You are on page 1of 16

BAB I

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Combustio atau luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas,
kimia/radioaktif (Long, 1996). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontras dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi (Moenajar, 2002).
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air
panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-
bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2001).
Combustio (Luka bakar) disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh, Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi/radiasi elektromagnetik. (Effendi.
C, 1999)
Kecelakaan arus listrik dapat terjadi apabila arus/ledakan dengan tegangan tinggi.
Energi panas yang timbul menyebabkan luka bakar pada jaringan tubuh. Pada luka jenis ini
yang khas adalah adanya luka yang menimbulkan hiperemesis dan ditengahnya ada daerah
nekrosis yang dikelilingi daerah pucat (Junaidi. P, 1997).
B. Etiologi
Luka bakar disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah:
1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn)
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api ke tubuh
(flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek
panas lainnya(logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan
dalam bidang industri militer ataupun bahan pembersih yang sering digunakan untuk
keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah.
Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001).
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe
injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik
dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama
juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).
C. Klasifikasi
Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman.
1. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering hiperemik, berupa
eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung-ujung syaraf sensorik teriritasi,
penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al. 2005)
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan scar, dan nyeri
karena ujung -ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat.
Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001).
a. Derajat II Dangkal (Superficial)
1) Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh.
3) Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar pada
mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa sebagai
derajat II superficial setelah 12-24 jam.
4) Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan basah.
5) Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
6) Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan kurang dari 3
minggu (Brunicardi et al. 2005).
b. Derajat II dalam (Deep).
1) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
2) Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar keringat,kelenjar sebasea
sebagian besar masih utuh.
3) Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
4) Dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tampak berwarna merah
muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplay darah dermis
(daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak
ada sama sekali, daerah yang berwarna merah muda mengindikasikan masih ada
beberapa aliran darah) (Moenadjat, 2001).
5) Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu (Brunicardi et
al. 2005)
3. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh dermis dan lapisan lebih dalam, tidak dijumpai bula,
apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat. Karena kering,
letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada
epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh
karena ujung ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan
terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka (Moenadjat,
2001).
4. Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan
adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak
dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang
dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf
sensorik mengalami kerusakan dan kematian. penyembuhannya terjadi lebih lama karena
ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka (Moenadjat, 2001).
D. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh.
Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi eletrogmagnetik. Luka bakar dapat
dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Destruksi jaringan terjadi
akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi ini sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas
merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termaksud organ visera. Dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan agens
penyebab (burning agent). Nekrosis dan kegagalan organ dapat terjadi.
Dalamnya luka bakar tergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya
kontak dengan agen tersebut. Sebagai contoh, pada kasus luka bakar tersiram air panas pada
orang dewasa, kontak selama 1 detik dengan air yang panas dari shower dengan suhu 68,9C
dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis serta dermis sehingga terjadi cedera
derajat-tiga.
Perubahan patologis yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode
syok luka-bakar mencangkup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi
sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta
hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan
hemodinamik akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan,
natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Proses patofisiologi
pada luka bakar akut yang berat ketidakstabilan hemodinamik bukan hanya melibatkan
mekanisme kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan cairan dan eletrolit, volume darah,
mekanisme pulmoner dan berbagai mekanisme lainnya.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah
terlihat dengan jelas, karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume
vaskuler, maka curang jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah.
Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai proses system saraf simpatik akan
melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi
denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembulu darah perifer penurunan curah jantung.
Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan
darah dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik. Meskipun sudah
dilakukan resusitasi cairan yang adekuat. Tekanan pengisian jantung, tekanan vena sentral,
tekanan arteri pulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis tetap rendah selama periode
syok luka bakar. Jika resusitasi cairan tidak adekuat, akan terjadi syok distributif.
Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan
cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler. Setelah cairan diabsorpsi kembali
dari jaringan interstisial ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Jika
fungsi renal dan kardiak masih memadai, haluaran urine akan meningkat.
Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, pada luka bakar yang kurang dari 30 % luas
total permukaan tubuh, maka gangguan integritas dan perpindahan cairan akan terbatas pada
luka bakar itu sendiri sehingga pembentukan lebuh dan edema hanya terjadi di daerah luka
bakar. Pasien luka bakar yang lebih parah akan mengalami edema sistemik yang masif.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar (sirkumferensial)
tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka
bakar. Disamping itu, kehilangan cairan akibat evaporasi lewat luka bakar dapat mencapai 3
hingga 5 L atau lebih selama periode 24 jam sebelum permukaan kulit yang terbakar ditutup.
