You are on page 1of 690

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR.

ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA

OFFICE ADDRESS:

Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :


(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan P
phone number : 021 8317064 Hone number : 061 8229229
pin BB 5a999b9f/293868a2 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694/081314412212 Www.Optimaprep.Com
1-2. HEPATOLOGI

Sirosis hepatis adalah stadium akhir fibrosis hepatik


progresif ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan
pembentukan nodul regeneratif.
Terjadi akibat nekrosis hepatoseluler
Sirosis hati kompensatabelum ada gejala klinis/stigmata
sirosis
Sirosis hati dekompensata gejala klinis yang jelas
Etiologialkohol, hepatitis, biliaris, kardiak, metabolik,
keturunan, obat
Di Indonesia, 40-50% disebabkan oleh hepatitis B

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam


1-2. Hepatologi
http://www.aafp.org/afp/2006/0901/p756.html
Common Physical Examination Findings in
Patients with Cirrhosis
Abdominal wall vascular collaterals Hepatomegaly hard
(caput medusa) jaundice
Ascites Kayser-Fleischer ringbrown-green ring
Asterixis of copper deposit around the cornea,
Clubbing and hypertrophic pathognomonic for Wilsons disease
osteoarthropathy Nail changes:
Constitutional symptoms, including Muehrckes nailspaired horizontal white
anorexia, fatigue, weakness, and bands separated by normal color
weight loss Terrys nailsproximal two thirds of nail
Cruveilhier-Baumgarten murmura plate appears white, whereas the distal
venous hum in patients with portal one third is red
hypertension Palmar erythema
Dupuytrens contracture Scleral icterus
Fetor hepaticusa sweet, pungent Vascular spiders (spider telangiectasias,
breath odor spider angiomata)
Gynecomastia Splenomegaly
Testicular atrophy
Chronic Hepatitis
Definition:
Inflammation of the liver that lasts at least 6 months.
Can persist for years, even decades
Etiology:
Common causes hepatitis B and C viruses and certain drugs.
Symptoms:
Many people asymptomatic
about two thirds of people, chronic hepatitis develops gradually, often without
causing any symptoms of a liver disorder until cirrhosis occurs
In the remaining one third, it develops after a bout of acute viral hepatitis that
persists or returns (often several weeks later).
Some have vague symptoms, such as a general feeling of illness, poor
appetite, and fatigue.
Sometimes have a low-grade fever and some upper abdominal discomfort.
Jaundice is rare.
Often, the first specific symptoms are those of chronic liver disease or cirrhosis

http://www.msdmanuals.com/home/liver-and-gallbladder-disorders/hepatitis/chronic-hepatitis
Chronic Hepatitis
Physical examination:
do not have abnormal physical examination
Chronic hepatitis can result in cirrhosis
Diagnosis:
Liver function testabnormally high or normal level
A biopsy is done to confirm the diagnosis.
In many people, chronic hepatitis does not progress
for years. In others, it gradually worsens. The outlook
depends partly on which virus is the cause
http://emedicine.medscape.com/article/177632-workup#c7
Sirosis hepatis
Pada kasus ini lebih mengarah pada sirosis hepatis
karena sudah terdapat gejala-gejala sirosis kompensata,
diantaranya:
Lemas, mual, penurunan nafsu makan
Splenomegali akibat hipertensi porta
Hepatomegali dapat terjadi pada sirosis hepatis dan
biasanya teraba keras
Peningkatan SGOT dan SGPT, biasanya SGOT>SGPT
Kelainan hematologi trombositopenia
Diagnosis lebih cenderung sirosis hepatis dibandingkan
hepatitis kronik.
Pada hepatitis kronik biasanya cenderung pemeriksaan
fisik dan laboratorik normal kecuali sudah terjadi sirosis
hati.
1-2. Hepatologi
Hipertensi portal
mengakibatkan
varises di tempat
anastomosis
portosistemik:
Hemoroid di
anorectal junction,
Varises esofagus di
gastroesophageal
junction,
Kaput medusa di
umbilikus.
1-2. Hepatologi
Bleeding from the gastrointestinal (GI) tract may present in 5 ways:
Hematemesis: vomitus of red blood or "coffee-grounds" material.
Melena: black, tarry, foul-smelling stool.
Hematochezia: the passage of bright red or maroon blood from the
rectum.
Occult GI bleeding: may be identified in the absence of overt bleeding
by a fecal occult blood test or the presence of iron deficiency.
Present only with symptoms of blood loss or anemia such as
lightheadedness, syncope, angina, or dyspnea.

Harrisons principles of internal medicine


1-2. Hepatologi
Specific causes of upper GI bleeding may be
suggested by the patient's symptoms:
Peptic ulcer:
epigastric or right upper quadrant pain
Esophageal ucer:
odynophagia, gastroesophageal reflux, dysphagia
Mallory-Weiss tear:
emesis, retching, or coughing prior to hematemesis
Variceal hemorrhage or portal hypertensive gastropathy:
jaundice, weakness, fatigue, anorexia, abdominal distention
Malignancy:
dysphagia, early satiety, involuntary weight loss, cachexia
3. ENDOKARDITIS BAKTERIALIS
Infeksi mikroba pada permukaan endotel
jantung
Endokarditis infektif berisiko pada pasien:
Katup prostetik atau materi prostetik untuk repair
katup jantung
Riwayat EI sebelumnya
Penyakit jantung kongenital
Menjalani prosedur tertentu khususnya prosedur
pada daerah gigi dan mulut
Endokarditis Infektif
Etiologi & sumber infeksi:

Kumar & Clarks


Clinical
Medicine. 8th
ed.
Tahapan patogenesis endokarditis

Kerusakan endotel
katup
Pembentukan trombus
fibrin-trombosit
Perlekatan bakteri
pada plak trombus-
trombosit
Proliferasi bakteri lokal
dengan penyebaran
hematogen
Kriteria Duke
Kriteria Patologis
Mikroorganisme:
ditemukan dengan kultur
atau histologi dalam
vegetasi, dalam vegetasi
emboli, atau dalam abses
intrakardiak.
Lesi patologis: vegetasi
atau abses intrakardiak
yang dikonfirmasi histologi
Kriteria Klinis
2 kriteria mayor
1 kriteria mayor dan 3
kriteria minor, atau
5 kriteria minor
4. Endokrin
Penyakit Endokrin
Klasifikasi klinis insufisiensi
adrenal:
Insufisiensi adrenal primer
(Addisons disease):
gangguan pada korteks
adrenal
Insufisiensi adrenal sekunder:
sekresi ACTH menurun.
Insufisiensi adrenal tersier:
sekresi CRH menurun.
Hiperpigmentasi daerah
friksi

Hiperpigmentasi mukosa
Addisons
diseaseketidakmampuan korteks
4. Endokrin
adrenal memproduksi gukokortikoid
dan/atau mineralokortikoid
Merupakan insufisensi adrenal
primer
Defisiensi kortisol umpan balik
pada aksis hipotalamus-pituitary
meningkatkan kadar ACTH plasma
Defisiensi mineralokortikoid
produksi renin meningkat oleh sel
juxtaglomerular di ginjal
90% disebabkan oleh autoimun
Penyebab lain: tuberkulosis,
adrenalektomi, neoplasia, genetik,
iatrogenik, obat (eg.
Etomidadinhibisi sintesis kortisol)
Addison Crisis/ Krisis Adrenal
5. GERD
Definition:
a pathologic condition of symptoms & injury to the
esophagus caused by percolation of gastric or
gastroduodenal contents into the esophagus associated
with ineffective clearance & defective gastroesophageal
barrier.
Symptoms:
Heartburn; midline retrosternal burning sensation that
radiates to the throat, occasionally to the intrascapular
region.
Others: regurgitation, dysphagia, regurgitation of excessive
saliva.
GI-Liver secrets
5. GERD

Terdapat kelemahan pada sfingter esofagus


bawah refluks
5. GERD

Management:
Aggressive lifestyle modification & pharmacologic therapy.
Surgery is encouraged for the fit patient who requires chronic high
doses of pharmacologic therapy to control GERD or who dislikes
taking medicines.
Endoscopic treatments for GERD are very promising, but controlled
long-term comparative trials with proton pump inhibitors and/or
surgery are lacking.
6. Reaksi hipersensitivitas
6. Reaksi hipersensitivitas
6. Reaksi hipersensitivitas
7. Anemia
Anemia Normositik

Wintrobe Clinical Hematology. 13 ed.


PANSITOPENIA

Manifestasi klinis disebabkan oleh


sitopenia

Anemia Trombositopenia Leukopenia

Ptekiae, epistaksis,
Pucat, lemah,
perdarahan gusi, Demam, infeksi
dispnea
menoragia

Tidak ada limfadenopati atau splenomegali


Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. Williams hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79
PANSITOPENIA

Temuan lab anemia aplastik:


Normositik normokrom atau
makrositik (MCV sering 95-
110 fL).
Jumlah retikulosit rendah.
Leukopenia dengan
limfositosis relatif.
Tidak ada sel abnormal di
darah.
Sumsum tulang hipoplasia,
dengan jaringan
hematopoietik digantikan
lemak.
Hoffbrand, Essential Hematology
7. Anemia aplastik
8. Chloramphenicol
Chloramphenicol dapat menyebabkan depresi
sumsum tulang sehingga mengakibatkan anemia
aplastik, agranulositosis, thrombositopenia atau
pansitopenia
Reversibel jika obat dihentikan
Dapat ditemukan jika dosis obat melebihi 3-4 gram
per hari selama 1-2 minggu
Menghambat sintesis protein dari mitokondria
dengan menghambat ribosomal
peptidyltransferase.
9. Penyakit Endokrin
Struma: pembesaran kelenjar tiroid.
Defek biosintesis tiroksin & defisiensi iodin:
hormon tiroid rendah TSH meningkat stimulasi tiroid
sebagai kompensasi struma.

Human Physiology.
Human Physiology.
Guyton and Hall textbook of medical physiology.
9. Penyakit Endokrin
9. Penyakit Endokrin
Hipertiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


9. Endokrin
9. Krisis Tiroid
Hipertiroidisme yang tidak ditatalaksana dapat
menjadi krisis tiroid atau thyroid storm
Manifestasi klinis krisis tiroid diantaranya adalah
Takikardia, aritmia,
Gagal jantung,
Hipotensi,
Hiperpireksia,
Agitasi, delirium, psikosis,
Stupor, koma,
Mual, muntah, diare, dan gagal hepar.
9. Krisis Tiroid
10. Nyeri Sendi
Kartilago: bantalan antara tulang untuk menyerap tekanan & agar
tulang dapat digerakkan.
Osteoarthritis: degenerasi sendi fungsi bantalan menghilang
tulang bergesekan satu sama lain.

Harrisons principles of internal medicine.


Pembebanan repetitif,
obesitas, usia tua
Heberdens & Bouchards nodes

Penyempitan celah sendi

Penipisan kartilago

Osteofit (spur
formation)

Sklerosis

Harrisons principles of internal medicine.


Ciri OA RA Gout Spondilitis
Ankilosa
Prevalens Arthritis
Female>male, >50
tahun, obesitas
Female>male
40-70 tahun
Male>female, >30
thn, hiperurisemia
Male>female,
dekade 2-3
Awitan gradual gradual akut Variabel

Inflamasi - + + +

Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis

Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli

Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar

Predileksi Pinggul, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, Sacroiliac


punggung, 1st CMC, pergelangan pergelangan kaki & Spine
DIP, PIP tangan/kaki, kaki tangan Perifer besar

Temuan Sendi Bouchards nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberdens nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan tulang Osteofit Osteopenia erosi Erosi
erosi ankilosis

Temuan - Nodul subkutan, Tophi, Uveitis, IBD,


Extraartikular pulmonari cardiac olecranon bursitis, konjungtivitis, insuf
splenomegaly batu ginjal aorta, psoriasis
Lab Normal RF +, anti CCP Asam urat
11. Infeksi Saluran Kemih
12. Edema

Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Saunders; 2010.
12. Penyakit Ginjal
Pada sind nefrotik, jelas glomerular terutama berdampak pada peningkatan
permeabilitas kapiler terhadap protein.

Sedangkan pada sindrom nefritik, terdapat inflamasi glomerular yang


mengakibatkan penurunan LFG, proteinuria non-nefrotik, edema & hipertensi
(sekunder akibat retensi natrium), & hematuria dengan silinder eritrosit.
Pada dewasa, 60% sindrom nefrotik disebabkan oleh penyakit glomerular
primer.
Pada anak, 95% sindrom nefrotik disebabkan oleh penyakit glomerular primer
12. Penyakit Ginjal
Tatalaksana sindrom nefrotik:
Umum:
Suplementasi protein
Diuretik untuk edema: loop diuretic (furosemid)
Terapi hiperlipidemia
Restriksi Na < 2 g/hari
ACE/ARB: menurunkan proteinuria
Penyakit glomerular primer: steroid terapi
sitotoksik
Penyakit glomerular sekunder: tatalaksana
penyakit yang mendasari
12. Penyakit Ginjal
13. Tuberkulosis
13. Tuberkulosis
Tuberkulosis primer
M. tb saluran napas sarang/afek primer di bagian paru mana
pun saluran getah bening kgb hilus (limfadenitis regional).
Dapat sembuh tanpa bekas atau terdapat garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus.
Morfologi: radang puth keabuan, perkejuan sental.

Tuberkulosis postprimer/reaktivasi
Muncul bertahun-tahun setelah tb primer, di segmen apikal lobus
superior atau lobus inferior.
Dapat sembuh tanpa bekas atau sembuh dengan jaringan fibrosis,
pengapuran, atau kavitas yang menciut & terlihat seperti bintang.
Morfologi: fokus putih keabuan-kuning berbatas tegas, perkejuan
sentral, & fbrosis perifer.

Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2006
Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed.
13. Tuberkulosis

Gejala respiratori: batuk 2 minggu, batuk darah, sesak


Gejala Klinis napas, nyeri dada. Gejala sistemik: demam, malaise,
keringat malam, turun berat badan

Kelainan paru di lobus superior (apeks & segmen posterior),


apeks lobus inferior: suara napas bronkial, amforik, suara
PF napas melemah, ronki basah, tanda penarikan paru,
diafragma, dan mediastinum

Lesi aktif: Bayangan berawan/nodular di apeks & posterior


lobus superior, segmen superior lobus inferior, Kavitas,
Roentgen Bayangan bercak milier, efusi pleura. Lesi inaktif: fibrotik,
kalsifikasi, schwarte/penebalan pleura.

Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2006.


14. Dengue Fever
14. Infeksi Dengue
Secara laboratoris, kasus DBD diklasifikasikan
menjadi:
presumtif positif/kemungkinanan demam dengue:
apabila ditemukan kriteria klinis infeksi dengue, uji
hemaglutinasi inhibisi 1:1280 dan/atau IgM
antidengue positif, atau pasien berasal dari daerah
yang pada saat yang sama ditemukan kasus
confirmed dengue infection
confirmed DBD (pasti DBD): deteksi antigen dengue,
peningkatan titer antibodi >4 kali pada pasangan
serum akut, dan/atau isolasi virus.
Tatalaksana demam berdarah dengue di Indonesia.
14. Infeksi Dengue

Shock
Bleed
ing
14. Infeksi Dengue
NS1:
antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak
hari pertama demam.
Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak
terdeteksi hari ke 5-6.

Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder


digunakan pemeriksaan IgM & IgG antidengue.
Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG
muncul mulai hari ke-12.
Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan
dengan IgM
IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga
diagnosis infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer
awal sangat tinggi 1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder.

WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.


Primary infection: Secondary infection:
IgM: detectable by days 35 after IgG: detectable at high levels in the
the onset of illness, by about 2 initial phase, persist from several
weeks & undetectable after 23 months to a lifelong period.
months.
IgG: detectable at low level by the IgM: significantly lower in secondary
end of the first week & remain for a infection cases.
longer period (for many years).
Transfusi trombosit:
Hanya diberikan pada
DBD dengan
perdarahan masif (4-5
ml/kgBB/jam) dengan
jumlah trombosit
<100.000/uL, dengan
atau tanpa DIC.
Pasien DBD
trombositopenia tanpa
perdarahan masif tidak
diberikan transfusi
trombosit.
15. Penyakit Ginjal

Kidney International Supplements (2012) 2, 812; doi:10.1038/kisup.2012.7


15. Penyakit Ginjal
Gangguan pada:
16. Pneumothorax
Definisi: Pneumotoraks udara bebas di dalam rongga pleura

KIRCHER & SWARTEL

A.Ba.b X 100% = LUAS PNEUMOTORAK


A.B
Klasifikasi
Berdasarkan Fistel Berdasarkan Etiologi
Pneumotorak tertutup (Simple
Pneumothorax)
Setelah terjadi pneumotorak vistel tertutup P. spontan
secara spontan
Pneumotorak terbuka (Open Penumothorax)
Primer ( idio patik )
Ada hub antara pleura dengan brokus Sekunder ( disertai
Ada hub antara pleura dengan dinding py dasar )
dada
Pneumotorak ventil (Tension Pneumothorax)
P. traumatik
Berbahaya oleh karena termasuk P. iatrogenik ( oleh karena
kegawatan paru efek samping tindakan )
Sifat ventil dimana udara bisa masuk tapi
tidak bisa keluar P. katamenial
Gejala mendadak dan makin lama makin Terapeutik
berat
Segera pasang wsd atau mini wsd (
kontra ventil )
Mekanisme pneumotorak
Diagnosis
Anamnesis
Gejala penyakit dasar
Sesak napas mendadak Ro :
Nyeri dada Paru kolaps
Pleural line
Tanpa atau dg penyakit paru Daerah avascular
sebelumnya Hiper radio lusen
Sela iga melebar
PF ; Takipnea Taki kardi tanda-tanda pendorongan
PF Paru
Kalau kurang jelas ro torak
In ; Tertinggal pada CT Scan Thorak
pergerakan napas, lebih
cembung , sela iga melebar NB: tidak dilakukan pada kasus
tension pneumotoraks
Pal ; Fremitus melemah ,
Deviasi trakea
Per; Hipersonor, tanda 2
pendorongan organ
Aus; Suara napas melemah /
tidak terdengar
PNEUMOTORAKS

WSD
Trauma Dada
Diagnosis Etiologi Tanda dan Gejala
Hemotoraks Laserasi Ansietas/ gelisah, takipneu, tanda-tanda syok,
pembuluh darah takikardia, Frothy/ bloody sputum.
di kavum toraks Suara napas menghilang pada tempat yang
terkena, vena leher mendatar, perkusi dada
pekak.

Simple Trauma tumpul Jejas di jaringan paru sehingga menyebabkan


pneumotoraks spontan udara bocor ke dalam rongga dada.
Nyeri dada, dispneu, takipneu.
Suara napas menurun/ menghilang, perkusi
dada hipersonor
Open Luka penetrasi di Luka penetrasi menyebabkan udara dari luar
pneumotoraks area toraks masuk ke rongga pleura.
Dispneu, nyeri tajam, empisema subkutis.
Suara napas menurun/menghilang
Red bubbles saat exhalasi dari luka penetrasi
Sucking chest wound
Diagnosis Etiologi Tanda dan Gejala
Tension Udara yg terkumpul Tampak sakit berat, ansietas/gelisah,
pneumotoraks di rongga pleura tidak Dispneu, takipneu, takikardia, distensi
dapat keluar lagi vena jugular, hipotensi, deviasi trakea.
(mekanisme pentil) Penggunaan otot-otot bantu napas,
suara napas menghilang, perkusi
hipersonor.
Flail chest Fraktur segmental Nyeri saat bernapas
tulang iga, Pernapasan paradoksal
melibatkan minimal 3
tulang iga.
Efusi pleura CHF, pneumonia, Sesak, batuk, nyeri dada, yang
keganasan, TB paru, disebabkan oleh iritasi pleura.
emboli paru Perkusi pekak, fremitus taktil menurun,
pergerakan dinding dada tertinggal
pada area yang terkena.
Pneumonia Infeksi, inflamasi Demam, dispneu, batuk, ronki
17. Appendisitis
Alvarado Score
Sign of Appendicitis
18. Luka Bakar
Indikasi Resusitasi Cairan
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
19. Ileus Obstruktif
Ileus:
Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari
gerakan peristaltik usus.
Obstruksi:
Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan
karena adanya kelainan struktural sehingga
menghalangi gerak peristaltik usus.
Obstruksi dapat parsial atau komplit
Obstruksi simple atau strangulated
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
20. Hemoroid
21. Colles Fracture
Fraktur tersering pada tulang yang
mengalami osteoporosis
Extra-Articular : 1 inch of distal Radius
Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi dorsofleksi
Typical deformity : Dinner Fork
Deformity is : Impaction, dorsal
displacement and angulation, radial
displacement and angulation and avulsion of
ulnar styloid process

http://www.learningradiology.com
Colles Fracture

optimized by optima
http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
Hampir berlawanan dengan Colles fracture
Lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
colles
Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi palmar fleksi
Typical deformity : Garden Spade
Management is conservative : MUA and
Above Elbow POP

http://www.learningradiology.com
Smith Fracture

http://www.learningradiology.com
FOREHAND FRACTURE
Montegia Fracture Dislocation
Fraktur 1/3 proksimal Ulna
disertai dengan dislokasi
kepala radius ke arah Lateral displacement

anterior, posterior, atau


lateral
Head of Radius dislocates
same direction as fracture
Memerlukan ORIF

http://www.learningradiology.com
Galleazzi Fracture
Fraktur distal radius
dan dislokasi sendi
radio-ulna ke arah
inferior
Like Monteggia fracture
if treated conservatively
it will redisplace
This fracture appeared
in acceptable position
after reduction and POP

http://www.learningradiology.com
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi

Fraktur Colles
Fraktur Smith
Osteoporotic Fractures
22. Lipoma
23. Hernia
Tipe Hernia Definisi
Reponible Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga
peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum

Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong
hernia tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah,
demam
Test Keterangan
Finger test Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat
teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari
skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat
direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis,
dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.

Siemen test Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
Valsava test Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja
sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau
melakukan manuver valsava.
24.Intestinal Atresia and Stenosis
Gejala Klinis Diagnosis
1. Muntah
onset: sejak pertama X-ray
pemberian minum, sampai duodenal atresiaDouble
beberapa hari setelah lahir bubble sign
vomitus: hijau atau feses jejunal atresiatriple
2Distensi abdominal bubble sign
high: terbatas pada low intestinal
epigastrium (ileal/jejunoileal)
low: seluruh abdomen atresiamultiple air-fluid
terlihat distensi level
3Tidak dapat mengeluarkan
mekonium
Normalnya mekonium
dikeluarkan dalam 24 jam
pertama kehidupan dan
bersih dalam 2-3 hari
Atresia Duodenum
Dibagi menjadi menjadi :
Complete (atresia)
Partial (web, stenosis, ladd band, annular
pancreas)
Diagnois Antenatal :
Polyhydramnios
Dilated stomach and 1st part Duodenum
Down syndrome 30%
Symptoms and Signs:
vomiting, bilious 80%
High gastric aspiration: >30ml
X-rays:
Double bubble shadow
Management:
Singkirkan Volvulus
Resuscitation
NGT, Vitamin K
Stabilisasi sebelum operasi
Duodeno-duodenostomy
24. Atresia Duodenum
Ileal atresia. Upright Jejunal atresia: The triple
radiograph of the abdomen bubble sign on the erect
Duodenal atresia. Doble demonstrates many dilated plain abdominal
buble sign loops of bowel and air-fluid radiograph.
levels
Atresia Intestin
Atresia Jejunum merupakan atresia
tersering
1 per 2,000 live births
Atresia terjadi karena adanya oklusi
pembuluh darah sebagian atau
seluruhnya yang memperdarahi usus,
terjadi in utero
Classification--Types I-IV
Gejala Klinis:
Muntah hijau
Distensi Abdomen
Tidak dapat mengeluarkan
meconium (70%)
http://radiopaedia.org/articles/annular-pancreas

Annular pancreas
Ventral bud fails to rotate normally, creating a ring of
pancreas which encircles the duodenum
Rare: 1 in 20,000 births
Clinical presentation varies
Duodenal obstruction in neonate (vomiting)
Asymptomatic until adulthood: pancreatitis of annulus
Abdominal X-ray: double bubble (stomach and dilated
duodenum)difficult to distinguish from atresia
duodenum
Radiologic exam: MRI/MRCP or CT scan
Pancreatic tissue is seen to completely or incompletely surround
the 2nd part of duodenum
Rx: surgery if symptomatic duodenal obstruction
Annular
pancreas:
pathology

Cross-section above:
annular pancreas
surrounding duodenum
Congenital Malformation
Atresia anii

Duodenal atresia

Intussusception

Hirschprung

http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om
https://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/peds/abd_webpages/abdominal15b.html

Hipertrofi Pilorik Stenosis


Foto Polos Abdomen: Barium Meal:
Dapat ditemukan gambaran Mushroom sign
single bubble
String sign
Dilatasi dari gaster akibat
udara usus yang tidak dapat Double tract sign
melewati pilorus
Gambaran Caterpillar sign
Terjadi akibat hiperparistaltik
pada gaster
25. Management of Trauma Patient
ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-lin immobilization
Indikasi Airway definitif
26. The Breast Lump
27. Varikokel

Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada


pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah
balik vena spermatika interna.
Varikokel merupakan salah satu penyebab infertilitas
pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul
menderita varikokel.
PATOGENESIS
Varikokel mengganggu proses spermatogenesis dengan cara:
1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis hipoksia
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan
kanan zat-zat hasil metabolit tidak dapat dialirkan dari
testis kiri ke testis kanan menyebabkan gangguan
spermatogenesis testis kanan infertilitas.
GEJALA KLINIS
Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak
setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang
mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa
nyeri.
Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman.
Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain adanya
rasa sakit yang tumpul atau rasa berat pada sisi
dimana varikokel terdapat.
Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3
tingkatan/derajat:
1. Derajat I kecil: varikokel dapat dipalpasi setelah pasien
melakukan manuver valsava
2. Derajat II sedang: varikokel dapat dipalpasi tanpa
melakukan manuver valsava
3. Derajat III besar: varikokel sudah dapat dilihat bentuknya
tanpa melakukan manuver valsava.

(manuver valsava = mengedan)


pemeriksaan auskultasi dengan memakai
stetoskop Doppler sangat membantu, karena
alat ini dapat mendeteksi adanya peningkatan
aliran darah pada pleksus pampiniformis.
Untuk lebih objektif dalam menentukan besar
atau volume testis dilakukan pengukuran
dengan alat orkidometer.
pemeriksaan analisis semen dilakukan untuk
menilai seberapa jauh varikokel telah
menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi.

