You are on page 1of 22

GONORE

A. DEFINISI
Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae1. Gonore adalah penyakit menular seksual yang bisa terjadi pada laki-laki
maupun perempuan. Bisa menyebabkan infeksi pada genitalia, rektum, dan tenggorokan.
Gonore merupakan infeksi yang sering terjadi terutama pada usia muda, yaitu 15-24
tahun2.

B. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) disebutkan
bahwa lebih dari 600.000 orang di Amerika Serikat memperoleh infeksi gonokokal baru
setiap tahunnya. Berdasarkan pelaporan tersebut Gonore dinyatakan sebagai penyakit
kedua terbanyak dari seluruh penyakit infeksi yang dilaporkan di Amerika Serikat. Angka
infeksi menurun setelah dilaksanakan program pengendalian gonore nasional di Amerika
Serikat pada tahun 1970, terus menurun hingga 1990an dan stabil pada angka 100 kasus
per 100.000 penduduk.
Tingkat infeksi tertinggi gonokokal dilaporkan pada usia 15-24 tahun. Angka kejadian
gonore dipengaruhi oleh perbedaan etnis, gonore dilaporkan menjadi dua puluh kali lipat
lebih tinggi kejadiannya di Afrika dan di Hispanik dua kali lebih tinggi bila dibandingkan
dengan Kaukasian. Perbedaan ras tersebut multifaktorial dan mungkin karena perbedaan
dalam hal kesehatan, sumber daya yang tersedia, dan pasangan seksual. Faktor resiko
yang dapat meningkatkan terjadinya gonore antara lain pasangan seks baru atau pasangan
seks lebih dari satu, usia muda, status belum menikah, pekerja seks komersial, etnis
minoritas, penyalahgunaan alkohol, tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah,
penggunaan kondom yang tidak konsisten, dan pernah terinfeksi penyakit menular
seksual sebelumnya. Secara umum tidak ada perbedaan prevalensi antara laki-laki dan
perempuan, meskipun pada usia tertentu prevalensi akan sedikit lebih tinggi pada wanita.
Tingkat tertinggi pada wanita yaitu berusia antara 15 dan 19 tahun dan pada laki-laki
antara usia 20 dan 24 tahun. Faktor resiko lainnya yaitu tingkat perceraian yang tinggi.
Pada banyak negara telah dilaporkan bahwa infeksi gonokokal telah banyak ditemukan
pada pasangan homoseksual3.

C. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI

1
Albert Ludwig Sigismund Neisser pertama kali menemukan agen penyebab gonore pada
1879. Infeksi ini adalah karena Neisseria gonorrhoeae, sebuah Gram-negatif, bakteri
aerobik berbentuk coccus3. Bakteri ini dapat terlihat di luar dan di dalam leukosit, tidak
tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu diatas 39 0
C, dan tidak tahan cat desinfektan. Secara morfologik gonokok ini terdiri atas 4 tipe,
yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak
mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan
menimbulkan reaksi radang. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan
mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang immature yaitu pada vagina wanita sebelum
pubertas. Juga pada saluran urogenital laki-laki dan wanita1.
Penyakit gonore diiperoleh dari kontak seksual, ataupun lebih jarang disebakan oleh
karena kebersihan yang buruk. Selain itu dapat pula ditransmisikan secara vertikal dari
ibu ke anak melalui persalinan secara normal, biasanya memiliki tanda khas yaitu infeksi
pada mata (ophthalmia neonatorum)3.
Patogenesis melibatkan bakteri yang menempel pada sel-sel epitel kolumnar melalui pili
atau fimbria. Tempat yang paling sering yaitu sel-sel mukosa dari saluran urogenital laki-
laki dan perempuan. Membran luar protein membantu dalam proses invasi lokal. Invasi
dimediasi oleh adhesin bakteri dan sphingomyelinase yang berkontribusi untuk proses
endositosis. Gonococci juga menginduksi regulasi sel target yang mencegah peluruhan
dari sel mukosa yang merupakan mekanisme pertahanan alami. Strain gonokokal tertentu
mengasilkan immunoglobulin yang memblok baktersidial respon imun yang normal pada
manusia. Setelah berada pada sel target, organisme tersebut mengalami replikasi dan
dapat tumbuh secara aerobik maupun pada lingkungan anaerob. Setelah menginvasi sel,
organisme terus berplikasi dan proliferasi secara lokal sehingga menginduksi terjadinya
respon inflamasi. Diluar sel, bakteri tersebut rentan terhadap perubahan suhu, ultraviolet,
pengeringan dan faktor lingkungan lainnya. Membran luar mengandung endotoksin
lipopolisakarida yang akan dihasilkan oleh bakteri selama periode pertumbuhan yang
cepat dan berkontribusi untuk patogenesis penyebaran infeksi. Keterlambatan pemberian
antibiotik yang tepat , perubahan pertahanan fisiologis pada tubuh host, resistensi respon
imun, dan bakteri yang sangat virulen berkontribusi terhadap terjadinya penyebaran
infeksi secara hematogen dan penyebarluasan infeksi3.

