotensi. Asidosis
berat (pH < 7,25) mengurangi daya kemanjuran/efektivitas (efficacy)
yangsecara endogen dan eksogen telah diberi katekolamin
catecholamines)(Anurogo, 2009).
d. Gambaran Klinis: Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg atau 30-60
mmHg dibawah batas bawah sebelumnya
- Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama
- Keluaran urin < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar
natrium dalam urin.
- Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingi dan lembab-
- Gangguan fungsi mental
- Indeks jantung < 2,1 L/menit/m2
- Bukti gagal jantung kiri dengan LVEDP/tekanan baji kapiler paru
(PCWP) 18-21 mmHg.
e. Pemeriksaan penunjang: Elektrokardiagram, foto roentgen dada,
ekokardiografi, pematauan hemodinamik, saturasi oksigen
(Nasution,2006)
f. Diagnosa: Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui
adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung,
seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasanyeri
daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan
katub atau sekat jantung. Syok kardiogenik ditandai dengan tekanan
sistolik rendah (kurang dari 90mHg), diikutimenurunnya aliran darah
ke organ vital : Produksi urin kurang dari 20 ml/jam,Gangguan
mental, gelisah, sopourus,Akral dingin,Aritmia yang serius,
berkurangnya aliran darah koroner, meningkatnya laktat kardial.
Meningkatnya adrenalin, glucose, free fatty acid cortisol , rennin,
angiotensin plasma sertamenurunnya kadar insulin plasma.Pada
keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun sekunder,
terjadi karenaketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan
asidosis metabolic. Hipovolemiamerupakan komplikasi yang sering
terjadi pada syok kardiogenik, disebabkan olehmeningkatnya
redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel, stres akut, ataupun
penggunaandiuretika. Kriteriahemodiamik syok kardiogenik adalah
hipotensi terus menerus (tekanan darahsistolik < 90 mmHg lebih dari
90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2)
danmeningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg).Diagnosis dapat
juga ditegakkan sebagai berikut:1.Tensi turun : sistolis < 90 mmHg
atau menurun lebih dari 30-60 mmHg dari semula,sedangkan tekanan
nadi < 30 mmHg,Curah jantung, indeks jantung <
2,1 liter/menit/m2,Tekanan di atrium kanan (tekanan vena sentral)
biasanya tidak turun, normal, rendah sampaimeninggi,tekanan
diatrium kiri (tekanan kapiler baji paru) rendah sampai meninggi,
Resistensi sistemis, asidosis.
g. Penatalaksanaan: Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar
sebaiknya dilakukan intubasi.Berikan oksigen8 - 15 liter/menit dengan
menggunakan masker untuk mempertahankanPO2 70 - 120 mmHg.
Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada
harus diatasidengan pemberian morfin.
- Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan
asam basa yang terjadi.
- Bila mungkin pasang CVP. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk
meneliti hemodinamik.
- Medikamentosa :1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.2. Anti
ansietas, bila cemas.3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium
fibrilasi.4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.5.
Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi
jantung tidak adekuat.Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.6.
Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan
amrinon IV.7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.8.
Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi
jaringan.9. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi
supraventrikel.
h. Komplikasi: Ruptur septal ventrikel, disfungsi oto papilaris dan
ruptur miokard.
V. Syok Neurogenik
a. Defenisi: Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor
sehingga,hipotensidan penimbunan darah pada pembuluh tampung (cap
acitance vessels). Syok neurogenik terjadikarena hilangnya tonus
pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.Syok neurogenik
jugadikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari
perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh
cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala,cedera spinal, atau
anestesi umum yang dalam).
b. Etiologi:
- Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok
spinal).
- Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri
hebat pada fraktur tulang.
- Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
- Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
- Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut
c. Patofisologi: Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana
penurunan perfusi jaringan dalamsyok distributif merupakan hasil
utama dari hipotensi arterial karena penurunan
resistensi pembuluh darah sistemik(systemic vascular resistance).
Sebagai tambahan, penurunan dalamefektifitas sirkulasi volume
plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulandarah
di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan
intersisialkarena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi d
isfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel,
penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsiventrikel. Pada
keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat
sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik
mengacu pada hilangnya tonussimpatik (cedera spinal). Gambaran
klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardiatau
vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal
berlebihan yangmengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio
splanknikus, sehingga perfusi ke
otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lin
gkungan yang panas, terkejut,takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa
juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yangmemperlambat
kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke
pembuluhdarah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan
emosional. Pada penggunaan anestesispinal, obat anestesi
melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan
tonusvenomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan
ketakutan meningkatkan vasodilatasikarena mekanisme reflek yang
tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan
terjadi sinkop, syok neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan
simpatis descendenske pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh
darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia.
d. Gambaran klinis: Tekanan darah menurun, nadi semakin lambat dan
defisit neurologis.
e. Diagnosis: Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok
neurogenik terdapat tandatekanan darah turun, nadi tidak bertambah
cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi)kadang disertai dengan
adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atauparaplegia.
f. Diagnosis Banding: Diagnosis banding syok neurogenik adalah sinkop
vasovagal. Keduanya sama-samamenyebabkan hipotensi karena
kegagalan pusat pengaturan vasomotor tetapi pada sinkopvasovagal hal
ini tidak sampai menyebabkan iskemia jaringan menyeluruh
danmenimbulkan gejala syok. Diagnosis banding yang lain adalah syok
distributif yang lainseperti syok septik, syok anafilaksi. Untuk syok
yang lain biasanya sulit dibedakan tetapianamnesis yang cermat dapat
membantu menegakkan diagnosis.
g. Penatalaksanaan: Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan
pemberian vasoaktif seperti fenilefrindan efedrin, untuk mengurangi
daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapilerdan vena
kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat
tersebut. 1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari
kaki (posisi Trendelenburg).2. Pertahankan jalan nafas dengan
memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakanmasker.
Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat,penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah iniuntuk menghindari pemasangan endotracheal
yang darurat jika terjadi distres respirasiyang berulang. Ventilator
mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamikdengan
menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi. 3. Untuk
keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan.Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500cc bolus dengan
pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral,turgor kulit,
dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.4. Bila tekanan
darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada
perdarahan seperti ruptur lien) . DopaminMerupakan obat pilihan
pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa
dengannorepinefrin. Jarang terjadi takikardi. NorepinefrinEfektif jika
dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinyahipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin
gagal dalam menaikkantekanan darah secara adekuat. Pada pemberian
subkutan, diserap tidak sempurna jadisebaiknya diberikan per infus.
Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruhvasokonstriksi
perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi).Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah
normal kembali. Awasi pemberianobat ini pada wanita hamil, karena
dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus. Epinefrin pada
pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolismecepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama
kuat dengan pengaruhnya terhadapjantung Sebelum pemberian obat ini
harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidakmengalami syok
hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan
vasodilatasiperifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik
DobutaminBerguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan
darah melalui vasodilatasi perifer.
ANGINA PECTORIS