Hasil analisis semen pada varikokel menunjukkan


pola stress yaitu menurunnya motilitas sperma,
meningkatnya jumlah sperma muda (immature,)
dan terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).
PENATALAKSANAAN
Indikasi Operasi :
Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen
yang abnormal terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau
dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap
hari, harus segera dioperasi dengan tujuan membalikkan
proses yang progresif dan penurunan durasi-dependen fungsi
testis.

Remaja dengan varikokel grade I II tanpa atrofi dilakukan


pemeriksaan tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika
didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka
disarankan untuk dilakukan varikokelektomi.
TINDAKAN OPERASI
Ligasi dari vena spermatika interna dapat
dilakukan dengan berbagai teknik.
1. Teknik Retroperitoneal (palomo)
2. Teknik Inguinal (ivanissevich)
3. Teknik Laparoskopik
4. Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein )
5. Teknik Embolisasi
28. Peritonitis
Peritonitis Sekunder
Bakteri, enzim, atau cairan empedu mencapai
peritoneum dari suatu robekan yang berasal dari traltus
bilier atau GIT
Peritonitis TB
Robekan tersebut dapat disebabkan oleh
Pankreatitis
Perforasi appendiks
Ulkus gaster
Crohns disease
Diverticulitis
Komplikasi tifoid
Gambaran radiologis pada peritonitis:
a) adanya kekaburan pada cavum abdomen
b) preperitonial fat dan psoas line menghilang
c) adanya udara bebas subdiafragma atau
d) adanya udara bebas intra peritoneal
29. Ruptur Uretra Anterior
DIAGNOSIS
Penyebab tersering :
Klinis :
straddle injury ( cedera
Perdarahan
selangkangan ) peruretra/hematuri
Hematom / butterfly
Jenis kerusakan : hematom
Kontusio uretra Kadang retensi urine
Ruptur parsial
Kontusio : ekstravasasi
Ruptur total Ruptur : ekstravasasi +
bulbosa
Sleeve Hematom

Butterfly Hematom
TINDAKAN
Kontusio :
observasi 4-6 bln
evaluasi: uretrografi ulang

Ruptur :
Sistostomi 1 bulan
3 bulan uroflometri, k/p uretrogram .
striktura, lakukan sachse.
30. Osteoporosis

PENYAKIT DENGAN SIFAT-SIFAT KHAS BERUPA


MASSA TULANG YANG RENDAH, DISERTAI
PERUBAHAN MIKRO-ARSITEKTUR TULANG,
DAN PENURUNAN KUALITAS JARINGAN
TULANG, YANG PADA AKHIRNYA MENIMBULKAN
AKIBAT MENINGKATNYA KERAPUHAN TULANG
DENGAN RESIKO TERJADINYA PATAH TULANG
(SURYATI 2006)

KELAINAN KERANGKA, DITANDAI DENGAN


KEKUATAN TULANG YANG MENGKHAWATIRKAN DAN
DIPENGARUHI OLEH MENINGKATNYA RESIKO PATAH
TULANG. SEDANGKAN KEKUATAN TULANG
MEREFLEKSIKAN GABUNGAN DARI DUA FACTOR, YAITU
DENSITAS TULANG DAN KUALITAS TULANG
(JUNAIDI,2007)
KLASIFIKASI

1. Osteoporosis primer 2. Osteoporosis Skunder


bukan disebabkan penyakit
berkurangnya masa tulang dan atau
terhentinya produksi hormon estrogen
disamping bertambahnya usia
oleh berbagai
penyakit tulang
Tipe osteoporosis pasca
menopouse (kronik
1 wanita berusia 50-
65 tahun rheumatoid,
artritis, TBC
spondilitis,
Tipe istilah
osteoporesis senil
osteomalacia

2 lebih dari 70 tahun


Gejala Osteoporosis

Nyeri tanpa fraktur Nyeri dengan


fraktur

Depresi, ketakutan, Deformitas


dan rasa rendah vertebra thorakalis
diri karena Penurunan
keterbatasan fisik tinggi badan
Diagnosis
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena
tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau
osteoporosis lanjut
Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause,
rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya
nyeri akibat defisiensi estrogen
Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda
sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :
Tinggi badan yang makin menurun.
Obat-obatan yang diminum.
Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.
Jumlah kehamilan dan menyusui.
Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup.
Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
Apakah sering merokok, minum alkohol?
Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis
penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen
pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan
resiko fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri
tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang
orang dewasa muda (T-score)
Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.
Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.
Klasifikasi Osteoporosis
Osteoporosis
31. ASTIGMATISME - DEFINISI
Ketika cahaya yang
masuk ke dalam
mata secara paralel
tiudak membentuk
satu titik fokus di
retina.

http://www.mastereyeassociates.com/Portals/60407/images//astig
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry matism-Cross_Section_of_Astigmatic_Eye.jpg
ASTIGMATISME
Kornea seharusnya berbentuk hampir sferis
sempurna (bulat) pada astigmat kornea
berbentuk seperti bola rugby.
Bagian lengkung yang paling landai dan yang
paling curam mengakibatkan cahaya
direfraksikan secara berbeda dari kedua
meridian mengakibatkan distorsi bayangan
Kekuatan refraksi pada horizontal plane
memproyeksikan gambar/ garis vertikal.
Kekuatan refraksi pada vertical plane
memproyeksikan gambar/ garis horizontal.
The amount of astigmatism is equal to the
difference in refracting power of the two
principal meridians

http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
KLASIFIKASI :
ETIOLOGI
Astigmatisme korneal: When
the cornea has unequal curvature
on the anterior surface 90% PLACIDO
penyebab astigmatisme bisa
dites dgn tes Placido
(keratoscope)
Astigmatisme lentikular: When
the crystalline lens has an
unequal on the surface or in its
layers
Astigmatigma total: The sum of
corneal astigmatism and Astigmatisme korneal akibat trauma
lenticular astigmatism pada kornea. Perhatikan iregularitas
bayangan placido
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry http://oelzant.priv.at/~aoe/images/galleries/narcism/med/hornhautabrasion/
KLASIFIKASI : HUBUNGAN ANTAR BIDANG MERIDIAN

ASTIGMATISME REGULER

Kedua bidang meridian


utamanya saling tegak lurus. Kebanyakan kasus
(meredian di mana terdapat astigmatisme adalah
daya bias terkuat dan terlemah astigmatisme reguler
di sistem optis bolamata).
Cth: 3 tipe:
jika daya bias terkuat berada are with-the-rule
pada meredian 90, maka daya against-the-rule
bias terlemahnya berada pada
meredian 180 oblique astigmatism
Jika daya bias terkuat berada
pada meredian 45, maka daya
bias terlemah berada pada
meredian 135.
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
KLASIFIKASI : HUBUNGAN ANTAR BIDANG MERIDIAN

ASTIGMATISME IREGULER

When the two principal


meridians are not
perpendicular to each
other
Curvature of any one
meridian is not uniform
Associated with trauma,
disease, or degeneration
VA is often not correctable
to 20/20

Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry


BASED ON FOCAL POINTS
RELATIVE TO THE RETINA
SIMPLE ASTIGMATISM
When one of the principal meridians is focused on the retina and
the other is not focused on the retina (with accommodation
relaxed)
Terdiri dari
astigmatisme miopikus simpleks
astigmatisme hipermetrop simpleks
COMPOUND ASTIGMATISM
When both principal meridians are focused either in front or
behind the retina (with accommodation relaxed)
Terdiri dari
astigmatisme miopikus kompositus
astigmatisme hipermetrop kompositus
MIXED ASTIGMATISM
When one of the principal meridians is focused in front of the
retina and the other is focused behind the retina (with
accommodation relaxed)
BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO
THE RETINA
1. Simple Myopic Astigmatism
When one of the principal
meridians is focused in
front of the retina and the
other is focused on the
retina (with accommodation
relaxed)
Astigmatisme jenis ini, titik A
berada di depan retina,
sedangkan titik B berada tepat
pada retina.

Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry


BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO
THE RETINA
2. Simple Hyperopic Astigmatism
When one of the principal
meridians is focused behind
the retina and the other is
focused on the retina (with
accommodation relaxed)
Astigmatisme jenis ini, titik A
berada tepat pada retina,
sedangkan titik B berada di
belakang retina.

Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry


BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO
THE RETINA
3. Compound Myopic Astigmatism
When both principal
meridians are focused in
front of the retina (with
accommodation relaxed)

Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry


BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO
THE RETINA
4. Compound Hyperopic Astigmatism

When both
principal
meridians are
focused behind
the retina (with
accommodation
relaxed)
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO
THE RETINA
5. MIXED ASTIGMATISM

When one of the


principal meridians is
focused in front of the
retina and the other is
focused behind the
retina (with
accommodation relaxed)

Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry


http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
BASED ON RELATIVE LOCATIONS OF PRINCIPAL MERIDIANS OR AXES WHEN
COMPARING THE TWO EYES

SYMMETRICAL ASTIGMATISM

The principal meridians Example


or axes of the two eyes OD: pl -1.00 x 175
are symmetrical (e.g., OS: pl -1.00 x 005
both eyes are WTR or Both eyes are WTR
ATR) astigmatism, and the sum of
the two axes equal
Ciri yang mudah dikenali approximately 180
adalah axis cylindris mata
kanan dan kiri yang bila
dijumlahkan akan bernilai
180 (toleransi sampai 10-
15).

Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry


BASED ON RELATIVE LOCATIONS OF PRINCIPAL MERIDIANS OR AXES WHEN
COMPARING THE TWO EYES

ASYMMETRICAL ASTIGMATISM

The principal meridians Example:


or axes of the two eyes OD: pl -1.00 x 180
are not symmetrical OS: pl -1.00 x 090
(e.g., one eye is WTR One eye is WTR
while the other eye is astigmatism, and the
ATR) other eye is ATR
astigmatism, and the
The sum of the two sum of the two axes do
axes of the two eyes not equal approximately
does not equal 180
approximately 180

Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry


Toric/Spherocylinder lens pada koreksi
Astigmatisme

They have a different focal power in different meridians.

http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/graphics/figures/v1/051a/010f.gif
http://vision.zeiss.com/content/dam/Vision/Vision/International/images/image-text/opticaldesigns_asphere_atorus_atoroidal-surface_500x375.jpg
TIPS & TRIK
Rumus hapalan ini bisa digunakan untuk menentukan jenis jenis
astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau disoal
diberikan rumus astigmatnya sbb
1. sferis (-) silinder (-) pasti miop kompositus
2. Sferis (+); silinder (+) pasti hipermetrop kompositus
3. Sferis (tidak ada); silinder (-) pasti miop simpleks
4. Sferis (tidak ada); silinder (+) pasti hipermetrop simpleks

Agak sulit dijawab jika di soal diberikan rumus astigmat sbb:


1. Sferis (-) silinder (+)
2. Sferis (+) silinder (-)
BELUM TENTU astigmatisme mikstus!!
Harus melalui beberapa tahap penjelasan untuk menemui
jawabannya
cara menentukan jenis astigmatisme berdasarkan kedudukannya di
retina kalau disoal diberi rumus S(-) Cyl(+) atau S(+) Cyl(-)

PERTAMA, rumus kacamata astigmat adalah

SFERIS X SILINDER Y x AKSIS Z


Sferis tidak harus selalu ada, kadang jika tidak ada,
nilai sferis akan dihilangkan penulisannya menjadi
C (silinder) . x ..
atau menjadi
pl (plano) C (silinder) . x ..
KEDUA, TRANSPOSISI
Transposisi itu artinya: notasi silinder bisa ditulis dalam nilai minus atau
plus
Rumus ini bisa ditransposisikan (dibolak-balik) tetapi maknanya sama.
Cara transposisi:
To convert plus cyl to minus cyl:
Add the cylinder power to the sphere power
Change the sign of the cyl from + to
Add 90 degrees to the axis is less than 90 or subtract 90 if the original axis is
greater than 90.
To convert minus cyl to plus cyl:
add the cylinder power to the sphere
Change the sign of the cylinder to from - to +
Add 90 to the axis if less than 90 or subtract if greater than 90

Misalkan pada soal OD -4,00 C-1,00 X 1800minus cylinder notation yang


jika ditransposisi maknanya sama dengan -5,00 C+1,00 X 900 (plus cylinder
notation)
KETIGA, CARA MEMBACA
OD -4,00 C-1,00 X 1800 artinya adalah kekuatan
lensa pada aksis 180 adalah -4.00 D. Kemudian
kita transposisikan menjadi -5,00 C+1,00 X 900
artinya kekuatan lensa pada 90 adalah -5,00 D

OS -5,00 C-1,00 X 900 artinya adalah kekuatan


lensa pada aksis 90 adalah -5.00 D dan
Kemudian kita transposisikan menjadi -6,00
C+1,00 X 1800 artinya kekuatan lensa pada 180
adalah -6,00 D
KEEMPAT, MENENTUKAN JENIS ASTIGMATISME BERDASARKAN
KEDUDUKANNYA DI RETINA

Prinsipnya: selalu lihat besarnya sferis di kedua rumus


baik rumus silinder plus maupun silinder minus
(makanya kenapa harus tahu transposisi)
Contoh: OD rumusnya OD -1,50 C-1,00 X 900 sferis
= -1,50. Setelah ditransposisikan rumus menjadi OD -
2,50 C+1,00 X 1800 sferis menjadi -2,50.
Bayangan di kedua aksis jatuh di depan retina maka
jenis astigmatnya miopik kompositus, bukannya
astigmat mikstus
Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14

32. Ablasio Retina


Ablasio retina adalah suatu Jenis:
keadaan terpisahnya sel Rhegmatogenosa (paling
kerucut dan batang retina sering) lubang / robekan
(retina sensorik) dari sel pada lapisan neuronal
epitel pigmen retina menyebabkan cairan vitreus
Mengakibatkan gangguan masuk ke antara retina
nutrisi retina pembuluh sensorik dengan epitel
darah yang bila berlangsung pigmen retina
lama akan mengakibatkan Traksi adhesi antara vitreus
gangguan fungsi / proliferasi jaringan
penglihatan fibrovaskular dengan retina
Serosa / hemoragik
eksudasi ke dalam ruang
subretina dari pembuluh
darah retina
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Etiologi Ablasio Retina
Rhegmatogenosa: Serosa / hemoragik:
Miopia Hipertensi
Trauma okular Oklusi vena retina
Afakia sentral
Degenerasi lattice Vaskulitis
Traksi: Papilledema
Retinopati DM Tumor intraokular
proliferatif
Vitreoretinopati
proliferatif
Retinopati prematuritas
Trauma okular
Ablasio
Rhegmatogenosa

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology


17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Ablasio Retina
Anamnesis: Funduskopi : adanya
Riwayat trauma robekan retina, retina yang
Riwayat operasi mata terangkat berwarna keabu-
Riwayat kondisi mata abuan, biasanya ada fibrosis
sebelumnya (cth: uveitis, vitreous atau fibrosis
perdarahan vitreus, miopia preretinal bila ada traksi.
berat) Bila tidak ditemukan
Durasi gejala visual & robekan kemungkinan suatu
penurunan penglihatan
ablasio nonregmatogen
Gejala & Tanda:
Fotopsia (kilatan cahaya)
gejala awal yang sering
Defek lapang pandang
bertambah seiring waktu
Floaters
Tatalaksana
Ablasio retina
kegawatdaruratan mata
Tatalaksana awal:
Puasakan pasien u/ persiapan
operasi
Hindari tekanan pada bola
mata
Batasi aktivitas pasien sampai
diperiksa spesialis mata
Segera konsultasi spesialis
retina konservatif (untuk
nonregmatogen), pneumatic
retinopexy, bakel sklera,
vitrektomi tertutup

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
33. RETINOPATI DIABETIK
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler
refraksi (kornea, uveitis posterior Katarak
sklera konjungtiva
uvea, atau perdarahan vitreous Glaukoma
tidak Ablasio retina retinopati
seluruh mata)
menghalangi oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal retinitis
neuritis optik pigmentosa
Keratitis
Konjungtivitis murni neuropati optik akut kelainan refraksi
Keratokonjungtivitis
karena obat (misalnya
Trakoma Ulkus Kornea
mata kering, etambutol), migrain,
Uveitis
tumor otak
xeroftalmia glaukoma akut
Pterigium Endoftalmitis
Pinguekula panoftalmitis
Episkleritis
skleritis
RETINOPATI DIABETIK
DM ophthalmic complications : Diabetic Retinopathy :
Retinopathy (damage to the
Corneal abnormalities retina) caused by
Glaucoma complications of diabetes,
which can eventually lead to
Iris neovascularization
blindness.
Cataracts
It is an ocular manifestation of
Neuropathies systemic disease which affects
Diabetic retinopathy up to 80% of all patients who
most common and have had diabetes for 10 years
potentially most blinding or more.
RETINOPATI DIABETIK
Signs and Symptoms Pemeriksaan :
Seeing spots or floaters in the Tajam penglihatan
field of vision Funduskopi dalam keadaan
Blurred vision pupil dilatasi : direk/indirek
Foto Fundus
Having a dark or empty spot in
USG bila ada perdarahan
the center of the vision vitreus
Difficulty seeing well at night
On funduscopic exam : cotton
wool spot, flame Tatalaksana :
hemorrhages, dot-blot Fotokoagulasi laser
hemorrhages, hard exudates
RETINOPATI DIABETIK
Riwayat DM yang lama, biasa > 20 tahun
Mata tenang visus turun perlahan
Pemeriksaan Oftalmoskop
Mikroaneurisma (penonjolan dinding kapiler)
Perdarahan dalam bentuk titik, garis, bercak yang letaknya dekat
dengan mikroaneurisma di polus posterior (dot blot hemorrhage)
Dilatasi vena yang lumennya ireguler dan berkelok
Hard exudate (infiltrasi lipid ke dalam retina akibat dari peningkatan
permeabiitas kapiler), warna kekuningan
Soft exudate (cotton wall patches) adalah iskemia retina tampak
sebagai bercak kuning bersifat difus dan warna putih
Neovaskularisasi
Edema retina
RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI

RETINOPATI DIABETIK NONPROLIFERATIF


ditandai dengan kebocoran darah dan serum pada
pembuluh darah kapiler
menyebabkan edema jaringan retina dan
terbentuknya deposit lipoprotein (hard exudates)
Tidak menyebabkan gangguan penglihatan
mengenai makula
Edema makula penebalan daerah makula
sebagai akibat kebocoran kapiler perifoveal
RETINOPATI DIABETIK - KLASIFIKASI
RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF
ditandai dengan adanya proliferasi jaringan
fibrovaskular atau neovaskularisasi pada
permukaan retina & papil saraf optik serta vitreus
Proliferasi respon dari oklusi luas pembuluh
darah kapiler retina yang menyebabkan iskemia
retina
menyebabkan gangguan penglihatan sampai
kebutaan melalui mekanisme;
Perdarahan vitreus
Tractional retinal detachment
Glaukoma neovaskular
Dot blot hemorrhage
Flame-shaped hemorrhage

Microaneurysm / dot blot hemorrhage


Macular edema
Neovascularization
Proliferative diabetic retinopathy
Penatalaksanaan :
1. Medical Treatment :
Aldose reduktase inhibitor (sorbinil)
Penelitian menurunkan proses retinopati
Vascular Endothelial Growth factor Inhibitor
Aminoguanidin (mengikat protein yang
mengalami glikolisis
Pentoxypilin (memperbaiki sirkulasi perifer)
2. Laser Photocoagulation
Early Treatment Diabetic Retinopathy Study
(ETDRS) : Fotokoagulasi dini menurunkan incident
ggn visus 50%
Terapi pilihan utama pada retinopati diabetes
yang telah mengancam penglihatan
Indikasi :
Perdarahan vitreous atau preretinal terokalisasi
Kontraksi progresif proliferasi fibrin
Neovaskularisasi ekstensif di COA
3. Bedah Vitrektomi :
Vitrektomi dini pada PDR dapat menyebabkan
regresi NVD dan NVE
Indikasi :
Vitrektomi dipertimbangkan dilakukan jika terjadi
rekurensi, kegagalan terapi dengan foto koagulasi,
ataupun perdarahan vitreus yang massif hingga polus
posterior tidak terlihat.
Perdarahan vitreous yang lama (3 6 bln)
PDR (retinopati diabetik proliferatif) yang aktif dengan
visus baik
Adanya traksi pada papil, peripapil, makula
Adanya ablasio retina yang melibatkan makula
Penurunan tajam penglihatan dari 10/50 menjadi
10/100 atau lebih buruk
Defini dan gejala
Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant cell
retina arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara oftalmoskopis,
retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang memperlihatkan bercak
merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit
dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus mendadak biasanya disebabkan oleh emboli

Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan
sentral hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke 4
kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

ARMD Degenerasi makula terkait usia. Penyebab pasti belum diketahui. Insidens meningkat pada usia
> 50 tahun. Predominansi pada wanita, riwayat keluarga, dan riwayat merokok. Gangguan
penglihatan sentral (mata kabur, distorsi atau skotoma). Ditandai oleh atrofi dan degenerasi
retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat
bervariasi. Funduskopi: drusen (endapan putih, kuning, bulat, diskret tersebar di seluruh
makula dan kutub posterior)
Tatalaksana bisa berupa Antioksidan serta Fotokoagulasi laser

Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing cotton
wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
Amaurosis Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri, biasanya
Fugax monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular
34. Thyroid Ophthalmopathy
Inflammatory disorder of the eye
Commonly complicates Graves disease but can also be
associated with Hashimotos thyroiditis, or in euthyroid
pts
50% of pts with Graves have clinical ophthalmopathy,
but up to 70% of the remaining half have
ophthalmopathy by imaging
Prevalence of thyroid ophthalmopathy = 0.4%
Most common cause of exophthalmos
>50% of cases
Of note, other causes of exophthalmos include primary
hyperadrenalism, longstanding steroid use or acromegaly.
Pathogenesis
Autoimmune process Inflammatory cells activated
manifesting as: by TSH receptor antigen
Extraocular m. myositis TSH receptor mRNA and
T-cell inflammatory infiltrate protein found in orbital
Fibroblast proliferation fibroblasts and adipocytes
Glycosaminoglycan TSHR expression greater in
overproduction
retro-orbital tissues of Graves
Orbital congestion pt compared to other tissues.
Increase in soft tissue mass Correlation between severity of
within bony orbit due to ophthalmopathy and serum
extraocular muscle TSHR Ab concentrations
enlargement, increased orbital
fat and connective tissue
Later in disease, inflammatory
infiltrate replaced by
widespread fibrosis
Inactive phase
Occurs about 8mo to 3yrs after
onset
Initial Signs/Symptoms
Foreign body sensation
Epiphora (tearing)
Photophobia
Lid retraction (normally, should not
see sclera above iris)
Lid lag
Lid, conjunctival and periorbital
edema
Injection over horizontal muscle
insertions
Exophthalmos
Usually bilateral and symmetric
Pathological changes displace eye
forward and can interfere with muscle
actions and venous drainage.

Note enlarged extraocular mm.


Exophthalmometer
Exophthalmometer is an instrument used for
measuring the degree of forward displacement of the
eye in exophthalmos.
The device allows measurement of the forward
distance of the lateral orbital rim to the front of the
cornea.
Exophthalmometers can also identify enophthalmos
There are several types of exophthalmometers:
Hertel exophthalmometer:
Naugle exophthalmometer
Luedde exophthalmometer
Histology

Fluid and inflammatory cells separate the


muscle bundles of the extraocular muscles.
Complications
Optic nerve compression at orbital apex by enlarged muscles
May present with blurry vision, color loss, afferent pupillary defect, or
visual field loss
More likely when superior rectus is enlarged or if no exophthalmos
(form of self-decompression)

Optic neuropathy as result of optic nerve compression from enlargement of extraocular muscles
Radiologic Evaluation
Usually employed if cause of exophthalmos is unclear
(ie. normal thyroid lab studies, or hx/PE inconsistent
with thyroid disease)
Also to determine optic nerve involvement if not
obvious by fundoscopic exam
Distinct sparing of muscle tendons in thyroid
ophthalmopathy
Non-contrast enhanced coronal orbital CT scan most
helpful to assess size of extraocular mm.
35. Diabetic Cataract
Diabetes mellitus type 1 or juvenile diabetes and
Diabetes mellitus type 2 or adult-onset diabetes lead to
chronic diabetic complications like neuropathy,
nephropathy, angiopathy and retinopathy.
Hyperglycemia is known to instigate these diabetic
complications.
With the increased formation of advanced glycation end
products (AGES).
Enhanced activity of aldose reductase (AR).
Formation of reactive oxygen species (ROS).
DIABETIC CATARACT
Recent basic research studies have In addition, the polar character of
emphasized the role of the polyol sorbitol prevents its intracellular
pathway in the initiation of the disease removal through diffusion.
process. The increased accumulation of sorbitol
The enzyme aldose reductase (AR) creates a hyperosmotic effect that
catalyzes the reduction of glucose to results in an infusion of fluid to
sorbitol through the polyol pathway (a countervail the osmotic gradient
process linked to the development of results in formation of lens opacities
diabetic cataract) The Osmotic Hypothesis of sugar
the generation of polyols from glucose by cataract formation, emphasizing that
Aldose Reductase made the intracellular the intracellular increase of fluid in
accumulation of sorbitol leads to osmotic response to AR-mediated accumulation
changes resulting in hydropic lens fibers of polyols results in lens swelling
that degenerate and form sugar cataracts associated with complex biochemical
In the lens, sorbitol is produced faster changes ultimately leading to cataract
than it is converted to fructose by the formation
enzyme sorbitol dehydrogenase.
Although diabetic cataract is a consequence of cumulative
effects of various metabolic processes linked to
hyperglycaemia, increased activity of Aldose Reductase in the
polyol pathway has been regarded as the initiator of the
disease process
36. EPIDURAL HEMATOM
Pengumpulan darah diantara tengkorak dg
duramater. Biasanya berasal dari arteri yg pecah
oleh karena ada fraktur atau robekan langsung.
Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan
bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural.