2
D. GEJALA KLINIS4
Meskipun manifestasi klinis dari gonore lebih sering difokuskan pada gejala dari infeksi
lokal, tetapi gonore dapat memiliki presentasi klinis yang luas, mulai dari tanpa gejala,
gejala dari infeksi lokal, infeksi lokal dengan komplikasi hingga penyebaran secara
sistemik.
Infeksi Uretra (uretritis) pada pria
Uretritis anterior akut adalah manifestasi tersering dari infeksi gonokokal yang
terjadi pada pria. Masa inkubasi berkisar dari satu sampai empat belas hari atau
bahkan lebih lama, namun mayoritas gejala akan timbul dalam dua sampai lima
hari pada laki-laki. Gejala utama adalah uretra discharge atau disuria. Meskipun
awalnya sedikit dan berlendir atau mukopurulen, namun akan menjadi eksudat
yang purulen dan relatif bertambah banyak dalam onset 24 jam. Disuria biasanya
muncul setelah keluarnya uretra discharge, selain itu gejala lainnya yang bisa
timbul adalah eritema dan edema pada meatus uretra. Sekitar 25% pasien hanya
memiliki gejala eksudat purulen yang minimal dan sebagian kecil pasien bersifat
asimptomatik. Tingkat keparahan gejala sebagian ditentukan oleh strain N.
Gonorrhoeae yang menginfeksi.

Purulent urethral discharge and penile edema in a patient with gonococcal urethritis.

Infeksi Urogenital pada wanita


Kanalis endoserviks adalah lokasi utama dari infeksi gonokokal urogenital pada
wanita. Namun setelah histerektomi, infeksi biasanya selalu terjadi pada uretra.
Selain itu, lokasi yang juga sering terinfeksi adalah kelenjar periurethral (Skenes)
dan saluran kelenjar Bartholins yang biasanya jarang terjadi tanpa adanya infeksi

3
pada uretra. Masa inkubasi gonore urogenital pada wanita biasanya tidak tentu
dan lebih bervariasi dibandingkan pada laki-laki. Namun gelaja paling sering
muncul dalam 10 hari dari infeksi tersebut. Gejala yang paling umum muncul
yaitu pada infeksi dari saluran urogenital bagian bawah meliputi vaginal discharge
yang banyak, disuria, perdarahan pada rahim, dan menorrahagia. Masing-masing
gejala tersebut dapat muncul sendiri maupun muncul bersamaan dengan intensitas
minimal hingga berat. Meskipun pada pemeriksaan fisik mungkin normal, namun
pada wanita yang telah terinfeksi biasanya akan mengalami kelainan pada serviks
termasuk sekret yang mukopurulen ataupun purulen, eritema, edema, dan
perdarahan mukosa serviks yang gampang terinduksi dengan pemeriksaan swab
pada serviks. Eksudat purulen juga bisa keluar dari uretra, kelenjar periuretra
maupun saluran kelenjar Bartholins.
Penilaian klinis infeksi gonore pada perempuan sering dikacaukan oleh tanda dan
gejala yang tidak spesifik dan tingginya prevalensi dari infeksi serviks atau vagina
oleh karena Chlamydia trachomatis, Trichomonas vaginalis, Candida albicans,
simplex virus herpes, dan berbagai organisme lain yang terjadi bersama-sama
dengan infeksi gonore.
Manifestasi gonore selama kehamilan tidak jauh berbeda dengan infeksi gonore
pada wanita yang tidak hamil. Komplikasi infeksi gonore pada kehamilan yang
paling sering dilaporkan yaitu aborsi spontan, ketuban pecah dini, persalinan
prematur, dan chorioamnionitis akut. Sedangkan pada bayi komplikasi yang dapat
terjadi yaitu ophthalmia neonatorum, infeksi faring, dan sindrom lainnya yang
terjadi pada bayi baru lahir.

