You are on page 1of 6

Antosianin: Aktivitas antioksidan dan/atau antiinflamasi

Abstrak
Antosianin adalah polifenol dengan aktifitas antioksidan yang kemungkinan
memiliki tanggung jawab terhadap beberapa aktivitas biologis seperti pencegahan
atau penurunan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, artritis dan kanker.
Meskipun memiliki sifat seperti demikian, stabilitas dan bioaviabilitas antosianin
tergantung pada struktur kimianya. Dalam tulisan ini, terdapat tinjauan singkat
mengenai struktur kimia, bioavaibilitas dan aktivitas antioksidan/antiinflamasi
dari antosianin
Kata kunci: Antosianin, kimia, stabilitas, bioavaibilitas, penghambat anti oksidan

Pendahuluan
Antosianin secara umum disepakati sebagai kelompok pigmen larut air terbesar
dan terpenting di alam. (Harborne, 1998). Antosianin bertanggung jawab sebagai
pewarna biru, ungu, merah dan oranye pada berbagai buah dan sayur. Kata
antosianin berasal dari dua kata dalam bahasa yunani: anthos, yang berarti bunga
dan kyanos, yang berarti biru tua (Horbowixz dkk, 2008). Sumber terbanyak dari
antosianin adalah blueberry, cherry, raspberry, strawberry, black currant, anggur
ungu dan wine merah (Mazza, 2007). Antosianin tergolong dalam kelompok
senyawa flavonoid, tapi mereka dibedakan dari flavonoid lain karena
kemampuannya untuk membentuk kation flavylium (Gambar 1) (Mazza, 2007)

Gambar 1. Kation Flavylium

Antosianin terbentuk terutama saat glikosida dari masing-masing aglikon komofor


antosianidin dengan gugus gula umumnya berikatan pada posisi-3 pada cincin-C
atau posisi-5 pada cincin-A (Prior dan Wu, 2006). Terdapat sekitar 17 antosianin
ditemukan di alam, akan tetapi hanya enam (cyanidin, delphinidin, petunidin,
peonidin, pelargonidin dan malvidin, dimana cyanidin adalah yang paling umum)
(Gambar 2) yang tersebar dimana-mana dan memiliki peranan penting dalam diet
manusia (Harborne, 1998; Jaganath dan Crozier, 2010). Menurut tinjauan terbaru
tentang fungsi antosianin dalam pencegahan kanker, asupan harian antosianin
pada diet orang Amerika Serikat diestimasikan antara 180 dan 215 mg, dimana
jumlah ini secara signifikan lebih tinggi dibandingkan asupan dari flavonoid yang
berhubungan dengan makanan lain seperti genistein, quercetin dan apigenin, yang
berkisar hanya 20-25 mg/hari (Wang dan Stoner, 2008)

Gambar 2. Struktur dari antosianin yang utama (disadur dari Jing, 2006)

Diversitas dari antosianin ditentukan oleh jumlah dan posisi dari kelompok
hidroksil dan metoksil pada rangka dasar antosianidin; identitas, jumlah dan posisi
gula yang terikat; dan tingkat asilasi gula dan identitas agen asilasi (Prior dan Wu,
2006; Jaganath dan Crozier, 2010). Intensitas dan tipe dari warna antosianin
dipengaruhi oleh jumlah dari kelompok hidroksil dan metoksil: apabila kelompok
hidroksil lebih menonjol, warnanya akan menjadi kebiruan; apabila kelompok
metoksil mendominasi, maka warna kemerahan lebih menonjol (Heredia dkk,
1998; Deldado-Vargas dan Paredes-Lopez, 2003; Horbowicz dkk, 2008).

Berdasarkan dari pH perantaranya, antosianin dapat mengalami perubahan dari


sangat merah atau oranye di bawah kondisi asam (pH<2) akibat adanya delapan
ikatan rangkap terkonjugasi yang membawa muatan positif (Horboqicz dkk,
2008). Pada nilai pH antara 2 dan 4, spesies biru kuinon mendominasi.