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


EPIDURAL
HEMATOM

Epidural
Hematom Epidural Hematom subdural Hematom
subarakhnoid
Lucid interval akut: interval lucid Kaku kuduk
Kesadaran makin 0-5 hari Nyeri kepala
menurun Subakut: interval Bisa didapati
Late hemiparesis lucid 5 hari- gangguan kesadaran
kontralateral lesi beberapa minggu Akibat pecah
Pupil anisokor Kronik : interval aneurisme berry
Babinsky (+) lucid > 3 bulan
kontralateral lesi Gejala: sakit kepala
Fraktur daerah disertai /tidak
temporal disertai penurunan
*akibat pecah a. kesadaran
meningea media *akibat robekan
bridging vein
37. Kejang
Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
Tanda tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b) Kejang mioklonik
Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
EEG
Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang
mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik
di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan
interpretasinya.
Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan
untuk tindakan dan penanganan selanjutnya
kepada pasien.
Elektroensefalogram (EEG) dipakai untuk
membantu menetapkan jenis dan focus dan
kejang.
Epilepsi
Definisi: suatu keadaan yang ditandai oleh
bangkitan (seizure) berulang akibat dari
adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas
muatan listrik abnormal dan berlebihan di
neuron-neuron secara paroksismal, dan
disebabkan oleh berbagai etiologi.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


Epilepsy - Classification
Focal seizures account
for 80% of adult epilepsies
- Simple partial seizures
- Complex partial seizures
- Partial seizures secondarilly
generalised

Generalised seizures
(include absance
type)

Unclassified seizures
Pemilihan OAE pada Remaja dan Dewasa
Tipe Bangkitan Lini 1 Lini 2 Lini 3
CBZ: carbamazepine,
Lena VPA ESM LEV
LTG ZNS CLB: clobazam
Mioklonik VPA TPM LTG CZP: clonazepam
LEV CLB ESM: ethosuximide
ZNS CZP
PB FBM: falbamate
Tonik Klonik VPA LTG TPM GBP: gabapentine
CBZ OXC LEV LEV: Levetiracetam
PHT ZMS
PB PRM
LTG: lamotrigine
Atonik VPA LTG FBM
OXC: oxcarbamazepine
TPM PB: phenobarbital
Parsial CBZ VPA TGB PGB: pregabalin
PHT LEV VGB PHT: phenytoin
PB ZNS FBM
OXC PGB PRM PRM: pirimidon
LTG TGB: tiagabine
TPM
GBP VGB: vigabatrine
Unclassified VPA LTG TPM VPA: sodium valproate
LEV ZNS: zonisamide
ZNS
Pemilihan OAE pada Anak
Tipe Bangkitan Lini 1 Lini 2 Lini 3
ACTH: adrenocorticotropic hormone
Lena VPA ESM LEV
LTG ZNS
CBZ: carbamazepine,
CLB: clobazam
Mioklonik VPA TPM LTG
ZNS CLB CZP: clonazepam
PB ESM: ethosuximide
Tonik Klonik VPA LTG ZMS FBM: falbamate
CBZ TPM OXC GBP: gabapentine
PB PHT LEV LEV: Levetiracetam
Parsial CBZ LTG CLB LTG: lamotrigine
VPA TPM PHT
PB OXC GBP
NTZ: nitrazepam
ZNS LEV OXC: oxcarbamazepine
Spasme Infantil VGB VPA LTG PB: phenobarbital
ACTH NTZ ZNS PGB: pregabalin
TPM PHT: phenytoin
Lennox-gastaut VPA LTG CLB PRM: pirimidon
TPM FBM TGB: tiagabine
Unclassified VPA LTG TPM VGB: vigabatrine
LEV
ZNS
VPA: sodium valproate
ZNS: zonisamide
Penghentian OAE
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa
kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara
bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa
penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang
penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,

1. Syarat umum yang meliputi :


Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana
penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan.
Gambaran EEG normal
Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6bulan.
Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.

Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010


2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE
Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan
kekambuhannya.
Epilepsi simtomatik
Gambaran EEG abnormal
Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.
Penggunaan OAE lebih dari 1
Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah
memulai terapi
Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila
penderita telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih
dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan
menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi.
Perdossi. Diagnosis Epilepsi. 2010
38. Meningitis Bakterialis
39. Stroke
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
Transient Ischemic Attack (TIA)
defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1 3 minggu.
Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
Stroke in ResolutionStroke in resolution:
deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
Completed Stroke (infark serebri):
defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang
canggung akibat infark pons basal
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Trombotik Pembuluh Besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hati-
hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

Stroke Embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.

Stroke Kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
Jaras Motorik
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese
Penderita stroke non hemoragik yang mengalami
infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada
sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan
sebagian juga terjadi Hemiparese
dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang
mengalami hemiparesesi dupleks akan
mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua
bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai
mengakibatkan kelumpuhan.
40. Migrain

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
Migren: nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali
unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan
depresi
Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) :
Gangguan neurobiologis
Perubahan sensitivitas sistem saraf
Avikasi sistem trigeminalvaskular
Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1.

Faktor Predisposisi
Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
Puasa dan terlambat makan
Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buahbuahan.
Cahaya kilat atau berkelip
Banyak tidur atau kurang tidur
Faktor herediter
Faktor kepribadian
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut

Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Penatalaksanaan Migrain
Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan.
Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin

Pengobatan Abortif :
1. Analgesik spesifik analgesik khusus untuk nyeri kepala.
Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID.
Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan (agonis selektif
reseptor serotonin / 5-HT1)
Ergotamin dan DHE migren sedang sampai berat apabila analgesik non
spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.
Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.

IDI. Panduan praktik klinis bagia dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
2. Analgesik non-spesifik
Yakni: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri selain nyeri kepala

Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang
dalam 2 jam)
Aspirin 600-900 mg + metoclopramide
Asetaminofen 1000 mg
Ibuprofen 200-400 mg

Terapi Profilaksis (The U.S. Headache Consortiums)


Diberikan pada orang yang memiliki KI atau intoleransi terhadap terapiabortif
Nyeri kepala muncul lebih dari 2 hari/minggu
Nyeri kepala yang berat dan mempengaruhi kualitas hidup (walau telah diberi
terapi abortif)
Gejala migrain jarang including hemiplegic migraine, basilar migraine, migraine
with prolonged aura, or migrainous infarction
Terapi preventif jangka pendek pasien akan terkena faktor risiko yang telah
dikenal dalam jangka waktu tertentu, misalnya migren menstrual.
Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung
respon pasien.
Terapi Profilaksis
41. GANGGUAN PANIK DAN AGORAFOBIA

DSM-IV mengklasifikasikan gangguan panik


menjadi:
Gangguan panik dengan agorafobia
Gangguan panik tanpa agorafobia

Secara epidemiologis, sebagian besar


gangguan panik disertai dengan agorafobia.
Panic Attack Specifiers
(4 or more symptoms)
Palpitations, pounding Nausea or abdominal
heart, or accelerated distress
heart rate Feeling dizzy, unsteady,
Sweating light-headed, faint
Trembing or shaking Chills or heat sensations
Sensation or shortness Paresthesias
of breath Derealization or
Feeling of choking depersonalization
Chest pain or Fear of losing control
discomfort Fear of dying

DSM-IV-TR
Pedoman Diagnosis Gangguan Panik
Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila
tidak ditemukan adanya gangguan ansietas fobik.

Harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas


berat dalam masa kira-kira satu bulan.

Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif


tidak ada bahaya.

Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang


dapat diduga sebelumnya (unpredictable situation)

PPDGJ-III
Pedoman Diagnosis Agorafobia
Cemas berlebihan apabila berada di tempat-
tempat atau situasi-situasi yang sangat sulit untuk
menyelamatkan diri atau pertolongan mungkin
tidak bisa didapatkan.

Situasi-situasi tersebut akan dihindari (membatasi


perjalanan) atau bila dikerjakan akan ditandai
dengan adanya distress atau kecemasan akan
kemungkinan terjadinya satu serangan panik atau
gejala-gejala menyerupai panik, atau sering minta
ditemani ditemani kalau keluar rumah.

DSM-IV
Gangguan Panik dengan Agorafobia
(DSM-IV)
Gangguan Panik Tanpa Agorafobia
(DSM-IV)
42. DELIRIUM
Delirium: kesadaran fluktuatif, ditandai dengan kesulitan memfokuskan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian .

Pedoman diagnostik:
Gangguan kesadaran & perhatian
Gangguan kognitif (distorsi persepsi, halusinasi, hendaya daya pikir, daya ingat,
disorientasi)
Gangguan psikomotor: hipo/hiperaktivitas
Gangguan siklus tidur-bangun
Gangguan emosional: depresi, ansietas, lekas marah
Onset cepat, hilang timbul, kurang dari 6 bulan

Penyebab:
SSP: kejang (postictal)
Metabolik: gangguan elektrolit, hipo/hiperglikemia
Penyakit sistemik: infeksi, trauma, dehidrasi/ovehidrasi
Obat-obatan

Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Diagnosis Delirium (DSM-IV)
Delirium Subtype
Hyperactive subtype
May be agitated, disoriented, and delusional, and may experience
hallucinations. This presentation can be confused with that of
schizophrenia, agitated dementia, or a psychotic disorder.

Hypoactive subtype
Subdued, quietly confused, disoriented, & apathetic. Delirium in
these patients may go unrecognized or be confused with
depression or dementia.

Mixed subtype
Fluctuating between the hyperactive &hypoactive

Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam Physician. 2003
Mar 1;67(5):1027-1034.
Diagnosis Banding Delirium
Diagnosis Karakteristik
Delirium cognitive changes develop acutely and fluctuate. Speech can be confused or
disorganized. Alertness and attention wax and wane

Dementia insidious onset, chronic memory and executive function disturbance, tends not
to fluctuate. Intact alertness and attention but impoverished speech and
thinking

Schizofrenia Onset is rarely after 50. Auditory hallucinations are much more common than
visual hallucinations. Memory is grossly intact and disorientation is rare.
Speech is not dysarthric. No wide fluctuations over the course of a day

Mood Manifest persistent rather than labile mood with more gradual onset. In mania
disorder the patient can be very agitated however cognitive performance is not usually
as impaired. Flight of ideas usually have some thread of coherence unlike
simple distractibility. Disorientation is unusual in mania
43. GANGGUAN PROSES PIKIR

Gangguan
bentuk pikir
Gangguan Gangguan
proses pikir isi pikir
Gangguan
arus pikir
Gangguan Bentuk Pikir
Jenis Karakteristik

Derealistik Tidak sesuai dengan kenyataan tetapi masih mungkin terjadi,


misalnya: saya adalah seorang presiden

Dereistik Tidak sesuai dengan kenyataan, lebih didasarkan pada khayalan,


misal: saya adalah seorang malaikat

Autistik Pikiran yang timbul dari fantasi, berokupasi pada sebuah ide.
Secara emosional terlepas dari orang lain.

Tidak logis/ magical Berorientasi pada hal-hal yang bersifat magis


thought

Pikiran konkrit Pikiran terbatas pada satu dimensi arti, pasien mengartikan
kata/kalimat apa adanya, tidak mampu berpikir secara metafora.
Contoh: meja hijau = meja yang berwarna hijau.
Gangguan Isi Pikir
Jenis Karakteristik
Waham Keyakinan yang salah, tidak dapat dikoreksi, dihayati oleh penderita
sebagai hal yang nyata, tidak sesuai dengan sosiokultural di mana
penderita tinggal.

Obsesi Gagasan (ide), bayangan, atau impuls yang berulang dan persisten.
Kompulsi Perilaku/perbuatan berulang yang bersifat stereotipik, biasanya
menyertai obsesi.
Fobia Ketakutan irasional yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu
objek, aktifitas, atau situasi spesifik yang menimbulkan keinginan yang
mendesak untuk menghindarinya.
Anosognosis Pasien menolak kenyataan bahwa ia mengalami gangguan fisik, hal ini
terjadi pada pasien yang mengalami luka/trauma dan kerusakan otak
yang luas. Contoh: penderita buta mengatakan bahwa ia dapat
melihat.
Gangguan Arus Pikir
Jenis Karakteristik
Neologisme Pembentukan kata-kata baru yang memiliki arti khusus bagi
penderita, sering terdapat pada pasien skizofrenia. Neologisme
dapat pula akibat halusinasi akustik sehingga sering merupakan
kata yang diulang
Sirkumstansial Gangguan asosiasi karena terlalu banyak ide yang disampaikan.
Pada umumnya pasien dapat mencapai tujuannya, tetapi harus
secara bertahap.
Tangensial Pembicaraan pasien terlepas sama sekali dari pokok pembicaraan
dan tidak kembali ke pokok pembicaraan tersebut, sehingga tujuan
tidak pernah tercapai
Asosiasi longgar Pasien berbicara dengan kalimat-kalimat yang tidak berhubungan,
namun masih dapat dimengerti.
Flight of ideas Melompat-lompat dari satu topik ke topik lain tanpa terputus,
dimana masih terdapat benang merah.
Inkoherensi/ asosiasi longgar yang berat, kata yang satu tidak berhubungan
word salad dengan kata yang lain.
Symptoms Description
Loosening of associations a disorder in the logical progression of thoughts, manifested as a
failure to communicate verbally adequately; unrelated and
unconnected ideas shift from one subject to another
Co: Saya yang menjalankan mobil kita harus membikin tenaga
nuklir dan harus minum es krim.
Incoherence/word salad Communication that is disconnected, disorganized, or
incomprehensible.
Co: Saya minta dijanji, tidur, lahir, dengan pakaian lengkap untuk
anak saya satu atau lebih menurut pengadilan Allah dengan suami
jodohnya yang menyinggung segala percobaan.
Clang associations Ideas that are related only by similar or rhyming sounds rather than
actual meaning
44. GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA

Gangguan Karaktristik

Reaksi stres akut Kesulitan berkonsentrasi, merasa terlepas dari tubuh,


mengingat detail spesifik dari peristiwa traumatik (prinsipnya
gejala serupa dengan PTSD), terjadinya beberapa jam setelah
kejadian traumatis, dan paling lama gejala tersebut bertahan
selama 1 bulan.

Reaksi stres pasca trauma Adanya bayang-bayang kejadian yang persisten, mengalami
(Post traumatic stress gejala penderitaan bila terpajan pada ingatan akan trauma
disorder/ PTSD) aslinya, menimbulkan hendaya pada kehidupan sehari-hari.
Gejala terjadi selama 1-6 bulan.
Reaksi Stres Akut vs PTSD vs Gangguan Penyesuaian

Reaksi Stres Akut Ggn. Penyesuaian PTSD


Tipe stresor Berat (kejadian Ringan-sedang Berat (kejadian
traumatis, traumatis,
kehilangan orang kehilangan orang
terdekat) terdekat)

Waktu antara Beberapa hari Maksimal 3 bulan Bisa bertahun-


stresor dan hingga maksimal 4 tahun
timbulnya gejala minggu

Durasi gejala Maksimal 1 bulan Maksimal 6 bulan >1 bulan


setelah stresor
berakhir
45. GANGGUAN SOMATOFORM
Gangguan somatoform adalah kelainan di mana orang memiliki gejala gangguan
fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang ditemukan menjadi penyebabnya.

Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1 seksual, 1
pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada satu penyakit fisik yang serius

Disfungsi otonomik Bangkitan otonomik: palpitasi, berkeringat, tremor, flushing.


somatoform

Nyeri somatoform Nyeri menetap yang tidak terjelaskan.

Gangguan Dismorfik Tubuh Preokupasi adanya cacat pada tubuhnya


Jika memang ada kelainan fisik yang kecil, perhatian pasien
pada kelainan tersebut akan dilebih-lebihkan

PPDGJ-III
Gangguan Hipokondriasis
Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:
Keyakinan yang menetap adanya sekurang-
kurangnya 1 penyakit fisik yang serius,
meskipun pemeriksaan yang berulang tidak
menunjang
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit/abnormalitas fisik

PPDGJ-III
Gangguan Hipokondriasis (DSM-IV)
46. Dermatitis: Umum

Kumpulan gejala inflamasi pada kulit seperti


gatal, eritema, vesikel, mengelupas, dan plak
krusta

Penyebab
Disfungsi antara sistem imun dan kulit

Terapi
Pelembab, krim steroid, krim dengan inhibitor
calcineurin
Klasifikasi Dermatitis

Berdasarkan Penyebab
Dermatitis atopi, DKI, DKA, dermatitis statis,
dermatitis seboroik, neurodermatitis

Berdasarkan Lokasi
Dermatitis tangan, kaki dll

Berdasarkan Bentuk
Dermatitis numularis, Liken Simpleks Kronis
DKI vs DKA: Perbedaan

Terapi
Topikal
Akut & eksudatif: kompres NaCl 0.9%
Kronik & kering: krim hidrokortison

Sistemik: Kortikosteroid
Prednison 5-10 mg/ dosis, 2-3x/hari
Deksametason 0.5-1 mg, 2-3x/hari
DKI vs DKA: Patch Test

Untuk metode diagnostik delayed contact


hypersensitivity DKA

DKI: diagnosis berdasarkan klinis saja dan


dengan menyingkirkan DKA (hasil Patch Test
negatif mengarah kepada DKI)

http://www.medscape.com/viewarticle/719914_4
47. Leukoderma
Bercak putih pada kulit akibat hilangnya sebagian/ seluruh
pigmen kulit
ETIOLOGI
Kongenital
Tuberous sclerosis, partial albinism, piebaldism dan Waardenburg syndrome
Imunologis
Vitiligo, halo mole
Post inflamasi
Luka bakar, dermatitis, psoriasis, cuteneous lupus erythematosus, lichen sclerosus
Infeksi
Ptiriasis versicolor, lichen planus, sifilis
Obat
EGFR inhibitor, injeksi steroid intralesi
Okupasi/bahan kimia

http://www.dermnetnz.org/colour/leukoderma.html
Leukoderma: Vitiligo
Etiologi
Belum jelas, diduga akibat autoimun dan stress

Gejala
Makula ukuran mm-cm, bulat, lonjong, berbatas tegas
Jarang: batas memerah disertai inflamasi

Predileksi
Area yang terekspos (wajah, leher, kelopak mata, hidung, ujung jari tangan
dan kaki), lipatan kulit (ketiak, lipat paha), puting, bibir, dan genitalia

Pemeriksaan Penunjang
Lampu Wood: Putih Kebiruan

Terapi
Psoralen 2 jam (0,6 mg/kg) sebelum penyinaran dengan UV
Losio metoksalen dan dijemur 10 menit dibawah sinar matahari
Kapsul metoksalen oral (keadaan generalisata)
Vitiligo: 4 Tipe (The Vitiligo European Taskforce, 2007)
Vitiligo: Gambaran Klinis

http://www.dermnetnz.org/colour/vitiligo.html
Pitiriasis versikolor
Penyakit jamur superfisial yang kronik
disebabkan Malassezia furfur

Gejala
Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam,
meliputi badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit
kepala yang berambut
Asimtomatik gatal ringan, berfluoresensi

Pemeriksaan
Lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20% (hifa pendek, spora bulat:
meatball & spaghetti appearance)

Obat
Selenium sulfida (shampoo), azole, sulfur presipitat
Jika sulit disembuhkan atau generalisata, dapat diberikan ketokonazol
1x200mg selama 10 hari
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
48. INFEKSI PARASIT: CACING
Oksiuriasis (Cacing Kremi)
Nama lain: Enterobius
vermicularis

Gejala
Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
Askariasis (Cacing Gelang)
Gejala
Rasa tidak enak pada
perut (gangguan
lambung); kejang perut,
diselingi diare;
kehilangan berat badan;
dan demam.
Nekatoriasis (Cacing Tambang)

Gejala:
Mual, muntah, diare &
nyeri ulu hati; pusing,
nyeri kepala; lemas dan
lelah; anemia
Trikuriasis (Cacing Cambuk)

Gejala:
nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Taeniasis (Cacing Pita)
Gejala:
mual, konstipasi, diare;
sakit perut; lemah;
kehilangan nafsu makan;
sakit kepala; berat badan
turun, benjolan pada
jaringan tubuh
(sistiserkosis)
Proglotid Gravid T. Solium vs T. Saginata

Taenia Saginata Taenia Solium


Folikel testis yang berjumlah 300-400 Serupa dengan proglotid T. Saginata
namun jumlah folikel testisnya lebih
buah, tersebar di bidang dorsal sedikit, yaitu 150-200 buah

Uterus tumbuh dari bagian anterior Proglotid gravid mempunyai ukuran


ootip dan menjulur kebagian anterior panjang hampir sama dengan lebarnya
proglotid
Jumlah cabang uterus: 7-12 buah pada
satu sisi
Jumlah cabang uterus: 15-30 buah pada
satu sisinya dan tidak memiliki lubang Lubang kelamin letaknya bergantian
uterus (porus uterinus) selang-seling pada sisi kanan atau kiri
strobila secara tidak beraturan
Proglotid yang sudah gravid letaknya Berisi kira-kira 30.000-50.000 buah
terminal dan sering terlepas dari telur.
strobila
Albendazole
Terapi cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang

Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur & larva cacing dengan
jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing produksi ATP
sebagai sumber energi << kematian cacing

Kontra Indikasi:
Ibu hamil (teratogenik), menyusui
Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun

Dosis sediaan : 400 mg per tablet.


Dewasa dan anak diatas 2 tahun : 400 mg sehari sebagai dosis tunggal.
Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan
makanan.

Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit
kepala, mulut terasa kering
Pirantel Pamoat

Indikasi: cacing tambang, cacing gelang, dan cacing kremi

Cara kerja: Melumpuhkan cacing mudah keluar bersama tinja


Dapat diminum dalam keadaan perut kosong, atau diminum
bersama makanan, susu, atau jus

Dosis: Tunggal, sekali minum 10 mg/kg BB, tidak boleh


melebihi 1 gram
Jika berat badan 50 kg, dosisnya menjadi 500 mg.
Bentuk sediaannya adalah 125 mg per tablet, 250 mg per
tablet, dan 250 mg per ml sirup
Prazikuantel

Indikasi: Cacing pita, kista hidatid

Cara Kerja: Meningkatkan permeabilitas membrane sel


trematoda dan cestoda terhadap kalsium, yang
menyebabkan paralisis, pelepasan, dan kematian (Katzung,
2010).

Dosis: Dosis tunggal prazikuantel sebesar 5 10 mg/ kg

Efek samping: Nyeri kepala, pusing, mengantuk dan


kelelahan, efek lainnya meliputi mual, muntah, nyeri
abdomen, feses yang lembek, pruritus, urtikaria, artalgia,
myalgia, dan demam berderajat rendah
Nama cacing Cacing dewasa Telur Obat

Ascaris Mebendazole,
lumbricoides pirantel pamoat

Taenia solium Albendazole,


prazikuantel, bedah

Enterobius Pirantel pamoat,


vermicularis mebendazole,
albendazole
Ancylostoma Mebendazole,
duodenale pirantel pamoat,
Necator albendazole
americanus
Schistosoma Prazikuantel
haematobium

Trichuris Mebendazole,
trichiura albendazole

Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelbergs medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.
49. Amoebiasis
Amoebiasis Intestinal

Masa inkubasi: 8 hari hingga beberapa bulan

Tahap Akut
Diare dengan epitelium (tanpa darah, nyeri perut, <<
BB, flatulens dan konstipasi

Infeksi Berat
10-20 hari
Diare dengan epitelium dan darah, nyeri perut
(mulas), dehidrasi dan demam
Amoebiasis: Gambaran Mikroskopik
Kista Imatur Entamoeba histolytica
(kista matur memiliki 4 nuklei) Trofozoit dari Entamoeba histolytica

Sel darah
Central
merah
Karyosome
Amoebiasis: Tatalaksana

Metronidazol
Dosis: 3x750 mg/hari selama
5-10 hari
Abses hati: 3x500-750 mg/hari
Selama 5-10 hari
50. Kandidosis Oral
JENIS KLINIS GAMBARAN KLINIS
Kandidosis Pseudomembran Akut Plak putih serupa susu pada
(Thrush) mukosa --> Diangkat --> dasar
eritema

Kandidosis Eritematosa Atrofik Area eritematosa pada dorsum


Akut dan Kronik lidah, palatum atau mukosa
bukal
Kandidosis Hiperplasia Kronik Plak putih yang tidak dapat
Kandidosis Oral Kronik (Leukoplakia diangkat
Kandida)
Sindrom Kandidosis Endokrin
Kandidosis Mukokutaneus
Terlokalisasi Kronis
Kandidosis Kronik Difus

Denture Related Stomatitis Eritema dan edema kronik


pada mukosa yang berkontak
dengan denture
Kelitis Angular Lesi pada sudut mulut
perih, eritema dan fissura

http://emedicine.medscape.com/article/1075227-clinical
Kandidosis Oral

Pemeriksaan
Kultur saliva kuantitatif
Pewarnaan sediaan dengan PAS atau Gridley stain
(terwarna pink), atau GMS (terwarna coklat-hitam)

Terapi
Pasien imunosupresi (HIV, kemoterapi, prolonged
antibiotik) antifungal profilaksis
Obat kumur oral (0,12% chlorhexidine) untuk
pengguna denture atau sebagai kontroler terhadap
kandidosis oral

http://emedicine.medscape.com/article/1075227-treatment
51. Diabetes Melitus Tipe 1
(Insulin-dependent diabetes mellitus)
Merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme
glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik.
Etiologi: Suatu proses autoimun yang merusak sel
pankreas sehingga produksi insulin berkurang, bahkan
terhenti. Dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan.
Insidensi tertinggi pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun
Komplikasi : Hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum,
retinopathy , nephropathy and hypertension, peripheral
and autonomic neuropathy, macrovascular disease
Manifestasi Klinik:
Poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
Pada keadaan akut yang berat: muntah, nyeri perut, napas cepat
dan dalam, dehidrasi, gangguan kesadaran
PATHOGENESIS DM Tipe 1

http://www.msdlatinamerica.com/diabetes/files/5dd56fc20582fb58eef8a00bf267aa84.gif
Pemeriksaan Fisik dan Tanda Klinis
Pemeriksaan Penunjang
Patogenesis Ketoasidosis
Diabetikum
Diagnostic Criteria and Typical Total Body Deficits of
Water and Electrolytes in Diabetic Ketoacidosis

Diagnostic criteria* Typical deficits


Blood glucose: > 250 mg Water: 6 L, or 100 mL per
per dL (13.9 mmol per L) kg body weight
pH: <7.3 Sodium: 7 to 10 mEq per
Serum bicarbonate: < 15 kg body weight
mEq/L Potassium: 3 to 5 mEq per
Urinary ketone: 3+ kg body weight
Serum ketone: positive at Phosphate: ~1.0 mmol
1:2 dilutions per kg body weight
Serum osmolality: variable

*Not all patients will meet all diagnostic criteria,


depending on hydration status, previous
administration of diabetes treatment and
other factors.
Adapted with permission from Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA. Diabetic ketoacidosis. In: Porte D Jr,
Sherwin RS, eds. Ellenberg and Rifkin's Diabetes mellitus. 5th ed. Stamford, Conn.: Appleton &
Lange, 1997;82744.
CLASSIC TRIAD OF DKA
Goals of Treatment KAD
Restore perfusion, which will increase glucose
uptake in the periphery, increase glomerular
filtration, and reverse the progressive acidosis.
Arrest ketogenesis with insulin administration,
which reverses proteolysis and lipolysis while
stimulating glucose uptake and processing,
thereby normalizing blood glucose concentration.
Replace electrolyte losses.
Intervene rapidly when complications,
especially CE, occur.
Prinsip Tatalaksana DKA
Tekanan di dalam Jantung

52. Congenital Heart


Disease

Congenital HD

Acyanotic Cyanotic

With volume With With


load: With pressure pulmonary blood pulmonary blood
load: flow: flow:
- ASD
- Valve stenosis - ToF - Transposition of
- VSD - Coarctation of - Atresia the great vessels
- PDA aorta pulmonal - Truncus
- Valve - Atresia tricuspid arteriosus
regurgitation

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.| 2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.


