Professional Documents
Culture Documents
LEADERSHIP
Di Susun Oleh :
KELOMPOK 2
KASUS 1
Di Rumah Sakit terdapat 11 ruang, ruang A untuk poli dan B,C,D,E, untuk rawat inap, sedangkan 5 ruang lainnya untuk penunjang, dibangsal B ada satu perawat PA
yang suka membolos , perawat PA yang lainnya suka membangkang, katim satu sering terlambat datang, kepala ruang sibuk dengan agenda rapat. tentukan konsep
leadership untuk menyelesaikan masalah dibangsal B.
A. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Indesipliner (Perawat 1)
2. Miskomunikasi (Kepala ruang)
3. Kurangnya rasa tanggung jawab (kepala ruang dan katim)
4. Menurunnya loyalitas antar perawat (kepala ruang, katim dan PA)
5. Kurangnya solidaritas (kepala ruang, katim dan PA)
6. Kurangnya kredibilitas (katim dan PA)
B. PENYELESAIAN MASALAH
1. LANDASAN TEORI (LITERATUR), MELIPUTI :
A. DEFINISI
B. TEORI KEPEMIMPINAN
C. TUGAS DAN PERAN PEMIMPIN
D. KARAKTERISTIK PEMIMPIN
E. PERILAKU KEPEMIMPINAN
F. GAYA KEPEMIMPINAN
G. FIGUR KEPEMIMPINAN
a. Mengijinkan mereka terlibat penuh dalam penyusunan jadual baru dan mendukung usulan yang mereka ajukan.
b. Merancang dan memberlakukan jadual baru yang anda buat sendiri, namun tetap memperhatikan usulan dari bawahan anda.
c. Membiarkan mereka menyusun dan menerapkan jadual baru menurut cara mereka sendiri.
d. Merancang jadual baru oleh anda sendiri dan memberikan pengarahan langsung dalam pelaksanaannya.
STUDY LITERATUR
A. DEFINISI
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu
(Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).
Pemimpin adalah inti dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang
pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau
sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan
percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama (Panji Anogara, Page 23).
B. TEORI KEPEMIMPINAN
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif
serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas tentang teori dan gaya kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang
kepemimpinan antara lain :
a) Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang
beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan The Greatma Theory. Dalam perkembanganya, teori ini
mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat
dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
1. Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil
yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.
2. Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan
stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya.
3. Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada
kinerja yang optimal, efektif dan efisien.
4. Sikap Hubungan Kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya
e) Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
3. KARAKTERISTIK PEMIMPIN
Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Coney) sebagai berikut:
a. Seorang yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman
yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar.
b. Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan,
pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.
c. Membawa energi yang positif
Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk
itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak
ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ;
a. Percaya pada orang lain
Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena
itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.
b. Keseimbangan dalam kehidupan
Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan
rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat.
c. Melihat kehidupan sebagai tantangan
Kata tantangan sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan
adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas,
kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.
d. Sinergi
Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi adalah kerja
kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana
memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja.
Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya: (1) kemauan dan keinginan sepihak; (2)
kebanggaan dan penolakan; dan (3) ambisi pribadi. Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang terus-menerus. Latihan dan pengalaman
sangat penting untuk mendapatkan perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
D. PERILAKU KEPEMIMPINAN
Perilaku kepemimpinan menyangkut dua bidang utama : (1) berorientasi dengan tugas yang menetapkan sasaran, merencanaka dan mencapai sasaran; (2) berorientasi
pada orang, yang memotivasi dan membina hubungan manusiawi.\
A. Orientasi Tugas
1. merumuskan secara jelas peranannya sendiri maupun peranan stafnya.
2. Menetapkan tujuan-tujuan yang sukartetapi dapat dicapai, dan memberitahukan orang-orang apa yang diarapkan dari mereka.
3. Menentukan prosedur-prosedur untuk mengukur kemajuan meuju tujuan dan untuk mengukur pencapaian tujuan tersebut.
4. Melaksanakan peranan kepemimpinan secara aktif dalam merencanakan, mengarahkan, membimbing, dan mengendalikan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada
tujuan.
5. Bermina mencapai peningkatan produktivitas.
B. Orientasi orang-orang
1. Menunjukkan perhatian atas terpeliharanya keharmonisan dalam organisasi san menghilangkan ketegangan, jika timbul.
2. Menunjukkan perhatian pada orang sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi saja.
3. Menunjukkan pengertian dan rasa hormat pada kebutuhan-kebutuhan, tujuan- tujuan, keinginan- keinginan, perasaan dan ide-ide karyawan.
4. Mendirikan komunikasi timbale balik yang baik dengan staf.
5. Menerapkan prinsip penekanan ulang untuk menningkatkan prestasi karyawan.
6. Mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab serta mendorong inisiatif
7. Menciptakan suatu suasana kerja dan gugus kerja dalam organisasi.
Pemimpin yang berorientasi-orangnya rendah akan cenderug bersikap dingin dalam hubungan dengan karyawan mereka, memusakan perhatian pada prestasi individu
dan persaingan ketimbang kerja sama, serta tidak mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab.
