Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan keberhasilan Pemerintah dalam Pembangunan Nasional, telah mewujudkan
hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan
hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedikteran
sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan
hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah
cenderung lebih cepat.
Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia
rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di Negara maju
seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia bertambah 1000 orang per hari pada tahun
1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada
masa lalu berganti menjadi ledakan penduduk lanjut usia.
Secara demografi, menurut sensus penduduk pada tahun 1980 di Indonesia jumlah
penduduk 147,3 juta. Dari angka tersebut terdapat 16,3 juta orang (11%) orang yang berusia 50
tahun ke atas, dan 5,3 juta orang (4,3%) berusia 60 tahun ke atas. Dari 6,3 juta orang terdapat
822,831 (23,06%) orang yang tergolong jompo, yaitu para lanjut usia yang memerlukan bantuan
khusus sesuai undang-undang bahkan mereka harus dipelihara oleh Negara.
Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi penuaan secara alamiah. Hal ini akan
menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologis. Survei rumah tangga tahun
1980 angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun, sebesar 25,70% diharapkan pada tahun
2000 nanti angka tersebut akan menurun menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman Pembinaan
Kesehatan Lanjut usia bagi Petugas Kesehatan I, 1992)
Pada sistem muskuloskeletal termasuk di dalamnya adalah tulang, persendian, dan otot-
otot akan mengalami perubahan pada lansia yang dapat mempengaruhi penampilan fisik dan
fisiologisnya. Semua perubahan ini sangat mempengaruhi rentang gerak, gerak secara
keseluruhan, dan cara berjalan.
Kekuatan muskular mulai merosot pada usia sekitar 40 tahun, dengan suatu kemunduran
yang dipercepat setelah usia 60 tahun. perubahan gaya hidup dan penggunakan sistem
neuromuscular adal penyebab utama kehilangan kekuatan otot. Secara umum, terdapat
kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada sendi-sendi yang menahan berat dan
pemebentukan tulang di permukaan sendi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan
kolagen yang terdapat pada jaringan penyambung meningkat progresif yang jika tidak dipakai
lagi, mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas.
Penyakit inflamasi artikular yang paling sering terjadi pada lansia adalah Atritis Reumatoid.
Berbagai penyakit sendi, termasuk Atritis Reumatoid dapat terjadi resiko jatuh pada lansia.
Jatuh merupakan kejadian terbesar pada lansia. Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan
penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, sehingga mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendak dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran atau luka (Reuben, 1996 dalam Buku Ajar Geriatri, Darmojo, 1999).
Penyakit kronis, pengobatan, dan faktor lingkungan seperti penerangan yang kurang, lantai
yang licin, tersandung, alas kaki kurang pas, kursi roda yang tidak terkunci, serta jalan menurun/
1
adanya tangga juga dapat memperbesar risiko jatuh pada lansia. Karena hal-hal tersebut maka
perhatian dan dukungan keluarga terhadap lansia menjadi sangat penting.
Keluarga mempunyai peran yang penting dalam perawatan pasien lansia. Peran penting
tersebut dimiliki keluarga dikarenakan keluarga paling banyak berhubungan dengan pasien
(lansia), keluarga adalah orang yang paling dekat dan paling mengetahui keadaan pasien, Pasien
(lansia) yang dirawat di rumah sakit nantinya akan kembali ke lingkungan keluarga.
Salah satu aspek penting dalam keperawatan adalah keluarga. Keluarga adalah unit terkecil
dalam masyarakat merupakan klien keperawatan atau si penerima asuhan keperawatan. Keluarga
berperan dalam menentukan cara asuhan yang diperlukan anggota keluarga yang sakit. Secara
empiris dapat dikatakan bahwa kesehatan anggota keluarga menjadi sangat berhubungan atau
signifikan.
Prioritas tertinggi dari keluarga adalah kesejahteraan anggota keluarganya. Hal ini tercapai
apabila fungsi-fungsi dari keluarga untuk memenuhi kebutuhan tiap individu yang ada dalam
keluarga dapat tercapai dan terpenuhi.
Keluarga Tn. T yang beralamatkan di RT 13 RW 09 Desa Kasih Sayang Kembar
Purwokerto menjadi studi kasus dalam asuhan keperawatan keluarga saat ini dikarenakan
terdapat alasan yang mendukung dijadikannya Tn. T sebagai sasaran Asuhan Keperawatan
Keluarga yaitu keluarga Tn. T merupakan keluarga resiko tinggi kesehatan karena didalamnya
terdapat usia lanjut.