Penyakit jantung kongenital
Asianotik: L-R shunt
ASD: fixed splitting S2, murmur
ejeksi sistolik
VSD: murmur pansistolik
PDA: continuous murmur
Sianotik: R-L shunt
TOF: AS, VSD, overriding aorta,
RVH. Boot like heart pada
radiografi
TGA

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Mosby; 2008.
Acyanotic Congenital HD:
General Pathophysiology

With volume load Clinical Findings


The most common: left to right e.g. ASD, VSD, PDA
shunting

Blood back into the lungs compliance & work of breathing

Pulmonary edema, tachypnea, chest


Fluid leaks into the interstitial space &
alveoly retraction, wheezing

Heart rate & stroke volume


High level of ventricular output -> Oxygen consumption -> sweating,
sympathetic nervous system irritability, FTT
Remodelling: dilatation & hypertrophy

If left untreated, volume load will Eventually leads to Eisenmenger


increase pulmonary vascular resistance Syndrome

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.


Acyanotic Congenital HD:
General Pathophysiology
With pressure load Clinical Findings

Obstruction to normal blood Murmur PS & PS: systolic


flow: pulmonic stenosis, aortic
stenosis, coarctation of aorta. murmur;

Hypertrophy & dilatation of


Dilatation happened in the later
ventricular wall
stage

Severe pulmonic stenosis in


Defect location determine newborn right-sided HF
the symptoms (hepatomegaly, peripheral
edema)
Severe aortic stenosis left-
sided (pumonary edema, poor
1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed. perfusion) & right-sided HF
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with pulmonary blood flow must include both:
an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L

Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis

The degree of cyanosis depends on:


the degree of obstruction to pulmonary blood flow
If the obstruction is mild:
Cyanosis may be absent at rest
These patient may have hypercyanotic spells during condition of stress

If the obstruction is severe:


Pulmonary blood flow may be dependent on patency of the ductus arteriosus.
When the ductus closes hypoxemia & shock
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with pulmonary blood flow is not associated
with obstruction to pulmonary blood flow

Cyanosis is caused by:


Total mixing of systemic venous &
Abnormal ventricular-arterial pulmonary venous within the heart:
connections: - Common atrium or ventricle
- Total anomolous pulmonary venous
- TGA return
- Truncus arteriosus

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.


Ventricular Septal Defect
VSD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Pansystolic murmur & thrill
Flow across VSD
over left lower sternum.

If defect is large 3rd heart sound


Over flow across mitral valve
& mid diastolic rumble at the apex.

ECG: Left ventricular hypertrophy or


biventricular hypertrophy,
LA, LV, RV volume overload peaked/notched P wave
Ro: gross cardiomegaly

Dyspnea, feeding difficulties, poor


High systolic pressure & high growth, profuse perspiration,
flow to the lungs pneumonia, heart failure.
pulmonary hypertension Duskiness during crying or infection
Ph/: increased of 2nd heart sound

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.


VSD:
Pathophysiology & Clinical Findings
cardiomegaly with
prominence of
both ventricles,
the left atrium, &
the pulmonary artery.
pulmonary vascular
marking

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.


Atrial Septal Defect
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
The degree of L-to-R shunting is dependent on:
- the size of the defect,
- the relative compliance of the R and L ventricles, &
- the relative vascular resistance in the pulmonary & systemic circulations

Infant has thick & less compliant RV minimal symptoms


As children grow older: subtle failure to thrive, fatigue, dyspneu on effort,
recurrent respiratory tract infection

Enlargement of the RA & RV


Overflow in the right side of Dilatation of the pulmonary artery
heart The LA may be enlarged

Pulmonary vascular resistance may begin to increase in adulthood


reversal of the shunt & cyanosis
1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Ro:
Increased flow into right side of - enlargement of RV, RA, &
the heart & lungs pulmonary artery
- increased vasvular marking

Constant increased of Wide, fixed 2nd heart sound


ventricular diastolic volume splitting

Increased flow across tricuspid Mid-diastolic murmur at the lower


valve left sternal border

Increased flow across Thrill & systolic ejection murmur, best


heard at left middle & upper sternal
pulmonary valve border

Flow across the septal defect doesnt produce murmur because the pressure gap
between LA & RA is not significant
1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings

size of the main


pulmonary artery
size of the right atrium
size of the right ventricle
(seen best on the lateral
view as soft tissue filling in
the lower & middle
retrosternal space).
1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.
2. Essentials of Radiology. 2nd ed.
Patent Ductus Arteriosus
Coarctasio of Aorta
Tetralogi Fallot
53. Sepsis Neonatorum
Sindrom klinik penyakit sistemik akibat infeksi
yang terjadi pada satu bulan pertama kehidupan.
Mortalitas mencapai 13-25%
Jenis :
Early Onset = Dalam 3 hari pertama, awitan tiba-tiba,
cepat berkembang menjadi syok septik
Late Onset = setelah usia 3 hari, sering diatas 1
minggu, ada fokus infeksi, sering disertai meningitis
Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak
spesifik diperlukan skrining dan pengelolaan
faktor risiko

Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.
SEPSIS
Early onset sepsis: Late-onset sepsis
Timbul dalam 72 jam pertama Muncul hari ke 4-90; organisme didapat
kehidupan dari lingkungan sekitar.
Mikroorganisme berasal dari infeksi Mikroorganisme penyebab:
transplasental atau ascending Coagulase-negative Staphylococcus
infection dari serviks (kolonisasi (susceptible to first-generation
bakteri di traktus genitourinari) cephalosporin) leading cause of late-
onset infections
Mikroorganisme yg mjd penyebab: Staphylococcus aureus
Group B Streptococcus (GBS) E coli
Escherichia coli Klebsiella
Pseudomonas
Coagulase-negative Enterobacter
Staphylococcus
Haemophilus influenzae Fokus infeksi: kulit, sal. napas,
konjungtiva, (GI) tract, dan umbilikus.
Listeria monocytogenes
Pneumonia is more common in early- Alat/ vektor : kateter urin, IV kateter
onset sepsis (jarum infus), kontak dgn caregivers
yg terkontaminasi kolonisasi bakteri.
Meningitis and bacteremia are more
common in late-onset sepsis
Stages of sepsis based on American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine
Consensus Panel guidelines
http://emedicine.medscape.com/article/169640-overview
Kriteria Infeksi, SIRS, Sepsis, Sepsis Berat,
dan Syok Septik

Sindrom disfungsi Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah mendapatkan pengobatan
multiorgan optimal

Goldstein B., Giroir B., Randolph A., Pedriatric Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8.
Kriteria SIRS Neonatorum
American Academic of Pediatric
Skrining
Kecurigaan besar sepsis bila :
Bayi umur sampai dengan usia 3 hari
Riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan
kecurigaan infeksi berat, atau ketuban pecah dini
Bayi memiliki dua atau lebih gejala yang tergolong
dalam kategori A, atau tiga atau lebih gejala pada
kategori B
Bayi usia lebih dari 3 hari
Bayi memiliki dua atau lebih temuan Kategori A atau
tiga atau lebih temuan Kategori B
Kelompok Temuan berhubungan dengan Sepsis
Kategori A Kategori B
Kesulitan Bernapas (>60x/menit, retraksi Tremor
dinding dada, grunting, sianosis sentral,
apnea)
Kejang Letargi atau lunglai, malas minum padahal
sebelumnya minum dengan baik
Tidak sadar Mengantuk atau aktivitas berkurang
Suhu tubuh tidak normal (sejak lahir dan Iritabel, muntah, perut kembung
tidak memberi respons terhadap terapi)
atau suhu tidak stabil sesudah
pengukuran suhu selama tiga kali atau
lebih
Persalinan di lingkungan yang kurang Tanda-tanda mulai muncul setelah hari
higienis ke-empat
Kondisi memburuk secara cepat dan Air ketuban bercampur mekonium
dramatis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kuman
Kultur darah gold standard
Pewarnaan gram
Pemeriksaan hematologi
Darah perifer lengkap
Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T).
Pemeriksaan kadar D-dimer
Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
Procalcitonin (PCT)
Pemeriksaaan kemokin, sitokin dan molekul adhesi
Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pencitraan
radiografi toraks: Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola
retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory Distress
Syndrome); Pneumonia
Pemeriksaan CT Scan diperlukan pada kasus meningitis neonatal kompleks untuk melihat
hidrosefalus obstruktif, lokasi obstruksi dan melihat infark ataupun abses
Tatalaksana Sepsis Neonatal
Berikan kombinasi penisilin atau Third-generation cephalosporins
represent a reasonable
ampisilin ditambah alternative to an aminoglycoside.
aminoglikosida (gentamisin) However, several studies have
mempunyai aktivitas antimikroba reported rapid development of
lebih luas dan umumnya efektif resistance to cefotaxime
terhadap organisme penyebab extensive/prolonged use of third-
generation cephalosporins is a
sepsis neonatal. risk factor for invasive candidiasis.
Kombinasi ini sangat dianjurkan Ceftriaxone is contraindicated in
karena akan meningkatkan neonates because it is highly
protein bound and may displace
aktivitas antibakteri (efek sinergis) bilirubin, leading to a risk of
Bila bayi tetap menunjukkan kernicterus.
tanda infeksi setelah 24 jam ganti
ampisilin dengan sefotaksim
sedangkan gentamisin diteruskan
DOSIS ANTIBIOTIK
54. Asfiksia Neonatal

Mathai SS. Management of respiratory distress in the newborn. MJAFI 2007; 63: 269-72.
HMD
gangguan pernapasan yang disebabkan imaturitas paru dan
defisiensi surfaktan, terutama terjadi pada neonatus usia
gestasi<34 minggu atau berat lahir <1500 gram
Gejala Klinis
Sesak, merintih, takipnea, retraksi interkostal dan
subkostal, napas cuping hidung, dan sianosis yang terjadi
dalam beberapa jam pertama kehidupan.
Bila gejala tidak timbul dalam 8 jam pertama kehidupan,
adanya PMH dapat disingkirkan.
Lung immaturity salah satu penyebab Chronic Lung Disease
(bronchopulmonary dysplasia)
Komplikasi
Septicemia
Bronchopulmonary dysplasia (BPD)
Patent ductus arteriosus (PDA)
Pulmonary hemorrhage
Apnea/bradycardia
Necrotizing enterocolitis (NEC)
Retinopathy of prematurity (ROP)
Hypertension
Failure to thrive
Intraventricular hemorrhage (IVH)
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (Hyaline membrane
disease)

Etiology:

http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/010/10291-0550x0475.jpg
Surfactant deficiency
(decreased production and
secretion)
Surfactant
Necessary for the lung alveoli
to overcome surface tension
and remain open
The major constituents
dipalmitoyl
phosphatidylcholine (lecithin)
Phosphatidylglycerol
apoproteins (surfactant
proteins SP-A, -B, -C, -D)
Cholesterol

Hyaline Membrane Disease (Respiratory Distress Syndrome). Nelson Textbook of Pediatrics


Pneumosit sebagai Penghasil
Surfaktan
Pada dinding alveolus dibedakan atas 2
macam sel:
sel epitel gepeng ( squamous pulmonary epitheal
atau sel alveolar kecil atau pneumosit tipeI).
sel kuboid yang disebut sel septal atau alveolar
besar atau pneumosit tipe II.
Menghasilkan surfaktan untuk menurunkan tegangan
permukaan dan mempertahankan bentuk dan besar
alveolus
Patomekanisme
HMD
Pathogenesis of hyaline membrane disease
(HMD). Vascular disruption causes leakage of
plasma into the alveolar spaces and layering of
fibrin and necrotic cells arise from type II
pneumocytes (hyaline membranes) along the
surface of alveolar ducts and respiratory
bronchioles partially denuded of their normal
cell lining.
Tatalaksana HMD
Endotracheal (ET) tube
Continuous positive airway pressure (CPAP)
Surfactant replacement
Broad spectrum antibiotic (Ampicillin) stop if there is no proof
of infection
Corticosteroid reduced overall incidence of death or chronic lung
disease
Early Postnatal Corticosteroids (<96 hours) not suggested because
risk> benefit (CP, development delay, Hyperglicemia, hypertension, GI
bleeding)
Moderately Early Postnatal Corticosteroids (7-14 days) not
suggested because risk> benefit
Delayed Postnatal Corticosteroids (> 3 weeks) can be used for
ventilator dependant infants in whom it is felt that steroids are
essential to facilitate extubation.
Distres Pernapasan pada Neonatus
Kelainan Gejala
Sindrom aspirasi Biasanya pada bayi matur, pertumbuhan janin terhambat,
mekonium terdapat staining mekonium di cairan amnion dan kulit, kuku,
atau tali pusar. Pada radiologi tampak air trapping dan
hiperinflasi paru, patchy opacity, terkadang atelektasis.
Respiratory distress Pada bayi prematur, pada bayi dengan ibu DM atau kelahiran
syndrome (penyakit SC, gejala muncul progresif segera setelah lahir. Pada radiologi
membran hyalin) tampak gambaran diffuse ground-glass or finely granular
appearance, air bronkogram, ekspansi paru jelek.
Transient tachypnea of Biasanya pada bayi matur dengan riwayat SC. Gejala muncul
newboorn setelah lahir, kemudian membaik dalam 72 jam pasca lahir.
Pada radiologi tampak peningkatan corakan perihilar,
hiperinflasi, lapangan paru perifer bersih.
Pneumonia neonatal Terdapat risiko pneumonia (KPD, demam pada ibu, cairan
amnion berbau, dsb). Gejala meliputi gejala distress dan gejala
sepsis. Gambaran radiologis : Diffuse, relatively homogeneous
infiltrates
Asfiksia perinatal (hypoxic Asidemia pada arteri umbilikal, Apgar score sangat rendah,
ischemic encephalopathy) terdapat kelainan neurologis, keterlibatan multiorgan
KLASIFIKASI HMD

Derajat I, Bercak retikulogranuler dengan air Derajat II, Bercak retikulogranular menyeluruh dengan
bronchogram air bronchogram

Derajat III, Opasitas lebih jelas, dengan Derajat IV, Seluruh lapangan paru terlihat putih (opak),
airbronchogram lebih jelas meluas kecabang di perifer. Tidak tampak airbronchogram, jantung tak terlihat,
Gambaran jantung menjadi kabur. disebut juga White lung
Meconium Aspiration Syndrome

Densitas ropey, kasar, patchy luas menyeluruh pada kedua


lapangan paru. Selain itu pada MAS juga bisa ditemukan
Hiperaerasi paru pada daerah yang mengalami air-trapping
Efusi pleura minimal (20%).
pneumotoraks atau pneumomediastinum spontan.
atelektasis paru emfisema obstruktif.
Transient Tachypnea of Newborn

(a) Fuzzy vessel, fisura interlobaris terisi cairan; (b) densitas bergaris divergen di medial
dengan sedikit efusi kanan. Gambaran paru membaik dalam waktu yang cepat sejalan
dengan perbaikan klinis.
Pneumonia neonatal

Infiltrat inhomogen pada lapang paru kanan atas. Bila terjadi dalam 72 jam
pertama kehidupan, pneumonia neonatal perlu dipikirkan.
55. Pneumonia
Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
Signs and symptoms :
Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)

Fast breathing (tachypnea)


Respiratory thresholds
Age Breaths/minute
< 2 months 60
2 - 12 months 50
1 - 5 years 40
AGE COMMON ETIOLOGIES (as in order) LESS COMMON ETIOLOGIES
2 to 24 RSV Streptococcus Mycoplasma pneumoniae
months Human metapneumovirus pneumoniae Haemophilus influenzae (type B
Parainfluenza viruses Chlamydia and nontypable)
Influenza A and B trachomatis Chlamydophila pneumoniae
Rhinovirus
Adenovirus
Enterovirus

2 to 5 years Respiratory syncytial virus S. pneumoniae Staphylococcus aureus (including


Human metapneumovirus M. pneumoniae methicillin-resistant S. aureus)
Parainfluenza viruses H. influenzae (B and Group A streptococcus
Influenza A and B nontypable)
Rhinovirus C. pneumoniae
Adenovirus
Enterovirus

Older than 5 Rhinovirus M. pneumoniae H. influenzae (B and nontypable)


years Adenovirus C. pneumoniae S. aureus (including methicillin-
Influenza A and B S. pneumoniae resistant S. aureus)
Group A streptococcus
Respiratory syncytial virus
Parainfluenza viruses
Human metapneumovirus
Enterovirus
Klasifikasi Pneumonia (WHO) dan kriteria rawat inap
Diagnosis Pneumonia (WHO)
Di samping batuk Batuk dan/atau dyspnea Dalam keadaan yang
atau kesulitan ditambah min salah satu: sangat berat dapat
bernapas, hanya Kepala terangguk-angguk
dijumpai:
terdapat napas Tidak dapat menyusu
Pernapasan cuping hidung
cepat saja. atau minum/makan,
Tarikan dinding dada bagian

VERY SEVERE
PNEUMONIA

SEVERE PNEUMONIA

PNEUMONIA
bawah ke dalam atau memuntahkan
Foto dada menunjukkan semuanya
infiltrat luas, konsolidasi Kejang, letargis atau
tidak sadar
Selain itu bisa didapatkan pula Sianosis
tanda berikut ini:
Distres pernapasan
takipnea berat
Suara merintih (grunting)
pada bayi muda
Pada auskultasi terdengar:
crackles (ronkii), Suara
pernapasan menurun, suara
napas bronkial
Kriteria rawat inap
Tatalaksana Pneumonia

rawat jalan
PNEUMONIA

SEVERE-VERY SEVERE PNEUMONIA


ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM
setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang baik dlm
Kotrimoksasol 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari. Selanjutnya
(4 mg TMP/kg dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15 mg/ kgBB/kali tiga kali
BB/kali) 2 kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
sehari selama Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau
3 hari atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau
minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang,
Amoksisilin letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan
(25 mg/kg berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali
BB/kali) 2 kali IM atau IV setiap 8 jam).
sehari selama Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera
berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampilisin-
3 hari. kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin. Sebagai
alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV
sekali sehari).
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
56. Infant Feeding Practice
Rekomendasi WHO dan UNICEF, 2002, dalam Global Strategy
for Infant and Young Child Feeding :
Memberikan ASI segera setelah lahir-1jam pertama
Memberikan hanya ASI saja atau ASI Eksklusif sejak lahir
sampai umur 6 bulan
Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi
mulai umur 6 bulan
Diberikan karena ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan zat
gizi
Pengaturan MP-ASI agar tidak diberikan terlalu
dini/terlambat/terlalu sedikit/kurang nilai gizi
Tetap memberikan ASI sampai anak umur 2 tahun atau
lebih
Pemberian ASI
ASI eksklusif : - on demand Tanda perlekatan bayi yang baik
adalah:
monitor kenaikan BB : Lebih banyak areola yang terlihat di
trimester 1 : 25-30 g/h = 200 atas mulut bayi
g/mg = 750-900 g/bln Mulut bayi terbuka lebar
trimester 2 : 20 g/h = 150 Bibir bawah bayi membuka keluar
Dagu bayi menyentuh payudara ibu.
g/mg = 600 g/bln
Trimester 3: 15 g/h = 100 Cara ibu menyangga bayinya.
Bayi digendong merapat ke dada ibu
g/mg = 400 g/bln
Wajah bayi menghadap payudara ibu
Trimester 4: 10 g/h = 50-75 Tubuh dan kepala bayi berada pada
g/mg = 200-300 g/bln satu garis lurus
Seluruh tubuh bayi harus tersangga.
Tahap Penyapihan
Panduan praktis mengenai kualitas, frekuensi, dan jumlah
makanan yang dianjurkan untuk bayi dan anak berusia 6-23
bulan yang diberi ASI on demand

Energi yang Jumlah rata-


Usia Tekstur Frekuensi
Dibutuhkan rata makanan
2-3 sendok
Mulai dengan bubur
2-3 kali/hari Plus makan,
6-9 kental/makanan yang
200 kkal/hari 1-2 kali snack + tingkatkan
bulan dihaluskan.
ASI bertahap sampai
Buah dapat diberikan
125 ml
Makanan yang
dicincang halus dan 3-4 kali/hari Plus
9-12 125 ml bertahap
300 kkal/hari makanan yang dapat 1-2 kali snack +
bulan hingga 250 ml
diambil sendiri oleh ASI
bayi
3-4 kali/hari Plus Tiga perempat
12-24
550 kkal/hari Makanan keluarga 1-2 kali snack + sampai satu
bulan
ASI cangkir 250 m
Pemberian Buah sebagai MP-ASI
Jangan dimulai dengan pemberian jus buah yangasam
Pada tahap awal, berikanlah kira-kira 30-50 ml jus buah sebagai
pengenalan pada organ pencernaan bayi. Lihat reaksi yang timbul.
Bila tidak ada alergi yang timbul maka bisa diteruskan
Jumlah jus buah yang diberikan sebaiknya tidak melebihi 120- 180
ml dalam sehari. Apabila bayi minum jus buah terlalu banyak dapat
mengakibatkan kembung dan terkena diare
Selalu cuci bersih setiap buah sebelum diberikan
Sebaiknya jus buah yang Anda berikan adalah 100 % dari buah asli,
bukan minuman buah yang mengandung pemanis buatan.
Berikan jus buah kepada bayi di cangkir minumnya, bukan diberikan
lewat botol
Makanan lumat adalah jenis makanan yang konsistensinya halus
seperti bubur susu(konsistensi paling halus dan lumat) dan nasi
tim/bubur saring.
Pada usia 9 bulan jenis buah yang boleh diberikan: pisang, jeruk,
alpukat, apel, mangga harum manis, papaya, melon.
Bubur Susu:
Campurkan tepung beras 1-2 sdm dan gula pasir 1-2 sdm
menjadi satu , tambahkan susu/santan 5 sdm yang sudah
dicairkan dengan air 200 cc sedikit-sedikit aduk sampai rata ,
kemudian masak di atas api kecil sambil diaduk-aduk sampai
matang.
Perkembangan Makanan Bayi
Bayi umur 5 bulan baru belajar menggerakkan sendi
rahangnya dan makin kuat refleks hisapnya.
Bayi umur 7 bulan bisa membersihkan sendok
menggunakan bibirnya, menggerakkan sendi rahang
naik-turun, baru punya gigi seri yang bertugas
memotong bukan menggilas makanan, sehingga proses
mengunyah dan hasil partikel kunyahan masih kasar.
Mulai umur 8 bulan bayi telah mampu menggerakkan
lidah ke samping dan mendorong makanan ke gigi-
geliginya, makin stabil menjaga keseimbangan dan
memegang sehingga dia sudah bisa menerima
makanan finger food.
Perkembangan Makanan Bayi
Umur 10 bulan merupakan waktu kritis bayi diharapkan
sudah bisa memakan tekstur makanan MPASI semi-
padat (lumpy solid food) sehingga mulai kenalkan
makanan lembek tanpa saring di umur 9 bulan.
Jika terlambat menaikkan tekstur makanan maka anak
akan semakin sulit memakan makanan yang lebih
padat.
Umur 12 bulan sendi rahang bayi telah stabil dan
mampu melakukan gerakan rotasi sehingga sudah bisa
lebih canggih dalam mengunyah tekstur makanan
MPASI kasar.
Pada saat ini bayi telah siap memakan makanan keluarga.
57. Osmotic Diarrhea
IN THE SMALL INTESTINE
Ingestion of non-absorbable solutes

Fluid entry into the small bowel

Intraluminal solutions become iso-osmotic with the plasma

Intraluminal Na+ concentration drop below 80 ml osmol

Steep lumen to plasma gradient


Osmotic Diarrhea
IN THE COLON

Carbohydrate Non metabolizable substrates


Metabolized by Bacteria
Na+ and H2O
Short Chain fatty acids may be absorbed by colon
(Organic anions)

A linear relation between


Quadrupling the Osmolality ingested osmotic load &
stool water output
Osmotic Diarrhea
Short-Chain Fatty Acids
(Organic Anions)