Pemimpin dan Manajer
Memimpin tidaklah sama dengan mengelola(manage). Walaupun beberapa wirausahawan aalah seorang pemimpin dan beberapa pemimpin adalah wirausahawan,
memimpi dan mengelola bukanlah merupakan suatu aktivitas yang identik.
Kepemimpinan adalah bagian dari manajemen. Pengelolaan (manage) adalah bidang yang lebih luas dibandingkan memimpin dan dipusatkan pada masalah perilaku
maupun non perilaku. Kepemimpinan terutama ditekankan pada isu perilaku. Aktifitas dan wirausahawan efektif adalah sebagai berikut.
a. Dari segi sikap kepada bawahan
b. Dari segi teknologi, perencanaan dan seleksi
c. Dari segi standart dan penilaian kinerja
d. Dari segi fungsi peghubung (linking pin)
e. Dari segi memberikan balas jasa dan hukuman
E. GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan
sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan,
terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam
pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis) berartitelah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya
jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan
prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain gaya kepemimpinan di atas masih terdapat gaya lainnya.
a. Otokratis
Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Kekuasaan sangat dominan
digunakan. Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa
saja yang diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya
antaranya memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
a. Partisipasif
Lebih banyak mendesentrelisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak.
b. Demokrasi
Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang
demokrasis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
c. Kendali Bebas
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan
tanggung jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri
Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya kepemimpinan yang diterapkan, yaitu gaya konsideral dan struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai
dan orientasi tugas. Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan kepuasan kerja pegawai dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan
gaya kepemimpinan yang dominan. Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap
membuat orang orang sibuk dan mendesak mereka untuk berproduksi.
Pemimpin yang positif, partisipatif dan berorientasi konsiderasi,tidak selamanya merupakan pemimpinyan terbaik.fiedler telah mengembakan suatumodel pengecualian
dari ketiga gaya kepemimpinan diatas,yakni model kepemimpinankontigennis.model ini nyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bergantung pada
situasi dimana pemimpin bekerja.dengan teorinya ini fiedler ingin menunjukkan bahwa keefektifan ditunjukkan oleh interaksi antara orientasi pegawai dengan 3 variabel
yang berkaitan dengan pengikut, tugas dan organisasi. Ketiga variabel itu adalah hubungan antara pemimpin dengan anngota ( Leader member rolations), struktur
tugas (task strukture), dan kuasa posisi pemimpin (Leader position power). Variabel pertama ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan (akseptabilitas) pemimpin
oleh pengikut, variabel kedua mencerminkan kadar diperlukannya cara spesifik untuk melakukan pekerjaan, variabel ketiga menggambarkan kuasa organisasi yang
melekat pada posisi pemimpin.
Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin
dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (muturity) pengikutnya.perilaku pengikut atau bawahan ini
amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi
sebagai kelompok , pengikut dapat menemukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,1996 : 18 dst), masing masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai dalm situasi yang tepat meskipun
disadari bahwa setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya meskipun perlu.
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang
mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain
adalah cara mereka membantu bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah
1. Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila
anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-
communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan
aturan aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.
2. Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses
perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam
menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun
hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
3. Supporting
Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara
detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik
teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang bincang, untuk
lebih melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran saran mereka mengenai peningkatan kinerja.
4. Delegating
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf
kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya
sendiri.
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari
bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai situational leadership. Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus
menyesuaikan keadaan dari orang orang yang dipimpinnya.
Ditengah tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya perilaku staf / individu yang berbeda beda), maka untuk mencapai efektivitas
organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan situasional
lesdership,sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang
perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
1. Q Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
2. Q Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa
terhadap situasi.
3. Q Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang kita
terapkan.
Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran
interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315).
1. Peran pertama meliputi :
a. Peran Figurehead : Sebagai simbol dari organisasi
b. Leader : Berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan mengembangkannya
c. Liaison : Menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi.
2. Sedangkan peran kedua terdiri dari 3 peran juga yakni :
a. Monitior : Memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan.
b. Disseminator : Menyampaikan informasi, nilai nilai baru dan fakta kepada bawahan.
c. Spokeman : Juru bicara atau memberikan informasi kepada orang orang di luar organisasinya.
3. Peran ketiga terdiri dari 4 peran yaitu :
a. Enterpreneur : Mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi.
b. Disturbance Handler : Mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menurun.
c. Resources Allocator : Mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan penjadwalan, memprogram tugas tugas bawahan, dan
mengesahkan setiap keputusan.
d. Negotiator : Melakukan perundingan dan tawar menawar.
4. Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan ( 1996 : 156 ) mengemukakan 3 macam peran pemimpin yang disebut dengan 3A, yakni :
a. Alighting : Menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya.
b. Aligning : Menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang menuju ke arah yang sama.
c. Allowing : Memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara kerja mereka.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika
ingin menjadi pemimpin yang baik jangan pikirkan orang lain, pikirkanlah diri sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri
sendiri. Bangunan akan bagus, kokoh, megah, karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun masyarakat, merubah dunia akan
menjadi omong kosong jika tidak diawali dengan diri sendiri. Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi mengendalikan orang lain tanpa
mengendalikan diri.
