You are on page 1of 4

HAULAN

Kata 'Haul' diambil dari kata Bahasa Arab Haala-Yahuulu-Haulan yang


mempunyai makna 'setahun', atau 'masa yang sudah mencapai satu tahun'. Pada
perkembangannya, kata 'haul' kemudian seringkali dimaknai sebagai kegiatan ritual
keagamaan tahunan untuk memperingati hari meninggalnya orang yang dicintai atau
orang yang diagungkan. Seperti halnya Haul Gedongan yang diselenggarakan untuk
memperingati hari wafatnya Almarhum Almaghfurlah KH. Muhammad Said, tokoh
sentris yang merupakan founding father Pondok Pesantren Gedongan.
Adapun inti daripada helatan Haul Gedongan adalah berziarah di
makbarah/kuburan Gedongan (petilasan KH. Muhammad Said, Sesepuh dan Warga
Pondok Pesantren Gedongan) untuk melakukan tahlil massal. Sebelumnya, acara
didahului dengan penyampaian atau pembacaan manaqib oleh tokoh atau ulama yang
telah ditunjuk, kemudian pada malam harinya diadakan pengajian umum yang
dikonsentrasikan di halaman utama Masjid Baittus-Su'ada Pesantren Gedongan. Para
pembicara pada pelaksanaan pengajian umum ini biasanya orang-orang besar dalam
percaturan pemerintahan, politik, dan tokoh kharismatik dari kalangan ulama nasional.
Tidak kurang sejumlah pejabat pemerintah sekelas Menteri, dan Tokoh Nasional baik
sipil maupun militer dari Era Soeharto sampai Era Reformasi, pernah sowan di pondok
ini. Hal inilah yang menjadi daya tarik pengunjung dari penjuru daerah hingga mereka
setia datang berbondong-bondong.
Sudah menjadi hal yang lumrah, dimana ada keramaian atau kerumunan massa, di
situ akan ada pedagang yang mengadu nasib dengan berniaga. Demikian juga halnya
yang terjadi pada setiap penyelenggaraan Haul Gedongan, selalu dirubung oleh ratusan
pedagang, mulai dari pedagang asongan, pedagang gelaran, pedagang kaki lima, hingga
pedagang yang menempati kios dadakan, semua tumplek menawarkan dagangannya
berupa barang ataupun makanan, hingga kampung kecil ini sontak menjadi seperti
sebuah kota (town) yang sibuk oleh aktivitas lalu lalang orang yang melancong dan
berbisnis. Keriuhan sesaat ini berlangsung pada siang dan juga malam hari, menjelang
"H-7" sampai helatan acara haul usai (prak). Hingga ada suatu pameo; 'Haul dikatakan
"sukses" apabila dapat menggiring pedagang yang banyak serta menarik pengunjung
yang membludak, di samping tentunya yang utama yaitu dapat menghadirkan tamu
undangan "orang-orang besar" tadi.
Tidak dipungkiri, adanya keinginan dari sebagian kecil penyelenggara acara agar
kesuksesan haul dapat "sama" --paling tidak menyerupai-- dengan kesuksesan helatan
acara yang ada dan sudah mentradisi di wilayah Cirebon, seperti : Helatan 'bancakan'
bagi masyarakat sekitar pabrik gula (penggilingan tebu), 'nadran' bagi masyarakat
nelayan di pesisir pantai utara, atau 'muludan' yang diadakan di lingkungan Keraton
Kasepuhan dan Kanoman Cirebon, yang menyedot banyak massa hingga tampak
meriah.
Penyelenggara akan merasa senang --pastinya, dan bangga apabila pelaksanaan
acara haul tampak ramai dan meriah. Sebaliknya penyelenggara akan kecewa, bahkan
(mungkin) sedih apabila haulnya sepi dari pengunjung (zairin). Sehingga ada upaya
untuk dapat mendongkrak jumlah zairin (juga pedagang), salah satunya adalah dengan
menghadirkan rombongan "Pasar Malam" (dermolen) yang menyuguhkan arena
hiburan dan permainan rakyat, seperti : Kemidi (komedi putar), orsel, ombak banyu,
mandi bola, dan macam-macam permainan lainnya, seperti yang pernah dilakukan
penyelenggara pada Haul Gedongan tahun 2008 yang lalu. Dan pada haul tahun 2009
kali ini, suguhan yang ditampilkan sedikit nyeleneh, yakni menyajikan Pentas Wayang
Kulit semalam suntuk bersama Dalang Ki Enthus Susmono dari Tegal, yang konon
dirawuhi oleh sejumlah santri dan kiyai. Bila sudah demikian, apakah ini tidak
menyalahi daripada maksud dan tujuan haul itu sendiri?.