Promote more fluid in the colon

Obligate retention of inorganic cations

Further increasing the osmotic load

More fluid in the colon


Some Causes of Osmotic Diarrhea
Exogenous Endogenous
Osmotic Laxatives Congenital
Specific Malabsorptive Disorders
Antacids containing MgO or e.g Disaccharidase deficiencies
Mg(OH)2 Generalized Malabsorptive
Dietetic foods, candies and Diseases e.g
elixirs Abetalipoproteinemia
Drugs e.g.: Pancreatic insufficiency e.g cystic
fibrosis
Colchicine
Cholestyramine Acquired
Specific Malabsorptive Diseases
Generalized Malabsorptive
Diseases
Pancreatic insufficiency
Celiac disease
Infections
Intoleransi Laktosa
Laktosa diproduksi oleh kelenjar payudara dengan kadar
yang bervariasi diantara mamalia.
Susu sapi mengandung 4% laktosa, sedangkan ASI
mengandung 7% laktosa.
Laktosa adalah disakarida yang terdiri dari komponen
glukosa dan galaktosa.
Manusia normal tidak dapat menyerap laktosa, oleh karena
itu laktosa harus dipecah dulu menjadi komponen-
komponennya.
Hidrolisis laktosa memerlukan enzim laktase yang terdapat
di brush border sel epitel usus halus.
Tidak terdapatnya atau berkurangnya aktivitas laktase akan
menyebabkan terjadinya malabsorpsi laktosa.
Defisiensi Laktase
Defisiensi laktase dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu defisiensi
laktase primer dan defisiensi laktase sekunder
Terdapat 3 bentuk defisiensi laktase primer, yaitu
Developmental lactase deficiency
Terdapat pada bayi prematur dengan usia kehamilan 26-32 minggu. Kelainan
ini terjadi karena aktivitas laktase belum optimal.
Congenital lactase deficiency
Kelainan dasarnya adalah tidak terdapatnya enzim laktase pada brush border
epitel usus halus. Kelainan ini jarang ditemukan dan menetap seumur hidup
Genetical lactase deficiency
Kelainan ini timbul secara perlahan-lahan sejak anak berusia 2-5 tahun hingga
dewasa. Kelainan ini umumnya terjadi pada ras yang tidak mengkonsumsi susu
secara rutin dan diturunkan secara autosomal resesif
Defisiensi laktase sekunder
Akibat penyakit gastrointestinal yang menyebabkan kerusakan mukosa usus
halus, seperti infeksi saluran cerna.
umumnya bersifat sementara dan aktivitas laktase akan normal kembali
setelah penyakit dasarnya disembuhkan.
Patogenesis
Laktosa tidak dapat diabsorpsi sebagai disakarida,
tetapi harus dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa
dengan bantuan enzim laktase di usus halus.
Bila aktivitas laktase turun atau tidak ada laktosa
tidak diabsorpsi dan mencapai usus bagian distal atau
kolon tekanan osmotik meningkat menarik air
dan elektrolit sehingga akan memperbesar volume di
dalam lumen usus diare osmotik
Keadaan ini akan merangsang peristaltik usus halus
sehingga waktu singgah dipercepat dan mengganggu
penyerapan.
Patogenesis
Di kolon, laktosa akan difermentasi oleh bakteri kolon
menghasilkan asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya
seperti asam asetat, asam butirat, dan asam propionat
Fenomena ini menerangkan feses yang cair, asam, berbusa dan
kemerahan pada kulit di sekitar dubur (eritema natum).
Fermentasi laktosa oleh bakteri di kolon menghasilkan beberapa
gas seperti hidrogen, metan dan karbondioksida distensi
abdomen, nyeri perut, dan flatus.
Selanjutnya, 80% dari gas tersebut akan dikeluarkan melalui rektum
dan sisanya akan berdifusi ke dalam sistem portal dan dikeluarkan
melalui sistem pernapasan.
Feses sering mengapung karena kandungan gas yg tinggi dan juga
berbau busuk.
Gejala Klinis
Intoleransi laktosa dapat bersifat Gejala klinis yang diperlihatkan
asimtomatis atau dapat berupa rasa mual, muntah,
memperlihatkan berbagai gejala sakit perut, kembung dan sering
klinis flatus.
Berat atau ringan gejala klinis Rasa mual dan muntah
yang diperlihatkan tergantung merupakan gejala yang paling
dari aktivitas laktase di dalam sering ditemukan
usus halus, jumlah laktosa, cara Pada uji toleransi laktosa rasa
mengkonsumsi laktosa, waktu penuh di perut dan mual timbul
pengosongan lambung, waktu dalam waktu 30 menit,
singgah usus, flora kolon, dan sedangkan nyeri perut, flatus dan
sensitifitas kolon terhadap diare timbul dalam waktu 1-2 jam
asidifikasi. setelah mengkonsumsi larutan
laktosa
Pemeriksaan Penunjang
Analisis tinja, prinsipnya ditemukan asam dan bahan pereduksi
dalam tinja setelah makan yg mengandung laktosa, ada 3 metode:
Metode klini test (detects all reducing substances in stool; of primary
interest are glucose, lactose, fructose, galactose, maltose, and
pentose)
Kromatografi tinja
pH tinja tinja bersifat asam
Uji toleransi laktosa: merupakan uji kuantitatif; memeriksa kadar
gula darah setelah konsumsi laktosa
Pemeriksaan radiologis lactosa-barium meal
Ekskresi galaktos pada urin
Uji hidrogen napas metode pilihan pada intoleransi laktosa
karena bersifat noninvasif, memiliki sensitivitas dan efektivitas yang
tinggi
Biopsi usus dan pengukuran aktivitas laktase
Clinitest
Method Principle
Clinitest is a reagent tablet based on Copper sulfate in Clinitest reacts
the Benedict's copper reduction with reducing substances in
reaction, combining reactive urine/stools converting cupric
ingredients with an integral heat sulfate to cuprous oxide.
generating system. The resultant color, which varies
The test is used to determine the with the amount of reducing
amount of reducing substances substances present, ranges from
(generally glucose) in urine/stools. blue through green to orange.
Clinitest provides clinically useful
information on carbohydrate
metabolism.
Clinitest
The Clinitest reaction detects all Testing for reducing substances in
reducing substances in stool; of stool is used in diagnosing the cause
primary interest are glucose, lactose, of diarrhea in children.
fructose, galactose, maltose, and Increased reducing substances in
pentose. stool are consistent with primary or
Reference Range: secondary disaccharidase deficiency
Negative. A result of 0.25% to 0.5% is and intestinal monosaccharide
suspicious for a carbohydrate malabsorption.
absorption abnormality, >= 0.75% is Similar intestinal absorption
abnormal. deficiencies are associated with short
Test Limitations: bowel syndrome and necrotizing
Assay results have relevance for enterocolitis.
liquid stool samples; assay results Stool reducing substances is also
have little relevance for formed stool helpful in diagnosing between
samples. osmotic diarrhea caused by
abnormal excretion of various sugars
as opposed to diarrhea caused by
viruses and parasites.
Intoleransi Laktosa VS Milk Allergy
INTOLERANSI LAKTOSA MILK ALLERGY
Definisi Ketidakmampuan tubuh untuk reaksi hipersensitivitas terhadap
mencerna gula susu/laktosa protein susu sapi. Dapat melalui 2
akibat defisiensi enzim laktase. mekanisme : 1). Diperantarai IgE ; 2).
reaksi non imunologis Non IgE (rx hipersensitivitas tipe IV)

Manifestasi mual, keram perut, kembung, Manifestasi tidak hanya pada sal.
klinis nyeri perut, flatus dan diare cerna, tetapi juga pada mukosa, kulit,
gejala muncul dalam waktu 15 hingga saluran napas
menit hingga beberapa jam
setelah mengkonsumsi laktosa
Pemeriksaan Analisis tinja : Double blind placebo controlled
Klinis Metode klini test food challenge (DBPCFC) gold
Kromatografi tinja standar lebih banyak untuk riset
pH tinja tinja bersifat pemeriksaan lain yang resiko lebih
asam rendah namun memiliki efikasi yg
Pemeriksaan radiologis lactosa- sama
barium meal skin prick test, pengukuran
Ekskresi galaktos pada urin antibodi IgE spesifik terhadap
Uji hidrogen napas protein susu sapi, patch test
58. Anemia hemolitik
Hemolysis is the destruction or removal of red
blood cells from the circulation before their
normal life span of 120 days
Hemolysis presents as acute or chronic
anemia, reticulocytosis, or jaundice.
Premature destruction of erythrocytes occurs
intravascularly or extravascularly
The etiologies of hemolysis often are
categorized as acquired or hereditary
mechanisms of hemolysis
1. Intravascular hemolysis
destruction of red blood cells in the circulation with the release
of cell contents into the plasma.
Mechanical trauma from a damaged endothelium, complement
fixation and activation on the cell surface, and infectious agents
may cause direct membrane degradation and cell destruction.

2. Extravascular hemolysis
the removal and destruction of red blood cells with membrane
alterations by the macrophages of the spleen and liver.
Circulating blood is filtered continuously through thinwalled
splenic cords into the splenic sinusoids (with fenestrated
basement membranes), a spongelike labyrinth of macrophages
with long dendritic processes
Anemia Hemolitik
Defisiensi Glukosa-6-FosfatDehidrogenase (G6PD)
Defisiensi (G6PD) merupakan enzimopati terkait kromosom X yang paling
umum diderita manusia.
Prevalensi tinggi terutama di daerah endemis malaria termasuk Asia
Tenggara Indonesia
Defisiensi G6PD diturunkan melalui kromosom X
Gen G6PD terletak pada regio telomerik lengan panjang kromosom X
(band Xq28), dekat dengan gen hemofi lia A, diskeratosis kongenital dan
buta warna

Kurniawan LB. Skrining, Diagnosis dan Aspek Klinis Defi siensi Glukosa-6-FosfatDehidrogenase (G6PD). CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014
Patogenesis defisiensi G6PD
Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) enzim pengkatalisis reaksi
pertama jalur pentosa fosfat dan memberikan efek reduksi pada semua
sel dalam bentuk NADPH
NADPH memungkinkan sel-sel bertahan dari stres oksidatif yang dapat
dipicu oleh beberapa bahan oksidan dan menyediakan glutathione
dalam bentuk tereduksi
Eritrosit tidak memiliki mitokondria jalur pentosa fosfat merupakan
satu-satunya sumber NADPH pertahanan terhadap kerusakan
oksidatif tergantung pada G6PD
What happens in G6PD deficiency?
Manifestasi Klinis
Sebagian besar penderita defisiensi G6PD bersifat
asimtomatik
Gejala muncul bila eritrosit mengalami stres oksidatif dipicu
obat, infeksi, maupun konsumsi kacang fava.
Manifestasi Klinis berupa anemia hemolitik akut yang
diinduksi obat maupun infeksi, favisme, ikterus neonatorum
maupun anemia hemolitik non-sferosis kronis.
Beberapa kondisi seperti diabetes, infark miokard, latihan fi
sik berat telah dapat menginduksi hemolisis pada penderita
defisiensi G6PD.
Hemolisis akut rasa lemah, nyeri punggung, anemia dan
ikterus. Terjadi peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi,
laktat dehidrogenase dan retikulositosis.
Food to avoid in G6PD deficiency
Anemia hemolitik terinduksi obat
Obat obat spesifik penyebab langsung krisis hemolisis
penderita defisiensi G6PD sulit ditentukan dengan tepat.
Suatu obat yang dinyatakan aman untuk satu penderita
defi siensi G6PD belum tentu aman untuk penderita lain
perbedaan farmakokinetik tiap individu.
Obat yang memiliki efek oksidan sering diberikan pada
pasien dengan keadaan klinis (misalnya infeksi) yang dapat
menyebabkan hemolisis.
Pasien mengkonsumsi lebih dari satu jenis obat.
Hemolisis pada defisiensi G6PD biasanya sembuh sendiri,
tidak menyebabkan anemia dan retikulositosis yang
signifikan
Hemolisis dan ikterus klinis biasanya muncul 24-72 jam
setelah konsumsi obat.
Anemia memburuk hingga 7-8 hari, kadar hemoglobin akan
kembali meningkat setelah 8-10 hari obat dihentikan
Heinz body presipitat hemoglobin terdenaturasi
merupakan tanda khas pada pemeriksaan apusan darah tepi
59. Leukemia
Leukemia
Jenis leukemia yang paling sering terjadi pada
anak-anak adalah Acute Lymphoblastic
Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML)
ALL merupakan keganasan yg paling sering
ditemui pada anak-anak (1/4 total kasus
keganasan pediatrik)
Puncak insidens ALL usia 2-5 tahun
Clinical Manifestation
More common in AML
Leukostasis (when blas count >50.000/uL): occluded
microcirculationheadache, blurred vision, TIA, CVA,
dyspnea, hypoxia
DIC (promyelocitic subtype)
Leukemic infiltration of skin, gingiva (monocytic subtype)
Chloroma: extramedullary tumor, virtually any location.
More common in ALL
Bone pain, lymphadenopathy, hepatosplenomegaly (also
seen in
monocytic AML)
CNS involvement: cranial neuropathies, nausea, vomiting,
headache, anterior mediastinal mass (T-cell ALL)
Tumor lysis syndrome
Leukemia Limfoblastik Akut
Merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada
masa anak, meliputi 25-30% dari seluruh keganasan pada
anak.
Lebih sering pada laki-laki, usia 3-4 tahun
Manifestasi klinis
Penekanan sistem hemopoetik normal, anemia (pucat),
neutropenia (sering demam), trombositopenia (perdarahan)
Infiltrasi jaringan ekstramedular, berupa pembesaran KGB, nyeri
tulang, dan pembesaran hati serta limpa
Penurunan BB, anoreksia, kelemahan umum
Pemeriksaan Penunjang: Gambaran darah tepi dan pungsi
sumsum tulang untuk memastikan diagnosis
Tatalaksana : Kemoterapi dan Pengobatan suportif
FAB (French-American-British) classification of
acute lymphoblastic leukemia
ALL-L1: Small cells with homogeneous nuclear chromatin, a regular
nuclear shape, small or no nucleoli, scanty cytoplasm, and mild to
moderate basophilia Jenis ALL yang paling sering ditemukan
ALL-L2: Large, heterogeneous cells with variable nuclear chromatin,
an irregular nuclear shape, 1 or more nucleoli, a variable amount of
cytoplasm, and variable basophilia
ALL-L3: Large, homogeneous cells with fine, stippled chromatin;
regular nuclei; prominent nucleoli; and abundant, deeply basophilic
cytoplasm. The most distinguishing feature is prominent
cytoplasmic vacuolation
ALL AML
epidemiologi ALL merupakan keganasan yg paling 15% dari leukemia pada pediatri, juga
sering ditemui pada anak-anak (1/4 ditemukan pada dewasa
total kasus keganasan pediatrik)
Puncak insidens usia 2-5 tahun
etiologi Penyebab tidak diketahui Cause unknown. Risk factors: benzene
exposure, radiation exposure, prior
treatment with alkylating agents
Gejala dan Gejala dan tanda sesuai dengan Pucat, mudah lelah, memar, peteki,
tanda infiltrasi sumsum tulang dan/atau epistaksis, demam, hiperplasia gingiva,
gejala ekstrameduler: konjungtiva chloroma, hepatosplenomegali
pucat, petekie dan memar akibat
trombositopenia; limfadenopati,
hepatosplenomegali.Terkadang ada
keterlibatan SSP (papil edem, canial
nerve palsy); unilateral painless
testicular enlargement.
Lab Anemia, Trombositopenia, Trombositopenia, leukopenia/leukositosis,
Leukopeni/Hiperleukositosis/norma primitif granulocyte/monocyte, auer rods
l, Dominasi Limfosit, Sel Blas (+) (thin, needle-shaped, eosinophilic
cytoplasmic inclusions)

Terapi kemoterapi kemoterapi


60. HEMOSTASIS
Hemostasis (hemo=blood; ta=remain) is the
stoppage of bleeding, which is vitally important when
blood vessels are damaged.
Following an injury to blood vessels several actions
may help prevent blood loss, including:

Formation of a clot
Hemostasis
1. Fase vaskular: vasokonstriksi
2. Fase platelet: agregasi dan adhesi
trombosit
3. Fase koagulasi: ada jalur
ekstrinsik, jalur intrinsik dan
bersatu di common
pathway
4. Fase retraksi
5. Fase destruksi / fibrinolisis

http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/health-
general/first-aid/451-
-hemostasis.html
Coagulation factors

Components of coagulation factor:


~ fibrinogen factor I
~ prothrombin factor II
~ tissue factor (thromboplastin) factor III
~ Ca-ion (Ca++) factor IV
~ pro-accelerin (labile factor) factor V
~ pro-convertin (stable factor) factor VII
~ anti-hemophilic factor factor VIII
~ Christmas-factor factor IX
~ Stuart-Prower factor factor X
~ plasma tromboplastin antecedent factor XI
~ Hageman factor factor XII
~ fibrin stabilizing factor(Laki-Roland) factor XIII

Kuliah Hemostasis FKUI.


Bleeding Time
It indicates how well platelets interact with blood vessel
walls to form blood clots.
BT is the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when bleeding stops.
Used most often to detect qualitative defects of platelets.
BT is prolonged in purpuras, but normal in coagulation
disorders like haemophilia.
Purpuras can be due to
Platelet defects - Thrombocytopenic purpura (ITP & TTP)
Vascular defects - Senile purpura, Henoch Schonlein purpura
Platelets are important in preventing small vessel bleeding
by causing vasoconstriction and platelet plug formation.

http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
Clotting Time
CT the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when the fibrin thread is first
seen.
BT depends on the integrity of platelets and vessel
walls, whereas CT depends on the availability of
coagulation factors.
In coagulation disorders like haemophilia, CT is
prolonged but BT remains normal.
CT is also prolonged in conditions like vitamin K
deficiency, liver diseases, disseminated intravascular
coagulation, overdosage of anticoagulants etc.

http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-
TIME.html
PT & APTT
activated partial thromboplastin time (aPTT)
untuk mengevaluasi jalur intrinsik kaskade
koagulasi
prothrombin time (PT) untuk mengevaluasi
jalur ekstrinsik kaskade koagulasi
http://practical-haemostasis.com
http://practical-haemostasis.com
B L E E D IN G

Mild Severe

intervention

stopped
continues

prolonged delayed

Platelet disorder Coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
Spontaneous bleeding
(without injury)

SUPERFICIAL, MULTIPLE DEEP, SOLITARY


petechiae, hematoma,
purpura, hemarthrosis
ecchymoses

platelet disorder coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders

Kuliah Hemostasis FKUI.


Kelainan Pembekuan Darah

http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
60. Hemofilia
Hemophilia is the most common inherited bleeding
disorder.
There are:
Hemophilia A : deficiency of factor VIII
Hemophilia B : deficiency of factor IX (christmas disease)
Both hemophilia A and B are inherited as X-linked recessive
disorders
Symptoms could occur since the patient begin to crawl
Incidence:
hemophilia A ( 85%)
hemophilia B ( 15%)
Approximately 70% had family history of bleeding problems
Clinical manifestasion: mild, Moderate, severe
Genetic
Inherited as sex (X)-linked recessive
Genes of factor VIII/IX are located on the
distal part of the long arm (q) of X
chromosome
Female (women) are carriers

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.


http://www.cdc.gov/ncbddd/hemophilia/inheritance-pattern.html
Clinical manifestation

Bleeding:
usually deep (hematoma, hemarthrosis)
spontaneous or following mild trauma
Type:
hemarthrosis
hematoma
intracranial hemorrhage
hematuria
epistaxis
bleeding of the frenulum (baby)
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.
Diagnosis
history of abnormal bleeding in a boy
normal platelet count
bleeding time usually normal
clotting time: prolonged
prothrombin time usually normal
partial thromboplastin time prolonged
decreased antihemophilic factor
Antenatal diagnosis
antihemophilic factor level
F-VIII/F-IX gene identification (DNA analysis )

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.


Classification of Hemophilia A & B
The classification of the severity of hemophilia has been based on
either clinical bleeding symptoms or on plasma procoagulant levels;
the latter are the most widely used criteria.
Classification according to plasma procoagulant levels is as follows:
Severe hemophilia FVIII/FIX level less than 1% of normal (< 0.01
IU/mL)
Moderate hemophilia FVIII/FIX level 1-5% of normal (0.01-0.05
IU/mL)
Mild hemophilia FVIII/FIX level more than 5% but less than 40% of
normal (>0.05 to < 0.40 IU/mL)
Severe disease presents in children younger than 1 year
Moderate disease presents in children aged 1-2 years
Mild disease presents in children older than 2 years
Classification of Hemophilia A & B

5-40% (emedicine)
For treatment of acute bleeds, target levels by
hemorrhage severity are as follows:
Mild hemorrhages (eg, early hemarthrosis, epistaxis,
gingival bleeding): Maintain an FVIII level of 30%
Major hemorrhages (eg, hemarthrosis or muscle
bleeds with pain and swelling, prophylaxis after head
trauma with negative findings on examination):
Maintain an FVIII level of at least 50%
Life-threatening bleeding episodes (ie, major trauma
or surgery, advanced or recurrent hemarthrosis):
Maintain an FVIII level of 80-100%
Blood component replacement therapy

factor-VIII factor-IX
(unit/ml) (unit/ml) (ml)

fresh-frozen plasma ~ 0,5 ~ 0,6 200


cryoprecipitate ~ 4,0 - 20
factor - VIII concentrate 25 - 100 - 10
factor - IX concentrate - 25 - 35 20

Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.


Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 18 tahun
61. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2014
Umur pemberian vaksin
Jenis vaksin Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 10 12 18
Hepatit
i s B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td) 7(Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus
e 1 2 3
Influ nza Ulangan 1 kaliptia tpahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan tia 3 t ahun
Hepatit
i s A 2 kali, interval 6-12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 3 kali

Keterangan 6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. dengan interval minimal 4 minggu.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR interval 0,2,6 bulan.
sudah diberikan pada 15 bulan.
Imunisasi Hepatitis B

Jadwal vaksin hepatitis B1 tetap dianjurkan


umur 12 jam.
Diberikan setelah vitamin K1.Penting untuk
mencegah terjadinya perdarahan akibat
defisiensi vitamin K.
HBIg utk bayi dari ibu HBsAg positif, selain
imunisasi hepatitis B, utk cegah infeksi
perinatal yang berisiko tinggi untuk terjadinya
hepatitis B kronik.
Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM
62. Pertusis
Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis dan Bordetella
parapertussis (basil gram -)
Karakteristik : uncontrollable, violent coughing
which often makes it hard to breathe. After fits of
many coughs needs to take deep breathes which
result in a "whooping" sound.
Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius
selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit
Pertusis
Stadium:
Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi
biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini.
Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang
lama, bisa diikuti dengan whooping atau stadium
apnea. Bisa disertai muntah.
Stadium konvalesens: batuk kronik hingga
beberapa minggu

Guinto-Ocampo H. Pediatric pertussis. http://emedicine.medscape.com/article/967268-overview


Diagnosis dan Tatalaksana Pertusis
Diagnosis :
Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika
penyakit diketahui terjadi lokal.
Tanda diagnostik : Batuk paroksismal diikuti whoop saat inspirasi
disertai muntah, perdarahan subkonjungtiva, riwayat imunisasi (-),
bayi muda dapat mengalami henti napas sementara/sianosis
Penatalaksanaan :
Kasus ringan pada anak-anak umur 6 bulan dilakukan secara rawat
jalan
< 6 bulan, dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti
napas, atau sianosis dirawat di RS
Komplikasi : Pneumonia, Kejang, Gizi kurang, Perdarahan dan Hernia
Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008


Antibiotik dalam Penatalaksanaan Pertusis

Beri eritromisin oral (12.5 mg/kgBB/kali, 4 kali


sehari) selama 10 hari atau makrolid lainnya
Jika terdapat demam atau eritromisin tidak tersedia,
berikan kloramfenikol oral (25 mg/kg/kali, 3 kali
sehari) selama 5 hari sebagai penatalaksanaan
terhadap kemungkinan pneumonia sekunder
Tanda pneumonia sekunder : pernapasan cepat diantara
episode batuk, demam, dan gejala distres pernapasan
dengan onset akut
Jika kloramfenikol tidak tersedia, berikan
kotrimoksazol
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
Vaksin Pertusis
Vaksin pertussis whole cell: Untuk vaksin Td ditambahkan
merupakan suspensi kuman B. perlu booster tiap 10 tahun.
pertussis mati. Kejadian ikutan pasca
Vaksin pertusis aselular adalah imunisasi DTP
vaksin pertusis yang berisi Reaksi lokal kemerahan,
komponen spesifik toksin dari bengkak, dan nyeri pada lokasi
Bordettellapertusis. injeksi terjadi pada separuh
(42,9%) penerima DTP.
Vaksin pertussis aselular bila
Demam
dibandingkan dengan whole-
cell ternyata memberikan Anak gelisah dan menangis
terus menerus selama
reaksi lokal dan demam yang beberapa jam pasca suntikan
lebih ringan, diduga akibat (inconsolable crying).
dikeluarkannya komponen Kejang demam
endotoksin dan debris. ensefalopati akut atau reaksi
anafilaksis
Vaksin Pertusis
Kontraindikasi mutlak Keadaan lain dapat
terhadap pemberian vaksin dinyatakan sebagai
pertusis baik whole-cell
maupun aselular, yaitu perhatian khusus
Riwayat anafilaksis pada (precaution):
pemberian vaksin bila pada pemberian
sebelumnya pertama dijumpai riwayat
Ensefalopati sesudah hiperpireksia, keadaan
pemberian vaksin pertusis
sebelumnya hipotonik-hiporesponsif
dalam 48 jam, anak
menangis terus menerus
selama 3 jam dan riwayat
kejang dalam 3 hari
sesudah imunisasi DTP.
63. Keseimbangan Asam-Basa
464
465
H-H EQUATION

[HCO3-] [Base] [metabolik]


pH
d CO2 Acid [respiratorik]
Respiratory
Acidosis
Respiratory
Alkalosis
Metabolic
Acidosis
Metabolic
Alkalosis
Kelainan Asam-Basa Tubuh dengan
Reaksi Kompensasinya

(K)*

(K)*

(K)*

(K)*

*(K) adalah reaksi kompensasi yang terjadi akibat gangguan


keseimbangan pH
Normal value

HCO3- PCO2 PH PCO2


HCO3- PH

NORMAL Metabolic
Acidosis

Normal value

PCO2 PH
PH PCO2
HCO3- HCO3-

Metabolic Compensated Metabolic


Acidosis Acidosis
Normal value

HCO3- HCO3-
PH PCO2
PCO2 PH

Metabolic alkalosis Compensated Met alkalosis

Normal value

PH
HCO3- PH
PCO2 HCO3- PCO2

Acute Respiratory Chronic (compensated)