F. FIGUR KEPEMIMPINAN
untuk menjadi seorang pemimpin, pemimpin harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. berpendidikan dan berpengalaman dalam substansi tugas dan tanggung jawabnya
2. berbudi luhur :
tidak sombong
mampu membaca keadaan dan mendengarkan aspirasi serta keluh kesah anggotanya
menjunjung tinggi hokum dan konstitusi Negara
demokratis
tegas dalam bekerja dan menegakkan kebenaran
arif dan bijaksana.
PENDAHULUAN
A. Skenario
pak tito baru saja diangkat menjadi kepala ruangan instalasi interne di Rumah sakit X tipe B. Ia
merasa senang sekali dengan promosi yang ia dapatkan dan merasa percaya diri akan dapat
memimpin ruangan tersebut untuk dapat berkembang. Dalam menjalankan tugasnya sebagai
kepala ruangan, pak tito mencoba gaya kepemimpinan Laissez Faire yang dianggapnya sebagai
gaya kepemimpinan yang tepat untuk situasi ruangan pada saat itu. Pak tito berupaya
menjalankan tugasnya sebaik mungkin terutama ia fokuskan pada hal-hal yang bersifat tugas
manajerial dan tugas administratif.
Namun, baru 2 bulan memimpin ia mulai menghadapi permasalahan yang berdatangan. Mulai
dari komplain pasien dan keluarga mengenai layanan perawat yang kurang memuaskan, perawat
jutek dan kurang komunikatif dan sarana sarana yang tidak memadai.
Setelah 6 bulan memimpin, pak tito belum merasakan peranya sebagai change agent belum
terlaksana dengan baik. Komplain-komplain dari pasien dan keluarga pasien terus berdatangan
menuntut kualitas pelayanan keperawatan yang berkualitas. Komunikasi staf dan pemimpin juga
belum berjalan dengan baik.
Ketika pak tito berusaha mengklarifikasi komplain tersebut pada perawat di ruangan, ia
mendapatkan informasi bahwa beban kerja perawat di ruangan sangat tinggi. Dimana
perbandingan perawat dengan pasien adalah 1:10 orang dengan Bed Occupation Rate sebesar
100%.
B. Kata Sulit
1. Laissez faire
diartikan sebagai gaya membebaskan bawahan melakukan sendiri apa yang ingin
dilakukannya. Dalam hal ini, pemimpin melepaskan tanggung jawabnya, meninggalkan bawahan
tanpa arah, supervisi atau koordinasi sehingga terpaksa mereka merencanakan, melakukan dan
menilai pekerjaan yang menurut mereka tepat.
2. Manajerial
Adalah seseorang yang mengarahkan orang lain dan bertanggung jawab atas pekerjaan tesebut.
3. Administratif
Administasi adalah usaha dan kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan
untuk mencapai tujuan.
4. Komunikatif
Komunikatif adalah keadaan saling berhubungan yang mudah dipahami dalam berkomunikasi
sehingga pesan dapat disampaikan dan dipahami dengan baik.
5. Change agent
Change agent adalah seseorang yang dapat mempengaruhi individu atau kelompok dalam
pengambilan keputusan dalam mengadopsi satu inovasi agar terjadi perubahan prilaku sesuai
dengan yang direncanakan atau yang diinginkan.
Bed occupation rate adalah Persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu.
Indiktor ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan dari tempat tidur
rumah sakit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Berikut ini beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai definisi
kepemimpinan:
Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses membujuk (inducing) orang-orang lain untuk
mengambil langkah menuju sasaran bersama.
3. Stogdill
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas seseorang atau sekelompok
orang untuk mau berbuat dan mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
4. Ordway Ted
Kepemimpinan adalah perpaduan berbagai perilaku yang dimiliki seseorang sehingga orang
tersebut mempunyai kemampuan untuk mendorong orang lain bersedia dan dapat menyelesaikan
tugas - tugas tertentu yang dipercayakan kepadanya.
5. Georgy R. Terry
Kepemimpinan adalah hubungan yang tercipta dari adanya pengaruh yang dimiliki seseorang
terhadap orang lain sehingga orang lain tersebut secara sukarela mau dan bersedia bekerja sama
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
B. Kriteria Pemimpin
Menurut R.L.Khan mengemukaaan bahwa seorang pemimpin menjalankan pekerjaannya dengan
baik bila :
4. Mengubah tujuan karyawan sehingga tujuan mereka bisa berguna secara organisatoris
Menurut S.Suarli Pemimpin yang berkualitas harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mengatur,
3. Menyusun perbedaan pendapat yang bersifat memancing untuk mencocokan target peserta
dengan mengajukan pembatalan biaya, dukungan politik, kejujuran dan keadali,
5. Menghimpun kekuatan,
12. Mendapatkan dan mengembangkan data penelitian yang terbaik untuk menunjang posisi
masing-masing,
D. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan kekuatan jabatan
dan kekuatan pribadi secara otoriter, melakukan sendiri semua perencanaan tujuan dan
pembuatan keputusan dan memotivasi bawahan dengan cara paksaan, sanjungan, kesalahan dan
penghargaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
e. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya
dilakukan secara ketat,
g. Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat,
Kerugian : suasana kaku, tegang, mencekam, menakutkan sehingga dapat berakibat lebih
lanjut timbulnya ketidak puasan.