Pada nilai pH antara 5 dan 6 hanya dua spesies yang tidak memiliki warna dapat
ditemukan (masing masing carbinol pseudobase dan chalcone) (Gambar 3). Pada
nilai pH diatas 7, antosianin terdegradasi berdasarkan kelompok substituennya
(Castaneda-Ovando dkk, 2009). Stabilitas warna kemudian menurun menjadi
netral, akan tetapi beberapa antosianin menunjukkan peningkatan stabilitas yang
memiliki puncak pada nilai tertinggi antara 8-9. Contohnya mencakup 3-
glukosida dari malvidin, peonidin dan pelargonidin yang menunjukkan
kebanyakan warna kebiruannya pada interval dari nilai pH ini. Adanya kelompok
hidroksil dan absennya ortho-dihidroksilasi pada cincin-B tampaknya menyokong
warna biru ini pada wilayah basa, menurut hasil dari beberapa peneliti (Cabrita,
dkk, 2999). Stabilitas antosianin dipengaruhi oleh cincin B substituennya dan
adanya hidroksil tambahan atau kelompok metoksil menurunkan stabilitas aglikon
pada medium netral; oleh karena itu, pelargonidin adalah antosianin yang paling
stabil. Sebaliknya, aglikon, monoglikosida dan kebanyakan derivat diglikosida
lebih stabil pada kondisi dengan pH netral. Hal ini dapat dijelaskan oleh gugus
gula yang menghindari terjadinya degradasi dari intermediet stabil menjadi asam
fenolik dan senyawa aldehida (Castaneda-Ovando dkk, 2009)

Secara umum, glikosida dari antosianidin adalah 3-monoglicoside dan 3,5-


diglicoside. Gula yang paling umum pada glikosida antosianidin adalah glukosa,
namun rhamnose, xylose, galactosa, arabinosa dan rutinosa (6-O-L-rhamnosyl-
D-glucose) (gambar 4) juga dapat terbentuk (Harbowicz dkk, 2008). Meskipun
sangat jarang, glikosilasi pada posisi 3, 4 atau 5 dari cincin B juga mungkin
terjadi (Wu dan Prior, 2005). Gugus gula mungkin terasilasi oleh asam aromatik,
terutama hydroxycinnamic acid (caffeic, ferulic, p-coumaric atau sinapic acid)
(Gambar 5) dan kadang kadang oleh asam alifatik, yaitu succinic, malic, malonic,
oxalic dan acetic acid (Gambar 6). Gugus asil pada umumnya berhubungan
dengan gula pada C-3 (Jing, 2006; Pereira dkk, 2009).

Gambar 3. Bentukan struktur dominan dari antosianin terdapat pada tingkat pH


yang berbeda (R1=H atau glikosida; R2 dan R3=H atau kelompok metil (disadur
dari Cataneda-Ovando dkk, 2009)

Gambar 4. Kelompok unit glikosil paling umum dari antosianin

Gambar 5. Asam hidroksisinamik yang umum terasilasi dengan gugus gula


antosianin

Gambar 6. Asam alifatik umum terasilasi dengan gugus gula antosianin.

Makanan yang kaya akan antosianin menjadi semakin populer. Studi epidemiologi
menunjukkan bahwa konsumsi dari antosianin menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular, diabetes, artritis dan kanker, yang disebabkan oleh efek
antioksidan dan antiinflamasinya (Rechner dan Kroner, 2005; Wang dan Stoner,
2008). Ketajaman penglihatan juga meningkat secara nyata dengan pemberian
antosianin karena pigmen ini meningkatkan ketajaman penglihatan saat malam
hari atau ketajaman penglihatan secara keseluruhan (Lila, 2004).