Alkalosis Respiratory Alkalosis
Normal value

PCO2 PCO2
HCO3-
HCO3-
PH
PH

Respiratory Compensated Respiratory


Acidosis Acidosis
http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio211/chap26/table_26
_03_labeled.jpg
64. Hipoglikemia pada Neonatus
Hipoglikemia adalah kondisi bayi Insulin dalam aliran darah fetus
dengan kadar glukosa darah <45 tidak bergantung dari insulin ibu,
mg/dl (2.6 mmol/L), baik bergejala tetapi dihasilkan sendiri oleh
atau tidak pankreas bayi
Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat
menyebabkan palsi serebral,
Pada Ibu DM terjadi hiperglikemia
retardasi mental, dan lain-lain dalam peredaran darah
Etiologi uteroplasental bayi
Peningkatan pemakaian glukosa mengatasinya melalui hiperplasia
(hiperinsulin): Neonatus dari ibu DM, sel B langerhans yang
Besar masa kehamilan, eritroblastosis
fetalis
menghasilkan insulin insulin
Penurunan produksi/simpanan glukosa: tinggi
Prematur, IUGR, asupan tidak adekuat
Begitu lahir, aliran glukosa yang
Peningkatan pemakaian glukosa: stres
perinatal (sepsis, syok, asfiksia, menyebabkan hiperglikemia tidak
hipotermia), defek metabolisme ada, sedangkan insulin bayi tetap
karbohidrat, defisiensi endokrin, dsb
tinggi hipoglikemia
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010
Hipoglikemia
Diagnosis
Anamnesis: tremor, iritabilitas, kejang/koma, letargi/apatis, sulit menyusui,
apneu, sianosis, menangis lemah/melengking
PF: BBL >4000 gram, lemas/letargi/kejang beberapa saat sesudah lahir
Penunjang: Pemeriksaan glukosa darah baik strip maupun darah vena, reduksi
urin, elektrolit darah
Penatalaksanaan
Bolus 200 mg/kg dengan dextrosa 10% IV selama 5 menit
Hitung Glucose Infusion Rate (GIR), 6-8 mg/kgBB/menit untuk mencapai GD
maksimal. Dapat dinaikkan sampai maksimal 12mg/kgBB/menit
Cek GD per 6 jam
Bila hasil GD 36-47 mg/dl 2 kali berturut-turut + Infus dextrosa 10%
Bila GD >47 mg/dl setelah 24 jam terapi, infus diturunkan bertahap
2mg/kgBB/menit setiap jam
Tingkatkan asupan oral
Pemantauan dan Skrining
Hipoglikemia
PPM IDAI jilid 1
65. Indeks Eritrosit
Indeks eritrosit/ indeks mean corpuscular volume (MCV)
kospouskuleradalah batasan untuk
Volume/ ukuran eritrosit :
ukuran dan isi hemoglobin eritrosit.
mikrositik (ukuran kecil),
terdiri atas :
normositik (ukuran normal),
(MCV : mean corpuscular volume) dan makrositik (ukuran
(MCH : mean corpuscular besar).
hemoglobin)
(MCHC : mean corpuscular
mean corpuscular hemoglobin
hemoglobin) (MCH)
(RDW : RBC distribution width atau bobot hemoglobin di dalam
luas distribusi eritrosit) perbedaan eritrosit tanpa
ukuran
memperhatikan ukurannya.
Indeks eritrosit dipergunakan secara
luas dalam mengklasifikasi anemia mean corpuscular hemoglobin
atau sebagai penunjang dalam concentration (MCHC)
membedakan berbagai macam konsentrasi hemoglobin per
anemia. unit volume eritrosit.
Retikulosit
Retikulosit : eritrosit muda yang sitoplasmanya masih
mengandung sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan RNA
yang berasal dari sisa inti dari prekursornya (sel darah
muda).
Jumlah retikulosit yg meningkat menunjukkan kemampuan
respon sumsum tulang ketika anemia (misal perdarahan)
Indikator aktivitas sumsum tulang, banyaknya retikulosit
dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang
hampir akurat.
Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan
akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang.
hitung retikulosit yang rendah dapat mengindikasikan keadan
hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik.
Hipokrom : MCH normal
Hiperkrom : MCH normal
Mikrositik : MCV normal
Makrositik : MCV normal
Parameter Kadar normal Satuan
Hb 6 bln - 2 thn: 10,5-13,5 g/dL
2-6 thn: 11-14,7
6-12 thn: 11,5-15,5
12-18 thn: 13-16 (L); 12-16 (P)
Ht 2 thn: 33-42 %
Leukosit 2 thn: 6000-17.500 /L
Trombosit 150.000-400.000 /L
MCV 2 thn: 70-86 fL
MCH 2 thn: 23-31 pg/sel
MCHC 2 thn: 30-36 %Hb/sel
65. THALASSEMIA
Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek
pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri
dari komponen alfa dan beta)
Diturunkan secara autosomal resesif
Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala
klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik)
Secara genotip:
Thalassemia beta (kromosom 11, kelainan berupa mutasi) yang
mayoritas ditemukan di Indonesia
Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
Thalassemia alfa (Kromosom 16, kelainan berupa delesi)
-thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen
-thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan
Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali
Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan

Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.


PATHOPHYSIOLOGY OF THALASSEMIA
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS

Pucat kronik
Hepatosplenomegali
Ikterik
Perubahan penulangan
Perubahan bentuk wajah
facies cooley
Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
Riwayat keluarga +
Riwayat transfusi
Ruang traube terisi
Osteoporosis
Hair on end pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(contd)
Pemeriksaan darah
CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW
Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
Hiperbilirubinemia
Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe)

Analisis Hb peripheral blood smear of patient with homozygous beta

HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly
bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from
Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001;
doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)
kualitatif
Hepatosplenomegali & Ikterik

Pucat

Hair on End

Hair on End & Facies Skully

Excessive iron in a bone marrow preparation


Tata laksana thalassemia
Transfusi darah, indikasi pertama kali Splenektomi jika memenuhi
jika: kriteria
Hb<7 g/dL yg diperiksa 2x berurutan
dengan jarak 2 minggu Splenomegali masif
Hb>7 disertai gejala klinis spt facies Kebutuhan transfusi PRC > 200-220
cooley, gangguan tumbuh kembang ml/kg/tahun
Transfusi darah selanjutnya jika hb<8
g/dL SAMPAI kadar Hb 10-11 g/dL Transplantasi (sumsum tulang,
(dlm bentuk PRC rendah Leukosit) darah umbilikal)
Medikamentosa Fetal hemoglobin inducer
Asam folat (penting dalam
pembentukan sel) 2x 1mg/hari (meningkatkan Hgb F yg
Kelasi besi menurunkan kadar Fe membawa O2 lebih baik dari Hgb
bebas dan me<<< deposit hemosiderin).
Dilakukan Jika Ferritin level > 1000 A2)
ng/ul, atau 10-20xtransfusi, atau
menerima 5 L darah. Terapi gen
Vitamin E (antioksidan karena banyak
pemecahan eritrosit stress oksidatif
>>)
Vitamin C (dosis rendah, pada terapi
denga n deferoxamin)
Nutrisi: kurangi asupan besi
Support psikososial
KOMPLIKASI THALASSEMIA
Infection
chronic anemia iron overload deposisi iron pada miokardium
Kardiomiopati bermanifestasi sebagai CHF
Endokrinopati
Impaired carbohydrate metabolism
Pertumbuhan : short stature, slow growth rates
Delayed puberty & hypogonadism infertility
Hypothyroidism & hypoparathyroidism
osteoporosis
Liver:
cirrhosis due to infection and iron load
Bleeding: disturbances of coagulation factors
Pencil Cell and Target cell
Pencil cells/cigar cell: a commonly cited
feature of Iron deficiency anemia, but pencil
cells may also be seen less commonly in other
processes, including b-thalassemia minor and
anemia of chronic disease
Target cells: classically described features of -
thalassemia minor, but also can be found in
iron deficiency anemia (less common)
Target Cell
Target Cells (Codocytes) are RBCs that have the
appearance of a shooting target with a bullseye.
Under light microscope these cells appear to have
a dark center (a central, hemoglobinized area)
surrounded by a white ring (an area of relative
pallor), followed by dark outer (peripheral)
second ring containing a band of hemoglobin.
Target cells are more resistant to osmotic lysis.
Hypochromic cells in iron deficiency anemias also
can show a target appearance.
Target cells are abnormally resistant to saline.
Target cell can be found in:
Liver disease: Lecithincholesterol
acyltransferase (LCAT) activity may be decreased in
obstructive liver disease increases the cholesterol to
phospholipid ratio, producing an absolute increase in
surface area of the red blood cell membranes.
Iron deficiency: Decrease in hemoglobin content
relative to surface area is probably the reason for the
appearance of target cells.
Alpha-thalassemia and beta-thalassemia
Hemoglobin C Disease
Post-splenectomy
Target Cell
Pencil Cell
Pencil cells are
hypochromic
variants of
elliptocytes
having long axes
at least triple the
length of the
cells short axis
www.studyblue.com
66. Abortus
Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin <
500 gram

Diagnosis dengan bantuan USG


Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak)
Perut nyeri & kaku
Pengeluaran sebagian produk konsepsi
Serviks dapat tertutup/ terbuka
Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

Faktor Predisposisi
Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom) paling banyak
Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme, DM),
malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis &
defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks, dan
sinekhiae uteri karena sindrom Asherman
Faktor dari ayah: Kelainan sperma
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak Nyeri perut
kehamilan
Uterus lunak

Sesuai atau lebih Nyeri perut >>


Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak
kecil Uterus lunak

Nyeri perut >>


Lebih kecil dari usia
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak Jaringan +
kehamilan
Uterus lunak

Sedikit atau tanpa


Tertutup atau Lebih kecil dari usia nyeri perut
Abortus komplit Sedikit-tidak ada
terbuka lunak kehamilan Jaringan keluar
Uterus kenyal

Perdarahan Membesar, nyeri Demam


Abortus septik Lunak
berbau tekan leukositosis
Tidak terdapat gejala
nyeri perut
Lebih kecil dari usia
Missed abortion Tidak ada Tertutup Tidak disertai
kehamilan
ekspulsi jaringan
konsepsi
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Abortus: Tatalaksana Umum
Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus
dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai
ibu bebas demam untuk 48 jam:

Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam


Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
Segera rujuk ibu ke rumah sakit
Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat
dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca
keguguran
Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Tatalaksana
Abortus Imminens Abortus Insipiens

Pertahankan kehamilan. Evakuasi isi uterus


Tidak perlu pengobatan khusus. Lakukan pemantauan pasca
Jangan melakukan aktivitas fisik tindakan/30 menit selama 2
berlebihan atau hubungan jam. Bila kondisi ibu baik,
seksual pindahkan ibu ke ruang rawat.
Jika perdarahan berhenti, Pemeriksaan PA jaringan
pantau kondisi ibu selanjutnya Evaluasi tanda vital, perdarahan
pada pemeriksaan antenatal pervaginam, tanda akut
(kadar Hb dan USG panggul abdomen, dan produksi urin
serial setiap 4 minggu) setiap 6 jam selama 24 jam.
Jika perdarahan tidak berhenti, Periksa kadar Hb setelah 24 jam.
nilai kondisi janin dengan USG. Bila hasil pemantauan baik dan
Nilai kemungkinan adanya kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
penyebab lain. diperbolehkan pulang.
Tatalaksana
Abortus Inkomplit Abortus Komplit
Evakuasi isi uterus (dengan jari atau Tidak diperlukan evakuasi lagi.
AVM)
Konseling untuk memberikan
Kehamilan > 16 minggu infus 40 IU
dukungan emosional dan
oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 40 tpm untuk menawarkan KB pasca keguguran.
membantu pengeluaran hasil konsepsi. Observasi keadaan ibu.
Evaluasi tanda vital pasca tindakan Apabila terdapat anemia sedang,
setiap 30 menit selama 2 jam. Bila berikan tablet sulfas ferosus 600
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang
rawat. mg/hari selama 2 minggu, jika
Pemeriksaan PA jaringan
anemia berat berikan transfusi darah.
Evaluasi tanda vital, perdarahan Evaluasi keadaan ibu setelah 2
pervaginam, tanda akut abdomen, dan minggu.
produksi urin/6 jam selama 24 jam.
Periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. BIla hasil pemantauan baik dan
kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.
Missed Abortion: Tatalaksana
Usia Kehamilan:
<12 minggu: evakuasi dengan AVM atau sendok kuret.
Antara 12-16 minggu: pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan
pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan
evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
16-22 minggu: Lakukan pematangan serviks. Lakukan evakuasi dengan
infus oksitosin 20 U dalam 500 ml NaCl 0,9%/RL dengan kecepatan 40 tpm
hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi

Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat

Pemeriksaan PA jaringan

Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan


produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
67. Hemorrhagia Antepartum
Definisi
Pendarahan yang terjadi setelah usia kehamilan
> 28 minggu (Mochtar, 2002)

Etiologi
Plasenta previa, solusio plasenta, penyebab lain
Plasenta Previa
Implantasi pada tempat abnormal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (OUI)

Etiologi
Endometrium di fundus belum siap menerima implantasi,
endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis
pada chorion leave yang persisten -Manuaba (1998)-
- Belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada
grademultipara, primigravida
tua, bekas SC, bekas operasi,
kelainan janin dan leiomioma
uteri -Mansjoer (2001)-
Plasenta Previa
Klasifikasi Berdasarkan terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir (Chalik, 2002):

Totalis: menutupi seluruh OUI

Partialis: menutupi sebagian OUI

Marginalis: tepinya agak jauh letaknya


dan menutupi sebagian OUI
Gejala dan Tanda
Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri
serta berulang
Darah: merah segar
Bagian terbawah janin belum masuk PAP
dan atau disertai dengan kelainan letak
karena letak plasenta previa berada di
bawah janin (Winkjosastro, 2002).
Plasenta
Plasenta Previa: Tatalaksana
Previa: Tatalaksana

Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)

Lihat Jumlah Perdarahan

SC tanpa melihat Waktu menuju 37 minggu


masih lama rawat jalan
usia kehamilan kembali ke RS jika
terjadi perdarahan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Plasenta Previa: Tatalaksana
Syarat terapi ekspektatif Rawat inap, tirah baring dan
Kehamilan preterm dengan berikan antibiotika profilaksis
perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti dengan Berikan tokolitik bila ada
atau tanpa pengobatan kontraksi: MgSO4 4 g IV dosis
tokolitik awal dilanjutkan 4 g setiap 6
jam, atau Nifedipin 3 x 20
Belum ada tanda inpartu mg/hari + betamethasone 12
mg IV dosis tunggal untuk
Keadaan umum ibu cukup pematangan paru janin
baik (kadar Hb dalam batas
normal)
Janin masih hidup dan kondisi Anemia: sulfas ferosus /
janin baik ferous fumarat 60 mg PO
selama 1 bulan.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Solusio Plasenta
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya

Diagnosis
Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan jumlah
darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat janin/
hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri

Faktor Predisposisi
Hipertensi
Versi luar
Trauma abdomen
Hidramnion
Gemelli
Defisiensi besi
Solusio Plasenta:
Solusio Plasenta: Tata Laksana
Tatalaksana
Tatalaksana
Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu,
lakukan persalinan segera bergantung pembukaan serviks:
Lengkap ekstraksi vakum
Belum ada/ lengkap SC
Kenyal, tebal, dan tertutup SC

Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan
bergantung pada denyut jantung janin (DJJ):
DJJ normal, lakukan seksio sesarea
DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan
persalinan pervaginam
DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah:
pecahkan ketuban dengan kokher:
Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan
pervaginam segera, atau SC bila tidak memungkinkan
68. Hemorrhagia Post Partum
Etiologi (4T dan I) Pemeriksaan

Tone (tonus) atonia uteri Palpasi uterus


Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi
fundus uterus.
Trauma trauma traktus Memeriksa plasenta dan ketuban:
lengkap atau tidak.
genital Melakukan eksplorasi kavum uteri
untuk mencari :
Sisa plasenta dan ketuban.
Tissue (jaringan)- retensi Robekan rahim.
plasenta Plasenta suksenturiata.
Inspekulo :
untuk melihat robekan pada serviks,
Thrombin koagulopati vagina dan varises yang pecah.
Pemeriksaan laboratorium :
periksa darah, hemoglobin, clot
Inversio Uteri observation test (COT), dan lain-lain.
Hemorrhagia Post Partum: Definisi
Definisi Lama
Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam
Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)

Definisi Fungsional
Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik

Insidens
5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A Y A N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
Uterus tidak berkontraksi dan lembek Syok Atonia uteri
Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)

Perdarahan segera Pucat Robekan jalan


Darah segar yang mengalir segera setelah bayi Lemah lahir
lahir Menggigil
Uterus kontraksi baik
Plasenta lengkap

Plasenta belum lahir setelah 30 menit Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
Perdarahan segera (P3) berlebihan
Uterus kontraksi baik Inversio uteri akibat tarikan
Perdarahan lanjutan

Plasenta atau sebagian selaput (mengandung Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap fundus tidak berkurang sebagian plasenta
Perdarahan segera (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A
G E J A L A D A N TA N D A
YA N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A
KADANG-KADANG ADA

Uterus tidak teraba Syok neurogenik Inversio uteri


Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
Perdarahan segera
Nyeri sedikit atau berat

Sub-involusi uterus Anemia Perdarahan


Nyeri tekan perut bawah Demam terlambat
Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Endometritis atau
Perdarahan sekunder atau P2S. Perdarahan sisa plasenta
bervariasi (ringan atau berat, terus menerus (terinfeksi atau
atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai tidak)
infeksi)

Perdarahan segera (Perdarahan Syok Robekan dinding


intraabdominal dan / atau pervaginam Nyeri tekan perut uterus (Ruptura
Nyeri perut berat atau akut abdomen Denyut nadi ibu cepat uteri
Atonia Uteri: Faktor Risiko
Uterus overdistensi (makrosomia, kehamilan kembar,
hidramnion atau bekuan darah)
Induksi persalinan
Penggunaan agen anestetik (agen halogen atau
anastesia dengan hipotensi)
Persalinan lama
Korioamnionitis
Persalinan terlalu cepat
Riwayat atonia uteri sebelumnya

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
HPP: Tatalaksana

2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
Masase uterus segera setelah plasenta lahir (15 detik) ATONIA
UTERI:
TATALAKSANA
kompresi bimanual interna maks 5 menit

Identifikasi sumber
Jika terus berdarah, Kompresi bimanual eksterna + perdarahan lain
infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml NS/RL 40 tpm Laserasi jalan
Infus untuk restorasi cairan & jalur obat esensial, kemudian
lahir
lanjutkan KBI
Hematoma
parametrial
Tidak berhasil Ruptur uteri
Inversio uteri
Sisa fragmen
plasenta
Rujuk; Selama perjalanan Kompresi
bimanual eksterna
Berhasil Kompresi aorta abdominalis
Tekan segmen bawah atau aorta
abdominalis; lanjutkan infus infus 20 IU
oksitosin dalam 500 ml NS/RL/ jam

Terkontrol Ligasi a. uterina & ovarika Perdarahan masih

Transfusi Rawat & Observasi HISTEREKTOMI Transfusi


Atonia Uteri: Terapi
Atonia Uteri - Bimanual Massage
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
Etiologi
Tonus otot rahim lemah
Tekanan/tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan
dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
Kanalis servikalis yang longgar

Jenis
Complete: fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput
lendirnya berada diluar
Incomplete: fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri

Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva: inversio prolaps
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
Gejala
Syok
Fundus uteri tidak teraba/ teraba lekukan
Kadang tampak massa merah di vulva atau teraba massa dalam
vagina dengan permukaan kasar
Perdarahan

Terapi
Atasi syok
Reposisi dalam anestesi
Bila plasenta belum lepas: reposisi uterus baru dilepaskan karena
dapat memicu perdarahan >>
Inversio Uteri: Terapi
Replacement of Inverted Uterus
Retensio plasenta
Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir

Sebab: plasenta belum


lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan

Plasenta belum lepas:


kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)
Retensio plasenta: Terapi
Posisi Plasenta
Terlihat dalam vagina, minta ibu mengedan
Plasenta dapat teraba dalam vagina keluarkan

Pastikan kandung kemih kosong kateterisasi bila perlu

Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit IM

Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian


oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali
pusat terkendali

Jika traksi tarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah


untuk mengeluarkan plasenta secara manual

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hemorrhagia Post Partum: Medikamentosa
69. Hipertensi pada Kehamilan:
Patofisiologi
Faktor Risiko
Kehamilan pertama
Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
Memiliki penyakit KV
sebelumnya
Terdapat riwayat
genetik hipertensi
dalam kehamilan

Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 22nd ed. McGraw-Hill.


Hipertensi pada Kehamilan: Jenis

Hipertensi Kronik
Hipertensi Gestasional
Pre Eklampsia Ringan
Pre Eklampsia Berat
Superimposed Pre Eklampsia
HELLP Syndrome
Eklampsia

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik

Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

Diagnosis
Tekanan darah 140/90 mmHg
Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan

Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg antihipertensi

Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed


preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia

Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu

Pantau pertumbuhan dan kondisi janin


Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm
Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin
Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
Diagnosis
TD 140/90 mmHg
Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
Tatalaksana Umum
Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
Preeklampsia Ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

Preeklampsia Berat
Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
Sakit kepala , skotoma penglihatan
Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu

Eklampsia
Kejang umum dan/atau koma
Ada tanda dan gejala preeklampsia
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
Tatalaksana umum
Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat
masuk rumah sakit

Pertimbangkan persalinan atau terminasi kehamilan


PEB + janin belum viable/ tidak akan viable dalam 1-2 minggu
induksi
PEB + janin sudah viable namun usia kehamilan < 34 minggu
manajemen ekspektan dianjurkan bila tidak ada KI
PEB 34 - 37 minggu manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asal
tidak terdapat HT yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan
gawat janin + pengawasan ketat
PEB dengan kehamilan aterm persalinan dini dianjurkan
PER atau HT gestasional ringan dengan kehamilan aterm induksi

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
Antihipertensi
Ibu dengan HT berat perlu mendapat terapi anti HT
Ibu dengan terapi anti HT saat antenatal lanjutkan hingga
persalinan
Anti HT dianjurkan untuk HT berat pasca persalinan
DOC: nifedipin, nikardipin, dan metildopa
Kontra Indikasi: ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid

Pemeriksaan penunjang tambahan


Hitung darah perifer lengkap
Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
Fungsi koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
USG (terutama jika ada indikasi gawat janin atau pertumbuhan
janin terhambat)

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana Khusus

Edema paru
Edema paru: sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah
halus pada basal paru pada ibu dengan PEB
Tatalaksana
Posisikan ibu dalam posisi tegak
Oksigen
Furosemide 40 mg IV
Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian
furosemid dapat diulang.
Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk

Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes,


low platelets) terminasi kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
MgSO4
Eklampsia untuk tatalaksana kejang
PEB pencegahan kejang
Dosis
MgSO4 IV: 4 gram selama 20 menit untuk dosis awal
lanjutkan 6 gram selama 6 jam untuk dosis rumatan
MgSO4 IM: 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong
kanan
Syarat pemberian MgSO4
Terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah
urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
70. Histerosalpingografi (HSG)
Pemeriksaan secara radiologi organ reproduksi wanita bagian dalam pada
daerah uterus, tuba fallopii, cervix dan ovarium mengunakan media
kontras positif

Indikasi
Menentukan keberhasilan tindakan operasi sterilitas,
Sterilitas primer/ sekunder melihat paten tidaknya tuba
Fibromyoma pada uteri
Hypoplasia endometrium
Perlekatan-perlekatan dalam uterus, adenomiosis

Kontraindikasi
Menstruasi
Peradangan dalam rongga pelvis
Perdarahan dalam kavum uteri
Alergi terhadap bahan kontras
Setelah dikerjakannya kuretase
Kecurigaan adanya kehamilan
HSG:
Temuan
Radiologis
71. Infeksi Puerpurium
Merujuk kepada infeksi traktus genitalis setelah melahirkan

Puerperalis = periode 42 hari setelah kelahiran janin & ekspulsi


plasenta

Mencakup:
Endometritis, parametritis, salpingo-ooforitis, tromboflebitis pelvis,
peritonitis, selulitis perineum/vagina, hematoma terinfeksi, dan
abses luka

Morbiditas nifas (demam saat nifas) peningkatan suhu oral


hingga 38 C/lebih selama 2 hari dari 10 hari pertama
postpartum, terpisah dari 24 jam pertama

Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, EGC hal 364


Infeksi Puerperalis
Faktor Predisposisi
Perdarahan, trauma persalinan, partus lama, retensio
plasenta, anemia, malnutrisi

Patologi
Bekas tempat perlekatan plasenta merupakan luka yang
cukup besar untuk masuknya mikroorganisme penyebab
infeksi
Infeksi dapat terbatas pada luka (infeksi luka perineum,
vagina, serviks, atau endometrium) atau menjalar ke
jaringan sekitar (tromboflebitis, parametritis, sapingitis,
dan peritonitis)
Obstetri Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Univ Padjadjaran hal 188
Infeksi Puerpuralis: Perbandingan Klinis
TIPE C A K U PA N PEMERIKSAAN
Endometritis Infeksi pada endometrium dan kelenjar glandular Demam, lokia berbau, nyeri
perut bawah & pinggang

Metritis Infeksi pada endometrium + kelenjar glandular + Akut: serupa endometritis


Kronik: >> jaringan ikat
lapisan otot uterus membesar
Parametritis Inflamasi pada parametrium (selulitis Nyeri unilateral, defans
muskular, infiltrat keras di
pelvika/ligamentum latum) dinding panggul, uterus
terdorong ke bagian sehat
Perimetritis Inflamasi pada lapisan serosa uterus (perimetrial) Pelveoperitonitis gejala
salpingitis dll
Endometritis
Inflamasi pada lapisan endometrial uterus, dapat meluas hingga
miometrium dan parametrium (metritis)

Patogenesis
Kuman masuk kedalam luka endometrium (t.u bekas perlekatan
plasenta) leukosit >> pus dan kontraksi otot
Dapat menghalangi involusi uterus

Endometritis: hanya mengenai endometrium dan kelenjar


glandular

Metritis: mengenai endometrium, kelenjar glandular dibawahnya,


dan lapisan otot

Obstetri Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Univ Padjadjaran hal 188 http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Klasifikasi

Pregnancy-related endometritis
Akut: Penyebab utama Infeksi postpartum
Kronik: sisa hasil konsepsi, abortus elektif

Endometritis unrelated to pregnancy (Pelvic


Inflammatory Disease)
Akut: PID, prosedur ginekologik invasif
Kronik: Infeksi (chlamydia, TB, BV), AKDR

http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Etiologi

Polimikroba, biasanya 2-3 mikroorganisme


Paling banyak: infeksi ancending dari flora normal
vagina
Bakteri: Ureaplasma
urealyticum,Peptostreptococcus, Gardnerella
vaginalis, Bacteroides bivius, streptococcus grup B
Chlamydia: sering pada endometritis post partum
Enterococcus: pada 25% wanita yang menerima
profilaksis sefalosporin
Herpes dan TB: kasus jarang

http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Gejala dan Tanda
Gejala umum: Demam, nyeri perut bawah, lokia
berbau busuk, perdarahan vagina abnormal,
keputihan abnormal, dispareunia, disuria, malaise