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya seorang pemimpin yang menghargai karakteristik
dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anggota organisasi.Pemimpin yang demokratis
menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi untuk menggali dan mengolah gagasan
bawahan dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan bersama. kepemimpinan demokratis
memiliki ciri- ciri sebagai berikut :
e. Komunikasi berlangsung timbale balik, baik terjadi antar pimpinan dengan bawahan
maupun bawahan dengan bawahan,
f. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku perbuatan atau kegiatan bawahan dilakukan secara
wajar,
h. Banyak kesempatan bagi bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dari pada
instruktif,
i. Tugas-tugas kepada bawhan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dar pada instruktif,
n. Terdapat suasana saling percaya, saling hrmat, menghormati dan saling harga menghargai,
Keuntungan : berupa keputusan serta tindakan yang lebih objektif, tumbuhnya rasa ikut
memiliki, serta terbinannya moral yang tinggi.
Kelemahan : keputusan serta tindakan kadang kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang,
keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan yang terbaik.
Gaya kepemimpinan partisipatif adalah gabungan bersama antara gaya kepemimpinan otoriter
dan demokratis dengan cara mengajukan masalah dan mengusulkan tindakan pemecahannya
kemudian mengundang kritikan, usul dan saran bawahan. Dengan mempertimbangkan masukan
tersebut, pimpinan selanjutnya menetapkan keputusan final tentang apa yang harus dilakukan
bawahannya untuk memecahkan masalah yang ada.
Gaya kepemimpinan laisses faire dapat diartikan sebagai gaya membebaskan bawahan
melakukan sendiri apa yang ingin dilakukannya. Dalam hal ini, pemimpin melepaskan tanggung
jawabnya, meninggalkan bawahan tanpa arah, supervisi atau koordinasi sehingga terpaksa
mereka merencanakan, melakukan dan menilai pekerjaan yang menurut mereka tepat.
Selanjutnya dapat dikemukan bahwa keempat gaya kepemimpinan di atas memiliki kelebihan
dan kekurangan tersendiri. Setiap gaya kepemimpinan bisa efektif dalam situasi tertentu tetapi
tidak efektif dalam situasi lainya.
Menurut (Gillies, 1996) Faktor yang menetukan efektifitas gaya kepemimpinan secara
situasional meliputi:
Keuntungan : para anggota atau bawahan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya.
Kelemahan : kekacauan karena tiap pejabat bekerja menurut selera masing- masing.
1. Teori Kontingensi
Model atau teori kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif tergantung pada kecocokan
antara gaya pemimpin yang berinteraksi dengan subordinatnya sehingga situasi menjadi
pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin. Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu
kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada
anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yang spesifik.
Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya
masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan
yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yang paling
efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang
dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach. Asumsi
sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh
kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh
berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas
pemimpin, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan.
Teori kontingensi melihat pada aspek situasi dari kepemimpinan (organization context). Fiedler
mengatakan bahwa ada 2 tipe variabel kepemimpinan: Leader Orientation dan Situation
Favorability.
1. Leader Orinetation :
apakah pemimipin pada suatu organisasi berorinetasi pada relationship atau beorintasi pada task.
Leader Orientation diketahui dari Skala semantic differential dari rekan yang paling tidak
disenangi dalam organisasi (Least preffered coworker = LPC)
LPC tinggi jika pemimpjn tidak menyenangi rekan kerja, sedangkan LPC yang rendah
menunjukkan pemimpin yang siap menerima rekan kerja untuk bekerja sama. Skor LPC yang
tinggi menujukkan bahwa pemimpin berorientasi pada relationship, sebaliknya skor LPC yang
rendah menunjukkan bahwa pemimpin beroeintasi pada tugas. Fiedler memprediksi bahwa para
pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih
efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi
kepada orang atau hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun
sangat tinggi. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding
pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
2. Situation favorability:
sejauh mana pemimpin tersebut dapat mengendailikan suatu situasi, yang ditentukan oeh 3
variabel situasi, yaitu :
Task Structure: tingkat struktur tugas yang diberikan oleh pemimpin untuk dikerjakan oleh
anggota organisasi.
Position Power: tingkat kekuasaan yang diperoleh pemimpin organisasi karena kedudukan.
Situation favorability tinggi jika LMO baik, TS tinggi dan PP besar, sebaliknya Situation
Favoribility rendah jika LMO tidak baik, TS rendah dan PP sedikit.
Path-Goal Theory atau model arah tujuan ditulis oleh House (1971) menjelaskan kepemimpinan
sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan,
motivasi, dan bantuan untuk pencapaian tujuan para pengikutnya. Bawahan sering berharap
pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan
berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan-tujuan bernilai
mereka.