4
Purulent exudate expressed from the Bartholins gland duct of
a woman with gonococcal Bartholins gland abscess

Infeksi pada rektum


Infeksi mukosa rektum terjadi pada 35-50% wanita dengan servisitis gonokokus
dan merupakan tempat infeksi tersering pada pria homoseksual. Pada wanita
dengan gonore rektum biasanya asimptomatik. Gonore rektum dapat terjadi
karena inokulasi langsung hubungan seksual melalui dubur. Tetapi sebaliknya,
pada wanita dengan gonore rektum terjadi tanpa adanya kontak seksual melalui
dubur dan diasumsikan sebagai hasil dari kontaminasi perineum dengan sekret
serviks yang telah terinfeksi sebelumnya. Prevalensi infeksi rektum pada wanita
berkorelasi dengan durasi terjadinya infeksi pada endoserviks.
Kebanyakan infeksi rektum tidak memberikan gejala, apabila terdapat gejala
biasanya adalah gatal pada anus, discharge mukopurulen yang sedikit
menyebabkan nyeri (sering bermanifestasi sebagai eksudat pada tinja), perdarahan
rektum yang minimal, dan konstipasi. Pemeriksaan anus biasanya hanya
ditemukan eritema dan adanya discharge minimal namun dengan anoscopy dapat
ditemukan eksudat mukoid atau purulen, eritema, edema, dan perdangan pada
mukosa.

5
Infeksi pada Faring
Diantara semua pasien gonore, infeksi faring terjadi sekitar 3-7% pada laki-laki
heteroseksual, 10-20% wanita heteroseksual dan 10-25% laki-laki homoseksual
aktif. Faring adalah satu-satunya tempat infeksi yang terjadi kurang dari 5%
terlepas dari jenis kelamin maupun orientasi seksual. Infeksi gonokokal ditularkan
ke faring melalui hubungan seksual orogenital. Laporan menunjukkan bahwa
infeksi gonokokal mungkin menyebabkan faringitis akut, tonsillitis dan kadang-
kadang dikaitkan dengan demam atau limfadenopati servikal, tetapi lebih dari
90% infeksi gonokokal pada faring bersifat asimptomatik.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan atas dasar anammesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang.
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan, yaitu :

1. Sediaan Langsung1
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan gonokok gram negative,
intraseluler dan ekstraseluler. Bahan duh tubuh pada pria diambil di daerh fosa
navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara kelenjar bartholin, serviks,
dan rectum.

2. Kultur 2
Kultur bakteri untuk N. gonorrhoeae memiliki uji spesifisitas > 99 % sedangkan untuk
sensitivitasnya berkisar antara 50 sampai 92% dan berkurang dengan waktu transportasi
suboptimal (yaitu, melebihi 24 sampai 48 jam) . Kultur dapat digunakan untuk pengujian
dari semua bagian tubuh manusia yang berpotensi terinfeksi, termasuk uretra,servix,
faring, dubur, konjungtiva, cairan sendi dan darah.

6
Untuk identifikasi perlu dilakukan pembiakan. Ada dua macam media yang digunakan1 :
a. Media transport
- Media Stuart
- Media Transgrow
Media ini selektif dan nutritive untuk N.gonorrhoeae dan N.meningitidis. Dalam
perjalanannya dapat bertahan 96 jam dan merupakan gabungan media transport
dan media pertumbuhan. Media ini merupakan modifikasi media Thayer Martin
dengan menambahkan trimetoptin untuk mematikan Proteus spp.
b. Media pertumbuhan
- Mc Leods Chocolate Agar
Berisi Agar coklat, agar serum, dan agar hidrokel. Selain kuman gonokok, kuman
lain juga dapat tumbuh.
- Media Thayer Martin
Media ini selektif untuk mengisolasi gonokok. Mengandung vankomisi untuk
menekan pertumbuhan kuman gram positif, kolestrimetat untuk menekan
pertumbuhan bakteri gram negative dan nistatin untuk menekan pertumbuhan
jamur.
- Modified Thayer Martin Agar
Isinya ditambah dengan trimetropin untuk mencegah pertumbuhan kuman Proteus
spp.

3. Nucleic Acid Amplification Testing (NAAT)


Sensitivitas NAAT untuk mendeteksi N. gonorrhoeae lebih tinggi dari kultur bakteri
sedangkan untuk spesifisitas NAAT (96,1-99,8 persen) sedikit lebih rendah dari kultur 2,
sehingga terkadang tes ini memberikan hasil positif palsu dan negative palsu. Tes

7
laboratorium nonculture tidak memungkinkan untuk pengujian sensitivitas antibiotik.
specimen yang digunakan yaitu urine dan duh tubuh pada daerah serviks dan uretra3.
Prinsip pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Testing adalah mendeteksi materi
genetic dari bakterial penyebab infeksi3.

