You are on page 1of 19

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN rds

(Respiratory distress simdrome)

Disusun Oleh Kelompok 1 :

1. Aritha Ginting
2. Dedek Riahna Purba
3. Dian Esvani manurung

Dosen Pembimbing : Connie Melva Sianipar, S.Kep.,Ns.,M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SANTA ELISABETH MEDAN

T.A 2016/2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke Tuhan yang Maha Esa atas segala nikmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah ANAK dengan
Respiratory distress simdrome ( RDS ) , makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
komponen tugas pada mata kuliah ANAK di Program Studi DIII Keperawatan STIKES
SANTA ELISABETH MEDAN.
Makalah ini mencoba memaparkan tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan pada
anak dengan Penyakit Respiratory distress simdrome ( RDS)
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak demi
perbaikan dan penambahan wawasan kami di masa yang akan datang
Demikian akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis
khususnya bagi pembaca pada umumnya terima kasih

Medan , Maret 2017

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan .................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian ........................................................................... 3
2.2 Anatomi Fisiologi Paru ........................................................ 3
2.3 Etiologi ................................................................................ 5
2.4 Patofisiologi.......................................................................... 6
2.5 Manifestasi klinis.................................................................. 7
2.6 Komplikasi............................................................................ 8
2.7 Penatalaksanaan Medis......................................................... 9
2.8 ASUHAN KEPERAWATAN................................................. 10
1. Pengkajian Fisik.............................................................. 10
2. Diagnosa Keperawatan.................................................... 12
3. Intervensi Keperawatan................................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................ 18
3.2 Saran ..................................................................................... 18
Daftar Pustaka......................................................................................... 19

ii

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Respiratory Distress Syndrom (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan merupakan

sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir

dengan masa gestasi kurang (Suriadi dan Yulianni, 2006). Secara klinis bayi dengan RDS

menunjukkan takipnea, pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta,

expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis

lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia,

hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Kompas, 2012).

Angka kejadian RDS di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan

postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1998 -

1987. Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal

steroid dan postnatal surfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari

kelahiran bayi hidup periode 1986-1987. Sedangkan jaman moderen sekarang ini dari

pelayanan NICU turun menjadi 1% di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara penyebab terbanyak

dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah RDS. Sekitar 5 -10%

didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram. Angka

kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan

surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Di negara

berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadian RDS (WHO, 2012).

Dampak lanjut dari kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus

sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru

sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan

menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi

yang menyebabkan asidosis respiratorik.


Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif petugas kesehatan baik berupa

promotif, preventiv, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini dilakukan dengan pendidikan kesehatan,

pencegahan, pengobatan sesuai program dan memotivasi klien agar cepat pulih sehingga

dapat meningkatkan derajat kesehatan secara optimal. Oleh karena itu penulis tertarik

mengangkat judul Asuhan Keperawatan pada Anak dengan RDS.

1.2. Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Penulis membuat makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Anak dengan RDS

bertujuan sebagai bahan pembelajaran Keperawatan Anak, serta memenuhi syarat

penyelesaian tugas dari mata kuliah Keperawatan Anak.


2. Tujuan khusus
Selesainya tugas makalah Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan RDS, penulis di harapkan

mampu:
a. Memahami isi materi mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak dengan RDS.
b. Dapat membagi ilmu kepada pembaca mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak dengan

RDS.

BAB II

TINJAUAN TEOITIS

2.1. Pengertian
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan adalah sindrom

gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir dengan

masa gestasi kurang (Malloy, 2000).


Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem

pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai

hyalin membrane diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006).


Sindrom Distres Pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan

histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang

kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas (Bobak, 2005).
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS adalah

penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan sel untuk menghasilkan

surfaktan yang memadai.

2.2. Anatomi Fisiologi Paru


Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak sedemikian rupa

sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum. Oleh karenanya, masing-masing

paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta

struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk konus dan

diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan

hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis. Masing-masing paru-paru

mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas
3
klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan

tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks

pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura

oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior.

Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan

inferior.
Paru paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang dan

kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini terus

berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah
bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan

adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan ketiga. Ketidak matangan paru

paru akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia24 minggu

yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru

paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan. Upaya pernapasan pertama seorang bayi

berfungsi untuk:
1. Mengeluarkan cairan dalam paru.
2. Mengembangkan jaringan alveolus paru paru untuk pertama kali.
Agar alveolus daoat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran darah

ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan jumlahnya akan

meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu kehamilan. Surfaktan ini

mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus

sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat

setelah akhir setiap pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan

energi ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa.