Ide di atas memainkan peran penting dalam Houses path-goal theory yang menyatakan bahwa
kegiatan-kegiatan pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau
menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja
keras akan mengarahkan ke kinerja yang baik dan kinerja yang baik tersebut selanjutnya akan
diakui dan diberikan ganjaran.
Path Goal Theory menekankan pada cara-cara pemimpin memfasilitasi kinerja kerja dengan
menunjukkan pada bawahan bagamana kinerja diperoleh melalaui pencapaian rewards yang
diinginkan. Path Goal theory juga mengatakan bahwa kepuasan kerja dan kinerja kerja
tergantung pada expectancies bawahan. Harapan-harapan bawahan bergantung pada ciri-ciri
bawahan dan lingkungan yang dihadapi oleh bawahan. Kepuasan dan kinerja kerja bawahan
bergantung pada leadership behavior dan leadership style.
1. Supportive Leadership
Pemimpin yang memberikan bimbingan khusus pada Karyawannya dengan menetapkan standar
kinerja, mengkoordinasi kinerja kerja dan meminta karyawan untuk mengikuti aturan aturan
organisasi.
Pemimpin yang menetapkan tujuan yang menantang pada bawahannya dan meminta bawahan
untuk mencapai level performens yang tinggi.
4. Participative Leadership
Pemimpin yang menerima saran-saran dan nasihat-nasihat bawahan dan menggunakan informasi
dari bawahan dalam pengambilan keputusan organisasi.
Hal yang menentukan keberhasilan dari setiap jenis kepemimpinan tersebut adalah subordinate
characteristics(contohnya: Karyawan yang internal l locus of control atau external locus of
control, karyawan yang mempunyai need achievement yang tinggi atau need affiliation yang
tinggi, dll.) dan environmental factors (system kewenangan dalam organisasi).
Leader-Participation Model ditulis oleh Vroom dan Yetton (1973). Model ini melihat teori
kepemimpinan yang menyediakan seperangkat peraturan untuk menetapkan bentuk dan jumlah
peserta pengambil keputusan dalam berbagai keadaan. Teori Yetton dan Vroom mengemukakan
bahwa kepuasan dan prestasi disebabkan oleh perilaku bawahan yang pada gilirannya
dipengaruhi oleh perilaku atasan, karakteristik bawahan dan faktor lingkungan. Salah satu tugas
utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan yang dilakukan
para pemimpin sering kali sangat berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa
komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang
sangat menentukan keberhasilan yang bersangkutan melaksanakan tugas-tugas pentingnya.
Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka
panjang dibanding dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam
mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya. Dengan kata lain
seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat
meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Teori kepeminmpinan vroom & yetton adalah jenis teori kontingensi yang menitikberatkan pada
hal pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin.
Dalam hal ini ada 5 jenis cirri pengambilan keputusan dalam teori ini :
A-I : pemimpin mengambil sendiri keputusan berasarkan informasi yang ada padanya saat
itu.
C-I : pemimpin memberitahukan masalah yang sedang terjadi kepada bawahan secara
pribadi, lalu kemudian memperoleh informasi tanpa mengumpulkan semua bawahannya secara
kelompok, setelah itu mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/ tidak gagasan dari
bawahannya.
contoh kasusnya, dalam sebuah took kue, pemimpin took akan membicarakan masalah yang
terjadi, misalnya cara menarik minat pembeli agar menjadi pelanggan tetap tokonya. Pemilik
took akan mengumpulkan semua karyawannya dan menanyakan pendapat mereka. pemilik akan
menampung semua gagasan mereka, lalu memilih gagasan yang dianggap paling menarik dan
disetujui oleh semua karyawannya.
Contoh kasus diatas, itu sesuai dengan cirri pengambilan keputusan G-II yang dikemukakan oleh
vroom & yetton. Dan menurut saya, ciri G-II adalah yang paling layak digunakan.
Menurut Kadarman & Udaya Seorang pemimpin yang efektif tidak akan menggunakan
kelebihannya untuk menaklukkan orang lain, namun justru digunakan untuk mendorong
bawahannya dalam mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan yang ada.
1. Swanburg (2000) menyatakan bahwa karakteristik pemimpin yang efektif adalah sebagai
berikut:
a. Intelegensi (pengetahuan, pendapat, keputusan, berbicara)
b. Kepribadian (mudah adaptasi, waspada, kreatif, kerjasama, integritas pribadi yang baik,
keseimbangan emosi dan tidak ketergantungan kepada orang lain)
2. Fiedler (1977), dikutip dari Gillies (1996) menyatakan bahwa kepemimpinan dapat berjalan
efektif bila:
a. Kepemimpinan berganti dari satu orang ke orang lain dan berganti dari satu gaya ke gaya
lainnya seiring dengan terjadinya perubahan situasi kerja.
b. Pemimpin sebaiknya berasal dari anggota kelompok kerja, mengenal situasi kerja dan
memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibanding anggota kelompok kerja lainnya.