Selama syok luka-bakar, respons kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan
bervariasi. Biasanya hiponatremia (deplesi natrium) terjadi. Hiponatremia (kadar kalium
yang tinggi) akan dijumpai sebagai akibat dari destruksi sel yang masif. Hypokalemia
(deplesi kalium) dapat terjadi kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak memadainya
asupan cairan.
Pada saat luka bakar, sebagai sel darah merah dihancurkan dan sebagian lainnya
mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati terjadi keadaan ini, nilai hematokrit
pasien dapat meninggal akibat kehilangan plasma. Sepertiga dari pasien-pasien luka bakar
akan mengalami masalah pulmoner yang berhubungan dengan luka bakar. Pada luka bakar
yang berat, komsumsi oksigen oleh jaringan tubuh pasien akan meningkat dua kali lipat
sebagai akibat keadaan hipermetabolisme dan respons lokal (White, 1993).
E. Manifestasi Klinik
Menurut Effendi, 1999 manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai dengan
kerusakannya :
1. Grade I
Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh dalam 3-7 hari
dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade II
Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema subkutan, luka merah,
basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam 28 hari tergantung komplikasi infeksi.
3. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputih-putihan dan
hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri maka perlu
Skin graff.
F. Proses Penyembuhan Luka
Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut dan
kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 23 minggu.
Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tanda-tanda penyembuhannya dalam
jangka lebih dari 4-6 minggu.
Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera jaringan lunak.
Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada tipa cedera jaringan luka baik luka
ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi,
dan luka bakar, atau luka akibat tindakan bedah. Luka dikatakan mengalami proses
penyembuhan jika mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap cedera, fase
destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi. Kemudian disertai dengan berkurangnya
luasnya luka, jumlah eksudat berkurang, jaringan luka semakin membaik.
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses peradangan yang
dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu bengkak, kemerahan, panas, nyeri dan
kerusakan fungi. Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase (Potter & Perry, 2005)
yaitu:
1. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3-4 hari. Dua proses utama terjadi
pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan)
akibat vasokonstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah,
endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Scab membantu hemostasis dan
mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah
dari luka ke tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan
mencegah masuknya mikroorganisme. Suplai darah yang meningkat ke jaringan
membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel
berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini
ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah
cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang
disebut fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang
merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF
bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting
bagi proses penyembuhan. Respon segera setelah terjadi injuri akan terjadi pembekuan
darah untuk mencegah kehilangan darah. Karakteristik fase ini adalah tumor, rubor, dolor,
calor, functio laesa. Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.
2. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke 4 atau 5 sampai hari ke21. Jaringan
granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru,
fibronectin dan hyularonic acid.
Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24
jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi
dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah
substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang
meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka
terbuka. Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah
yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
3. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun. Fibroblas terus mensintesis
kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas
luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih. Dalam fase ini
terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen,
pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka. Terbentuknya kolagen
yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk
jaringan parut 5080% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat
pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi jaringan yang
mengalami perbaikan (Syamsulhidjayat, 2005).
G. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
1. Usia
Sirkulasi darah dan pengiriman oksigen pada luka, pembekuan, respon inflamasi,dan
fagositosis mudah rusak pada orang terlalu muda dan orang tua, sehingga risiko infeksi
lebih besar. Kecepatan pertumbuhan sel dan epitelisasi pada luka terbuka lebih lambat
pada usia lanjut sehingga penyembuhan luka juga terjadi lebih lambat (DeLauna &
Ladner, 2002).
2. Nutrisi
Diet yang seimbang antara jumlah protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin
yang adekuat diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap patogen dan
menurunkan risiko infeksi. Pembedahan, infeksi luka yang parah, luka bakar dan trauma,
dan kondisi defisit nutrisi meningkatkan kebutuhan akan nutrisi. Kurang nutrisi dapat
meningkatkan resiko infeksi dan mengganggu proses penyembuhan luka. Sedangkan
obesitas dapat menyebabkan penurunan suplay pembuluh darah, yang merusak
pengiriman nutrisi dan elemen-elemen yang lainnya yang diperlukan pada proses
penyembuhan. Selain itu pada obesitas penyatuan jaringan lemak lebih sulit, komplikasi
seperti dehisens dan episerasi yang diikuti infeksi bisa terjadi (DeLaune & Ladner, 2002).