Tujuan Haul

Dalam ulasannya tentang haul, http://salafiyah.org yang merupakan situs resmi


Pondok Salafiyah Pasuruan menyebutkan beberapa tujuan yang dapat dipetik dari
helatan haul berdasarkan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Di sini penulis
intisarikan sebagai berikut :

1. Haul diadakan untuk mendo'akan dengan memintakan ampun kepada Allah swt.
agar orang yang meninggal (yang dihauli) dijauhkan dari segala siksa serta
dimasukkan ke dalam surga;
2. Untuk bersedekah dari ahli keluarganya atau orang yang membuat acara, orang
yang membantu atau orang yang ikut berpartisipasi dengan diniatkan amal dan
pahalanya untuk dirinya sendiri dan juga dimohonkan kepada Allah agar
disampaikan kepada orang yang dihauli;
3. Untuk mengambil teladan dengan kematian seseorang bahwasanya kita semua pada
akhirnya juga akan mati, sehingga hal itu akan menimbulkan efek positif pada diri
kita untuk selalu meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt.;
4. Untuk meneladani kebaikan-kebaikan dari orang yang dihauli, dengan harapan
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari; dan
5. Untuk memohon keberkahan hidup kepada Allah melalui wasilah (media) yang
telah diberikan kepada para ulama, sholihin atau waliyullah yang dihauli selama
masa hidupnya.

Dari penjelasan tersebut di atas, tidak tersirat sedikit pun tujuan haul yang
mengarah pada kemeriahan. Haul adalah do'a dan sedekah, haul merupakan media untuk
mengambil teladan dan meneladani, serta memohon keberkahan.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW selalu berziarah ke makam para syuhada di
bukit Uhud pada setiap tahun. Sesampainya di Uhud beliau memanjatkan doa
sebagaimana dalam surat Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 24:

”Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan


itu.”

Dasar Hukum

Inilah yang menjadi sandaran hukum Islam bagi pelaksanaan peringatan haul atau
acara tahunan untuk mendoakan dan mengenang para ulama, sesepuh dan orang tua kita.
Diriwayatkan pula bahwa para sahabat pun melakukan apa yang telah dilakukan
Rasulullah. Berikut ini adalah kutipan lengkap hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-
Baihaqi:

“Al-Baihaqi meriwayatkan dari al-Wakidi mengenai kematian, bahwa Nabi SAW


senantiasa berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun. Dan
sesampainya di sana beliau mengucapkan salam dengan mengeraskan suaranya,
“Salamun alaikum bima shabartum fani’ma uqbad daar” –QS Ar-Ra’d: 24– Keselamatan
atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”

Lanjutan riwayat:

”Abu Bakar juga melakukan hal itu setiap tahun, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah
juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa. Saad bin Abi Waqqash mengucapkan
salam kepada para syuhada tersebut kemudian ia menghadap kepada para sahabatnya
lalu berkata, ”Mengapa kalian tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang
akan menjawab salam kalian?”

