Professional Documents
Culture Documents
1. Geologi
Informasi geologi dari lokasi penelitian dibagi atas dua, yaitu geologi regional dan
geologi lokal, yaitu sebagai berikut :
1.1 Geologi Regional
Lokasi penelitian secara geologi terletak pada perbatasan wilayah depresi Kendeng
bagian Timur dan Randublatung tepatnya pada antiklin Kedungwaru. Pada zona Kendeng
sendiri terdapat tujuh jajaran antiklin lain berarah Barat-Timur berumur Plio-Pleistosen yang
terus bergerak seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Huruf-huruf Romawi: I. antiklin Jombang, II. Antiklin Nunung Ngoro, III. Antiklin
Ngelom-Watudakon, IV. Antiklin Pucangan, V. Antiklin Kambangan-Kedungwaru, VI. Antiklin
Guyangan-Sepanjang, VII. Anntiklin Ngimbang-Wonokromo. Angka-angka : 1. Jombang, 2. Munung,
3. Ngoro, 4.Ngelom, 5. Watudakon, 6. Gunung Pucangan, 7. Kambangan, 8. Kedungwaru,
9.Guyangan, 10. Sepanjang,11.Ngimbang, 12.Wonokromo (dari Nash, 1931; Daldjoeni, 1992).
Zona Kendeng adalah jalur antiklinorium yang terletak di antara NE Java hinge belt
dan jalur Java central trough (de Genevraye dan Samuel, 1972). Dari barat ke timur, zona ini
mulai dari Gunung Ungaran di sebelah selatan Semarang sampai sungai Brantas, tertutup di
bawah aluvium delta Brantas sampai perbatasan dengan Selat Madura, meliputi panjang 250
km dan lebar 20 km, seluas 4800 km2. Dari utara ke selatan, zona Kendeng terletak di antara
dua elemen struktur tinggian zone Rembang di sebelah utara, dan Central depression yang
sangat dalam di sebelah selatan, yang merupakan bagian dari axial Java trough. Central
depression dibatasi ke selatan oleh jalur volkanik yang terangkat dan tersesarkan (axial ridge
of Java) seperti pada gambar 2.
Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio Plistosen),
deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep tektonik lempeng yang
diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utara selatan dengan tipe formasi berupa
ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blok
blok dasar cekungan Zona Kendeng. Intensitas gaya kompresi semakin besar ke arah bagian
barat Zona Kendeng yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan dan sesar naik dimana
banyak zona sesar naik juga merupakan kontak antara formasi atau anggota formasi.
Deformasi Plio Plistosen dapat dibagi menjadi tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama
berupa perlipatan yang mengakibatkan terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah
umum barat timur dan menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran
yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran akibat telah
berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena batuan telah melampaui batas
kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut secara umum merupakan sesar naik bahkan ada
yang merupakan sesar sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok blok dasar cekungan
Zona Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar sesar geser berarah relatif utara
selatan.
Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat
danmengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Deformasi ini masih
berlangsung
hingga saat ini dengan intensitas yang relatif kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen
termuda di Zona Kendeng yaitu Endapan Undak. Adapun formasi batuan yang mendominasi
pada daerah Wringinanom adalah sebagai berikut :
1. Formasi Pucangan
Formasi Pucangan ini mempunyai penyebaran yang cukup luas. Di Kendeng bagian
barat satuan ini tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Di Mandala Kendeng yaitu daerah
Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung hitam.
Fasies vulkaniknya berkembang sebagai endapan lahar yang menumpang diatas formasi
Kalibeng. Fasies lempung hitamnya berkembang dari fasies laut, air payau hingga air tawar.
Di bagian bawah dari lempung hitam ini sering dijumpai adanya fosil diatomae dengan
sisipan lapisan tipis yang mengandung foraminifera bentonik penciri laut dangkal. Semakin
ke atas akan menunjukkan kondisi pengendapan air tawar yang dicirikan dengan adanya fosil
moluska penciri air tawar.
2. Formasi Lidah
Formasi ini terdiri atas batulempung kebiruan, napal berlapis dengan sisipan batupasir
dengan lensa-lensa coquina. Dahulu Trooster (1937) menyebutnya sebagai Mergetton, yang
terbagi menjadi dua bagian, yaitu Tambakromo dan TuriDomas. Harsono (1983) kemudian
meresmikan satuan ini menjadi berstatus formasi, yaitu Formasi Lidah. Bagian terbawah dari
formasi ini diduga merupakan endapan neritik tengah hingga neritik luar, yang tercirikan oleh
banyaknya fauna plangtonik tetapi masih mengandung foraminifera bentonik yang
mencirikan
air relatif dangkal seperti pseudorotalia sp. dan Asterorotalia sp. Ke arah atas, terjadi urutan
yang mendangkal ke atas (shallowing upward sequence), yang dicirikan oleh lapisan-lapisan
yang kaya akan moluska.