3. Oksigenasi
Penurunan oksigen ke arteri mengganggu sintesa kolagen dan pembentukan epitel,
memperlambat penyembuhan luka. Mengurangi kadar hemoglobin (anemia),
menurunkan pengiriman oksigen ke jaringan dan mempengaruhi perbaikan jaringan
(Delaune & Ladner, 2002).
4. Infeksi
Bakteri merupakan sumber paling umum yang menyebabkan terjadinya infeksi.
Infeksi menghematkan penyembuhan dengan memperpanjang fase inflamasi, dan
memproduksi zat kimia serta enzim yang dapat merusak jaringan (Delaune & Ladner,
2002). Resiko infeksi lebih besar jika luka mengandung jaringan nekrotik, terdapat benda
asing dan suplai darah serta pertahanan jaringan berkurang (Perry & Potter, 2005).
5. Merokok
Merokok dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan kerusakan oksigenasi
jaringan. Sehingga merokok menjadi penyulit dalam proses penyembuhan luka (DeLaune
& Ladner, 2002).
6. Diabetes Melitus
Menyempitnya pembuluh darah (perubahan mikrovaskuler) dapat merusak perkusi
jaringan dan pengiriman oksigen ke jaringan. Peningkatan kadar glukosa darah dapat
merusak fungsi luekosit dan fagosit. Lingkungan yang tinggi akan kandungan glukosa
adalah media yang bagus untuk perkembangan bakteri dan jamur (DeLaune & Ladner,
2002).
7. Sirkulasi
Aliran darah yang tidak adekuat dapat mempengaruhi penyembuhan luka, hal ini
biasa disebabkan karena arteriosklerosis atau abnormalitas pada vena (DeLaune &
Ladner, 2002).
8. Faktor Mekanik
Pergerakan dini pada daerah yang luka dapat menghambat penyembuhan (DeLaune &
Ladner, 2002).
9. Steroid
Steroid dapat menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera dan
menghambat sintesa kolagen. Obat-obat antiinflamasi dapat menekan sintesa protein,
kontraksi luka, epitelisasi dan inflamasi (DeLaune & Ladner, 2002).
10. Antibiotik
Penggunaan antibiotik jangka panjang dengan disertai perkembangan bakteri yang
resisten, dapat meningkatkan resiko infeksi (Delaune & Ladner, 2002).
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah:
1. Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurunnya hematokrit dan sel darah merah
terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi.
3. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi.
4. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan, hipokalemia
terjadi bila diuresis.
5. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan.
6. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan.
7. EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar.
8. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.
I. Penatalaksanaan
Pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat pasien dirawat melibatkan berbagai
lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain mencakup penanganan awal (ditempat
kejadian), penanganan pertama di unit gawat darurat, penanganan diruangan intensif dan
bangsal. Tindakan yang dilakukan antara lain terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri pasien
dengan luka bakar memerlukan obat-obatan topikal karena eschar tidak dapat ditembus
dengan pemberian obat antibiotik sistemik. Pemberian obat-obatan topikal anti mikrobial
bertujuan tidak untuk mensterilkan luka akan tetapi untuk menekan pertumbuhan
mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi, dengan pemberian obat-obatan topikal secara
tepat dan efektif dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang
seringkali masih terjadi penyebab kematian pasien.
J. Resusitasi Cairan
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan. terutama pada bagian
ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Luka bakar diberikan cairan resusitasi karena
adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh
tubuh. Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi
jaringan tanpa menimbulkan edema.
Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi
maksimum edema yaitu pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian
cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan
yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Terapi cairan yang diberikan adalah Ringer laktat untuk 48
jam setelah terkena luka bakar.
Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula Parkland :
24 jam pertama, Cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar.
Contohnya:
Pasien berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %
membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam pertama
jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam
jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16.
RENCANA
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Doenges (2000) data pengkajian tergantung pada tipe, berat dan permukaan
tubuh yang terkena, antara lain:
1. Aktivitas / Istirahat
Tanda : Penundaan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang gerak, perubahan tonus.
2. Sirkulasi
Tanda : Hipotensi (syok), perubahan nadi distal pada ekstremitas yang cidera, kulit
putih dan dingin (syok listrik), edema jaringan, disritmia.
