You are on page 1of 31

ASUHAN KEPERAWATAN VCT

PADA KLIEN BB DENGAN HIV/ AIDS

DI RUANG JEMPIRING RS KERTHA USADA SINGARAJA

TANGGAL 10 S/D 12 NOVEMBER 2016

OLEH :

KOMANG SRI AYUNI,S.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI NERS

TAHUN 2016
BAB I

TINJAUAN TEORI

1. Defenisi Penyakit
Human Immunodeficiency Virus ( H I V ) adalah virus yang menumpang hidup

dan merusak sistem imun tubuh. Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome

( A I D S ) adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus Human

Immunodeficiency Virus ( H I V ), (Brunner&Suddarth; edisi 8)


Human Immunodeficiency Virus atau di sering di singkat dengan ( H I V )

merupakan virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. H I V menyerang

manusia dan menyerang sistem imun (kekebalan) tubuh, sehingga tubuh menjadi

lemah dalam melawan infeksi yang menyebabkan kekurangan (defisiensi) sistem

imun.
Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah suatu kumpulan kondisi klinis

tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh Human Immunodeficiency

Virus (HIV) (Sylvia, 2005). AIDS didefinisikan sebagai suatu sindrom atau

kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik penyakit defisiensi imun dan berat

dan merupakan manifestasi sindrom akhir infeksi HIV positif tidak identik dengan

AIDS, karena AIDS harus menunjukkan adanya suatu atau lebih gejala penyakit

akibat sistem imun seluler ( NOER HMS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I).
2. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency

virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan

disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi

nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan

HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.


Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak

ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu

likes illness.

3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak

ada.

4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat

malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi

mulut.

5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama

kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada

berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria

maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

1. Lelaki homoseksual atau biseks.

2. Orang yang ketagian obat intravena

3. Partner seks dari penderita AIDS

4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

5. Bayi dari ibu/ bapak terinfeksi

3. Tanda dan Gejala

Dicurigai pada orang dewasa bila ada paling sedikit 2 gejala mayor dan

satu gejala minor serta tidak ada sebab sebab imonosupresi lain seperti kanker,

malnutrisi berat/ pemakaian kortikosteroid yang lama.


Gejala Mayor :

Penurunan berat badan > 10 %


Diare kronik > 1 bulan
Demam > 1 bulan ( kontinue/intermiten )

Gejala minor :

Batuk > 1 bulan


Dermatitis pruritik umum
Herpez zonter reurrents
Kandidiasis orofaring limfadenopati geheralisata herpez simpleks di

seminata yang kronik progresif


4. Patofisiologi
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang

termasuk dalam famili retrovirus. Virus HIV melekat dan memasuki limfosit T

helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik

lain dan akan mengalami destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang

memperkuat dan mengulang respons imunologik, dan bila sel-sel tersebut

berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik lain terganggu.


HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi genetic RANA. Pada

saat virus HIV masuk dalam tubuh virus akan menginfeksi sel yang mempunyai

antigen CD4+ (Sel T pembantu, helper T cell). Sekali virus masuk ke dalam sel,

virus akan membuka lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reserve

transcriptase untuk mengubah RNA. DNA virus akan terintergrasi dalam sel

DNA host dan akan mengadakan duplikasi selama proses normal pembelahan.
Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4 untuk

memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit T4.

kematian limfosit T4 membuat daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah

terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu
menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang

limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain. Organ yang paling

sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. Virus AIDS diliputi oleh

suatu protein pembungkus yang sifatnya toksik (racun) terhadap sel. Khususnya

sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan

kematian sel otak.


Sel CD4+ (Sel T pembantu / helper T cell) sangat berperan penting dalam

fungsi system immune normal, mengenai antigen dan sel yang terinfeksi, dan

mengaktifkan sel B untuk memproduksi antibody. Juga dalam aktivitas langsung

pada cell-mediated cell immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi

aktivitas langsung pada sel kongetitis duplikasi.