1.2 Pembahasan masalah
Asuhan keperawatan keluarga pada Tn. T diprioritaskan pada diagnosa keperawatan
pertama yaitu nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (rematik)
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Keluarga Tn. T bisa dan mampu meningkatkan derajat kesehatannya melalui pemberian
asuahan keperawatan keluarga.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang terjadi di dalam keluarga Tn. T
2. Menganalisa dan merumuskan masalah keperawatan yang terjadi pada keluarga Tn. T
kemudian menentukan prioritas masalah melalui skoring keluarga
3. Menyusun rencana tidakan keperawatan keluarga
4. Memberikan implementasi pendidikan kesehatan dan memberikan fasilitas perawatan
kesehatan
5. Mengevaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan kepada keluarga Tn. T
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa
1. Untuk melatih dan membiasakan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga
melalui Asuhan Keperawatan keluarga.
2. Untuk meningkatkan ketrampilan berfikir kritis dalam menyesuiakan masalah kesehatan
keluarga melalui Asuhan Keperawatan keluarga.
1.4.2 Keluarga
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan sendiri,
sehingga tercipta peningkatan stastus dan derajat kesehatan keluarga yang optimal.
2
KONSEP DASAR
1. Pengertian Lansia
Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia, sulit dijawab secara memuaskan . Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia lanjut usia meliputi :
- Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun
- Lanjut usia (elderly) ialah kelompok usia antara 60 sampai 74
- Lanjut usia tua (old) ialah kelompok usia antara 75 sampai 90
- Usia sangat tua (very old) ialah kelompok usia diatas 90
2. perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia
- Perubahan sel
- Sistem pernafasan
- Sistem pendengaran
- Sistem penglihatan
- Sistem kardiovaskuler
- Sistem pengaturan temperature tubuh
- Sistem respirasi
- Sistem gastrointestinal
- Sistem genitourinaria
- Sistem endokrin
3
- Sistem kulit
- Sistem musculoskeletal
- Perubahan-perubahan mental
- Perubahan-perubahan psokososial
- Peningkatan spiritual
3. Penyakit Radang Sendi : Atritis Reumatoid
a. Patofisiologi
Atritis Reumatoid adalah suatu penyakit kronis, sistemik, yang secara khas berkembang
perlahan-lahan dan ditandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada sendi-sendi diartrodial
dan struktur yang berhubungan. AR sering disertai dengan nodul-nodul rheumatoid, arthritis,
neuropati, skleritis, perikarditis, limfadenopati, dan splenomegali. AR ditandai oleh periode-
periode remisi dan bertambah parahnya penyakit (Stanley dan Beare, 2007).
b. Manifestasi Klinis
pada lansia, AR dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok :
1) Kelompok 1 adalah AR klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian besar terlibat.
Terdapat faktor raumatoid, dan nodula-nodula rheumatoid yang sering terjadi. Penyakit dalam
kelompok ini dapat mendorong kea rah kerusakan sendi yang progresif.
2) Kelompok 2 termasuk klien yang memenuhi criteria dari American Rheumatologic Association
untuk AR karena mereka mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering
melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari.
3) Kelompok 3, sinovitis terutama mempengaruhi bagian proksimal sendi, bahu, dan panggul.
Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekakuan pada pagi hari. Pergelangan tangan
pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan
genggaman, dan sindrom carpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat
smbuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednisone dosis
rendah atau agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik.
Jika tidak diistirahatkan, AR akan berkembang menjadi empat tahap :
1) Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan kelebihan produksi cairan
sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis
mungkin ada.
2) Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Klien mungkin
mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi.
3) Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi.
Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan
deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang,
4) Ketika jaringan fibrosa mengalami klasifikasi, ankilosis tulang dapat menyebabkan terjadinya
imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti
nodula-nodula mungkin terjadi.
c. Penalaksanaan
Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit ketika diagnosis dibuat dan termasuk
dalam kelompok mana yang sesuai dengan kondisi tersebut. Untuk menghilangkan nyeri dengan
menggunakan aggens inflamasi, obat yang dapat dipilih dalah aspirin. Namun, efek antiinflamasi
dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet perhari, yang dapat menyebabkan
gejala gastrointestinal dan sistem saraf pusat. Obat antiinflamasi non steroid sangat bermanfaat,
4
tetapi dianjurkan menggunakan dosis yang direkomendasikan oleh pabrik dan pemantauan efek
samping secara hati-hati sangat perlu dilakukan. Terapi kotikosteroid yang diinjeksikan melalui
sendi mungkin digunakan untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Injeksi secara cepat
dihubungkan dengan nekrosis dan penurunan kekuatan tulang. Biasanya, injeksi yang diberikan
ke dalam sendi apapun tidak boleh diberikan lebih dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan
umumnya hilang untuk waktu 1 sampai 6 minggu.