GOLONGAN PENYAKIT 3B

a. Defenisi
Suatu keadaan yang terjadi karena tidak cukupnya curah jantung untuk
mempertahankan fungsi alat-alat vital akibat disfunsi otot jantung.
b. Epidemiologi
Data penelitian Frangmingham tahun 1950-1960 menunjukkan bahwa dari
empat pria dengan angina satu orang akan mengalami infark miokard dalam
waktu 5 tahun. Kematian tahunan pada penderita dengan lesi pada satu dan
dua pembuluh darah koroner adalah 1,5% dan kira-kira 6% untuk lesi pada
tiga pembuluh darah koroner.
c. Patofisiologi
Syok kardiogenik karena infark miokard akut biasanya terjadi bila
kerusakan otot jantung lebih besar 40%, sedangkan angka kematian
mencapau 80%. Karena kerusakan iskemik dan nekrosis berjalan
progresif, maka terjadi perburukan hemodinamik, yang berkembang dalam
waktu beberapa jam dan bisa sampai beberapa hari sejak mulainya tanda-
tanda infark miokard akut. Biasanya kadar ensim-ensim jantung
meningkat tinggi.
Syok Kardiogenik biasanya dalam situasi infark akut dinding
anterior dan anteroseptal dengan infark baru atau kama di apeks. Disini
terjadi obstruksi proksimal arteri koronaria desendens anterior kiri.
Kebanyakan terjadi pula pada penyakit pembuluh darah koroner.
d. Gambaran Klinik
Terdapat gambran hemodinamik yang konsisten dan khas,.
Tekanan sistolik arteri dan rata-rata arteri menurun, denyut jantung
meningkat karena adanya disfungsi ventrikel kiri yang berat. Indeks
jantung sangat rendah, terjadipeningkatan tahanan pembuluh sistemik
sebagai akibat kegagalan ventrikel kiri.
e. Pemeriksaan penunjang
Uji latih jantung dengan beban, Skintigrafi Thallium-201 dan
Angiografi koroner.
f. Diagnosa
- Anamnese