3. Bennis menyatakan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memenuhi
karakteristik sebagai berikut:
d. Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan yang memungkinkan untuk mengenal orang
lain dengan baik.
b. Mempunyai pedoman apa yang harus dilakukan yang diminta oleh komunikasi tadi,
c. Percaya bahwa perilaku yang diminta adalah sesuai dengan kehendak perorangan dengan
nilai yang baik,
Menutur Depkes RI 1994, Kepala ruangan adalah seorang tenaga perawat profersional yang
diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di satu
ruang rawat.
Tanggung jawab kepala rungan dapat diidentifikasi sesuai dengan perannya meliputi:
Adapun fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston (2000) sebagai berikut:
Menurut Kron (1981), ruang lingkup kegiatan kepemimpinan dalam keperawatan meliputi:
3. Pemberian bimbingan
5. Kegiatan koordinasi
1. Hambatan-hambatan Perubahan
Namun, perubahan organisasional bukanlah hal yang mudah dilakukan. Ada banyak kendala
yang bisa menghadang dan memacetkan program-program perubahan. Sejumlah kendala yang
ditengarai oleh George dan Jones (2002:645-646) adalah:
Mekanisme yang telah tertanam untuk menghasilkan kemantapan dalam beroperasinya suatu
organisasi -- yang diberlakukan dalam sistem seleksi karyawan, sistem pelatihan, sistem
penilaian kinerja, sistem reward dan punishment, sistem informasi, sistem keuangan, sistem
pengambilan keputusan, dan lain-lain akan menghasilkan suatu inertia ketika menghadapi
perubahan. Pola hubungan-hubungan kekuasaan yang telah mapan dan mendatangkan sejumlah
privileges bagi para pelakunya juga dapat menghambat upaya perubahan yang mengarah pada
redistribusi wewenang pengambilan keputusan. Para manajer dan supervisor yang menikmati
kewenangan yang luas mungkin merasa terancam dengan akan diberlakukannya sistem
pengambilan keputusan partisipatif atau diterapkannya tim kerja swakelola.
Budaya organisasi, sebagaimana disebutkan hampir 60 tahun yang lalu oleh Selznick (1948),
merupakan variabel independen yang sangat memengaruhi perilaku karyawan. Nilai-nilai yang
sudah terlembagakan melalui praktik perilaku organisasional dalam kurun waktu yang cukup
lama akan menjadi panduan otomatis perilaku para karyawan. Organisasi yang memiliki budaya
yang kuat, yakni yang ditandai dengan dipegang dan dianutnya nilai-nilai inti organisasi secara
intensif dan secara luas oleh anggota organisasi tersebut (Wiener, 1988), akan menyulitkan suatu
perubahan organisasional yang menuntut berubahnya nilai-nilai inti tersebut. Dengan demikian,
suatu organisasi yang sudah berpuluhtahun mempraktikkan nilai-nilai budaya korup, etos kerja
medioker atau bahkan minimalis, dan business ethics yang rendah sudah barangtentu tidak
mudah untuk berubah menjadi organisasi yang berbudaya etis, menjunjung tinggi nilai-nilai
moral, beretoskerja tinggi, dan berorientasi pada keunggulan.
Kelompok-kelompok kerja, formal maupun non-formal juga dapat menjadi penghalang upaya
perubahan. Individu-individu yang ingin mengubah perilaku kerjanya besar kemungkinan akan
dihambat oleh norma kelompok yang tidak sejalan. Tekanan kelompok dapat mengerem usaha-
usaha individual maupun program perubahan organisasional. Kelompok-kelompok dengan
kohesivitas tinggi yang merasa terancam akan kehilangan kenyamanannya atas penguasaan suatu
sumber daya organisasi mungkin akan melakukan perlawanan.
Pada dasarnya ada empat bidang organisasional yang bisa menjadi sasaran perubahan, yaitu
struktur organisasi, teknologi, setting fisik, dan sumber daya manusia (Robertson et. al., 1993).
Hal-hal yang bersifat struktural seperti pembagian kerja, sistem-sistem operasi, rentang kendali,
dan desain organisasi jika dirasa sudah tidak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada
dapat diubah. Dapat dipertimbangkan perlunya dilakukan perubahan uraian pekerjaan (job
description), pengayaan pekerjaan (job enrichment), pelenturan jam kerja, dan penerapan sistem
imbalan yang lebih berbasis kinerja atau profit sharing.
Tanggungjawab departemental dapat digabung demi keefektifan dan efisiensi. Beberapa lapisan
vertikal dapat dihilangkan dan rentang kendali diperlebar demi mengurangi birokratisasi dan
menambah daya responsi organisasi terhadap dinamika lingkungan. Aturan-aturan/prosedur yang
dirasa menghambat kinerja bisa dipangkas, diganti dengan aturan-aturan/prosedur yang
diperlukan untuk meningkatkan standardisasi. Proses pengambilan keputusan juga dapat
dipercepat dengan meningkatkan desentralisasi. Bahkan, jika desain organisasi dengan struktur
sederhana (simple structure) dinilai tidak lagi memadai, perlu dipertimbangkan memodifikasinya
menjadi stuktur matriks, struktur tim, atau bentuk lainnya.