4
Berbagai peningkatan ini menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu.
Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru parunya. Pada saat bayi

melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru

paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi

rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan sisa

cairan di dalam paru paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembulu limfe dan darah.

Semua alveolus paru paru akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.

2.3. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan

kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap

berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan

mengalami sesak nafas.


3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam

proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.


4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah

pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).

5
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak

kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula

kemungkinan terjadi RDS.


2.4. Patofisiologi
1. Proses penyakit
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh

alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna karena

dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan

mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut

menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)

menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan

terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah

diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini

berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.

Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti

hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk

mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal

menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan

desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif

dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada

endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi

matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk
6
dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai

dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi

yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan

chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).


Menurut Suriadi dan Yuliani (2006), Patoflow dari RDS yaitu :
Surfaktan menurun
Complianse (distensibilitas) PO2 menurun
Atelektatis
Usaha nafas meningkat Metabolisme anaerob
Menurunya ventilasi
CO2 meningkat Asidosis
Tekanan darah arteri menurun Vasokonstriksi perifer dan pulmonal
Aliran darah paru menurun
Surfaktan menurun Tekanan arteri pulmonal meningkat

2.5. Manifestasi klinis


Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh

tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala

klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema,

dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli

sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak

nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit),

pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap

dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.


7
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran

airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan

jantung dengan penurunan aerasi paru.


c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan

bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh

thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah:


a. Pernapasan cepat
b. Pernapasan terlihat parodaks
c. Cuping hidung
d. Apnea
e. Murmur
f. Sianosis pusat

2.6. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan terjadi pada RDS yaitu:
a. Komplikasi jangka pendek
1) Kebocoran alveoli
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,

pneumopericardium, emfisema interstitial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk

dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
8
2) Jangkitan penyakit
karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan

thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan jarum

vena, kateter, dan alat-alat respirasi.


3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular:
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi

terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.


b. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang

tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan

organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi yaitu:


1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa

gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan

pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi

vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.


2) Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa

gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

2.7. Penatalaksanaan Medis


Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan

meliputi:

9
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru.
c. Fenobarbital.
d. Vitamin E menurunkan produksi radikal bebas oksigen.
g. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari

pemakaian ventilasi mekanik.


h. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS

adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia,

didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).

2.8. Asuhan keperawatan


a. Pengkajian
1) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan mendengkur, retraksi

subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu,

gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin
10
normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan

dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari

penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi

meliputi:
a) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa

tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya

asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan

salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler

sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda

memburuknya keadaan klinik.


b) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding

dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala

ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik

usaha pernafasan.
c) Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled),

tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.

2) Pemeriksaan penunjang
a) Foto rontgen thorak
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim lain bila terkena.

11
b) Pemeriksaan hasil analisa gas darah
Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis respiratori ( pH

>7,45) pada tahap dini.


c) Tes fungsi paru
Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan Yulianni (2006) yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau

kurangnya jumlah cairan surfaktan.


2) Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan

intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada jalan napas.
3) Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator,

dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.


4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa

disadari (IWL).
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan, motilitas gastrik menurun, dan penyerapan.

3. Intervensi
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau

kurangnya jumlah cairan surfaktan.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas

efektif.
12
Kriteria hasil:
a) Jalan nafas bersih
b) Frekuensi jantung 100-140 x/menit
c) Pernapasan 40-60 x/menit
d) Takipneu atau apneu tidak ada
e) Sianosis tidak
Intervensi:
a) Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi telentang dengan

leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap dalam posisi mengendus.
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
b) Hindari hiperekstensi leher.
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
c) Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan, kenali tanda-tanda distres

misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.


Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan mencegah terjadinya distres

pernafasan.
d) Lakukan penghisapan mukus.
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan selang

endotrakeal.
e) Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan.
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.
f) Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan.
Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar.
g) Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan.
13
Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
h) Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan oksigen.
Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas

ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan

atau tanpa sputum, cyanosis.