Menurut Long (1996) retrovirus /HIV dibawa oleh hubungan seksual, tranfusi

darah dan oleh ibu yang terkena infeksi ke fetus. Pada saat virus HIV masuk ke

dalam aliran darah maka HIV mencari sel T4 dan pembantu sel virus melekat

pada isyarat dari T4 dan masuk ke dalam sel dan mengarahkan metabolisme agar

mengabaikan fungsi normal (kematian sel T4) dan memperbanyak dari HIV. HIV

baru menempel kepada sel T4 dan menghancurkannya. Hal ini terjadi berulang-

ulang kemudian terjadi sebagai berikut :


1. Infeksi Akut
Terjadi infeksi imun yang aktif terhadap masuknya HIV ke dalam darah.

HIV masih negatif. Gejala lainnya seperti demam, mual, muntah,

berkeringat malam, batuk, nyeri saat menelan dan faringgitis.


2. Infeksi kroniK
Terjadi bertahun-tahun dan tidak ada gejala (asimtomatik), terjadi refleksi

lambat pada sel-sel tertentu dan laten pada sel-sel lainnya.


3. Pembengkakan kelenjar limfa
Gejala menunjukkan hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe

dapat persisten selama bertahun-tahun dan pasien tetap merasa sehat. Pada

masa ini terjadi progresi terhadap dari adanya hiperplasia folikel dalam

kelenjar limfe sampai dengan timbulnya involusi dengan tubuh untuk

menghancurkan sel dendritik pada otak juga sering terjadi, pembesaran

kelenjar limfa sampai dua tahun atau lebih dari nodus limfa pada daerah

inguinal selama tiga bulan atau lebih. HIV banyak berkonsentrasi pada

liquor serebrospinal.

4. Penyakit lain akan timbul antara lain :


a. Penyakit kontitusional
Gejala dengan keluhan yang disebakan oleh hal-hal yang tidak

langsung berhubungan dengan HIV seperti diare, demam lebih dari 1

bulan, berkeringat malam, terasa lelah yang berlebih, berat badan yang

menurun sampe dengan 10% yang mengindikasikan AIDS (slim

disease)
b. Gejala langsung akibat HIV/Kompleks Demensia AIDS (AIDS

demensia complex)
Muncul penyakit-penyakit yang menyerang sistem syaraf antara lain

mielopati, neuropati perifer, penyakit susunan syaraf otak, kehilangan

memori secara fluktoatik, bingung, kesulitan konsentrasi, apatis dan

terbatasnya kecepatan motorik. Demensia penuh dengan adanya

gangguan kognitif, verbalisasi, kemampuan motorik, penyakit

kontitusional.
c. Infeksi akibat penyakit yang di sebabkan parasit : pneumonia carinii

protozoa (PCP), cryptosporidictis (etero colitis), toxoplasmosis (CNS

dissemminated desease), dan isoporiasis (coccodiosis), bakteri (infeksi


mikrobakteri, bakteriemi, salmonella, tubercullosis), virus

sitomegelovirus : hati, retinaparu-paru, kolon; herpes simplek) dan

fungus (candidiasis pada oral, esofagus, intestinum)


d. Kanker sekunder
Muncul penyakit seperti sarcoma kaposi.

e. Penyakit lain
Infeksi sekunder atau neoplasma lain yang berakibat pada kematian

dimana sistem imunitas tubuh sudah pada batas minimal atau mugkin

habis sehingga HIV menguasai tubuh.


5. PATHWAY

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat
dilakukan dengan dua cara :
a. Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel. Umumnya
dengan menggunakan microskop elektron dan deteksi antigen
virus. Salah satu cara deteksi antigen virus adalah dengan
polymerase chain reaction (PCR). Penggunaan PCR antara
lain untuk ;
1) Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada
bayi sehingga menghambat pemeriksaan serologis.
2) Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif
3) Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum terjadi sero
konversi
4) Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA
untuk rendah.
b. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat anti
spesifik tes, misalnya :
1) ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%), biasanya
memberikan hasil positif 2-3 buah sesudah infeksi. Hasil
positif harus di konfirmasi dengan pemeriksaan Western
Blot.
2) Western Blot, spsifitas tinggi (99,6-100%). Namun,
pemeriksaan ini cukup sulit, mahal dan membutuhkan
waktu sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi
hasil pemeriksaan ELISA positif.
3) Imonofivoresceni assay (IFA)
4) Radio Imuno praecipitation assay (RIPA)

2. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak virus


HIV
a. Status imun
1) Tes fungsi sel CD4
2) Sel T4 mengalami penurunan kemampuan untuk reaksi
terhadap antigen
3) Kadar imunoglobutin meningkat
4) Hitung sel darah putih normal hingga menurun
5) Rasio CD4 : CD8 menurun
3. Complete Blood Covnt (CBC)
Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopenia dan
thrombocytopenia yang sering muncul pada HIV.
4. CD4 cell count
Tes yang paling banyak digunakan untuk memonitor
perkembangan penyakit dan terapi yang akan dilakukan.
5. Blood Culture
6. Immune Complek Dissociaced P24 Assay
Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas medikasi
antivirus.
7. Tes lain yang biasa dilakukan sesuai dengan manifestasi klinik
baik yang general atau spesifik antara lain :
a. Tuberkulin skin testing
Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC.
b. Magnetik resonance imaging (MRI)
Mendeteksi adanya lymphoma pada otak
c. Spesifik culture dan serology examination (uji kultur spesifik
dan scrologi)
d. Pap smear setiap 6 bulan
Mendeteksi dini adanya kanker rahim.
Mendiagnosisi infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV
tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas,
diagnosis dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi
sebelum berusia 6 bulan.
Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang
terinfeksi HIV :
1. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
2. Penurunan persentase CD4
3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD3
4. Limfopenia
5. Anemia, trombositopenia
6. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbilli,
Haemophilus influenzae tipe B)
Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, yang berusia kurang dari 18 bulan
dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya dua determinasi
terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase-HIV, atau antigen HIV, maka ia
dapat dikatakan terinfeksi HIV. Bayi yang lahir dari ibu HIV-positif, berusia
kurang dari 18bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji tersebut dikatakan
terpajan pada masa perinatal. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV, yang
ternyata antibodi-HIV negatif dan tidak ada bukti laboratorium lain yang
menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV maka ia dikatakan seroreverter

7. Penatalaksanaan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS.
Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan
perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan
menggunakan tiga parameter: status kekebalan, status infeksi, dan status klinik.
Seorang anak dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti adanya supresi
imun dikategorikan sebagai A2. status imun didasarkan pada jumlah CD4 atau
persentase CD4, yang tergantung usia anak.
Kategorisasi Anak Infeksi HIV dan AIDS

Kategori Imun Kategori Klinis


(N) Tanpa (A) Tanda (B) Tanda (C) Tanda
Tanda dan dan Gejala dan Gejala dan Gejala

Gejala Ringan Sedang Hebat


(1) Tanpa tanda supresi N1 A1 B1 C1
(2) Tanda supresi sedang N2 A2 B2 C2
(3) Tanda supresi berat N3 A3 B3 C3

Keterangan :
Kategori Klinis HIV

1. Kategori N : Tidak bergejala

Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV

2. Kategori A: Gejala ringan

Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini:


1). Limfadenopati
2). Hepatomegali
3). Splenomegali
4). Dermatitis
5). Parotitis
6). Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/persisten, sinusitis, atau
otitis media.

3. Kategori B: Gejala sedang

Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau menunjukkan


kekurangan kekebalan karena infeksi HIV: contoh dari kondisi-kondisi tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
b. Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
c. Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6 bulan
d. Kardiomiopati
e. Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
f. Diare, kambuhan atau kronik
g. Hepatitis
h. Stomatitis herpes, kambuhan
i. Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan sebelum berusia 1
bulan.
j. Herpes zoster, dua atau lebih episode
k. Leiosarkoma
l. Penumonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid pulmoner
(LIP/PLH)
m. Varisela zoster persisten
n. Demam persisten > 1 bulan
o. Toksoplasmosis awitan sebelum berusia 1 bulan
p. Varisela, diseminata (cacar air berkomplikasi)

4. Kategori C : Gejala Hebat

Anak dengan kondisi berikut ini:


a. Infeksi bakterial multipel atau kambuhan
b. Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus
c. Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstrapulinoner
d. Kriptosporodisis, intestinal kronik
e. Penyakit, sitomegalovirus (selain hati, limpa, nodus), dimulai pada umur > 1
bulan.
f. Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan)
g. Ensefalopati HIV
h. Ulkus herpes simpleks kronik (durasi > 1 bulan) atau pneumonitis atau esofatis,
awitan saat berusia > 1 bulan.
i. Histoplasmosis diseminata atau ekstrapulmoner
j. Isosporiasis, intestinal kronik (durasi > 1 bulan)
k. Sarkoma Kaposi
l. Limfoma, primer di otak
m.Limfoma (sarkoma Burkitt atau sarkoma imunoblastik)
n. Kompleks Mycobacterium ovium atau mycobacterium kansasii, diseminata atau
ekstrapulmoner.
o. Penumonia Pneumocystis carinii
p. Leukoensefalopati multifokal progresif
q. Septikemia salmonela, kambuhan
r. Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur >1 bulan.
s. Wasting syndrome karena HIV
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujukan
terhadap mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti kandidiasis dan
penumonia interstisial.
Azidotimidin (zidovudin), videks, dan zalcitabin (dcc) adalah obat-obatan
untuk infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah. Videks dan ddc kurang bermanfaat
untuk penyakit sistem saraf pusat Trimetoprim sulfametoksazol (Septra, Bactrim)
dan pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksis pneumonia cariini
Pneumocystis (PCP). Pemberian imunoglobulin secara intravena setiap bulan
sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak, selain untuk
hipogamaglobulinemia.
Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV. Sebagai ganti
vaksin poliovirus oral (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif
(IPV).
Memulihkan sistem imun.
1. Obat-obat yang telah dicoba dipakai adalah imunomodulator, seperti
isoprenosino, interferon (alfa dan gamma), interleukin 2. Namun, sampai sekarang
belum memberikan hasil seperti yang diharapkan.
2. Transfusi limfosit dan transplantasi sumsum tulang.
Memberantas virusnya.
Salah satu cara untuk memutuskan rantai pembiakan virus AIDS adalah dengan
inhibiton reserve transcriptace dengan obat suramin untuk menghambat efek
sitopatis virus terhadap sel limposit-T helper, namun obat ini sangat toksik.
Menurut Long (1996) perawatan diri pasien dengan AIDS adalah :
1. Upaya preventif meliputi :
a. Penyuluhan kesehatan pada kelompok yang beresiko terkena AIDS.
b. Anjuran bagi yang telah terinfeksi virus ini untuk tidak menyumbangkan darah,
organ atau cairan semen.
c. Modifikasi tingkah laku dengan :
1). Membantu mereka agar bisa merubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku
yang beresiko atau yang kurang beresiko dengan mengubah kebiasaan seksual
guna mencegah terjadinya penularan.
2). Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa mempertahankan
tubuh dengan baik yaitu dengan asupan nutrisi dan vitamin yang cukup.
3). Pandangan hidup yang positif
4). Memberikan dukungan psikologis dan sosial
d. Skrining darah donor terhadap adanya antibody HIV
2. Edukasi yang bertujuan :
a. Mendidik pasien dan keluarganya tentang bagaimana menghadapi kenyataan
hidup bersama AIDS, kemungkinan didiskriminasikan dari masyarakat sekitar,
bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau masyarakat lain.
b. Pendidikan bagaimana cara hidup sehat, dengan mengatur diet, asupan nutrisi dan
vitamin yang cukup, menghindari kebiasaan.
I. CARA PENULARAN
Meskipun HIV dapat ditemukan pada cairan tubuh pengidap HIV seperti
air ludah (saliva) dan air mata serta urin, namun ciuman, kolam renang atau
kontak social seperti berjabat tangan bukanlah merupakan cara untuk penularan.
Oleh karena itu seorang anak yang terinfeksi HIV belum memberikan gejala AIDS
tidak perlu dikucilkan dari sekolah atau pergaulan.
Pada bayi dan anak penularan HIV dapat terjadi melalui ibu hamil yang
sedang mengandung dengan HIV, transfuse darah yang mengandung HIV atau
produksi darah yang berasal dari donor yang mengandung HIV, jarum suntuk
yang tercemar HIV, dan hubungan seksual dengan penderita HIV.
Ibu hamil dengan HIV (+)
Ibu hamil yang mengandung HIV di dalam tubuhnya dapat menularkan ke bayi
yang dikandunfnya. Ibu sendiri biasanya belum menunjukan gejala klinis AIDS.
Cara transmisi ini juga disebut dengan transmisi vertical. Transmisi dapat terjadi
melalui plasenta (intrauterine) atau inpartum, yaitu pada waktu bayi lahir terpapar
dengan darah ibu atau secret genetalia yang mengandung HIV.
HIV dapat diisolasi dari ASI pada ibu yang mengandung HIV di dalam tubuhnya.