4. Tes Oksidatif1
a. Tes Oksidasi
Reagen oksidasi yang mengandung larutan tetrametil-p-fenilendiamin hidroklorida
1% ditambahkan pada koloni gonokok tersangka. Semua Neisseria 8ember reaksi
positif dengan perubahan warna koloni yang semula bening menjadi merah muda
sampai merah lembayung.
b. Tes Fermentasi
Bila tes oksidasi positif maka akan dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai
glukosa, maltose, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa.

Glukosa (+) / Maltosa (-) / Sukrosa (-)

5. Tes Beta-Laktamase1
Pemeriksaan ini dengan menggunakan cefinase TM disc. BBL 961 192 yang
mengandung chromogenic cephalosporin, akan menyebabkan perubahan warna dari
kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzin Beta-Laktamase.

6. Tes Thomson1
Tes ini berguna untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung. Dahulu
pemeriksaan ini perlu dilakukan karena pengobatan pada waktu itu ialah pengobatan
setempat.
Pada tes ini ada syrat yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi
b. Urin dibagi dalam dua gelas
c. Tidak boleh menahan kencing dari gelas 1 ke gelas yang lainnya

8
Syarat mutlak ialah kandungan kencing harus mengandung air seni paling sedikit 80-100
ml, jika air seni kurang 80 ml, maka gelas II sukar dinilai karena baru menguras uretra
anterior.

GELAS I GELAS II INTERPRETASI


Jernih Jernih Tidak ada infeksi
Keruh Jernih Infeksi Urethritis anterior
Keruh Keruh Paraurethritis
Jernih Keruh Tidak mungkin
Tabel: Interpretasi Tes Thomson

Gelas I : Keruh
Gelas II : Jernih
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Uretritis Non Spesifik1
Merupakan infeksi menular seksual berupa peradangan di uretra,rektum,
atau serviks yang disebabkan oleh kuman non spesifik. Sebanyak lebih dari 50% kasus
uretritis non spesifik disebabkan oleh Chlamydia trachomalis, 25% kasus oleh
Urealyticum, dan sisanya dapat disebabkan oleh Mycoplasma hominis, Gardnella
vaginalis, alergi, serta bakteri Staphylococcus dan difteroid. Pada pria gejala baru
timbull biasanya setelah 1-3 minggu kontak seksual dan umumnya tidak seberat
gonore, ditandai dengan adanya disuria ringan, perasaan tidka enak di uretra, sering
kencing dan keluarnya duh tubuh seropurulen. Dibandingkan dengan gonore
perjalanan penyakitnya lebih lama dan kecenderungan kambuh kembali. Sementara

9
pada wanita, sama seperti pada gonore, umumnya wanita tidak menunjukkan.
Sebagian kecil dengan keluhan keluarnya duh tubuh vagina, disuria ringan, sering
kencing, nyeri di daerah pelvis, dan disparenia.
Diagnosis secara klinis sukar untuk dibedakan dengan gonore, sehingga diperlukan
adanya pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang umum digunakan
adalah pemeriksaan sediaan sitologi langsung, biakan dari inokulum yang diambil dari
spesimen urogenital, dan pemeriksaan antigen serta asam nukleat C. trachomatis.

2. Trikomoniasis1
Merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah pada perempuan maupun laki-
laki, dapat bersifat akut ataupun kronik, dan disebabkan oleh Trichomonas vaginalis,
serta penularannya melalui kontak seksual. Pada pria ditemukan adanya disuria,
poliuria, dan sekret uretra mukoid atau mukopurulen, urin biasanya jernih tetapi
kadang ada benang-banang halus. Pada bentuk kronik biasanya tidak khas, namun
dapat ditandai adanya gatal pada uretra, disuria, dan urin keruh pada pagi hari. Pada
wanita biasanya muncul sebagai eksudat, warna kekuning kunigan, berbusa, bau tidak
enak, dinding vagina tampak kemeahan dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses
kecil pada dinding vagina dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwarnah
merah dan dikenal sebagai strawberry appearance. Namun pada kasus kronik
biasanya gejala ringan dan sekret vagina tidak berbusa.

3.