3. Integritas ego
Tanda dan Gejala : Kecacatan, kekuatan, menarik diri.
4. Eliminasi
Tanda : diuresis, haluaran urine menurun fase darurat, penurunan motilitas usus.
5. Nutrisi/Cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksi, mual dan muntah.
6. Neurosensori
Gejala : area kebas, kesemutan
Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku, aktivitas kejang, paralisis (Cidera aliran
listrik pada aliran saraf)
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri, panas
8. Pernafasan
Gejala : Cidera inhalasi (terpajan lama)
Tanda : serak, batuk, sianosis, jalan nafas atas stridor bunyi nafas gemiricik, ronkhi
secret dalam jalan nafas.
9. Keamanan
Tanda : distruksi jaringan, kulit mungkin coklat dengan tekstur seperti : lepuh, ulkus,
nekrosis atau jaringan parut tebal.

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbonmonoksida,
obstruksi trakeobronkial, keterbatasan pengembangan dada.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler dan
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang Interstitiel.
3. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi, penurunan aliran
darah arteri.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetaboik, katabolisme protein.
5. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan, pembentukan edema.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan respon
imun, prosedur invasive.
7. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan permukaan kulit.
8. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema, nyeri, kontraktur.
C. Intervensi keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbonmonoksida,
obstruksi trakeobronkial, keterbatasan pengembangan dada.
Tujuan : Pemeliharaan oksigenasi jaringan adekuat
Intervensi :
a. Awasi frekwensi, irama, kedalaman napas
Rasional : memantau keadaan pasien dan memberikan data dasar untuk
pengkajian selanjutnya dan bukti peningkatan penurunan pernapasan.
b. Berikan terapi oksigen sesuai anjuran dokter.
Rasional : mencegah hipoksia
c. Beri pasien posisi semi fowler bila mungkin.
Rasional : meningkatkan ventilasi
d. Pantau AGD, kadar karbonsihemoglobin.
Rasional : Peningkatan karbon dioksida dan penurunan oksigen serta saturasi
oksigen menunjukkan perlunya ventilasi mekanis.

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler dan


perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang Interstitiel
Tujuan : Pemulihan cairan optimal dan keseimbangan elektrolit serta perfusi organ
vital
Intervensi :
a. Awasi tanda vital. CVP. Perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi perifer
Rasional : memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respons
kardivaskuler.
b. Awasi haluaran urine dan berat jenis, observasi warna urine dan hemates sesuai
indikasi.
Rasional : secara umum penggantian cairan harus dititrasi untuk meyakinkan rata-
rata haluaran urine 30-50 ml/jam (pada orang dewasa).
c. Pertahankan pencatatan kumulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan
Rasional: penggantian masif/ cepat dengan tipe cairan berbeda dan fluktuasi
kecepatan pemberian memerlukan tabulasi ketat untuk mencegah
ketidakseimbangan cairan.
d. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan
selanjutnya.
e. Awasi pemeriksaaan laboratorium (Hemoglobin, Hematokrit, Elektrolit, natrium
urine random).
Rasional : mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM, dan kebutuhan
penggantian cairan dan eletrolit.
3. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi, penurunan aliran
darah arteri.
Tujuan : Perfusi jaringan perifer adekuat
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan dan nadi perifer.
Rasional : pembentukan edema dapat secara cepat menekan pembuluh darah,
sehingga mempengaruhi sirkulasi dan meningkatkan stasis vena/edema.
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat.
Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik/aliran balik vena dan dapat
menurunkan edema atau pengaruh gangguan lain yang mempengaruhi konstriksi
jaringan edema.
c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang tidak sakit.
Rasional: meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan status hipermetaboik,
katabolisme protein.
Tujuan : masukan nutrisi adekuat
Intervensi :
a. Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif/tidak ada bunyi.
Rasional : heus sering berhubungan dengan periode pasca-luka bakar tetapi
biasanya dalam 36-48 jam dimana makanan oral dapat dimulai.
b. Pertahankan jumlah kalori ketat.
Rasional : pedoman tepat untuk pemasukan kalori tepat, sesuai penyembuhan
luka, persentase area luka bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang
diberikan dan penilaian yang tepat dibuat.
c. Berikan makan dan makanan kecil sedikit tapi sering
Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan
meningkatkan pemasukan.
d. Dorong pasien untuk memandang diet sebagai pengobatan dan untuk membuat
pilihan makanan /miniman tinggi kalori/protein.