Postpartum: demam dalam 36 jam setelah partus,


menggigil, nyeri perut bawah, lokia berbau busuk,
uterine tenderness

PID: nyeri perut bawah, keputihan, dispareunia,


disuria, demam, nyeri adeneksa, gejala sistemik lain

Infeksi chlamydia: tanpa gejala spesifik

http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Faktor Risiko
Faktor risiko umum
AKDR, darah menstruasi, servisitis GO atau non
GO, BV, bilas vagina, aktivitas seksual tidak aman

Endometritis obstetrik
Mayor: SC, KPD lama, persalinan lama dengan VT
sering, bimanual plasenta
Minor: pemberian kortikosteroid pada persalinan
preterm, operasi lama, anestesi umum, anemia
postpartum

http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Laboratorium

Leukositosis dengan left-shift (sulit dilihat


pada postpartum karena leukositosis
fisiologis)

Endometritis kronik
> 5 neutrofil pada pembesaran 400x di
endometrium superfisial
> 1 plasma cells pada pembesaran (120x) pada
stroma endometrium

http://emedicine.medscape.com/article/254169-workup
Endometritis: Terapi

Kombinasi klindamisin 900 mg dan gentamisin


2mg/kgBB IV/ 8 jam

Monoterapi: sefalosporin, penisilin spektrum


luas, fluorokuinolon

Profilaksis: Sefalosporin generasi II (cefazolin)

http://emedicine.medscape.com/article/254169-treatment#d10
72. Drug of Choice pada Kehamilan
Diagnosis Terapi Pilihan
Asma Salbutamol (Albuterol) pilihan pada kegawatan
Budesonide untuk steroid inhaler
Long acting b2 agonist: salmeterol kontroler

Bakterial Vaginosis Metronidazol ATAU Klindamisin


Klamidia Eritromisin (Depkes), Azitromisin
Kolestasis pada Kehamilan Ursodeoxycholic Acid (UDCA)
Hipertensi pada Kehamilan Metil Dopa DAN/ATAU
Labetolol DAN/ATAU
Nifedipin slow release
Depresi Ringan Psikoterapi seperti cognitive-behavioral therapy (CBT)
ATAU terapi interpersonal
Depresi Berat Psikoterapi DAN fluoxetine
Alternatif: sertraline atau Antidepresan trisiklik
Depresi dengan Psikosis Haloperidol DAN antidepresan seperti diatas
Depresi ringan/berat postapartum Terapi suportif, sertraline ATAU Paroxetine
Diagnosis Terapi Pilihan
Diabetes Insulin
Gonorrhea; Genital, Ceftriaxone 250 mg SD IM DAN/ATAU Azitromisin 1 g SD PO
rektal, faring
Herpes Asiklovir ATAU Valasiklovir
Hipotiroidisme Levotiroksin
Hipertiroidisme Trimester I: PTU
Trimester II dan III: Metimazol
Beta adrenergik seperti propanolol untuk gejala hipermetabolik

ITP Prednison, IVIG (bila steroid menjadi kontra indikasi)


Malaria Klorokuin, meflokuin atau kombinasi kuinin sulfat + klindamisin bila
terjadi resistensi klorokuin
Mual Muntah Diclegis (doxylamine succinate & pyridoxine hydrochloride)
Promethazine ATAU dimenhydrate
Metoklopromide (bila tidak ada respon)
Pedikulosis pubis Permethrin 1% krim ATAU Pyrethrin dengan piperonyl butoxide
Pencegahan Aspirin dosis rendah (81 mg/d) setelah trimester pertama pada
Preeklampsia wanita risiko tinggi
Drug of Choice pada Kehamilan
Diagnosis Terapi Pilihan
Pielonefritis Ceftriaksone/Ampisilin/Gentamisin/Cefazolin/Cefotetan/Aztreonam

Kejang, eklampsia Magnesium Sulfat


Skabies Krim permetrin 5%
Sifilis Benzatin Penisilin
Trikomoniasis Metronidazol
Ulkus Gaster Sukralfat, Ranitidine
Infeksi Saluran Kemih Amoksisilin, cefiksim
Bakterial vaginosis PO: klindamisin 300 mg atau metronidazol 500 mg 2x/hari selama 7 hari
Tromboemboli Vena Low Molecular Weight Heparin ATAU Enoxaparin ATAU Dalteparin ATAU
Tinzaparin

Kandidosis Hanya terapi azol topikal untuk 7 hari (rekomendasi: Terkonazol cream)
Vulvovagina
Tifoid pada Kehamilan: Antibiotik

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Sefotaksim 200 mg/kgBB IV per 24 jam dibagi
menjadi 3-4 dosis, ATAU
Seftriakson 100 mg/kgBB IV per 24 jam (maksimal
4 g/24 jam) dibagi menjadi 1-2 dosis
Parasetamol 3x500 mg per oral bila demam

Alternatif
Amoxicillin 3 x 500 mg selama 2 minggu
73. Antiskabies

Drugs Possible adverse Effect Efektif


Benzyl benzoat 25% Irritation, anasthesia & hypoesthesia, ocular All stadium
irritation, rash, pregnancy category B
Permethrine 5% Mild &transient burning & stinging, pruritus, All stadium
pregnancy category B, not recomended for
children under 2 months
Gameksan 1% Toksis to SSP for pregnancy and children All stadium
under 6 years old, pregnancy category C
Krotamiton 10% Allergic contact dermatitis/primary irritation, All stadium
pregnancy category C
Sulfur precipitate Erythema, desquamation, irritation, Not efective for
6% pregnancy category C egg state
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan
Golongan Nama Obat Trimester
Obat KV Statin Semua
Aspirin III
Warfarin
Amlodipin
Sistem Saraf Pusat Quazepam
Triaolam
Hidroksizin
Etinil estradiol
Penyakit Kulit Isotretinoin
Fluorourasil
Silver sulfadiazine III
Natrium dilofenak III
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan
Golongan Nama Obat Efek Samping
Antibiotik Aminoglikosida (streptomisin dl) Ototoksisitas, tuli
Kloramfenikol Grey baby syndrome, hemolisis (G6PD)
Fluorokuinolon Atralgia
Nitrofurantoin hemolisis (G6PD)
Primakuin hemolisis (G6PD)
Sulfonamid (kec sulfasalazine) Kern ikterus, hemolisis (G6PD)
Tetrasiklin Gangguan pertumbuhan tulang,
hipoplasia enamel
Trimethoprim Antagonis folat >> risiko neural
tube defect
Obat Klorpropamid
Hipoglikemik
Oral
Gliburid
Tolbutamid
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan

Golongan Golongan Trimester


Penyakit Muskuloskeletal Ibuprofen III
Misoprostol
Aspirin III
Natrium diklofenak
Kafein III
Celecoxib III
Piroksikam III
Natrium metotreksat
Esomeprazole > 30 minggu
Nutrisi Benzphetamine
Zinc sitrat/kolekalsiferol
Megestrol asetat
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan
Golongan Golongan Trimester
Keganasan Fluorourasil
tositumomab
Estradiol
Thalidomide
Metotrexat
Obsgin Semua KB oral
Semua HRT
Providine iodine douche
Klomifen
Medroksiprogesteron asetat
Metronidazol I
Metergin (metil ergonofin)
Asetaminofen III
Asam mefenamat
Ketorolac III
74. Distosia Bahu

Keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu


anterior tidak dapat lewat dibawah simfisis pubis

Diagnosis:
Kesulitan melahrikan wajah dan dagu
Turtle Sign: kepala bayi melekat erat di vulva atau
bahkan tertarik kembali
Kegagalan paksi luar kepala bayi
Kegagalan turunnya bahu
Distosia Bahu: Faktor Predisposisi
Manuver McRobert
(persentase
keberhasilan paling
besar dibandingkan
manuver lainnya

Penekanan
Suprasimfisis (kadang
disamakan dengan
manuver Rubin I:
melakukan tekanan
pada suprasimfisis ibu
shgg mengguncang
bahu anak dari satu
sisi ke sisi lain)
Internal Rotation Maneuvers
Rubin II maneuver consists of inserting the fingers of
one hand vaginally behind the posterior aspect of the
anterior shoulder of the fetus and rotating the
shoulder toward the fetal chest.
Woods corkscrew maneuver: The physician places at
least two fingers on the anterior aspect of the fetal
posterior shoulder, applying gentle upward pressure
(can be combined with the Rubin II maneuver.)
Reverse Woods corkscrew maneuver

Rubin II
maneuver
http://www.aafp.org Woods corkscrew maneuver
Manuver melahirkan lengan posterior/
manuver Barnum/ Manuver Jacquemiers
Maneuver of Last Resort
Zanelli manuver: pushing back the delivered
fetal head into the birth canal in anticipation
of performing a cesarean section in case of
shoulder dystocia.
Deliberate clavicle fracture
Symphysiotomy
Manuver Lain Pada Pilihan jawaban

Manuver Kegunaan
Manuver Brandt Andrew Penarikan tali pusat secara terkendali saat ada
kontraksi uterus dan menahan bagian bawah
uterus kearah kepala pasien
Manuver Lovset Termasuk salah satu prosedur partial breech
extraction
Manuver Simpson -
Manuver Kristeller Suatu tindakan mendorong perut ibu saat
persalinan untuk membantu kekuatan kontraksi
agar bayi bisa lahir
Manuver McRoberts Digunakan saat terjadi distosia bahu dengan cara
hiperfleksi tungkai bawah ibu kearah abdomen
75. Karakteristik beberapa IMS
Penyakit Karakteristik Gambaran

Gonorrhea Duh purulen kadang-kadang disertai darah.


Diplokokus gram negatif.

Trikomoniasis Duh seropurulen kuning/kuning kehijauan, berbau


tidak enak, berbusa. Strawberry appearance.

Vaginosis bakterial Duh berbau tidak enak (amis), warna abu-abu


homogen, jarang berbusa. Clue cells.

Kandidosis vaginalis Duh berwarna kekuningan, disertai gumpalan seperti


kepala susu berwarna putih kekuningan. Sel ragi,
blastospora, atau hifa semu.
IMS: Trikomoniasis
Gejala dan Tanda
Keputihan kuning-kehijauan, berbusa, berbau tidak enak
Strawberry cervix: abses kecil pada dinding vagina dan serviks
dispareunia dan perdarahan pasca koitus
pH > 4,5

Pada Kehamilan
Kelahiran prematur, berat badan lahir rendah pada bayi baru lahir, radang
panggul

Terapi
Metronidazole (tidak boleh pada
trimester pertama
3 x 500 mg selama 7 hari atau
Dosis tunggal 1 x 2 gram atau 2 x 1 gram
(bila tidak hamil)
Tinidazol atau Nimorazol: dosis tunggal 2
gram
Omidazol: dosis tunggal 1.5 gram
https://www.academia.edu/8584091/DIAGNOSIS_DAN_PENATALAKSANAAN_TRIKOMONIASIS
Bakterial Vaginosis
Bakterial vaginosis atau nonspesifik vaginitis adalah suatu istilah
yang menjelaskan adanya infeksi bakteri sebagai penyebab
inflamasi pada vagina

Etiologi
Bakteri yang sering didapatkan adalah Gardnerella vaginalis,
Mobiluncus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma hominis,
Ureaplasma urealyticum , Eubacterium, Fusobacterium, Veilonella,
Streptococcus viridans, dan Atopobium vaginae

Gejala klinis
Keputihan, vagina berbau, iritasi vulva, disuria, dan dispareuni

Faktor risiko
Penggunaan antibiotik, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim,
promiskuitas, douching, penurunan estrogen.
Bakterial Vaginosis: Pemeriksaan
Didapatkan keputihan yang homogen
Labia, introitas, serviks dapat normal maupun didapatkan tanda
servisitis.
Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix posterior
Dapat ditemukan gelembung pada keputihan
Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus memenuhi 3 dari 4
kriteria Amsel untuk menegakkan diagnosis bakterial vaginosis
Didapatkan clue cell: sel epitel vagina yang dikelilingi oleh kokobasil
pH > 4,5
Keputihan bersifat thin, gray, and homogenous
Whiff test + (pemeriksaan KOH 10%
didapatkan fishy odor sebagai akibat dari
pelepasan amina yang merupakan produk
metabolisme bakteri)
Bakterial Vaginosis: Tatalaksana

Pada infeksi asimtomatik tidak perlu diberikan


terapi

Pada infeksi simtomatik: antibiotik merupakan


pilihan utama

Pilihan obat: metronidazole 2 x 500 mg selama 7


hari atau 4 x 500 mg dosis tunggal. Pada
perempuan hamil 2 x 500 mg selama 7 hari atau
3 x 250 mg selama 7 hari
Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/254342
Bakterial Vaginosis: Komplikasi
Komplikasi Umum
Endometritis, penyakit radang panggul, sepsis
paskaaborsi, infeksi paskabedah, infeksi
paskahisterektomi, peningkatan risiko penularan HIV
dan IMS lain

Komplikasi obstetrik
Keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran
prematur, persalinan prematur, ketuban pecah dini,
infeksi cairan ketuban, endometritis paskapersalinan
dan kejadian infeksi daerah operasi (IDO)
Bakterial Vaginosis pada Kehamilan:
Komplikasi
Gejala
Duh tubuh berbau ikan busuk dan berwarna
keabuan

Pemeriksaan
Clue cells, sniff test

Berhubungan dengan kelahiran preterm dan


infeksi pelviks post partum
Kandidosis Vagina
Terjadi terutama karena meningkatnya pemakaian antibiotik,
pil KB, dan obat lain perubahan pH vagina pertumbuhan
candida
Sering ditemukan pada wanita hamil, menstruasi, DM
Gejala
Mengenai mukosa vulva (labia minora) dan vagina.
Bercak putih, kekuningan, heperemia, leukore seperti
susu pecah, dan gatal hebat.
Dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih.
Kandidosis Vagina: Terapi (CDC & WHO)
IMS: Urethritis GO
Etiologi
Neisseria gonnorrhoeae

Jenis Infeksi
Pada Pria
Urethritis, tysonitis, paraurethritis, littritis, cowperitis, prostatitis,
veikulitis, funikulitis, epididimitis, trigonitis

Pada Wanita
Urethritis, paraurethritis, servisitis, bartholinitis, salpingitis, proktitis,
orofaringitis, konjungtivitis infant, gonorea diseminata

Gambaran urethritis
Gatal, panas di uretra distal, disusul disuria, polakisuria, keluar duh
kadang disertai darah, nyeri saat ereksi
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Urethritis GO
Pemeriksaan
Sediaan langsung: diplokokus gram
negatif
Kultur: Agar Thayer Martin
Diagnosis Pilihan Pengobatan
Infeksi GO tanpa komplikasi pada serviks, urethra, Lini pertama: Ceftriaxone (250 IM, SD) atau
faring, atau rektum Cefixim (400 mg PO, SD)
Ditambah
Terapi untuk Klamidia bila infeksi klamidia tidak
dapat disingkirkan: Azitromisin (1 g, PO, SD) atau
Soksisiklin (100 mg PO bid selama 7 hari)

Alternatif:
Ceftizoxime (500 mg IM, SD) atau
Cefotaxime (500 mg IM, SD) atau
Spectinomycin (2 g IM, SD)
Atau Cefotetan (1 g IM, SD) + probenecid (1 g PO,
SD) atau
Cefoxitin (2 g IM, SD) + probenecid (1 g PO, SD)
Longo DL. Harrisons principles of internal medicine, 18 th ed. McGraw-Hill;2012.
76. Fisiologi Kehamilan
Tanda Awal Kehamilan Pemeriksaan Penunjang
Serivks dan vagina kebiruan HCG terdeteksi pada test pack
(Chadwick's sign) (kualitatif) atau Plano Test
Perlunakan serviks (konsistensi yang (kuantitatif)
seharusnya seperti hidung berubah
menjadi lunak seperti bibir) (Goodells USG
sign) Adanya kantong janin
Perlunakan uterus (Ladin's sign dan
Hegar's sign)
Ladin: perlunakan teraba di 1/3 midline
anterior uterus
Hegar: isthmus menjadi lunak dan tipis
seperti kertas jika dijepit dengan jari,
McDonald: karena perlunakan isthmus,
uterus dan serviks bisa ditekuk
Puting berwarna lebih gelap
Massa di pelvis atau abdomen
Rasa tegang pada putting dan payudara
Mual terutama pagi hari
Sering berkemih
Bengkak Pada Wanita Hamil

Hamil tubuh memproduksi cairan ekstra 25% dari BB


perut membesar menekan vena pembengkakan terutama
pada kaki

Bila tiba-tiba + TD meningkat hati-hati preeklampsia


Fisiologi Kehamilan: Payudara
Pembesaran dan >> pigmentasi puting & areola
Pembentukan areola sekunder
Areola Montgomery (tuberkel)
12-20 Tuberkel kecil disekitar areola primer, mulai
muncul apda minggu ke-8 akibat aktivasi kelenjar
sebasea
Penonjolan vena dipermukaan
Munculnya kolostrum pada minggu ke-16
terutama pada primigravida
Montgomery Tubercle
Non pigmented nodules (12-20) around the
areola in 2nd month (enlarged sebaceous
glands or rudimentary lactiferous duct)
MONDOR Thrombophlebitis of the subcutaneous veins

DISEASE of the anterolateral thoracoabdominal wall.


The sudden appearance of a subcutaneous
cord, which is initially red and tender and
subsequently becomes a painless, tough,
fibrous band that is accompanied by tension
and skin retraction, is characteristic.
The condition is three times as frequent in
women as in men and is usually benign and
self-limited, although it has been associated
with breast cancer.

Illustration of the venous


channels involved in Mondor
disease. A is superior
epigastric vein. B is
thoracoepigastric vein. C is
lateral thoracic vein.
77. Fisiologi Menyusui
Reflek Prolaktin
Bayi mulai menyusu (rangsangan fisik) sinyal-
sinyal ke kelenjar hipotalamus di otak (hipofise
anterior) untuk menghasilkan hormon prolaktin
beredar dalam darah dan masuk ke
payudara,memerintahkan alveolus untuk
memproduksi ASI

Reflek Let Down (Oksitosin)


Rangsangan isapan bayi hipofise posterior
oksitosin peredaran darah rahim
menstimulus kontraksi rahim masuk ke
payudara untuk memeras ASI
Juga dipengaruhi beberapa faktor seperti
psikologis ibu yang bahagia melihat bayinya,
mendengar suara bayi,melihat foto bayi,ibu
bahagia karena peran serta ayah. Reflek ini
juga dihambat oleh faktor stress.
Gangguan Proses menyusui: Mastalgia
Nyeri pada payudara

Etiologi
Mastalgia terlokalisasi: gangguan fokal akibat massa pada payudara (kista dsb) atau
infeksi (mastitis, abses)
Mastalgia bilateral
Perubahan fibrokistik
Mastitis bilateral difus (jarang)
Perubahan hormon proliferasi jaringan (kehamilan, pengobatan dengan hormon)
Peregangan ligamen Cooper

Pemeriksaan
Pastikan tidak ada tanda radang, lihat perubahan kulit (eritema, rash, edema)

Tatalaksana
Mastalgia akibat menstruasi: parasetamol atau NSAID, nyeri berat tamoxifen
atau danazol
Terkait kehamilan: gunakan bra yang suportif, parasetamol

http://www.msdmanuals.com/professional/gynecology-and-obstetrics/breast-disorders/mastalgia-(breast-pain)
Gangguan Proses Menyusui: Mastitis
Inflamasi / infeksi payudara

Diagnosis
Payudara (biasanya unilateral) keras,
memerah, dan nyeri
Dapat disertai benjolan lunak
Dapat disertai demam > 38 C
Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan
ke-4 postpartum, namun dapat terjadi
kapan saja selama menyusui
Faktor Predisposisi
Bayi malas menyusu atau tidak menyusu
Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
Puting yang lecet
Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna
Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI
Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui
Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana
Tatalaksana Umum Abses Payudara
Tirah baring & >> asupan cairan Stop menyusui pada payudara yang
Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas abses, ASI tetap harus dikeluarkan
Tatalaksana Khusus Bila abses >> parah & bernanah
Berikan antibiotika : antibiotika
Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari Rujuk apabila keadaan tidak
ATAU
membaik.
Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14
hari Terapi: insisi dan drainase
Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. Periksa sampel kultur resistensi
Bila payudara yang sakit belum kosong dan pemeriksaan PA
setelah menyusui, pompa payudara untuk Jika abses diperkirakan masih banyak
mengeluarkan isinya. tertinggal dalam payudara, selain
Kompres dingin untuk << bengkak dan nyeri. drain, bebat juga payudara dengan
Berikan parasetamol 3x500mg PO elastic bandage 24 jam tindakan
Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra kontrol kembali untuk ganti kassa.
yang pas.
Berikan obat antibiotika dan obat
Lakukan evaluasi setelah 3 hari. penghilang rasa sakit
Gangguan Proses Menyusui:
Inverted Nipple
Etiologi: kongenital
(pendeknya duktus
laktiferus)

Terapi:
Massage dengan minyak
zaitun
Tarik perlahan dan jepit
dengan jari selama
beberapa detik
Menggunakan nipple
shield saaat menyusui
78. Fisiologi Menstruasi

Ovulasi terjadi 14 hari sebelum haid


berikutnya

Stadium sekresi tetap karena corpus


luteum mempunyai umur 8 hari

Stadium proliferasi dapat berbeda


panjangnya terutama pada setiap
wanita

Pada siklus 28 hari: ovulasi terjadi pada


hari ke 14 dari siklus

Pada siklus 35 hari, ovulasi terjadi pada


hari ke 21
KB: Metode Alami
Menghitung masa subur
Periode: (siklus menstruasi terpendek 18) dan (siklus menstruasi terpanjang -
11)
Menggunakan 3 6 bulan siklus menstruasi

Mengukur suhu basal


tubuh (pagi hari)
Saat ovulasi: suhu tubuh
akan meningkat 1-2 C

Lendir serviks pada saat


ovulasi bersifat encer
sehingga mulur pada
saat pemeriksaan
79. LASERASI PERINEUM
Robekan perineum yang terjadi pada saat bayi (spontan/ dengan menggunakan alat
atau tindakan)
Umumnya terjadi pada garis tengah, bisa menjadi luas apabila kepala lahir terlalu
cepat

Gejala :
Perdarahan , darah segar yang mengalir setelah bayi lahir, uterus tidak berkontraksi
dengan baik

Penanganan : memperbaiki robekan, pemberian antibiotik

Komplikasi :
Perdarahan
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina
menembus kandung kencing atau rectum (fistula vesikovagina atau fistula
rektovagina)
Hematoma
Infeksi
Obstetri Patologi
80. Suplementasi dan Nutrisi Kehamilan
Suplementasi dan Medikamentosa
Asam Folat
Zat Besi
Kalsium
Aspirin
Tetanus Toxoid

Nutrisi
Penambahan kalori 300-400 kkal/Hari dan air 400
ml/hari
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Kebutuhan Kalori Ibu Menyusui
Rumus Harris Benedict untuk Angka Metabolisme Basal

Kebutuhan Kalori Ibu Menyusui = AMB + 500 kkal

655 + (9,6 x 60) + (1,8 x 160) (4,7 x 25) + 500


kkal (menyusui) = 655 + 576 + 288 117.5 + 500
= 1901,9 kkal
Suplementasi Kehamilan: Asam Folat
Kebutuhan Asam Folat
50-100 g/hari pada wanita normal
300-400 g/hari pada wanita hamil hamil kembar lebih
besar lagi

Dosis
Pencegahan defek pada tube neural: Min. 400 mcg/hari
Defisiensi asam folat: 250-1000 mcg/hari
Riwayat kehamilan sebelumnya memiliki komplikasi defek
tube neural atau riwayat anensefali: 4mg/hari pada sebulan
pertama sebelum kehamilan dan diteruskan hingga 3 bulan
setelah konsepsi

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Suplementasi Kehamilan: Zat Besi
Tablet Tambah Daerah Generik dikemas dalam bungkus warna putih,
berisi 30 tab/bungkus

Memenuhi spesifikasi
Setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental
dan 0,25 mg asam folat

Pemakaian dan Efek Samping


Minum dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi
mengurangi penyerapan zat besi dalam tubuh
Efek samping dari minum TTD adalah mual dan konstipasi, namun tidak
berbahaya
Untuk menghindari efek mual dan konstipasi, dianjurkan minum TTD
menjelang tidur malam
Lebih baik disertai makan buah dan sayur. Misalnya pepaya atau pisang

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Suplementasi Kehamilan: Kalsium
Sasaran
Area dengan asupan kalsium rendah

Tujuan
Pencegahan preeklampsia bagi semua ibu hamil, terutama
yang memiliki risiko tinggi (riwayat preeklampsia di
kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi kronik,
penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan ganda)

Dosis
1,5-2 g/ hari

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Medikamentosa Kehamilan: Aspirin
Pemberian 75 mg aspirin tiap hari dianjurkan
untuk pencegahan preeklampsia bagi ibu
dengan risiko tinggi, dimulai dari usia
kehamilan 20 minggu

Aspirin juga digunakan pada ibu dengan hasil


pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanya pengentalan darah selama kehamilan

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Medikamentosa Kehamilan: TT
Didahului dengan skrining untuk mengetahui jumlah dosis dan status) imunisasi TT
yang telah diperoleh selama hidupnya

Pemberian tidak ada interval maks, hanya terdapat interval min antar dosis TT

Jika ibu belum pernah imunisasi atau status imunisasinya tidak diketahui, berikan
dosis vaksin (0,5 ml IM di lengan atas) sesuai tabel berikut

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Medikamentosa Kehamilan: TT
Dosis booster mungkin diperlukan pada ibu yang sudah
pernah diimunisasi. Pemberian dosis booster 0,5 ml IM
disesuaikan dengan jumlah vaksinasi yang pernah
diterima sebelumnya seperti pada tabel berikut:

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


81. UKURAN ASOSIASI DALAM PENELITIAN

Digunakan pada studi analitik (cross


sectional, case control, kohort, studi
eksperimental).

Untuk mengukur kekuatan hubungan sebab-


akibat antara variabel paparan dengan
variabel outcome.