Transfusi
Penularan dapat terjadi melalui transfuse darah yang mengandung HIV atau
produk darah yang berasal dari donor yang mengandung HIV. Dengan sudah
dilakukan skrining darah donor terhadap HIV maka transmisi melalui cara ini
akan menjadi jauh berkurang.
Jarum suntik
Penularan melalui cara ini terutama ditemukan pada anak remaja penyalahgunaan
obat IV yang menggunakan jarum suntik bersama.
Hubungan seksual dengan pengidap HIV
Penularan cara ini ditemukan pada anak remaja yang berganti-ganti pasangan.

H. Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit AIDS, adalah :
1. Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS
2. Mencegah hubungan seksual dengan partner banyak atau dengan orang yang
mempunyai banyak partner
3. Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotik yang menggunakan obat
suntik.
4. Orang-orang dari kelompok resiko tinggi dicegah menjadi donor darah.
5. Pemberian transfusi darah hanya untuk pasien-pasien yang benar-benar perlu
6. Pada setiap suntikan harus terjamin sterilitas atau suntiknya
7. Penularan pada bayi dan anak dapat terjadi pada waktu hamil, melahirkan
maupun postpartum, maka sebaiknya wanita dengan resiko tinggi AIDS jangan
hamil dan jangan melahirkan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AIDS

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Data Subjektif, mencakup:
a. Pengetahuan klien tentang AIDS
b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun
c. Dispneu (serangan)
d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)
2. Data Objektif, meliputi:
a. Kulit, lesi, integritas terganggu
b. Bunyi nafas
c. Kondisi mulut dan genetalia
d. BAB (frekuensi dan karakternya)
e. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal jantung
kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
d. Pengkajian Respiratori
e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea, hipoksia, nyeri
dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.
f. Pengkajian Neurologik
g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku, nyeri otot, kejang-
kejang, enselofati, gangguan psikomotor, penurunan kesadaran, delirium,
meningitis, keterlambatan perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal
i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih
kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis esophagus, candidisiasis
mulut, selaput lender kering, pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare
kronis, pembesaran limfa.
j. Pengkajain Renal
k. Pengkajaian Muskuloskeletal
l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)
m. Pengkajian Hematologik
n. Pengkajian Endokrin
4. Kaji status nutrisi
5. Kaji adanya infeksi oportunistik
6. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

Uji Laboratorium dan Diagnostik


1. ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay (uji awal yang umum) untuk
mendeteksi antibody terhadap antigen HIV(umumnya dipakai untuk skrining HIV
pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun).
2. Western blot (uji konfirmasi yang umum) untuk mendeteksi adanya antibodi
terhadap beberapa protein spesifik HIV.
3. Kultur HIV untuk memastikan diagnosis pada bayi.
4. Reaksi rantai polimerase (Polymerase chain reaction)/PCR untuk mendeteksi
asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk
mendiagnosis HIV pada bayi dan anak).
5. Uji antigen HIV untuk mendeteksi antigen HIV.
6. HIV, IgA, IgM untuk mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara
eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).
Temuan laboratorium yang terdapat pada bayi dan anak yang terinfeksi HIV :
1. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut
2. Penurunan persentase CD4
3. Penurunan rasio CD4 terhadap CD8
4. Limfopenia
5. Anemia, trombositopenia
6. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM)
7. Penurunan respons terhadap tes kulit (Candida albicans, tetanus)
8. Respons buruk terhadap vaksin yang didapat (difteria, tetanus, morbili,
Haemophilus influenzae tipe B)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
2. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun
3. Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering
(diare)
7. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
9. Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit
serius
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

C. INTERVENSI
1. Diagnosa 1 : Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi
infeksi
NOC : immune status
Kriterias hasil :
a. Status gastrointestinal normal
b. Status respirasi norml
c. Status BB normal
d. Status integritas kulit normal
e. Tidak menunjukan kelemahan
f. Menunjukan kekebalan tubuh

Skala penilaian :
1 = Extreme
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak kompromi
NIC : imunisation / vaccination administration
Intervensi :
a. Ajarkan orang tua untuk mengikuti jadwal administerasi
b. Ajarkan individu keluarga untuk melakukan vaksinasi seperti
kolera, influenza, rabies, demam typoid, typus, TBC
c. Sediakan informasi mengenai imunisasi
d. Pantau pasien setelah mendapat imunisasi
e. Identifikasi kontraindikasi dari imunisasi seperi panas.