Penalaksanaan keperawatn menekankan pemahaman klien tentang sifat alami AR kronis
dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda untuk memantau perkembangan penyakit. Klien
harus ingat bahwa walaupun pengobatan mungkin mengurangi radang dan nyeri sendi, mereka
harus pula mempertahankan pergerakan dan kekuatan untuk mencegah deformitas sendi. Suatu
program aktivitas dan istirahat yang seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan
tekanan pada sendi.
5
ASUHAN KEPERWATAN KELUARGA DENGAN LANSIA
A. Pengkajian
1. Data Umum
a. Identitas Keluarga
Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn. T
Jenis Kelamin : Laki Laki
Suku : Jawa
Umur : 67 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Telp : 085740032156
Alamat : RT 13 RW 09 Dusun Kasih Desa Sayang
Kec. Kembar Kab. Purwokerto Jateng
b. Komposisi Keluarga
No Nama Jenis Hub. Dg Umu Pendidika Pekerjaan
kelamin keluarga r n
1 Tn. T L KK 67 th SD Pensiunan
2 Tn. M L Menantu 30 th SMA Buruh Pabrik
3 Ny. S P Anak 25 th SMP IRT
4 An. A L Cucu 5 th TK Pelajar
c. Genogram
d. Tipe Keluarga
keluarga Tn. T merupakan keluarga besar yang terdiri dari ayah, ibu, anak, menantu, serta cucu
( The extended family). Terkadang Tn. T merasa istirahatnya terganggu karena aktivitas bermain
yang dilakukan cucu beserta teman-temannya.
e. Suku Bangsa
Tn. T menyatakan bahwa keluarganya merupakan suku jawa dan tinggal di lingkungan orang-
orang yang bersuku jawa. Tn. T berkomunikasi dengan bahasa Jawa dan bahasia Indonesia baik
antara anggota keluarga maupun kelurga sekitar.
f. Agama
Semua anggota keluarga Tn. T beragama Islam dan menjalankan ibadah sesuai keyakinan di
rumah dan di masjid. Dalam menjalankan perintah agama keluarga cukup taat dan rajin
mengikuti kegiatan keagamaan seperti sholat jamaah di Musholla, sholat Jumat di Mesjid, acara
tahlilan/yasiinan (bapak-bapak dan ibu-ibu), dan acara keagamaan lainnya.
g. Status Sosial Ekonomi Keluarga
penghasilan keluarga Rp. 1.150.000 perbulan di, yang diperoleh dari hasil pensiunan Tn. T
sebesar Rp. 400.000 dan hasil kerja Tn. M sebagai buruh pabrik sebesar Rp. 750.000. Sedangkan
Ny. S tidak menghasilkan uang karena hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tn. T
6
memelihara ternak berupa ayam sebanyak 5 ekor. Pengeluaran perbulan untuk keperluan makan
sekitar Rp. 700.000,- dan sisanya untuk keperluan lain lain seperti membayar listrik,
kebutuhan anak sekolah.
h. Aktivitas Rekreasi Keluarga
Kegiatan yang dilakukan keluarga setiap hari mereka menonton TV bersama-sama, dan semua
berkumpul menonton TV ketika malam hari. Kadang mereka berkumpul bersama tetangga atau
saudara dekat untuk berbincang-bincang bersama. Jika memiliki tabungan cukup dan kesehatan
yang mendukung mereka berwisata ke tempat rekreasi terdekat.
2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini dengan lansia
Tahap perkembangan keluarga Tn. T saat ini adalah keluarga usia lanjut, yang dimulai pada masa
pension dan salah satu atau kedua orang tua meninggal. Semua anak Tn. T sudah menikah dan
mempunyai tempat tinggal sendiri-sendiri, hanya anak yang terakhir yang tinggal serumah
dengannya dan mempunyai seorang anak yang masih berumur 5 tahun. Menantu Tn. T bekerja
sebagai buruh pabrik.
b. Tahap perkembangan yang belum terpenuhi
Tidak ada tahap perkembangan keluarga sampai saat ini yang belum terpenuhi.
c. Riwayat kesehatan keluarga inti
- Tn. T mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan. Tn. T mengatakan beberapa minggu
ini sering merasa linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk berjalan, ketika bangun pagi
kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan. Tn. T mengatakan pernah hampir
jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya.
- Anak Tn. T (Ny. S) tidak memiliki masalah kesehatan.
- Menantu Tn. T (Tn. M) mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan dan tidak memiliki
masalah kesehatan
- Cucu Tn. T (An. A) tidak mempunyai masalah kesehatan
d. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
Tn. T mengatakan istrinya (Ny . S) meninggal dunia karena penyakit kanker payudara, Ny. S
(anak dari Tn. T) mengatakan Ayah mertuanya memiliki riwayat diabetes. Keluarga dari pihak
Tn. M saat ini hubungannya baik, minimal setiap minggu bersilaturahmi, tidak ada konflik
dengan keluarga.