Menunjukkan bagaimana suatu kelompok


lebih rentan mengalami sakit dibanding
kelompok lainnya.
Ukuran Asosiasi yang Sering Digunakan

Relative risk (RR) ukuran asosiasi dari studi kohort


Odds ratio (OR) ukuran asosiasi dari studi case
control
Prevalence ratio (PR) & prevalence odds ratio (POR)
ukuran asosiasi dari studi cross sectional
Tabel 2x2
Cara yang paling umum dan sederhana untuk
menghitung ukuran asosiasi.

Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Relative risk (RR):


insidens penyakit pada kelompok yang terpapar (a/(a+b))
dibandingkan dengan insidens penyakit pada kelompok yang tidak
terpapar (c/(c+d))

Rumus RR: a/(a+b)


c/(c+d)
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Odds ratio (OR):


Odds penyakit pada kelompok terpapar (a/b) dibandingkan dengan
odds penyakit pada kelompok tidak terpapar (c/d)

Rumus OR: a/b = ad


c/d bc
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d

Rumus prevalence ratio (PR) sama dengan rumus RR, yaitu:


PR: a/(a+b)
c/(c+d)

Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR
RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan
dengan outcome.

RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi


paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit) paparan
yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit.

RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat


protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan,
semakin rendah risiko mengalami penyakit) paparan yang diteliti
merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.
82. Tabel Uji Hipotesis
TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova


Kruskal Wallis**
Kategorik (berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova (tdk
Friedman**
berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
Langkah Menentukan Uji Statistik
Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


Korelasi Pearson vs Regresi Linier
Penelitian yang meneliti hubungan antara dua
variabel, di mana kedua variabel bersifat
numerik, dapat menggunakan korelasi Pearson
dan regresi linier.

Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui


arah dan kekuatan hubungan antara kedua
variabel. Sedangkan regresi linier digunakan
untuk memprediksi nilai variabel dependen
melalui variabel independen (dinyatakan dalam
persamaan Y = a + bX).
Korelasi Pearson vs Regresi Linier
Contohnya penelitian ingin mengetahui
hubungan berat badan dan tekanan darah.
Hasil uji korelasi Pearson didapatkan r =+0,8, artinya
terdapat hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat
badan, semakin tinggi pula tekanan darah. Sebaliknya,
bila didapatkan nilai r=-(0,8), artinya terdapat
hubungan kuat bahwa semakin tinggi berat badan,
semakin rendah tekanan darah.
Bila menggunakan regresi linier, akan didapatkan
persamaan untuk memprediksi nilai tekanan darah
melalui berat badan. Misalnya tekanan darah sistolik =
20 + (2 x berat badan).
83. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Populasi: sekumpulan unsur atau elemen yang


menjadi obyek penelitian sesuai dengan
permasalahan yang ingin diteliti.
Contoh populasi: seluruh penduduk DKI Jakarta,
seluruh pasien PJK di Rumah Sakit, semua balita di
kecamatan X.

Sampel: Bagian yang diambil dari populasi


dengan teknik sampling tertentu namun dapat
mewakili keseluruhan populasi.
84. MONITORING & EVALUASI
PROGRAM KESMAS (LOGIC MODEL)
Inputs Activities Outputs Outcomes/impacts

what is produced the changes or


what resources go what activities the
through those benefits that result
into a program program undertakes
activities from the program

e.g. increased skills/


e.g. number of knowledge/
e.g. development of
e.g. money, staff, booklets produced, confidence, leading in
materials, training
equipment workshops held, longer-term to
programs
people trained promotion, new job,
etc.

Outcome vs impact
Indikator outcome dan impact sering kali disamakan atau dijadikan sebagai satu
kesatuan. Namun pada umumnya indikator outcome lebih menilai luaran jangka
pendek dan untuk wilayah setempat, sedangkan indikator impact lebih menilai
luaran jangka panjang dan dampak untuk wilayah yang lebih luas. Outcome
bersifat dinamis (lebih mudah berubah dibandingkan impact).
85. UKURAN FREKUENSI PENYAKIT

Insidens: merefleksikan jumlah kasus baru (insiden)


yang berkembang dalam suatu periode waktu di
antara populasi yang berisiko.

Prevalens: merefleksikan jumlah seluruh kasus


(kasus lama+kasus baru) dalam suatu periode
waktu di antara populasi yang berisiko.

Attack rate: sama dengan insidens, namun istilah


ini digunakan dalam kondisi epidemi atau KLB.
Ukuran-ukuran frekuensi yang digunakan
6/6/2016 616
dalam epidemiologi
Rumus
Insidens = jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko x100%

Prevalens= jumlah seluruh kasus/jml populasi berisikox100%

Attack rate= jumlah kasus baru/jumlah populasi berisiko


x100%

Catatan: jumlah populasi berisiko tidak sama dengan jumlah


seluruh populasi. Misalnya, jumlah seluruh populasi adalah
500 orang, 400 orang di antaranya sudah diimunisasi campak.
Maka bila menghitung insidens/prevalens campak, yang
menjadi penyebut adalah sejumlah 100 orang.
Insidens Neuropati
Neuropati (+) Neuropati (-)
Pemeriksaan 30 680
intensif
Pemeriksaan 70 660
standar
Insidens = jumlah kasus baru/ total populasi berisiko

Maka
Insidens kasus neuropati dari pemeriksaan standar adalah 70/730.
Atau
Insidens kasus neuropati dari pemeriksaan standar per 1440 orang
yang diperiksa adalah 70/730 x 1440
86. ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)/
MATERNAL MORTALITY RATE (MMR)
DEFINISI
Banyaknya kematian perempuan pada saat
hamil atau selama 42 hari sejak terminasi
kehamilan tanpa memandang lama dan
tempat persalinan, yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, dan
bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000
kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu
Misalnya:
Angka Kematian Ibu atau Maternal Mortality
Ratio (MMR) di Indonesia untuk periode tahun
1998 - 2002, adalah sebesar 307.
Artinya terdapat 307 kematian ibu yang
disebabkan karena kehamilan, persalinan
sampai 42 hari setelah melahirkan pada
periode tersebut per 100.000 kelahiran hidup.
Pengukuran Mortalitas
Ukuran Definisi
Crude death rate/ angka angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama
kematian kasar satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

Case fatality rate persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu,
untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut.
Rumus: jumlah kematian/jumlah seluruh kasus x 100%.

Angka kematian ibu jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas
(sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup.
Rumus: jumlah kematian ibu/jumlah kelahiran hidup x 100.000

Angka kematian bayi jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran
hidup. Rumus: jumlah kematian bayi/jumlah kelahiran hidup x
1000
87. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian
hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
Desain Penelitian
Desain
studi

Analitik Deskriptif

Case report

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial


2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.

Cohort study
Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional

PAST PRESENT FUTURE


Time
Assess exposure
Cross - sectional study and outcome

Assess Known
Case - control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.

Bila menggunakan desain case control, dimulai dengan


peneliti menentukan subyek anak 1-3 tahun yang
pernah mengalami diare dengan yang tidak pernah
mengalami diare. Kemudian ibu diwawancara apakah
sebelumnya memberi ASI eksklusif atau tidak.
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
Bila menggunakan desain kohort (prospektif), maka dimulai
dengan peneliti mengumpulkan subyek penelitian berusia 6
bulan yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian, subyek tersebut diamati selama 1
tahun untuk dilihat apakah mengalami diare atau tidak.

Bila menggunakan desain kohort (retrospektif), dari catatan


rekam medis RS tahun 2015 dimulai dengan dikumpulkan
data bayi yang diberi ASI eksklusif dan yang tidak diberi ASI
eksklusif. Kemudian rekam medis ditelusuri, dari tahun
2015-2016 apakah subyek pernah mengalami diare atau
tidak.
88. EMPATI DALAM HUBUNGAN DOKTER-
PASIEN
Empati upaya dan kemampuan untuk mengerti,
menghayati dan menempatkan diri seseorang di
tempat orang lain sesuai dengan identitas, pikiran,
perasaan, keinginan, perilaku, tanpa mencampur-
baurkan nilai.

Menunjukkan empati tidak hanya lewat komunikasi


verbal, namun juga dapat ditampilkan dalam non
verbal (seperti: genggaman tangan, mimik muka
simpatik, dsb).

Seorang dokter harus mampu mendengar aktif dengan


tujuan untuk mengetahui pemikiran, perasaan, dan
keinginan yang ingin disampaikan oleh pasien.
Kemampuan Empati Dokter
Kemampuan kognitif seorang dokter dalam
mengerti kebutuhan pasien (a physician cognitive
capacity to understand patients needs),
Menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter
terhadap perasaan pasien (an affective sensitivity
to patients feelings),
Kemampuan perilaku dokter dalam
memperlihatkan/menyampaikan empatinya
kepada pasien (a behavioral ability to convey
empathy to patient).
Emphatic Communication in Physician-Patient Encounter (2002)
89. TANGGUNG JAWAB DOKTER PADA
KASUS KEGAWATDARURATAN

KODEKI 2012
Informed Consent pada Kasus
Kegawatdaruratan
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik,
pengaturan mengenai informed consent pada kegawatdaruratan lebih
tegas dan lugas. Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 pasal 4 ayat (1)
dijelaskan bahwa Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa
pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan
tindakan kedokteran.

Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan


perundang-undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin
tersebut terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk
melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang
dalam keadaan gawat darurat. Dengan demikian seorang pasien dilarang
menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang
dialaminya.

Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah:
Kesukarelaan pihak penolong.
Itikad baik pihak penolong.
90. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
Pengertian berbuat baik diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), Tidak ada pertimbangan lain selain
Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
91. ADVERSE EVENT
(KEJADIAN YANG TIDAK DIHARAPKAN/ KTD)

Near miss
Preventable
Error

Adverse event Acceptable


risk

Unforseeable
Unpreventable
risk

Complication
of disease
Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD)
Near miss: Tindakan yg dapat mencederai pasien, tetapi tidak
mengakibatkan cedera karena faktor kebetulan, pencegahan atau
mitigasi. Contoh: perawat akan memberikan obat yang salah
kepada pasien. Tetapi sebelum obat diminum pasien, perawat
tersebut menyadarinya.

Error: Tindakan yang mencederai pasien dan sebenarnya dapat


dicegah. Contoh: salah memberikan obat kepada pasien.

Acceptable risk: Kejadian tidak diharapkan yang merupakan risiko


yang harus diterima dari pengobatan yang tidak dapat dihindari.
Contoh: Pasien Ca mammae muntah-muntah pasca kemoterapi.
Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD)
Unforseeable risk: Kejadian tidak diharapkan yang tidak dapat
diduga sebelumnya. Contoh: Terjadi Steven Johnson
Syndrome pasca pasien minum paracetamol, tanpa ada
riwayat alergi obat sebelumnya.

Complication of disease: Kejadian tidak diharapkan yang


merupakan bagian dari perjalanan penyakit atau komplikasi
penyakit. Contoh: Pasien luka bakar dalam perawatan
mengalami sepsis.

Kejadian sentinel: adverse event yang berakibat fatal


(kecacatan atau kematian). Contoh: salah pengaturan
tetesan cairan infus yang menyebabkan pasien edema paru.
Malpraktik/ Kelalaian Medis
Malpraktek adalah kesalahan dalam
menjalankan profesi sebagai dokter, dokter
gigi, dokter hewan. Malpraktek adalah akibat
dari sikap tidak peduli, kelalaian, atau kurang
keterampilan, kurang hati-hati dalam
melaksanakan tugas profesi, berupa
pelanggaran yang disengaja, pelanggaran
hukum atau pelanggaran etika.
UNSUR YANG HARUS DIPENUHI
DALAM MALPRAKTIK
Kewajiban (duty): pada saat terjadinya cedera terkait dengan
kewajibannya yaitu kewajiban mempergunakan segala ilmu dan
kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar
profesi.

Breach of the duty (Tidak melasanakan kewajiban): pelanggaran


terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari
apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.

Proximate caused (sebab-akibat): pelanggaran terhadap


kewajibannya menyebabkan atau terkait dengan cedera yang
dialami klien.

Injury (Cedera) : sesorang mengalami cedera atau kerusakan yang


dapat dituntut secara hukum
92. INFORMED CONSENT
Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan


Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada
pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Unsur dalam Informed Consent
Informed Consent memiliki 2 unsur :
Informed informasi yang harus
diberikan (dokter)
Consent persetujuan (pasien)
persetujuan yang diberikan pasien kepada
dokter setelah diberi penjelasan
Tujuan Informed Consent
Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan
secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang
dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur
medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko

( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )


Manfaat Informed Consent
Melindungi dokter dan pasien
Melindungi martabat manusia
Pasien tidak dimanipulasi
Suasana saling percaya
Membantu kelancaran pemeriksaan sampai
pengobatan

Kuliah Informed Consent, Dedy Afandi, UnRi, 2013


Informed Consent Tertulis atau Lisan?
Dapat berupa persetujuan tertulis atau lisan.
Persetujuan tertulis harus dimintakan dari
pasien/keluarganya jika dokter akan melakukan suatu
tindakan medik invasif yang mempunyai resiko besar
(pasal 3 (1) Permenkes No.585 tahun 1989). Contoh:
tindakan operasi mayor dan minor, endoskopi.

Persetujuan lisan dilakukan untuk tindakan medik


yang tidak invasif dan tidak mengandung resiko besar.
Contoh: pemasangan NGT, pemasangan kateter.
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS
Persetujuan tindakan medis secara praktis
dibagi menjadi 2:
Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun
lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya.
Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien
mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah.

Expressed Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap


consent tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan
persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai
UU No.29 tahun 2004 pasal 45)

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan,


A. Munim Idries, 2013
Jenis Consent Lainnya
JENIS
PENJELASAN
CONSENT
Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis,
Informed consent yang ditandatangani langsung oleh pasien yang
berangkutan.

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua,


suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena
Proxy consent
pasien tidak kompeten untuk memberikan consent
(misalnya pada pasien anak).

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun


diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju
Presumed
dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini
consent
biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau
pada donor organ dari cadaver.
Appelbaum PS. Assessment of patient s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 1834-
1840.
93. EKSHUMASI
Ekshumasi adalah pemeriksaan terhadap
mayat yang sudah dikuburkan dari dalam
kuburannya yang telah disahkan oleh hukum
untuk membantu peradilan.

Permintaan ekshumasi dilakukan oleh:


Kasus tindak pidana biasa: penyidik POLRI
Kasus Pelanggaran HAM: penyelidik Komnas HAM,
penyidik Jaksa Agung
Dasar Hukum Ekshumasi
Pasal 133 ayat 1 KUHAP: Dalam hal penyidik
untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan atau MATI, yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada AHLI KEDOKTERAN
KEHAKIMAN atau dokter atau ahli lainnya

Ekshumasi ~ Visum Et Repertum


Permintaan VeR menurut Ps.133 KUHAP

Wewenang penyidik
Tertulis (resmi)
Terhadap korban, bukan tersangka
Ada dugaan akibat peristiwa pidana
Bila mayat :
Identitas pada label
Jenis pemeriksaan yang diminta
Ditujukan kepada : ahli kedokteran forensik / dokter di
rumah sakit

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


94. KAPAN RAHASIA MEDIS DAPAT
DIBUKA?
Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat
penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal:
untuk kepentingan kesehatan pasien;
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum
dalam rangka penegakan hukum atas perintah
pengadilan;
permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit
medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.

Pasal 10 ayat (2) Permenkes No. 269/2008


Pasal 12 KODEKI
Setiap dokter wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.
Penjelasan Pasal 12 KODEKI
Seorang dokter wajib merahasiakan apa yang dia ketahui tentang pasien
yang ia peroleh dari diri pasien tersebut dari suatu hubungan dokter-
pasien sesuai ketentuan perundang-undangan.

Seorang dokter tidak boleh memberikan pernyataaan tentang diagnosis


dan/atau pengobatan yang terkait diagnosis pasien kepada pihak ketiga
atau kepada masyarakat luas tanpa persetujuan pasien.

Seorang dokter tidak boleh menggunakan rahasia pasiennya untuk


merugikan pasien, keluarga atau kerabat dekatnya dengan membukanya
kepada pihak ketiga atau yang tidak berkaitan.

Dalam hal terdapat dilema moral atau etis akan dibuka atau
dipertahankannya rahasia pasien, setiap dokter wajib berkonsultasi
dengan mitra bestari dan/atau organisasi profesinya terhadap pilihan
keputusan etis yang akan diambilnya.
Penjelasan KODEKI Pasal 12
Setiap dokter wajib hati-hati dan mempertimbangkan
implikasi sosial-ekonomi-budaya dan legal terkait
dengan pembukaan rahasia pasiennya yang
diduga/mengalami gangguan jiwa, penyakit infeksi
menular seksual dan penyakit lain yang menimbulkan
stigmatisasi masyarakat

Setiap dokter pemeriksa kesehatan untuk kepentingan


hukum dan kemasyarakatan wajib menyampaikan hasil
pemeriksaaan kepada pihak berwewenang yang
memintanya secara tertulis sesuai ketentuan perundang-
undangan.
Penjelasan KODEKI Pasal 12
Seorang dokter dapat membuka rahasia medis seorang pasien
untuk kepentingan pengobatan pasien tersebut, perintah undang-
undang, permintaan pengadilan, untuk melindungi keselamatan
dan kehidupan masyarakat setelah berkonsultasi dengan organisasi
profesi, sepengetahuan/ijin pasien dan dalam dugaan perkara
hukum pihak pasien telah secara sukarela menjelaskan sendiri
diagnosis/pengobatan penyakitnya di media
massa/elektronik/internet.
Seorang dokter wajib menyadari bahwa membuka rahasia jabatan
dokter dapat membawa konsekuensi etik, disiplin dan hukum.
95. TANATOLOGI
Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati

Tanda Kematian tidak pasti :


1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit
2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan menggunakan air

Tanda Kematian Pasti


1. Lebam Mayat (Livor mortis)
2. Kaku Mayat (Rigor mortis)
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
4. Pembusukan (decomposition)

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
95. TANATOLOGI FORENSIK
Livor mortis atau lebam mayat
terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya
gravitasi bumi .
Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap
8-12 jam.
Rigor mortis atau kaku mayat
terjadi akibat hilangnya ATP.
Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam
postmortem.
Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah
adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi
dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Penurunan suhu badan
Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan
panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih
dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan
pakaian.
Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan
pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih
cepat.
Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu
lingkungan.
Pembusukan mayat (dekomposisi)
terjadi akibat proses degradasi jaringan karena
autolisis dan kerja bakteri.
Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna
kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar
ke seluruh dinding perut dan berbau busuk
karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-
lain.
Bergantung pada faktor lingkungan RUMUS
CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan
udara:air:tanah = 1:2:8
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
96. OTITIS MEDIA

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Tympanic Membrane Anatomy
96. Otitis Media
Otitis Media Akut
Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
Perjalanan penyakit otitis media akut:
1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
96. Otitis Media
Otitis Media Akut
Th:
Oklusi tuba: dekongestan topikal
(ephedrin HCl) Hyperaemic stage
Presupurasi: AB minimal 7 hari
(ampicylin/amoxcylin/
erythromicin) & analgesik.
Supurasi: AB, miringotomi.
Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB.
Resolusi: jika sekret tidak
berhenti AB dilanjutkan hingga 3
minggu.
Suppuration stage
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
96. OTITIS MEDIA
Otitis media supuratif kronik
Infeksi kronik dengan sekresi persisten/ hilang
timbul (> 2 bulan) melalui membran timpani
yang tidak intak.

Mekanisme perforasi kronik mengakibatkan


infeksi persisten:
Kontaminasi bakteri ke telinga tengah secara
langsung melalui celah
Tidak adanya membran timpani yang intak
menghilangkan efek "gas cushion" yang
normalnya mencegah refluks sekresi nasofaring.

Petunjuk diagnostik:
Otorea rekuren/kronik
Penurunan pendengaran
Perforasi membran timpani

1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
97. Rhinosinusitis
DIAGNOSIS CLINICAL FINDINGS
2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau
hiposmia/anosmia.
Nyeri pipi: sinusitis maksilaris
RINOSINUSITI
Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis
S AKUT
Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis
Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 3 minggu sampai 3 bulan disebut
subakut.
Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari gejala berikut:
SINUSITIS sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan
KRONIK telinga akibat sumbatan tuba, sinobronkitis, pada anak gastroenteritis akibat
mukopus yang tertelan.
Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan oleh tulang
SINUSITIS tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui
DENTOGEN pembuluh darah dan limfe.

Faktor risiko:pemakaian antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan


SINUSITIS radioterapi.Ciri: sinusitis unilateral, sulit sembuh dengan antibiotik, terdapat
JAMUR gambaran kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada membran berwarna putih
keabuan pada irigasi antrum.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Normal sinonasal mucociliary clearance is predicated on (1) ostial patency, (2)
ciliary function, and (3) mucus consistency. Impairment of any of these factors
at the osteomeatal complex may result in mucus stasis, which under the
proper conditions induces bacterial growth.
97. Rhinosinusitis
Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena:
1. common cold;
2. influenza;
3. measles, whooping cough, etc.

Pada 10% kasus infeksi berasal dari gigi:


1. Abses apikal,
2. Cabut gigi.

Organisme penyebab umumnya: Streptococcus


pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis. Pada infeksi gigi, bakteri anaerob dapat
ditemukan.
97. Rhinosinusitis
Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis:
Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya
menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan
yang tampak: perselubungan, air fluid level,
penebalan mukosa.
CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya gold standard. Karena mahal, hanya
dikerjakan untuk penunjang sinusitis kronik yang tidak
membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


97. Rhinosinusitis
98. Sistem Vestibular
Vertigo

Sistem vestibular:
Perifer: kanalis semisirkularis & organ otolitik
(sakula dan utrikula), nervus vestibularis
Sentral: batang otak, serebelum, lobus temporal.
Vertigo
Perbedaan vertigo sentral & perifer

Oscillopsia: sensasi pandangan yang bergerak menjauh & mendekat


(osilasi)
Vertigo
Vertigo of central origin
Condition Details
Migraine Vertigo may precede migraines or occur
concurrently
Vascular disease Ischemia or hemorrhage in vertebrobasilar
syndrome can affect brainstem or cerebellum
function
Multiple sclerosis Demyelination disrupts nerve impulses which can
result in vertigo
Vestibular epilepsy Vertigo resulting from focel epileptic discharges in
the temporal or parietal association cortex
Cerebellopontine tumours Benign tumours in the interal auditory meatus
Vertigo
Acute cerebellar disease:
Vertigo disertai gangguan keseimbangan, postur, berdiri, & berjalan

Infark besar ada gejala batang otak: diplopia, dysarthria, limb


ataxia, dysphagia, & paresis/parestesia.
10% pasien isolated vertigo (tidak ada gejala batang otak lain),
karena infark pada cabang medial dari PICA.

Dua tanda penting vertigo pada infark serebelum:


Tidak bisa berjalan tanpa dibantu (ataxia)
Direction-changing nystagmus
Satu dari 2 tanda di atas ditemukan pada 84% pasien infark
serebelar dengan isolated vertigo.

The clinical differentiation of cerebellar infarction from common vertigo syndromes


Vertigo
Vertigo of peripheral origin
Condition Details
BPPV Brief, position-provoked vertigo episodes caused by abnormal
presence of particles in semisircular canal. Characteristic
nystagmus (latent, rotatory, fatigable) with Dix-Hallpike test.
Menieres disease An excess of endolymph, causing distension of endolymphatic
system (vertigo, tinnitus, sensorineural deafness). Therapy: low
salt diet, diuretic, surgery, transtympanic gentamycin
Vestibular neuronitis Vestibular nerve inflammation, most likely due to virus
Acute labyrinthitis Labyrinth inflammation caused by viral or bacterial infection
Labyinthine infarct Compromises blood flow to labyrinthine
Labyrinthine concussion Damage after head trauma
Perylimph fistula Labyrinth membrane damage resultin in perylimph leakage
into middle ear
BPPV
BPPV disebabkan oleh debris yang berasal dari
utrikulus (nama lama: otolith, nama baru: canalith)
masuk ke kanalis semisirkularis & melekat pada kupula
atau mengambang di dalam endolimf.
Debris di kanalis semisirkularis bergerak karena
gravitasi & mendorong kupula vertigo.
Mayoritas BPPV disebabkan oleh debris di kanalis
semisirkularis posterior (inferior), tetapi juga dapat
masuk ke kanalis semisirkularis horizontal (lateral;
paling jarang terjadi) & superior (anterior; jarang
terjadi)
Pemeriksaan: Dix-Hallpike
Canalith repositioning maneuver
BPPV posterior:
Epley, harus dengan operator
Brandt-Daroff bisa dilakukan sendiri oleh pasien
Semont maneuver/ liberatory maneuver

BPPV Horizontal:
The Gufoni method
Vannuchi-Asprella method
barbecue roll/ log roll method
Tatalaksana:
Epley
maneuver
99. Rinitis
Diagnosis Clinical Findings
Rinitis alergi Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Rinitis vasomotor Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:
asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Rinitis atrofi / Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa
ozaena pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media &
inferior, sekret & krusta hijau.
Rinitis Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor
medikamentosa topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang
berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Rinitis Vasomotor
Keadaan idiopatik, tanpa ada infeksi, alergi, perubahan hormon,
dan pajanan obat.
Dicetuskan oleh rangsang non-spesifik asap, bau, alkohol, suhu,
makanan, kelembaban, kelelahan, emosi/stres
Gejala dan tanda:
Hidung tersumbat, bergantian ka dan ki tergantung posisi.
Rinore: sekret mukoid atau serosa
Konka edem, warna merah gelap
Tes alergi (-)
Tatalaksana:
1. Hindari stimulus
2. Simtomatis (dekongestan, cuci hidung, kauterisasi konka,
kortikosteroid, antikolinergik topikal)
3. Operasi (bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi)
4. Neurektomi n.vidianus bila cara lain tidak berhasil

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


100. Epistaksis
Penatalaksanaan
Perbaiki keadaan umum
Nadi, napas, tekanan darah

Hentikan perdarahan
Bersihkan hidung dari darah & bekuan
Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi


Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah,
kelainan kongenital
Epistaksis
Epistaksis anterior:
Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis
anterior
Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
Jika sumber perdarahan terlihat kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Epistaksis
Epistaksis Posterior
Perdarahan berasal
dari a. ethmoidalis
posterior atau a.
sphenopalatina, sering
sulit dihentikan.
Terjadi pada pasien
dengan hipertensi
atau arteriosklerosis.
Terapi: tampon
bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

You might also like