2. Diagnosa II : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan


imun
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
menunjukan tanda pertumbuhan yang normal
NOC : pertumbuhan
Kriteria hasil :
a. Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan
b. Turgor kulit baik
c. Tanda-tanda vital baik
Skala penilaian:
1 = Tidak ada penyimpangan dari yang diharapkan
2 = Penyimpangan ringan
3 = Penyimpangan sedang
4 = Penyimpangan berat
5 = Extrim

NIC : Peningkatan pertumbuhan


Intervensi :
a. Lakukan pemeriksaan kesehatan dengan saksama ( tanda-
tanda vital dan pemeriksaan fisik )
b. Tentukan makanan yang disukai klien
c. Pantu kecenderungan peningkatandan penurunan berat badan
d. Kaji keadekuatan asupan nutrisi
e. Demonstrasikan aktivitas yang meningkatkan perkembangan

3. Diagnosa III : Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
(diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan
cairan
NOC : fluid balance
Kriteria hasil :
a. Tekanan darah normal
b. Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam
c. Tidak ada distensi vena jugularis
d. Hidrasi kulit
e. Membran mukosa normal
f. Turgor kulit baik
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjaukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : fluid management
Intervensi :
a. Timbang popok jika diperlukan
b. Pertahankan intake dan output
c. Monitor status hidrasi
d. Monitor vital sign
e. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

4. Diagnosa IV : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas efektif
NOC : Respitarory status
a. RR alam batas normal
b. Irama nafas normal
c. Ekspansi dada simetris
d. Tidak ada dispneu
e. Tidak ada traktil fremitus
f. Auskultasi bunyi nafas normal
Skala penilaian :
1 = Extreme
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak kompromi
NIC : Oxygen terapy
Intervensi :
a. Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea
b. Pertahankan jalan nafas yang paten
c. Atur peralatan oxygenasi
d. Monitor aliran oxygen
e. Petahankan posisi pasien
NIC : Vital Sign Monitoring
Intervensi :
a. Monitor TD, nadi, suhu dan dan RR
b. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
c. Monitor suhu warna dan kelembaban kulit

5. Diagnosa V : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi
NOC : Nutritional status
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Skala penilaian :
1= Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : nutrition management
Intervensi :
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake seperti Fe, vitamin, dan protein
c. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
NIC : nutrition monitoring
a. Monitor adanya penurunan berat badan
b. Monitor interaksi anak / orang tua selama makan
c. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
d. Monitor turgor kulit
e. Monitor mual dan muntah
f. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

6. Diagnosa VI : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering
(diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kulit anak tetap bersih, utuh
dan bebas iritasi
NOC : Tissue integrity
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature dan
pigmentasi )
b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Mampu melindungi kulit
e. Mampu mempertahankan kelembaban kulit
Skala penilaian :
1 = Selalu
2 = Sering
3 = Kadang-kadang
4 = Jarang
5 = Tidak pernah
NIC : Exercise Therapy
a. Inspeksi permukaan kulit secara teratur untuk adanya tanda-tanda iritasi
kemerahan
b. Lindungi permukaan kulit yang bergesekan
c. Masase kulit dengan lembut menggunakan lotion di area yang iritasi

7. Dignosa VII : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh normal
NOC : Thermoregulation
a. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan
b. Suhu tubuh dalam batas normal
c. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan
d. Perubahan warna kulit tidak ada
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Selalu menunjukan
5 = Sering menunjukan
NIC : Fever management
Intervensi :
a. Pantau suhu minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan
b. Pantau warna kulit dan suhu
c. Ajarkan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara
dini hipertermia
d. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi klien dengan hanya selembar
pakaian
e. Berikan cairan intravena

8. Dignosa VIII : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat beraktifitas
seperti biasa
NOC : Penghematan energi
Kriteria hasil :
a. Menyadari kjeterbatasan energi
b. Menyeimbangkan aktifitas dan energi
c. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas
Skala penilaian :
1 = Tidak sama sekali
2 = Jarang
3 = Kadang
4 = Sering
5 = Selalu

NIC : Pengelolaan enegi


a. Tentukan penyebab keletihan
b. Pantau asupan untuk mamastikan keadekuatan sumber energi
c. Batasi rangsangan lingkungan
d. Bantu dengan aktifitas fisik teratur