Bakterial Vaginosis1
Merupakan sindrom klinik yang disebabkan oleh bertambah banyaknya organisme
komensal dalam vagina (Gardnella vaginalis, Prevotella, Mobilincus spp) serta

10
berkurangnya organisme Lactobacilllus yang menghasilkan hidrogen peroksida. Sering
ditemukan pada wanita usia produktif, aktif seksual, pengggunaan AKDR, dan
melakukan bilas vagina. Perempuan dengan bakterial vaginosis biasanya mengeluh
adanya duh tubuh vagina abnormal yang berbau amis. Gatal, disuria, dispareunia
jarang dialami. Pada pemeriksaan sangat khas dengan adanya duh tubuh vagina yang
bertambah, warna abu-abu homogen, viskositas rendah atau normal, berbau amis,
jarang berbusa, melekat di dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau
berkilauan yang difus, pH sekret vagina berkisar antara 4,5-5,5.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada gonore bisa terjadi sebagai akibat dari pembentukan abses lokal,
infeksi asendens, dan juga bisa karena adanya penyebaran melalui hematogen.3
1. Pada Laki-laki :1
Uretritis
Uretritis yang sering dijumpai adalah uretitis anterior akut dan apat menjalar ke
proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal, asendens, dan diseminata.
Keluhan subyektif biasanya berupa rasa gatal, panas dibagia distal uretra disekitar
orifisium uretra eksternum, kemudian disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh
yang mukopurulen dari ujung uretra dan biasanya disertai dengan darah dan disetai
juga dengan perasaan nyeri pada waktu ereksi. Pada pemeriksaan yang dilakukan
terlihat orifisium uretra ekstrnum eritematosa, edematosa dan ektropion. Pada

11
beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kalenjar getah bening inguinal unilateral
atau bilateral.
Tysonitis
Kelenjar tyson adalah kelenjar yang menghasilkan segmen, dimana infeksi biasany
dapat terjadi pada penderita yang mempunyai preputium sangat panjang dan
kebersihan yang kurang baik, pada komplikasi ini biasanya diagnosis dibuat
berdasarkan ditemukannya butir pus atau pembengkakan pada daerah frenulum
disertai nyeri tekan.
Parauretritis
Biasanya terjadi pada penderita denga orifisium uretra eksternum yang terbuka atau
hipospadia. Infeksi ini dapat ditandai dengan adanya buti pus yang ditemukan pada
kedua muara parauretra.
Littritis
Pada urin dapat ditemukan benag-benang atau butir-butir dan apabila salah satu
saluran mengalami penyumbatan dapat terjadi abses folikular dan didiagnosis
dengan uretroskopi.
Cowperitis
Jika infeksi hanya mengenai duktus biasanya tanpa disertai gejala. Akan tetapi jika
yang terkena pada kelenjar cowper dapat ditandai dengan terjadinya abses. Keluhan
yang dirasakan berupa nyeri dan adanya benjolan pada daerah perinium disertai rasa
penuh dan panas, nyeri pada waktu defekasi, dan disuria. Jika tidak diobati maka
abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra atau rektum dan mengakibatkan
proktitis.

12
Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum dan
suprapubis, malese, demam, nyeri kencing sampai hematuria, spasme otot uretra
sehingga dapat terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar dan obstipasi.
Pada pemeriksaan didapatkan pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri
tekan dan didapatkan fluktuasi bila telah terjadi abses. Pada keadaan kronik
gejalanya ringan, intermitten dan kadang menetap.

Vesikulitis
Vesikulitis merupakan suatu radang akut yang mengenai bagian vesikula seminalis
dan duktus ejakulatoris, dapat juga timbul menyertai prostatitis akut atau
epididimitis akut. Gejala subyektif yang timbul hampir menyerupai gejala prostatitis
akut berupa demam, polakisuri, hematuria termina, nyeri pada waktu ereksi atau
ejakulasi, dan spasme mengandung darah. Pada pemeriksaan yang dilakukan
melalui rektum dapat teraba vesikula seminalis yang membengkak dan keras seperti
sosis, memanjang diatas prostat.

Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya disertai oleh
deferenitis (infeksi duktus deferen). Keadaan yang dapat menimbulkan epididimitis
biasanya adalah treuma pada uretra posterior, biasanya disebabkan oleh kesalahan
dalam penanganan atau kelalaian yang dilakukan oleh penderita sendiri. Faktor yang
dapat mempengaruhi keadaan ini antara lain irigasi yang sering dilakukan, cairan
irigator terlalu panas atau pekat, instrumentasi yang kasar, pengurutan prostat yang
terlalu berlebihan. Aktivitas seksual dan jasmani yang terlalu berlebihan. Epididimis
dan tali spermatika teraba panas dan membengkak, juga testis, menyerupai hidrokel
sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimis dapat
mengakibatkan sterilitas.

13
Trigonitis
Infeksi asenden dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika urinaria.
Trigonitis menimbulkan gejala berupa poli uria, disuria terminal, dan hematuria.