Demikian dalam kitab Syarah Al-Ihya juz 10 pada fasal tentang ziarah kubur. Lalu
dalam kitab Najhul Balaghah dan Kitab Manaqib As-Sayyidis Syuhada Hamzah RA oleh
Sayyid Ja’far Al-Barzanji dijelaskan bahwa hadits itu menjadi sandaran hukum bagi
orang-orang Madinah untuk yang melakukan Ziarah Rajabiyah (ziarah tahunan setiap
bulan Rajab) ke maka Sayidina Hamzah yang duitradisikan oleh keluarga Syeikh Junaid
al-Masra’i karena ini pernah bermimpi dengan Hamzah yang menyuruhnya melakukan
ziarah tersebut.
Para ulama memberikan arahan yang baik tentang tata cara dan etika peringatan
haul. Dalam al-Fatawa al-Kubra Ibnu Hajar mewanti-wanti, jangan sampai menyebut-
nyebut kebaikan orang yang sudah wafat disertai dengan tangisan. Ibnu Abd Salam
menambahkan, di antara cara berbela sungkawa yang diharamkan adalah memukul-
mukul dada atau wajah, karena itu berarti berontak terhadap qadha yang telah ditentukan
oleh Allah SWT.
Saat mengadakan peringatan haul dianjurkan untuk membacakan manaqib (biografi
yang baik) dari orang yang wafat, untuk diteladani kebaikannya dan untuk berbaik
sangka kepadanya.
Demikianlah. Dalam muktamar kedua Jam’iyyah Ahlit Thariqah Al-Mu’tabarah
An-Nahdliyyah atau jam’iyyah tarekat-tarekat di lingkungan NU di Pekalongan Jawa
Tengah pada 8 Jumadil Ula 1379 H bertepatan dengan 9 November 1959 M para kiai
menganjurkan, sedikitnya ada tiga kebaikan yang bisa dilakukan pada arara peringatan
haul:

1. Mengadakan ziarah kubur dan tahlil


2. Menyediakan makanan atau hidangan dengan niat sedekah dari almarhum.
3. Membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dan memberikan nasihat agama, antara lain
dengan menceritakan kisah hidup dan kebaikan almarhum agar bisa diteladani.
Demikian dalam kitab Syarah Al-Ihya juz 10 pada fasal tentang ziarah kubur. Lalu
dalam kitab Najhul Balaghah dan Kitab Manaqib As-Sayyidis Syuhada Hamzah RA oleh
Sayyid Ja’far Al-Barzanji dijelaskan bahwa hadits itu menjadi sandaran hukum bagi
orang-orang Madinah untuk yang melakukan Ziarah Rajabiyah (ziarah tahunan setiap
bulan Rajab) ke maka Sayidina Hamzah yang duitradisikan oleh keluarga Syeikh Junaid
al-Masra’i karena ini pernah bermimpi dengan Hamzah yang menyuruhnya melakukan
ziarah tersebut.

Pendapat Para Ulama

Para ulama memberikan arahan yang baik tentang tata cara dan etika peringatan
haul. Dalam al-Fatawa al-Kubra Ibnu Hajar mewanti-wanti, jangan sampai menyebut-
nyebut kebaikan orang yang sudah wafat disertai dengan tangisan. Ibnu Abd Salam
menambahkan, di antara cara berbela sungkawa yang diharamkan adalah memukul-
mukul dada atau wajah, karena itu berarti berontak terhadap qadha yang telah ditentukan
oleh Allah SWT.
Saat mengadakan peringatan haul dianjurkan untuk membacakan manaqib (biografi
yang baik) dari orang yang wafat, untuk diteladani kebaikannya dan untuk berbaik
sangka kepadanya. Ibnu Abd Salam mengatakan, pembacaan manaqib tersebut adalah
bagian dari perbuatan taat kepada Allah SWT karena bisa menimbulkan kebaikan.
Karena itu banyak para sahabat dan ulama yang melakukannya di sepanjang masa tanpa
mengingkarinya.
Ibnu Hajar Al-Asqolani pengarang syarah Bukhari yang bernama Fathul Bari
berkata dari Hadith ini dapat didapati hukum:
Umat Islam di bolehkan bahkan dianjurkan memperingati hari-hari yang dianggap
besar umpanya hari-hari Maulid Israj Mi'raj dan lain-lain Nabi pun Turut memperingati
hari tenggelamnya firaun dan bebasnya Musa dan melakukan puasa Asyura sebagai
bersyukur atas hapusnya yang batil dan tegaknya yang hak.

Acara Haulan, Tahlilan, 3 Hari, 7 Hari dan 100 Hari ini merupakan perbuatan yang
dilarang agama atau ini adalah bid'ah atau malah merupakan ibadah…?

You might also like