Mengubah teknologi seringkali diperlukan demi efektivitas kerja karyawan dan peningkatan
kinerja organisasi. Perubahan teknologis biasanya meliputi mesin-mesin, peralatan kerja, metode
kerja, dan yang paling mencolok dewasa ini adalah otomatisasi atau komputerisasi. Otomatisasi
menggantikan orang dengan mesin yang dapat bekerja lebih cepat, lebih akurat dan lebih murah.
Sistem informasi yang canggih memudahkan pengelolaan dan pemanfaatan informasi secara
menakjubkan.
Mengingat pentingnya upaya perubahan organisasional di tengah lingkungan yang berubah cepat
dan bahkan acapkali bersifat diskontinyu, dan mengingat strategis dan krusialnya bidang-bidang
sasaran perubahan serta kompleksnya faktor-faktor yang dapat merintangi upaya perubahan,
maka perubahan organisasional seringkali tidak dapat dibiarkan terjadi secara alamiah saja.
Perubahan seringkali perlu dirancang, direkayasa dan dikelola oleh suatu kepemimpinan yang
kuat, visioner, cerdas, dan berorientasi pengembangan -- sebagai agen perubahan.
Perubahan memerlukan kepemimpinan yang kuat dari segi otoritas yang dimilki maupun dari
segi kepribadian dan komitmen karena memimpin perubahan dengan segala kompleksitas
permasalahan dan hambatannya memerlukan power, keyakinan, kepercayaan diri, dan
keterlibatan diri yang ekstra. Seperti yang disebutkan oleh Zaleznik (1986), seorang pemimpin
tidak boleh bersikap impersonal, apalagi pasif terhadap tujuan-tujuan organisasi, melainkan
harus mengambil sikap pribadi dan aktif. Dengan begitu ia tidak akan mudah patah oleh
hambatan dan perlawanan. Ia justru akan bergairah menghadapi tantangan perubahan yang
dipandangnya sebagai batu ujian kepemimpinannya (Maxwell, 1995).
Pemimpin perubahan juga harus visioner karena ia harus sanggup melihat cukup jauh ke depan
ke arah mana kapal organisasi harus bergerak. Kotter (1990) menyebutkan bahwa memimpin
perubahan harus dimulai dengan menetapkan arah setelah mengembangkan suatu visi tentang
masa depan, dan kemudian menyatukan langkah orang-orang dengan mengomunikasikan
penglihatannya dan mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan. Semua itu
dilakukan tanpa harus bersikap otoriter. Namun, meskipun ia mengundang partisipasi pemikiran
dari anggota, tongkat kepemimpinan tetaplah berada di tangannya.
Kecerdasan juga sangat diperlukan untuk kepemimpinan perubahan. Tanpa kecerdasan yang
baik, ia akan mudah terombang-ambing dalam kebingungan. Kecerdasan sangat diperlukan
karena pemimpin harus pandai memilih strategi dan menetapkan program-program perubahan
dan mengilhami teknik-teknik pengatasan masalah yang sesuai dengan situasi dan kondisi
organisasional yang ada berserta dinamikanya. Kecerdasan yang diperlukan dalam hal ini adalah
kecerdasan yang multi-dimensional, yang pada intinya meliputi kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat besar perannya dalam setiap
pengambilan keputusan, sehingga membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap
hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin. Sehingga jika seorang pemimpin tidak mampu
membuat keputusan, seharusnya dia tidak dapat menjadi pemimpin.
Dilain hal, pengambilan keputusan dalam tinjauan perilaku mencerminkan karakter bagi seorang
pemimpin. Oleh sebab itu, untuk mengetahui baik tidaknya keputusan yang diambil bukan hanya
dinila dari konsekwensi yang ditimbulkannya. Melainkan melalui berbagai pertimbangan dalam
prosesnya. Kegiatan pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk kepemimpinan,
sehingga:
1. Teori keputusan
meupakan metodologi untuk menstrukturkan dan menganalisis situasi yang tidak pasti atau
berisiko, dalam konteks ini keputusan lebih bersifat perspektif daripada deskriptif
2. Pengambilan keputusan
proses mental dimana seorang manajer memperoleh dan menggunakan data dengan menanyakan
hal lainnya, menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan menganalisis
data; manajer, secara individual dan dalam tim, mengatur dan mengawasi informasi terutama
informasi bisnisnya.
3. Pengambilan keputusan
Dalam pelaksanaannya, pengambilan keputusan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: proses
dan gaya pengambilan keputusan.
a. Identifikasi masalah
b. Mendefinisikan masalah
d. Implementasi keputusan
e. Evaluasi keputusan
Selain proses pengambilan keputusan, terdapat juga gaya pengambilan keputusan. Gaya
adalah lear habit atau kebiasaan yang dipelajari. Gaya pengambilan keputusan merupakan
kuadran yang dibatasi oleh dimensi:
b. Kebutuhan yang rendah untuk menstruktur informasi, sehingga dapat memproses banyak
pemikiran pada saat yang sama.
