Professional Documents
Culture Documents
1. Aritha Ginting
2. Dedek Riahna Purba
3. Dian Esvani manurung
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke Tuhan yang Maha Esa atas segala nikmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah ANAK dengan
Respiratory distress simdrome ( RDS ) , makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
komponen tugas pada mata kuliah ANAK di Program Studi DIII Keperawatan STIKES
SANTA ELISABETH MEDAN.
Makalah ini mencoba memaparkan tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan pada
anak dengan Penyakit Respiratory distress simdrome ( RDS)
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak demi
perbaikan dan penambahan wawasan kami di masa yang akan datang
Demikian akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis
khususnya bagi pembaca pada umumnya terima kasih
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan .................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian ........................................................................... 3
2.2 Anatomi Fisiologi Paru ........................................................ 3
2.3 Etiologi ................................................................................ 5
2.4 Patofisiologi.......................................................................... 6
2.5 Manifestasi klinis.................................................................. 7
2.6 Komplikasi............................................................................ 8
2.7 Penatalaksanaan Medis......................................................... 9
2.8 ASUHAN KEPERAWATAN................................................. 10
1. Pengkajian Fisik.............................................................. 10
2. Diagnosa Keperawatan.................................................... 12
3. Intervensi Keperawatan................................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................ 18
3.2 Saran ..................................................................................... 18
Daftar Pustaka......................................................................................... 19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Respiratory Distress Syndrom (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan merupakan
sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir
dengan masa gestasi kurang (Suriadi dan Yulianni, 2006). Secara klinis bayi dengan RDS
expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis
lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia,
Angka kejadian RDS di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan
postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1998 -
1987. Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal
steroid dan postnatal surfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari
kelahiran bayi hidup periode 1986-1987. Sedangkan jaman moderen sekarang ini dari
pelayanan NICU turun menjadi 1% di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara penyebab terbanyak
dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah RDS. Sekitar 5 -10%
didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram. Angka
kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan
surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Di negara
berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadian RDS (WHO, 2012).
sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru
sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan
menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
promotif, preventiv, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini dilakukan dengan pendidikan kesehatan,
pencegahan, pengobatan sesuai program dan memotivasi klien agar cepat pulih sehingga
dapat meningkatkan derajat kesehatan secara optimal. Oleh karena itu penulis tertarik
mampu:
a. Memahami isi materi mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak dengan RDS.
b. Dapat membagi ilmu kepada pembaca mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
RDS.
BAB II
TINJAUAN TEOITIS
2.1. Pengertian
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan adalah sindrom
gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir dengan
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang
kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas (Bobak, 2005).
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS adalah
penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan sel untuk menghasilkan
paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta
diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan
mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas
3
klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan
tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks
pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura
oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior.
Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan
inferior.
Paru paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang dan
kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini terus
berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah
bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan
adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan ketiga. Ketidak matangan paru
paru akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia24 minggu
yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru
paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan. Upaya pernapasan pertama seorang bayi
berfungsi untuk:
1. Mengeluarkan cairan dalam paru.
2. Mengembangkan jaringan alveolus paru paru untuk pertama kali.
Agar alveolus daoat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran darah
ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan jumlahnya akan
meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu kehamilan. Surfaktan ini
mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus
sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat
setelah akhir setiap pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan
melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru
paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi
rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan sisa
cairan di dalam paru paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembulu limfe dan darah.
Semua alveolus paru paru akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.
2.3. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan
kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
5
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak
kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna karena
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti
hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk
6
dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai
dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi
yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala
klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema,
dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli
sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak
nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit),
pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh
thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
2.6. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan terjadi pada RDS yaitu:
a. Komplikasi jangka pendek
1) Kebocoran alveoli
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema interstitial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk
dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
8
2) Jangkitan penyakit
karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan jarum
tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan
gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan
pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi
meliputi:
9
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru.
c. Fenobarbital.
d. Vitamin E menurunkan produksi radikal bebas oksigen.
g. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari
adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia,
didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).
gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin
10
normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan
dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari
penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi
meliputi:
a) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa
tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya
asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan
salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler
sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda
dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala
ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik
usaha pernafasan.
c) Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled),
2) Pemeriksaan penunjang
a) Foto rontgen thorak
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim lain bila terkena.
11
b) Pemeriksaan hasil analisa gas darah
Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis respiratori ( pH
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan Yulianni (2006) yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau
intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada jalan napas.
3) Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator,
disadari (IWL).
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
3. Intervensi
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau
efektif.
12
Kriteria hasil:
a) Jalan nafas bersih
b) Frekuensi jantung 100-140 x/menit
c) Pernapasan 40-60 x/menit
d) Takipneu atau apneu tidak ada
e) Sianosis tidak
Intervensi:
a) Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi telentang dengan
leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap dalam posisi mengendus.
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
b) Hindari hiperekstensi leher.
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
c) Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan, kenali tanda-tanda distres
pernafasan.
d) Lakukan penghisapan mukus.
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan selang
endotrakeal.
e) Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan.
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.
f) Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan.
Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar.
g) Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan.
13
Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
h) Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan oksigen.
Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan
ronchi (-).
Kriteria hasil:
a) Pasien bebas dari dispneu
b) Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
c) Memperlihatkan tingkah laku dan mempertahankan jalan nafas.
Intervensi:
a) Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
Rasional: Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha
dalam bernafas.
b) Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitu.
Rasional: Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan
dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas.
d) Catat karakteristik dari batuk
14
Rasional: Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari
jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent.
e) Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu.
Rasional: Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.
f) Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila
ada indikasi.
Rasional: Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan
indikasi.
Rasional: Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot
pernafasan.
k) Berikan bronchodilator misalnya: aminofilin, albuteal dan mukolitik.
Rasional: Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan
meningkatkan ventilasi.
3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.
15
b) Oksigenasi adekuat.
Intervensi:
4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa
disadari.
Kriteria Hasil:
Intervensi:
a) Pertahankan cairan infus 60- 10 ml /kg/hari atau sesuai protokol yang ada.
Rasional: Penggantian cairan secara adekuat untuk mencegah ketidakseimbangan.
b) Tingkatkan cairan infus 10 ml/ kg, tergantung dari urin output, penggunaan pemanas dan
jumlah fendings.
16
Kriteria hasil:
Intervensi:
(1) Disstres
(2) Konstipasi / diare.
Rasional: Mempertahankan nutrisi cukup energi dan keseimbangan intake dan output.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan
B. Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran
DAFTAR PUSTAKA
Wahyuningsih, Esty. 2009. Asuhan Neoatus Anak dan Balita. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
Saifuddin, Abdul Bari. Dkk. 2009. Buku Buku Acuhan Nasional Pelayanan Kesehatan
Ester, Monica. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Nur Muslihatun, Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Fitramaya: Yogyakarta
Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Marmi dan Kukuh Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Prasekolah.
Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
19