9. Diagnosa IX : Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapar berkurang
NOC : Anxiety control
Kriteria hasil :
a. Monitor intensitas cemas
b. Mengurangi penyebab cemas
c. Penurunan rangsang lingkungan ketika cemas
d. Memberikan informasi untuk mengurangi cemas
e. Melaporkan penurunan cemas
f. Melaporkan keadekuaan tidur
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : penurunan cemas
1. Gunakan pendekatan yang menangkan
2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
3. Pahami persepsi pasien terhadap stress
4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi keemasan
5. Identifikasi tingkat kecemasan
6. Dorong untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan

10. Diagnosa X : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit
serius
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan orang tua dan anak
menunjukan perilaku kedekatan
NOC : Koping keluarga
Kriteria hasil :
a. Saling percaya dan dapat manghadapi masalah
b. Mengatasi masalah
c. Pedui terhadap kebutuhan seluruh anggota keluarga
d. Tetapkan prioritas
Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Selalu menunjukan
5 = Sering menujukan
NIC : Support keluarga
Intervensi :
a. Yakinkan keluarga bahwa pasien akan diberi perawatan terbaik
b. Hargai reaksi pasien terhadap kondisi pasien
c. Berikan timbal balik atas koping keluarga
d. Terangkan menhenai rencana medis dan perawatan pasien terhadap keluarga
e. Berikan informasi tentang perkembangan pasien sesuai dengan kondisi

11. Dignosa XI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga
pengetahuannya bertambah
NOC : Proses penyakit
Kriteria hasil :

a. Mengenal nama penyakit

b. Deskripsi proses penyakit

c. Deskripsi factor penyebab

d. Deskripsi tanda dan gejala

e. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit

Skala penilaian :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : Pembelajaran proses penyakit
a. Jelaskan tanda dan gejala
b. Identifikasi penyebab penyakit
c. Beri informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostik

D. EVALUASI
1. Dx 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun
a. Status gastrointestinal normal
4
b. Status respirasi normal 3
c. Status BB normal 3
d. Status integritas kulit normal 3
e. Tidak menunjukan kelemahan 3
f. Menunjukan kekebalan tubuh

2. Dx II : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan penurunan imun


a. Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan 2
b. Turgor kulit baik 3
c. Tanda-tanda vital baik
2

3. Dx III : Kurang volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (diare)
a. Tekanan darah normal
3
b. Keseimbangan masukan dan haluaran selama 24 jam 3
c. Hidrasi kulit 3
d. Membran mukosa normal 3
e. Turgor kulit baik 3

4. Dx IV : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispneu


a. RR alam batas normal 3
b. Irama nafas normal 3
c. Ekspansi dada simetris 3
d. Tidak ada dispneu 3
e. Tidak ada traktil fremitus 3
f. Auskultasi bunyi nafas normal 3
5. Dx V : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan 3
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 3
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5

6. Dx VI : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan frekuensi buang air besar sering (diare)
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature dan
pigmentasi ) 3
b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit 5
c. Perfusi jaringan baik 4
d. Mampu melindungi kulit 3
e. Mampu mempertahankan kelembaban kulit 3

7. Dx VII : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


a. Suhu kulit dalam rentang yang diharapkan 3
b. Suhu tubuh dalam batas normal 4
c. Nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapkan 4
d. Perubahan warna kulit tidak ada 4

8. Dx VIII : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik


a. Menyadari keterbatasan energi 2
b. Menyeimbangkan aktifitas dan energi 3
c. Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas 3

9. Dx IX : Cemas berhubungan dengan perubahan staus kesehatan


a. Monitor intensitas cemas 4
b. Mengurangi penyebab cemas 4
c. Penurunan rangsang lingkungan ketika cemas 3
d. Memberikan informasi untuk mengurangi cemas 5
e. Melaporkan penurunan cemas 3
f. Melaporkan keadekuaan tidur 3

10. Dx X : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius
a. Saling percaya dan dapat manghadapi masalah 5
b. Mengatasi masalah 5
c. Pedui terhadap kebutuhan seluruh anggota keluarga 5
d. Tetapkan prioritas 5

11. Dx XI : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


a. Mengenal nama penyakit 4
b. Deskripsi proses penyakit 4
c. Deskripsi factor penyebab 4
d. Deskripsi tanda dan gejala 4
e. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit 4

You might also like