3. Data Lingkungan
a. Karakteristik Rumah
Rumah Tn. T merupakan rumah permanen dengan ukuran panjang 10 meter dan lebar 7 meter.
Di rumah tersebut terdapat :
- Kamar tidur ( terdapat 3 kamar tidur, 1 kamar tidur berada di depan samping ruang tamu, 2
kamar tidur berada di samping ruang keluarga ).
- Kamar kosong ( 3 kamar kosong. Model rumah Tn. T adalah model rumah jaman dahulu
yang banyak terdapat kamar-kamar yang jarang digunakan dan biasanya kamar tersebut
digunakan untuk menaruh barang-barang yang tidak terpakai).
- Ruang tamu berukuran 3x3 meter, Ruang tamu cukup rapi dan bersih, terdapat perabotan
- Ruang makan Tn. T biasanya bergabung dengan ruang keluarga atau ruang menonton TV.
- Kamar mandi bergabung dengan WC berjumlah 2.
Lantai rumah Tn. T terbuat dari semen, kecuali dapur lantainya masih berupa tanah, Lantai dapur
tampak licin dan lembab. Atap rumah dari genting. Ventilasi ada beberapa yaitu : di ruang tamu
ada jendela, di ruang keluarga, di 2 kamar tidur dan 2 kamar kosong, serta dapur. Ventilasi masih
7
terlalu sempit, < 10 m luas lantai. Kamar tamu ada sebuah lampu neon 20 watt, ruang keluarga
terdapat bola lampu 15 watt, masingmasing kamar dan dapur terdapat lampu pijar 10 watt.
Sumber air keluarga berasal dari sumur gali yang telah dipasang pompa air, kualitas air
tergantung musim, pada musim hujan warna air keruh kekuning-kuningan, pada musin kemarau
warna air agak bening, kadang-kadang air agak berbau. Sumber air minum keluarga
menggunakan air sumur yang ditampung dan diendapkan dalam tong. Jarak septictank dengan
sumur 8 meter. Keluarga mengatakan membuang air limbah keluarga langsung ke kolam
dibelakang rumah dengan membuat saluran yang menuju ke kolam penampungan. Untuk
pembuangan sampah dilakukan penampungan dulu di ember sampah kemudian di pindah dan di
bakar di dalam lubang di samping rumah. Untuk sarana penerangan keluarga Tn. T menggunakan
listrik semuanya. Di belakang rumah terdapat kolam penampungan limbah keluarga beserta ikan
lele peliharaan, dan terdapat kandang ayam.
Gambar Denah Rumah :
4. Struktur Keluarga
a. Pola Komunikasi Keluarga
keluarga Tn. T dalam berkomunikasi menggunakan bahasa jawa dan bahasa Indonesia.
Komunikasi antar anggota lancar dan tidak ada konflik dalam keluarga. Dalam keluarga
mempunyai kebiasaan berkomunikasi setiap malam ketika menonton TV, keluarga bertukar
pendapat dan menceritakan hal-hal yang terjadi dalam keluarga.
b. Struktur Kekuatan Keluarga
8
Dalam keluarga Tn. T adalah penentu keputusan terhadap suatu masalah karena Tn. T dianggap
sebagai orang yang paling tua dan sebagai kepala keluarga. Untuk anak-anak yang telah
berkeluarga keputusan diserahkan kepada keluarga masing-masing, tetapi anak-anaknya juga
sering meminta pendapat Tn. T. keluarga Tn. T sangat menyayangi dan menghargai Tn. T,
apabila Tn. T sakit keluarga langsung mengantarkannya berobat, anak-anaknya juga
mengingatkannya untuk minum obat jika Tn. T lupa.
c. Struktur Peran ( Formal Dan Informal )
- Tn. T berperan sebagai kepala keluarga, seorang ayah ayah dan kakek. Tn. T juga sering
mengasuh cucunya jika kedua anaknya sibuk atau ada keperluan.
- Tn. A berperan sebagai anak (menantu), suami, dan bapak.
- Ny. S berperan sebagai anak, istri, dan ibu.
- An. A berperan sebagai anak, An. A belum menyadari dan menjalankan perannya karena
masih kecil.
d. Nilai Dan Norma Keluarga
Tn. T mengatakan ia terbiasa menanamkan pada anak-anaknya sikap hormat-menghormati dan
menyayangi antar keluarga dan dengan tetangga. Keluarga Tn. T menganut agama Islam, dalam
kehidupan keseharian menggunakan keyakinan sesuai syariat islam. Keluarga Tn. T menganut
norma atau adat yang ada di lingkungan sekitar misalnya takziah atau menjenguk tetangga yang
sakit. Disamping itu keluarga menganut kebudayaan Jawa, norma yang dianut juga kebudayaan
jawa. Dalam kebiasaan keluarga Tn. T tidak ada yang bertentangan dengan kesehatan.
5. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Keluarga Tn. T mengatakan berusaha memelihara keharmonisan antar anggota keluarga, saling
menyayangi, dan menghormati. Keluarga Tn. T sangat harmonis, rukun dan tentram. Apabila ada
anggota yang membutuhkan atau sakit maka keluarga yang lain berusaha membantu.
b. Fungsi Sosialisasi
Tn. T mengatakan interaksi antar anggota keluarga dapat berjalan dengan baik. keluarga Tn. T
menganut kebudayaan jawa. Keluarga Tn. T berusaha untuk tetap memenuhi aturan yang ada
keluarga, misalnya saling menghormati dan menghargai. Keluarga juga mengatakan mengikuti
norma yang ada di masyarakat sekitar, sehingga dapat menyesuiakan dan berhubungan baik
dengan para tetangga atau masyarakat sekitar.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan
- Kemampuan mengenal masalah kesehatan
Keluarga mengatakan mengetahui penyakit di keluarganya tetapi tidak mengetahui sama sekali
apa penyebabnya. Keluarga Tn. T mengatakan hanya sedikit mengetahui tentang tanda dan
gejala, serta tidak mengetahui apa-apa saja yang harus dihindari untuk mencegah terjadinya
penyakit pada Tn. T. Tn.
- Kemampuan mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan
Keluarga mengatakan linu pada sendi kaki yang diderita oleh Tn. T merupakan sakit yang biasa
diderita oleh orang tua. Keluarga terus mengingatkan kepada Tn. T untuk tidak banyak
melakukan aktivitas dan beristirahat saja.
- Kemampuan merawat anggota keluarga yang sakit
Jika ada keluarga yang sakit, hal pertama yang dilakukan adalah mengerokinnya dan jika
sakitnya berlarut segera dibawa ke Bidan atau ke Puskesmas terdekat.
9
- Kemampuan keluarga memelihara/ memodifikasi lingkungan rumah yang sehat
Keluarga mengatakan tiap hari selalu membersihkan lingkungan rumahnya (menyapu,
mengepel), sistem pembuangan limbah keluarga langsung ke saluran kolam di belakang rumah,
pembuangan sampah ditampung sementara di ember sampah kemudian di bakar di lubang
pembakaran setiap dua hari sekali.
- Kemampuan menggunakan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat
Keluarga Tn. T mengatakan jika ada keluarga yang sakit segera dibawa ke Bidan, dan jika perlu
rujukan dibawa ke Puskesmas terdekat. Tn. T seringkali tidak mau dibawa ke pelayanan
kesehatan kecuali benar-benar dirasa parah.
d. Fungsi Reproduksi
Tn. T memiliki tiga orang anak yang sudah menikah semua. Ny. S dan Tn. A memiliki satu orang
anak, Ny. S menggunakan alat kontrasepsi berupa pil untuk mengatur jarak anak selanjutnya.
e. Fungsi Ekonomi
Keluarga Tn. T termasuk keluarga mampu, hal ini dapat dilihat dari penghasilan keluarga tiap
bulannya sekitar Rp.1.150.000/perbulan. Keluarga Tn. T dapat memenuhi setiap kebutuhan
sandang, pangan dan papan walaupun dengan kapasitas seadanya. Untuk memenuhi kebutuhan
makan sehari-hari, Tn.A menanam sayur di tepi sawah Tn. T yang dikelola olehnya. Jika ingin
makan lauk-pauk, Tn. T biasa memancing ikan bersama kawan-kawannya di sungai dekat rumah
10
Termometer : 36,5 C
Kekuatan otot : 5 5
4 3
Skala nyeri : 6
b. Tn A
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Berat Badan : 59 kg
Tinggi Badan : 163 cm
Nadi : 80 x/mnt
RR : 20x/mnt
Termometer : 36,3 C
Keadaan fisik tidak menunjukan adanya kelainan
c. Ny. S
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Berat Badan : 52 kg
Tinggi Badan : 155 cm
Nadi : 80 x/mnt
RR : 20x/mnt
Termometer : 36,5 C
Keadaan fisik tidak menunjukan adanya kelainan
d. An. A
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Berat Badan : 25 kg
Tinggi Badan : 65 cm
Nadi : 80 x/mnt
RR : 20x/mnt
Termometer : 36,5 C
Keadaan fisik tidak menunjukan adanya kelainan
8. Harapan Keluarga
Keluarga sangat berharap agar masalah kesehatan yang terjadi di dalam keluarga dapat teratasi
atas bantuan dari pertugas kesehatan.