Tujuan: Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan

ronchi (-).
Kriteria hasil:
a) Pasien bebas dari dispneu
b) Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
c) Memperlihatkan tingkah laku dan mempertahankan jalan nafas.
Intervensi:
a) Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
Rasional: Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha

dalam bernafas.
b) Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitu.
Rasional: Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan

dapat meningkatkan fremitus.


c) Catat karakteristik dari suara nafas.
Rasional: Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial

dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas.
d) Catat karakteristik dari batuk
14
Rasional: Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari

jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent.
e) Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu.
Rasional: Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.
f) Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila

ada indikasi.
Rasional: Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan

atelektasis dan infeksi paru.


g) Peningkatan oral intake jika memungkinkan.
Rasional: Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum Kolaboratif.
h) Berikan oksigen, cairan IV; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi.
Rasional: Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen.
i) Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.
Rasional: Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret.
j) Berikan fisiotherapi dada misalnya: postural drainase, perkusi dada/ vibrasi jika ada

indikasi.
Rasional: Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot

pernafasan.
k) Berikan bronchodilator misalnya: aminofilin, albuteal dan mukolitik.
Rasional: Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan

meningkatkan ventilasi.
3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan

ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.

Tujuan: Pola nafas efektif

15

Kriteria Hasil: Mempertahankan pola pematasan efektif.

a) Irama nafas, kedalaman nafas normal.

b) Oksigenasi adekuat.

Intervensi:

a) Analisa Monitor serial gas darah sesuai program.

Rasional: Mempertahankan gas darah optimal dan mengetahui perjalanan penyakit.

b) Gunakan alat bantu nafas sesuai intruksi.

Rasional: Memudahkan memelihara jalan nafas atas.

c) Pantau ventilator setiap jam

Rasional: Mencegah turunnya konsentrasi mekanik dan kemungkinan terjadinya komplikasi.

d) Berikan lingkungan yang kondusif

Rasional: Supaya bayi dapat tidur dan memberikan rasa nyaman.

e) Auskultasi irama jantung, suara nafas dan lapor adanya penyimpangan.

Rasional: Mendeteksi dan mencegah adanya komplikasi.

4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa

disadari.

Tujuan: mempertahankan cairan dan elektrolit

Kriteria Hasil:

a) Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan

Intervensi:

a) Pertahankan cairan infus 60- 10 ml /kg/hari atau sesuai protokol yang ada.
Rasional: Penggantian cairan secara adekuat untuk mencegah ketidakseimbangan.

b) Tingkatkan cairan infus 10 ml/ kg, tergantung dari urin output, penggunaan pemanas dan

jumlah fendings.

16

Rasional: mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan pasien, penggunaan pemanas

tubuh akan meningkatkan kebutuhan cairan.

5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan

menelan, motilitas gerak menurun dan penyarapan.

Tujuan: Kebutuhan nutrisi adekuat.

Kriteria hasil:

a) Mencapai status nutrisi normal dengan berat hadan yang sesuai.

b) Mencapai kadar gula darah normal.

c) Mencapai keseimbangan intake dan output.

d) Bebas dari adanya komplikasi Gl.

e) Lingkar perut stabil.

f) Pola eliminasi nonnal

Intervensi:

a) Timbang helat badan tiap hari.

Rasional: Mendeteksi adanya penurunan atau peningkatan berat badan.

b) Berikan glukosa 5-10% banyaknya sesuai umur dan berat badan.

Rasional: Diperlukan keseimbangan cairan dan kehutuhan kalori secara parsiasif.

c) Monitor adanya hipoglikemi.

Rasional: Masukkan nutrisi inadekuat menyebabkan penurunan glukosa dalam darah.

d) Monitor adanya komplikasi GI:

(1) Disstres
(2) Konstipasi / diare.

(3) Frekwensi muntah

Rasional: Mempertahankan nutrisi cukup energi dan keseimbangan intake dan output.

17

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan

atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran

sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik.


18

DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Esty. 2009. Asuhan Neoatus Anak dan Balita. Penerbit Buku Kedokteran

EGC: Jakarta.

Saifuddin, Abdul Bari. Dkk. 2009. Buku Buku Acuhan Nasional Pelayanan Kesehatan

Internal dan Neonatal. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.

Ester, Monica. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Penerbit Buku Kedokteran EGC:

Jakarta.

Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan

Kebidanan. Salemba Medika: Jakarta.

Nur Muslihatun, Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Fitramaya: Yogyakarta

Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Anak Balita.

Nuha Medika: Yogyakarta.

Marmi dan Kukuh Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Prasekolah.
Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
19

You might also like