Diagnosa angina pectoris terutama didapatkan dari anamnese


mengenai riwayat penyakit, karena diagnosa pada angina sering kali
berdasarkan adanya keluhan sakit dada yang mempunyai cirri khas
sebagai berikut :
Letaknya, seringkali pasien merasakan adanya sakit dada di daerah
sternum atau dibawah sternum, atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang
menjalar ke lengan kiri kadang-kadang dapat menjalar ke punggung,
rahang, leher, atau ke lengan kanan.
Kualitas sakit dada pada angina biasanya timbul pada waktu
melakukan aktivitas. Sakit dada tersebut segera hilang bila pasien
menghentikan aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada waktu
tidur malam. Lamanya serangan sakit dada biasanya berlangsung 1 5
menit, walaupun perasaan tidak enak di dada masih dapat terasa setelah
sakit dada hilang . bila sakit dada berlangsung lebih dari 20 menit ,
mungkin pasien mendapat serangan infark miokard akut dan bukan
disebabkan angina pectoris biasa. Dengan anamnese yang baik dan teliti
sudah dapat disimpulkan mengenai tinggi rendahnya kemungkinan
penderita tersebut menderita angina pectoris stabil atau kemungkinan
suatu angina pectoris tidak stabil. Ada 5 hal yang perlu digali dari
anamnese mengenai angina pectoris yaitu: lokasinya, kualitasnya,
lamanya, factor pencetus, factor yang bisa meredakan nyeri dada tersebut.
g. Diagnosa Banding
Sakit di dada dapat berasal dari berbagai struktur, termasuk disni
jantung, jaringan ikat sekelilingnya seperti perikardium, paru-paru dan
pleura. Begitu pula kelainan pembuluh darah besar, mediastinum,
esophagus dan alat tubuh dibawah diafragma seperti perut dan kantung
empedu. Kelainan neuromuskular dan muskulskeletal di daerah tersebut
juga dapat memberikan keluhan yang sama. Walaupun begitu riwayat sakit
dadanya merupakan informasi yang paling menentukan dalam evaluasi
penyebab sakit dada tersebut.
Sakit khas adalah retrosternal dan radiasi dapat ke leher dengan
perasaan tercekik. Sering menyebar ke bagian dalam tangan kiri di bawah
ketiak sedangkan sakit dari muskuloskeletal biasanya terasa di bahu atau di
bagian luar tangan.
h. Penatalaksanaan
- Terapi umum: menghindari merokok, istirahat dan diet
- Medikamentosa: Nitrogliserin sublingual 0,3-06 mg, pencegahan
serangan (isosorbid mono/dinitrat), nitrogliserin, penghambat beta
adrenergik dan atagonis.
- Monitoring hemodinamik.
i. Komplikasi: Infark miokard akut
j. Prognosis: Penderita yang simtomatis progonisnya lebih buruk
diabandingkan dengan yang tanpa simtom. Apabila diberi terapi
pemasangan kateterisasi jantung dan pengobatan cairan prognosisnya
semakin baik.

DAFTAR PUSTAKA
Anurogo, Dito. 2009. Segala hal tentang Syok Jantung . Dalam
http://www.medicastore.com,diakses tanggal 15 September 2010.2.

Azis AL, Dharmawati I, Kushartono. 2008. Renjatan Hipovolemi Pada Anak in:
Pedoman Diagnosa dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
III. Buku 3. Rumah SakitUmum Daerah dr. Soetomo. Surabaya. Pp. 4-
7.3.
Azis AL, Dharmawati I, Kushartono. 2008. Renjatan Anafilaksis in: Pedoman
Diagnosadan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 3.
Rumah Sakit UmumDaerah dr. Soetomo. Surabaya. Pp. 8-9.4.

Bone et al. Sepsis and multiple organ failure . The 12th Asia Pacific congress on
diseases of the chest Seul,1992:8-18

Bone et.al. A controlled clinical trial of high dose methylprednisolone in the


treatment of severe sepsisand septic shock. The NEJM 317: 653-658

Dobb G. Multiple organ failure, words mean what I say they mean, in intensive
care word, 1991 8(4):157-159

Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.5.

Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta.

Hasan R, Atlas H. 2005. Ilmu Penyakit Anak Buku Kuliah 3. Infomedika,


Jakarta.6.

Japardi, Iskandar. 2002. Manifestasi Neurologik Shock Sepsis.


http://library.usu.ac.id/download/fk/bedahiskandar%20japardi20.pdf di
akses pada 14 April2013.7.
Kalagis, RMW. 1996. Buku Ajar Kardiologi. Fakultas Krdokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.

Nasution, Sally A. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit IPD FK
Universitas Indonesia. Jakarta.

Pohan, Herdinan T. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit IPD FK
Universitas Indonesia. Jakarta.
Root, Jacobs. Septicemia and septic shock, in principles o finternal medicine.
12thed. New York: McGraw Hill, 1991:502-507
Wijaya, Ika P. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit IPD FK
Universitas Indonesia. Jakarta.

NAMA : ATI NAILI AZMI


NIM : 0907101010140

You might also like