11
- Tn. T mengatakan pernah hampir
jatuh karena kakinya merasa tidak
kuat menopang badannya
DO :
- Tn. T berumur 67 tahun
- TD 130/100 mmHg
- Kekuatan otot 5 5
4 3
- Skala nyeri 6
- Lantai tanah yang berada di dapur
tampak licin dan lembab
DS :
- Keluarga mengatakan mengetahui Kurang Kurang
penyakit di keluarganya tetapi tidak pengetahuan, informasi dan
mengetahui sama sekali apa ketidak tahuan keterbatasan
penyebabnya. Keluarga Tn. T tentang penyakit kemampuan
mengatakan hanya sedikit mencapai
mengetahui tentang tanda dan informasi,
gejala, serta tidak mengetahui apa- ketidakmampuan
apa saja yang harus dihindari untuk keluarga
mencegah terjadinya penyakit pada mengenal
Tn. T. Tn. masalah
kesehatan
- Jika ada keluarga yang sakit, hal
pertama yang dilakukan adalah
mengerokinnya dan jika sakitnya
berlarut segera dibawa ke Bidan
atau ke Puskesmas terdekat
- Tn. T mengatakan tidak ada
pantangan makanan
DO :
- Keluarga tidak bisa menjawab
pertanyaan tentang pengertian
penyakit, pencegahan, perawatan
dan pengobatannya
- Tn. T bertanya apa saja makanan
yang harus dihindari agar tidak
sakit, Tn. T tampak bingung
DS : Nyeri, gangguan
- Tn. T mengatakan sering merasa Hambatan muskulus
linu di persendian kakinya sehingga mobilitas fisik skeletal, kaku
12
kaku untuk berjalan sendi (AR).
- Tn. T mengatakan ketika bangun
pagi kakinya merasa senut-senut
(nyeri) dan berat untuk berjalan.
- Tn. T mengatakan pernah hampir
jatuh karena kakinya merasa tidak
kuat menopang badannya
DO:
- Skala nyeri sedang (6)
- Klien tampak perlahan-lahan saat
berjalan karena menahan nyeri.
- Klien tampak lambat dalam
berjalan.
- Tingkat funsional klien 0, namun
kadang-kadang 1
DS : Nyeri Agen cedera
- Tn. T mengatakan sering merasa fisik ( rematik)
linu di persendian kakinya sehingga
kaku untuk berjalan
- Tn. T mengatakan ketika bangun
pagi kakinya merasa senut-senut
(nyeri) dan berat untuk berjalan.
- Tn. T mengatakan pernah hampir
jatuh karena kakinya merasa tidak
kuat menopang badannya
DO:
- skala nyeri sedang (6)
- Klien tampak perlahan-lahan saat
berjalan karena menahan nyeri
3. Prioritas Masalah
a. Resiko jatuh b.d Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang
sakit.
KRITERIA SKORE PEMBENARAN
13
Sifat masalah 2/3 x 1 = 2/3 Tn. T dan keluarga
(bobot 1) mengetahui bahwa Tn. T
Skala : memiliki penyakit linu
3 : Aktual pada kakinya dan pernah
2 : Resiko hampir jatuh.
1 : Sejahtera
Kemungkinan masalah 1/2 x 2 = 1 Keluarga mengatakan Tn.
dapat diubah (bobot 2) T sering tidak mau diajak
Skala : ke tempat pelayanan
2 : Mudah kesehatan, kecuali benar-
1 : Sebagian benar parah. Tn. T
0 : Tidak dapat merasa masih dapat
beraktivitas sehingga
sering tidak mau dibantu
dalam beraktivitas.
Potensial masalah untuk 3/3 x 1 = 1 Keluarga mengatakan
dicegah (bobot 1) jika Tn. T tidak banyak
3 : Tinggi melakukan aktivitas dan
2 : Cukup banyak beristirahat maka
1 : Rendah penyakit Tn. T dapat
terminimalisir.
Menonjolnya masalah 0/2 x 1 = 0 Keluarga mengatakan
(bobot 1) hanya satu kali Tn. T
2 : Berat, segera ditangani pernah hampir jatuh dan
1 : Tidak perlu segera Tn. T sudah bisa
ditangani mengimbangkan
0 : tidak dirasakan tubuhnya untuk berjalan
walaupun lambat.