2. Pada Perempuan :1
Parauretritis
Kalenjar paraurethra dapat terkena, hanya saja abses jarang ditemukan.

14
Servisitis
Pada infeksi ini dapat berupa asimtomatok biasanya menimbulkan rasanyeri pada
punggung bawah. Kasus ini tidak terdeteksi atau diterima sebagai veriation normal.
Pada pemeriksaan leher rahim bisa terlihat normal, atau mungkin menunjukkan
perubahan inflamasi ditandai dengan erosi serviks dan nanah memancar dan sekret
mukopurulen, duh tubuh terlihat lebih banyak.

Bartholinitis
Pada infeksi ini labia mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri
tekan. Kelenjar bartolini membengkak dan terasa nyeri sekali apabila penderita
berjalan dan selain itu juga penderita sukar untuk duduk. Bartholin yang bengkak
dapat teraba sebagai massa membengkak jauh di setengah bagian belakang labia
majora jika saluran kelenjar tersebut timbul abses dan dapat pecah melalui mukosa
atau kulit. kalo tidak diobati dapat menjadi rekuren dan menjadi kusta.

15
Salpingitis
Pada peradangan yang terjadi dapat bersifat akut, subakut, ataupun kronik. Ada
beberapa faktor sebagai predis posisi diantaranya masa puerperium (nifas), dilatasi
setelah kuretase, dan pemakaian AIU, tindakan AKDR. Cara infeksi dapat langsung
melalui tuba falopi sampai pada daerah salping dan ovarium sehingga dapat
menimbulkan penyakit radang panggul. Kurang lebih 10% wanita dengan
mengalami penyakit gonore akan berakhir dengan penyakit radang panggul. Gejala
yang dirasakan berupa nyeri yang dirasakan pada daerah abdomen bawah, duh
tubuh vagina, disuri, dan menstruasi yang tidak teratur atau abnormal.

3. Komplikasi diseminata1
Penyakit gonore akan berkelanjutan menjadi penyakit gonore diseminata kurang
lebih 1% kasus gonore. Pada pria dan wanita dapat berupa arthritis, miokarditis,
endokarditis, perikarditis, meningitis, dermatitis.

E. PENATALAKSANAAN

Obat spesifik yang dipertimbangkan untuk pasien dengan Gonore harus secara optimal
diobati dengan terapi infeksi kombinasi gonore seiring dengan meningkatnya resistensi pada
antimikroba. Terapi kombinasi ini juga mencakup pengobatan yang efektif untuk klamidia
karena tingginya tingkat infeksi bersamaan.
N. gonorrhoeae telah menunjukkan resistensi terhadap beberapa kelas antibiotik
termasuk penisilin, tetrasiklin, makrolida dan fluoroquinolones. Telah ditemukan dalam

16
Minimum Inhibitory Concentrations (MICs) dalam beberapa tahun terakhir, resisten dan
memberikan gambaran kegagalan penatalaksanaan klinis untuk peningkatan spektrum
sefalosporin (seftriakson and cefixime) yang telah mendapatkan konfirmasi sebelumnya.
Dalam situasi ini, ketakutan bahwa gonore menjadi tidak dapat diobati, WHO telah
menerbitkan Global Action Plan to Control the Spread and Impact of Antimicrobial Resistance
in Neisseria gonorrhoeae. The European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC)
telah menerbitkan Response Plan to Control and Manage the Threat of Multidrug-Resistant
Gonorrhoea in Europe and the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) juga telah
meluncurkan rencana respon kesehatan masyarakat untuk bagian USA. Ceftriaxone dan cefixime
memiliki evidencebase kuat untuk keberhasilan dalam pengobatan dan perawatan gonore
terdapat pada panduan penatalaksanaan Gonore tahun 2009.
Sebagai konsekuensi terhadap munculnya resistensi klinis, penting untuk
memperpanjang spektrum sefalosporin dan pemberian dosis tunggal jika tidak ditemukan adanya
antimikroba alternatif yang kuat, pedoman ini telah mengadopsi kombinasi terapi antimikroba
sebagai strategi untuk mencegah dan menghambat multidrug resisten, bukan hanya dengan
meningkatkan perpanjangan dosis dari spektrum sefalosporin. Menurut penelitian, terapi
antimikroba kombinasi dengan perpanjangan spektrum sefalosporin dan azitromisin tampaknya
menunjukkan sinergi secara in vitro dan in vivo.
Indikasi untuk terapi :
a. Identifikasi diplococci intraseluler pada genital oleh pewarnaan Gram atau Methylene blue-
noda mikroskop;
b. Kultur positif atau dikonfirmasi NAAT dari sediaan manapun untuk N. gonorrhoeae (atau
NAAT dikonfirmasi dari spesimen urogenital dalam pengaturan di mana PPV.90%);
c. Menurut epidemiologi, jika pasangannya baru-baru ini telah dikonfirmasi terinfeksi
gonokokal;
d. Menurut epidemiologi, ibu dari neonatus yang telah dikonfirmasi terinfeksi gonokokal;
e. Menurut epidemiologi, pengobatan dapat dilakukan jika terdapat riwayat kekerasan seksual
f. Pada pria dengan cairan urethrae purulen atau servisitis mukopurulen pada wanita jika
diagnostik dengan rapid tes tidak tersedia dan setelah pengambilan spesimen untuk pengujian
laboratorium. Dalam hal ini, pengobatan kombinasi untuk gonokokal dan infeksi klamidia
harus selalu diberikan.