Rasional : kalori dan protein diperlukan untuk mempertahankan berat badan,
kebutuhan untuk memenuhi metabolic, dan meningkatkan penyembuhan.
e. Berikan diit tinggi protein dan kalori dengan tambahan vitamin.
Rasional : kalori (3000/5000/hari), protein dan vitamin yang dibutuhkan untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan dan berat badan
dan mendorong regenerasi jaringan.
5. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan, pembentukan edema
Tujuan : nyeri berkurang/terkontrol, ekspresi wajah rileks
Intervensi :
a. Kaji terhadap keluhan nyeri lokasi, karakteristik, dan intensitas (skala 0-10)
Rasional : mengidentifikasi tingkatan nyeri
b. Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik.
Rasional : peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk menurunkan
pembentukan edema, setelah perubahan posisi dan peninggian menurunkan
ketidaknyamanan serta resiko kontraktur sendi.
c. Pertahanan suhu lingkungan yang nyaman, berikan lampu penghangat, penutup
tubuh hangat.
Rasional : pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor. Sumber panas
eksternal perlu untuk mencegah menggigil.
d. Ajarkan teknik non farmakologi seperti teknik relaksasi
Mengurangi rasa nyeri.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional : terapi analgetik dapat memblok respon nyeri
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan respon
imun, prosedur invasife.
Tujuan : tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
a. Implementasikan teknik isolasi yang tepat sesuai indikasi.
Rasional : tergantung tipe/luasnya luka dan pilihan pengobatan luka tertutup,
isolasi rentang dari luka sederhana/kulit sampai komplit, sebaliknya dapat
menurunkan resiko infeksi kontaminasi silang.
b. Terapkan tehnik aseptik antiseptik dalam perawatan luka.
Rasional : mencegah penyebaran mikroorganisme bakteri.
c. Pertahankan personal hygiene pasien.
Rasional : mencegah infeksi
d. Ganti balutan dan bersihkan areal luka bakar tiap hari
Rasional : air melembutkan dan membantu membuang balutan dan jaringan parut
(lapisan jaringan kulit mati)
e. Kaji tanda-tanda vital dan jumlah leukosit.
Rasional : indicator sepsis (sering terjadi pada luka bakar ketebalan penuh)
memerlukan evaluasi cepat dan intervensi. Peningkatan jumlah lekosit dapat
menentukan terjadinya infeksi pada pasien
f. Kolaborasi pemberian antibiotic.
Rasional : mengurangi / dan mencegah infeksi
7. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan permukaan kulit.
Tujuan : Menunjukkan regenerasi jaringan, mencapai penyembuhan tepat waktu.
Intervensi:
a. Kaji atau catat ukuran, warna, kedalaman luka terhadap iskemik.
Rasional : memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan
kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area graft.
b. Berikan perawatan luka yang tepat.
Rasional : menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi
/kegagal graft.
c. Pertahankan tempat tidur bersih, kering.
Rasional : mencegah penyebaran mikroorganisme patogen
d. Pertahankan masukan cairan 2500-3000 ml/hari.
Rasional : mencegah ketidakseimbangan cairan/eletrolit
8. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan edema, nyeri, kontraktur.
Tujuan : Mempertahankan posisi fungsi, meningkatkan kekuatan dan fungsi yang
sakit.
Intervensi :
a. Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian
aktif.
Rasional : mencegah secara progresif mengecangkan jaringan parut dan
kontraktur, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot/sendi dan menurunkan
kehilangan kalsium dan tulang.
b. Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan atau belat, khususnya untuk luka
bakar di atas sendi.
Rasional : meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas dan mencegah
kontraktur, yang lebih mungkin di atas sendi.
c. Jadwalkan pengobatan dan aktivitas perawatan untuk memberikan periode
istirahat tidak terganggu.
Rasional : meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktivitas.
d. Dorong dukungan dan bantuan keluarga/ orang terdekat pada latihan rentang
gerak.
Rasional : memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan
pasien dan memberikan terapi lebih konstan/konsisten.
e. Dorong partisipasi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemampuan individual.
Rasional : meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri, dan membantu
proses perbaikan.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn. (2000). Alih Bahasa : I Made Kariasa. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi
3. Jakarta : EGC
James, Chin. (2006). Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17. Jakarta : EGC
Nurarif, Amin Huda, dkk (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 3. Yogyakarta:MediAction

You might also like