Total 2 2/3
b. Kurang pengetahuan, ketidaktahuan tentang penyakit b.d Kurang informasi dan keterbatasan
kemampuan mencerapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan
KRITERIA SKORE PEMBENARAN
Sifat masalah 2/3 x 1 = 2/3 - Tn. T mengatakan
(bobot 1) sering merasa linu di
Skala : persendian kakinya
3 : Aktual sehingga kaku untuk
2 : Resiko berjalan. Ketika bangun
1 : Sejahtera pagi kakinya merasa
senut-senut (nyeri) dan
berat untuk berjalan. Tn.
T pernah hampir jatuh
karena kakinya merasa
tidak kuat menopang
badannya
Kemungkinan masalah 2/2 x 2 = 2 Keluarga Tn. T
14
dapat diubah (bobot 2) mengatakan jika ada
Skala : anggota keluarga yang
2 : Mudah sakit segera dibawa ke
1 : Sebagian Bidan atau Puskesmas
0 : Tidak dapat terdekat, namun belum
ada pertugas yang
menjelaskan bagaimana
penyakitnya.
Potensial masalah untuk 2/3 x 1 = 2/3 Tn. T mengatakan sudah
dicegah (bobot 1) mulai mengurangi
3 : Tinggi aktivitasnya agar
2 : Cukup penyakitnya tidak
1 : Rendah bertambah parah, Tn. T
belum tahu makanan apa
yang harus dihindari.
Menonjolnya masalah 2/2 x 1 = 1 Tn. T mengatakan
(bobot 1) penyakitnya mengganggu
2 : Berat, segera ditangani aktivitas geraknya
1 : Tidak perlu segera sehingga menyusahkan
ditangani keluarga yang lain.
0 : tidak dirasakan
Total 3 4/3
c. Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku sendi, gangguan sensori
perseptual.
KRITERIA SKORE PEMBENARAN
Sifat masalah 3/3 x 1 = 1 Tn. T mengatakan Tn. T
(bobot 1) mengatakan penyakitnya
Skala : mengganggu aktivitas
3 : Aktual geraknya sehingga
2 : Resiko menyusahkan keluarga
1 : Sejahtera yang lain.
Kemungkinan masalah 1/2 x 2 = 1 Keluarga Tn. T
dapat diubah (bobot 2) mengatakan Tn T sudah
Skala : bisa menyeimbangkan
2 : Mudah badannya walaupun
1 : Sebagian dengan gerakan yang
0 : Tidak dapat lambat.
Potensial masalah untuk 2/3 x 1 = 2/3 Tn. T mengatakan
dicegah (bobot 1) aktivitasnya terganggu.
3 : Tinggi
2 : Cukup
1 : Rendah
Menonjolnya masalah 2/2 x 1 = 1 Tn. T mengatakan capek
(bobot 1) dengan penyakitnya yang
2 : Berat, segera ditangani tidak sembuh-sembuh
15
1 : Tidak perlu segera dan mengganggu
ditangani geraknya sehingga
0 : tidak dirasakan menyusahkan keluarga.
Total 3 2/3
16
E. Rencana Asuhan Keperawatan
17
menjelaskan tentang 4. Menjelaskan tanda dan gejala
pengertian, yang muncul dari penyakit yang
penyebab, tanda dan dialami (AR)
gejala, serta 5. Menjelaskan penalaksanaan atau
penalaksanaan pada hal-hal yang harus dihindari
penyakit AR. 6. Mengidentifikasi kemungkinan
- Keluarga dapat penyebab terjadinya penyakit
melakukan perawatan 7. Mendiskusikan dengan keluarga
dengan mengontrol tentang pilihan terapi yang bisa
makanan-makanan dilakukan
yang harus dihindari
lansia
2 Setelah dilakukan Non verbal Immobilization care (0940)
perawatan selama 5 1. Diskusikan dengan klien tentang
hari klien mampu imobilisasi
melakukan mobilisasi 2. Berikan contoh dan demonstrasi
sesuai kemampuan, mobilisasi yang aman dan dapat
klien dan keluarga dilakukan oleh klien
mampu melakukan 3. Observasi terjadinya nyeri
perawatan pada 4. Motivasi klien untuk melakukan
lansia yang mobilisasi sesuai kemampuan
imobilisasi dengan 5. Beri reinforcement atas upaya
kriteria : pemahaman informasi dan usaha
1. Mampu mobilisasi yang dilakukan
memotivasi diri
untuk melakukan
mobilisasi sesuai
kemampuan
18
kondisi lantai
DAFTAR PUSTAKA
Bandiah, S. (2009) Lanjut Usia dan Keperawatan gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika.