17
Rekomendasi pengobatan Infeksi N. Gonorrhoeae tanpa komplikasi pada urethrae,
servix, dan rektum pada orang dewasa dan remaja ketika sensitivitas antimikroba belum
diketahui adalah Ceftriaxone 250 mg intramuskular sebagai dosis tunggal yang diberikan
bersamaan dengan pemberian azitromisin 1 g sebagai dosis tunggal. Catatan: tablet Azitromisin
dapat diberikan sebelum atau setelah makan tapi untuk mengurangi efek samping gastrointestinal
dapat diberikan setelah makanan.

Sumber: Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines, 2015

.
Sediaan Alternatif:
a. Cefixime 400 mg oral dosis tunggal diberikan bersama azitromisin 1 g dengan dosis tunggal.
Sediaan ini hanya pilihan alternatif jika ceftriaxone tidak tersedia atau injeksi antimikroba
ditolak pasien
b. Ceftriaxone 250 mg intramuskular dengan dosis tunggal diberikan bersama doxycycline 100
mg diberikan 2 kali dalam sehari selama 7 hari
c. Spectinomycin 2 g secara intramuskular dosis tunggal diberikan dengan azitromisin 1 g dosis
tunggal. Sediaan ini dapat digunakan jika terjadi resisten terhadap perpanjangan espektrum
sefalosporin diidentifikasi atau dicurigai, atau pasien memiliki riwayat anafilaksis penisilin
atau alergi sefalosporin.
Koinfeksi dengan C. trachomatis umumnya terjadi pada usia < 30 tahun, pasien
heteroseksual dan MSM dengan gonorrhoea. Jika pengobatan untuk gonore tidak termasuk
azitromisin, maka diberikan azitromisin 1 g oral dosis tunggal atau doxycycline 100 mg dosis
oral dua kali sehari selama tujuh hari harus diberikan karena memungkinkan koinfeksi dengan
klamidia kecuali tidak terjadi koinfeksi setelah diakukan pengujian NAAT6.

18
a. Sediaan sefalosporin dosis tunggal lainnya
Cefixime 400 mg dosis tunggal banyak digunakan dalam sediaan oral pengobatan untuk
gonore. Beberapa laporan mengenai kegagalan pengobatan dan investigasi farmakodinamik
menaruh keprihatinan serius atas kecukupan 400 mg cefixime sebagai pengobatan. Dosis tunggal
Cefixime hanya pilihan alternatif jika obat injeksi tidak memungknkan atau ditolak oleh pasien.
Namun, harus hati-hati dosis yang dianjurkan cefixime 400 mg saja, terutama untuk pengobatan
infeksi faring, dan idealnya, jika digunakan, harus selalu diberikan bersama-sama dengan
azitromisin 2 g sebagai dosis tunggal
Alternatif pemilihan sefalosporin suntik atau oral tidak memiliki perbedaandalam hal
efikasi dan pharmokinetics / farmakodinamik. Dibandingkan ceftriaxone atau sefiksim, alternatif
sefalosporin tidak bisa direkomendasikan.
b. Sediaan fluorokuinolon dosis tunggal
Fluoroquinolon umumnya tidak dapat direkomendasikan untuk pengobatan gonore
karena peningkatan resistensi prevalensi kuinolon di seluruh dunia. Ketika infeksi diketahui
sebelum pengobatan menjadi fluorokuinolon sensitif, berdasarkan uji kerentanan laboratorium
yang sesuai dan ada indikasi melawan menggunakan ceftriaxone, ciprofloxacin500 mg oral dosis
tunggal atau ofloksasin 400 mg oral sebagaidosis tunggal telah membuktikan hsil yang optimal
c. Azitromisin
Uji klinis telah menunjukkan bahwa azitromisin memiliki khasiat tinggi (0,98%)
sebagai single lisan 1 g dose. Namun,tidak dianjurkan untuk pengobatan gonore kecuali ada
riwayat penisilin anafilaksis atau sefalosporin alergi dan, idealnya, infeksi terbukti sebelum
pengobatan menjadi azitromisin sensitif. Tingginya kadar resistensi azitromisin dan kegagalan
pengobatan telah diamati di Europe dan hasil klinis tidak selalu berkorelasi dengan in vitro
sensitivity
d. Pengobatan direkomendasikan untuk pasien dengan riwayat penisilin anafilaksis atau
cephalosporin alergi:
Spectinomycin 2 g secara intramuskular sebagai dosis tunggal bersama-sama dengan
azitromisin 1 g dosis tunggal oral. pengobatan alternatif pada pasien dengan dikenal anafilaksis
penisilin atau sefalosporin alergi ketika fluorokuinolon atau sensitivitas azitromisin telah
dikonfirmasi oleh yang tepat laboratorium uji kerentanan: Ciprofloxacin 500 mg oral dosis