Kombinasi dari kedua dimensi diatas menghasilkan gaya pengambilan keputusan seperti:
4. Direktif
toleransi ambiguitas rendah dan mencari rasionalitas. Efisien, mengambil keputusan secara cepat
dan berorientasi jangka pendek
5. Analitik
toleransi ambiguitas tinggi dan mencari rasionalitas. Pengambil keputusan yang cermat, mampu
menyesuaikan diri dengan situasi baru
6. Konseptual
toleransi ambiguitas tinggi dan intuitif. Berorientasi jangka panjang, seringkali menekan solusi
kreatif atas masalah
7. Behavioral
toleransi ambiguitas rendah dan intuitif. Mencoba menghindari konflik dan mengupayakan
penerimaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka berikut adalah upaya-upaya yang perlu ditempuh seperti:
1. Cerna masalah
Sejalan dengan peran kepemimpinan, maka terdapat perbedaan antara permasalahan tentang
tujuan dan metode. Dalam kondisi seperti ini peran pemimpin adalah mengambil inisiatif dalam
hubungannya dengan tujuan dan arah daripada metode dan cara.
2. Identifikasi alternativ
3. Tentukan proritas
Memilih diantara banyak alternativ adalah esensi dari kegiatan pengambilan keputusan.
4. Ambil langkah
Upaya pengambilan keputusan tidak berhenti pada tataran pilihan, melainkan berlanjut
pada langkah implementasi dan evaluasi guna memberikan umpan balik.
Berkaitan dengan dunia organisasi, konflikpun kerap kali terjadi misalnya saja konflik antara
pemimpin dengan yang dipimpinnya atau antara kelompok kerja yang satu dengan yang lain.
Konflik terjadi disebabkan oleh berbedanya kepribadian, kepentingan, latar belakang sosial,
budaya, agama dan sebagainya antara masing-masimg indivdu dalam organisasi tersebut.
Konflik tidak bisa dicegah melainkan hanya bisa dikendalikan, dikelola, bahkan disinergikan
menjadi sesuatu yang sangat dinamis dan harmonis. Dan ini adalah tugas dari seorang
pemimpin.dalam kepemimpinannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa efektifitas kepemimpinan
seorang pemimpin adalah dapat dinilai dari bagaimana ia mampu mengendalikan dan mengelola
konflik begitu juga sebaliknya.
Tim adalah kelompok kerja yang dibentuk dengan tujuan untuk menyukseskan tujuan bersama
sebuah kelompok organisasi atau masyarakat. Tujuan dari pembentukan tim di sini adalah
membangun unit kerja yang solider yang mempunyai identifikasi keanggotaan maupun kerja
sama yang kuat
1. Proses pembentukan
2. Anggota tim
Keberhasilan tugas dalam tim akan tercapai jika setiap orang bersedia untuk bekerja dan
memberikan yang terbaik. Anggota tim yang baik harus:
a. Mengerti tujuan yang baik
Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses untuk memberikan pengarahan dan pengaruh pada
kegiatan yang berhubungan dengan tugas sekelompok anggotanya. Mereka yakin bahwa tim
tidak akan sukses tanpa mengkombinasikan kontribusi setiap anggotanya untuk mencapai tujuan
akhir yang sama.
g. Mencari orang yang ingin unggul dan dapat bekerja secara kontruktif
PENUTUP
A. KESIMPULAN
kepemimpinan dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang
dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun,
menggerakkan, mengarahkan dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima
pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu
tujuan tertentu (Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI,2009,125). Menurut Sindang P.Siagian
(2003)
kepemimpinan merupakan motor atau daya penggerak dari semua sumber-sumber bagi suatu
organisasi. Pembahasan tentang kepemimpinan menyangkut tugas dan gaya kepemimpinan, cara
mempengaruhi kelompok, yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang.
Teori kontingensi melihat pada aspek situasi dari kepemimpinan (organization context). Fiedler
mengatakan bahwa ada 2 tipe variabel kepemimpinan: Leader Orientation dan Situation
Favorability.
DAFTAR PUSTAKA
havidzulloh.blogspot.com/2010/08/studi-kepemimpinan-michigan.html
http://inet.detik.com/read/2012/04/19/092110/1896016/398/bersih-bersih-yahoo-buang-50-
produk
http://www.shvoong.com/business-management/human-resource-managementdouglas-theory-
management/
http://blog.uny.ac.id/iisprasetyo/teori-path-goal-dalam-kepemimpinan/
http://www.envisionsoftware.com/Management/TheoryX
http://www.accel-team.com/human_relations/mcgregor
Vroom, VH dan Yetton, PW (1973). Kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Pittsburg:
University of Pittsburg
Munandar, Ashar Sunyoto . 2001 , Psikologi Industri dan Organisasi, Jakarta. Universitas
Indonesia
Edgar, H Schein. 1991, Psikologi Organisasi, Jakarta. Pustaka Binaman Pressindo