Jhonson R. dan Leny R (2010) keperawatan keluarga plus contoh askep keluarga. Yogyakarta :
Nuha Medika.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa keperawatan
adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan
kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan
pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik
dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan asuhan
yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan atau kemauan dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di
tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan
yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing diagnosis),
merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan keperawatan
(Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada beberapa alasan
timbulnya perhatian kepada lanjut usia, yaitu :
6. perkembangan ilmu
7. Program PBB
19
9. Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit
BAB II
PEMBAHASAN
Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk
memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia
secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda maupun
Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat
dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan
latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan
keperawatan di rumah atau panti.
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia,
apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:
1 Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang
personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri
termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat
tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan mudah
dicerna, dan kesegaran jasmani.
2 Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama
seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas.
Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet).
Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan
dengan bertambahnya usia, antara lain:
3. Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh
20
1. Pendekatan fisik
1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa
bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan
sendiri.
2. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia
lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan
untuk mempertahankan kesehatannya.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.
Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi ketahanan
tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia yang masih aktif
dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan,
kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara
memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting
meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan
memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam
keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan
serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan
secermat mungkin.
Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau membantu
para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan eliminasi, tidur,
menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu berjalan, duduk, merubah
posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan
suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan O2 sangat menurun
pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus disegah dengan posisi
bersandar pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan.
Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima
makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan
agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan bergizi,
makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada
penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.
21
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu,
kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat
perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien lanjut
usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan kelainan,
misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan,
jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan
mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia
membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana
tentang tidur, makan, apakah obat sudah dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah
dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.
1. Pendekatan psikis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang
cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip Tripple, yaitu sabar, simpatik dan service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari lingkungan,
termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan
suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas
kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan
mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan
fisik, dan kelainan yang dideritanya.
Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin
lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat
untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan
kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang,
dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.
Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat
bila melakukannya secara perlahan lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental
mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah
beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.
22
1. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia
berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk
mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.
Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang
dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat
tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang
secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di Panti Werda.
1. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian, DR.
Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini
didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya,
adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda,
tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang
timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa
kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan
rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan
factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk
melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja,
melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari hari secara mandiri dengan:
1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut
dengan jalan perawatan dan pencegahan.
23
2. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien
lanjut usia (life support)
3. menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan baik
kronis maupun akut.
4. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa
yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu
5. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu
penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
1. E. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien diharapkan mampu:
24
1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika
sesuai.
2. Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat badann, jika berat badan
pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai
dan atau mempertahankan berat badan sesuai target.
6. Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau
pemeliharaan berat badan
7. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk
menimimalkan berat badan.
8. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung
peningkatan berat badan.
b Dx. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun
lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan
penuaan perubahan pola tidur dan cemas
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan dapat
memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :
25
4 Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 324 jam diharapkan pasien
mampu :
1 Kontinensia Urin
d Dx. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan memori
sekunder
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan dapat
meningkatkan daya ingat dengan criteria :
26
3 Mengenangkan tentang pengalaman di masalalu dengan pasien
e Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai
dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
TUJUAN
1 Mengekspresikan kenyamanan
1 Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual
seiring dengan bertambahnya usia.
2 Gerak lambat
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
2 Ambulasi : berjalan
3 Menggerakan otot
27
1 Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan
kebutuhan
2 Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman
3 Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah goyah/tidak
kokoh)
2 Lelah
3 Penampilan menurun
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
28
1 Kontrol perubahan status kesehatan
2 Tidak mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
29
1 Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir pertemuan
dengan pasien.
1. Aspek psikososial
1. Dx. Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping,
dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan
mampu:
3. Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama
30
5. Kenalkan pasien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang
sama.
6. Dx. Isolasi social b.d perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera,
perubahan status mental.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten diharapkan
mampu:
8. Memecahkan masalah
2. Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi pelayanan kesehatan yang
utama.
NOC :
31
Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 224 jam pasien diharapkan akan bisa
memperbaiki konsep diri dengan criteria :
1. Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi
digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan;
penggunaan tenaga yang berlebihan)
4. Dx. Cemas b.d perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi , fungsi
peran, lingkungan, status ekonomi
2. Mudah tersinggung
3. Gangguan tidur
1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
32
NIC Anxiety Reduction
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
2. Mengatur masalah
4. Menghadapi masalah
5. Dx. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
(ketidakseimbangan mobilitas) serta psikologis yang disebabkan penyakit atau terapi
33
NIC : Peningkatan Citra Tubuh
2. Memutuskan apakah perubahan fisik yang baru saja diterima dapat masuk dalam citra
tubuh pasien
3. Memudahkan hubungan dengan individu lain yang mempunyai penyakit yang sama
4. Aspek spiritual
Dx : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas,
mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara luas diharapkan
mampu:
5. Mengekspresikan kepercayaan
1. Pengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup
DAFTAR PUSTAKA
34
Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.
35