19
tunggal atau ofloksasin 400 mg oral dosis tunggal atau azitromisin 2 g sebagai tunggal Dosis
oral7.
Adapun pengobatan pada beberapa penyakit yang merupakan komplikasi dari penyakit
Gonore, antara lain:7
a. Infeksi Gonococcal pada faring tanpa komplikasi : Sediaan yang direkomendasikan
adalah pemberian Ceftriaxone 250 mg Intramuscular dalam dosis tunggal yang diberikan
bersama Azithromycin 1 gram sediaan oral dalam dosis tunggal
b. Konjunctivitis Gonococcal : Sediaan yang direkomendasikan adalah pemberian
Ceftriaxone 1 gram Intramuscular dalam dosis tunggal yang diberikan bersama
Azithromycin 1 gram sediaan oral dalam dosis tunggal
c. Terapi pada sindrom Arthritis-Dermatitis: Sediaan yang direkomendasikan adalah
pemberian Ceftriaxone 250 mg Intramuscular atau Intravena diberikan sekali dalam
sehari dalam dosis tunggal yang diberikan bersama Azithromycin 1 gram sediaan oral
dalam dosis tunggal. Obat alternative lainnya bisa diberikan Cefotaxime 1 gram intravena
tiap 8 jam atau ceftizoxime 1 gram intravena tiap 8 jam diberikan bersama Azitromycin 1
gram sediaan oral dalam dosis tunggal
d. Terapi pada pasien meningitis dan endokarditis ecausa Gonococcal: Sediaan yang
direkomendasikan adalah pemberian Ceftriaxone 1 2 gram intravena tiap 12 24 jam
diberikan bersama Azithromycin 1 gram sediaan oral dalam dosis tunggal
e. Profilaksis opthalmia neonatorum Sediaan yang direkomendasikan adalah pemberian
Salep mata Erythromycin (0,5%) dioleskan pada masing masing mata sesaat setelah
bayi dilahirkan
f. DGI dan abses scalp pada naonatus: Sediaan yang direkomendasikan adalah pemberian
Ceftriaxone 25 - 50 mg/kg/hari intravena atau Intramuscular dalam dosis tunggal
diberikan selama 7 hari, atau durasi 10 -14 hari jika ada riw

DAFTAR PUSTAKA

1. Daili, Sjaiful Fahmi, Gonore, in : Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda, Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta : Badan Penerbit FKUI, 2013. P366-391

2. Ontario Agency for Health Protection and Promotion. Guidelines For Testing and
Treatment Of Gonorrhea in Ontario. Toronto : University Avenue, Suite; 2013. P12-13

20
3. Rosen, Ted, Gonorrhea, Mycoplasma, and Vaginosis, in : Lowell A. Goldsmith, Stephen
I. Katz, eds. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. New York : McGraw Hill
Professionals, 2012. P2514-2515, P2517-2518

4. Hook, Edward W, Gonococcal Infections in the Adult, in : King K. Holmes, P. Frederick


Sparling, eds. Sexually Transmitted Diseases. New York : McGraw Hill Professionals,
2008. P631-633

5. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines, 2014

6. Bignell, c,et al. International Journal of STD & AIDS. European: SAGE. 2013

7. Centers for Disease Control and Prevention. Recommendations and reports/ Vol. 64/
No.3 : Sexually Transmitted Diseases, Treatment Guidelines 2015: U.S. Department of
Health and Human Services. 2015. P 60 - 68

8. Gonococcal Infections Chapter Revised. Canadian Guidelines on Sexually Transmitted


Infections, 2013

9. WIV-ISP meeting 10 december 2013 Marc Vandenbruaene Tania Crucitti. Combination-


therapy is standard now for gonorrhoea. Institute of Tropical Madicine. 2013

10. Communicable Disease Management Protocol. Gonorrhea. Public Health Branch. 2015

21
22

You might also like