Akan tetapi, untuk mendapatkan suatu efek pada jaringan spesifik, senyawa
bioaktif ini harus memiliki sifat bioavailable, yang berarti secara efektif
diabsrobsi dari usus menuju sirkulasi dan diantarkan sesuai target lokasi yang
dituju (McDougall dkk, 2005). Pemberian buah buahan yang kaya akan antosianin
secara oral, ekstrak atau senyawa murni terlah terbukti dalam pencegahan atau
menurunkan keadaan penyakit (Ramirez-Tortosa, 2001; Tsuda dkk, 2003;
McDougall dkk, 2005). Kebanyakan aktivitas dari antosianin yang dilaporkan
berkaitan dengan aktivitas antioksidan dan atau metabolitnya. Namun, beberapa
studi menunjukkan bahwa konsentrasi antosianin yang terlalu rendah terbukti
kurang baik dapat berkontribusi secara in vivo dalam mematikan spesies oksigen
reaktif (ROS) akan tetapi dapat secara adekuat mempengaruhi transduksi sinyal
dan transduksi sinyal gen dan jalur ekspresi gen (Milbury dkk, 2010). Beberapa
topik mengenai biodisponibilitas dan aktivitas antioksidan serta transduksi sinyal
dari antosianin dijabarkan pada tinjauan ini.

Bioavaibilitas dari antosianin


Terdapat banyak studi in vitro mengenai aktivitas antioksidan antosianin; namun
setelah terjadi proses ingesti makanan yang memiliki pigmen ini, pigmen ini
dimetabolisme pada organisme yang memungkinkan adanya perubahan dari
aktivitas. Jarang terdapat informasi mengenai absorpsi, metabolisme, distribusi
kepada jaringan dan organ dan eskresi antosianin pada subjek manusia karena
sifat studi yang kompleks, mahal dan lama, dan kadang kadang memiliki hasil
yang berlawanan (Kay dkk, 2004; McDougall dkk, 2005).

Eksperimen in vivo menggunakan tikus menunjukkan bahwa malvidin-3-


glucoside terdapat pada plasma portal dan sistemik setelah hanya 6 menit dan
pada waktu ini sepertinya keadaan stabil telah tercapai. Temuan ini menunjukkan
pada penulis bahwa antosianin mungkin memiliki sifat permeabel pada mukosa
gaster (Passamonti dkk, 2003). Studi lain menunjukkan bahwa glikosida
antosianin secara cepat dan efisien diabsorpsi dari usus kecil tikus yang
memudian dimetabolisme secara cepat dan diekskresikan ke empedu dan urin
sebagai glikosida utuh serta bentuk metilat dan derivat glucoronidate (Talavera
dkk, 2004). Studi lain juga menunjukkan bahwa subjek manusia memiliki
kapasitas untuk memetabolisme cyanidin-3-glycoside pada konjugat
glucurocidenya masing-masing, serta derivat methylate dan oksidasi dari
cyanidin-3-galactoside dan cyanidin glucuronide (Kay dkk, 2004) dan antosianin
pada strawberry berbentuk glucuro- dan sulfo-conjugated pada manusia dan
metabolit utama dari antosianin strawberry dalam urin manusia adalah
monoglucuronide dari pelargonidin (Felgines dkk, 2003). Pada studi lain,
penulisnya menyimpulkan pentingnya struktur aglikon pada metabolisme
antosianin, karena pada eksperimen menggunakan tikus, penulis menemukan
bahwa pelargonidin-3-glucoside secara cepat diabsorbsi dari lambung dan usus
halus, sama seperti cyanidin-3-glucoside. Namun, pelargonidin-3-glucoside
mengalami proses glucuronidated secara lebih luas dibandingkan cyanidin-3-
glucoside (Felgines dkk,2007)

Akan tetapi, terdapat penulis lain yang pada eksperimennya menemukan bahwa
antosianin raspberry pada tikus diabsorbsi secara buruk, dan sebagian besar hasil
absorbsi melewati usus halus menuju usus besar dimana akan terjadi proses
degradasi oleh bakteri kolon (Borges dkk, 2007). Penulis ini juga menekankan
tidak adanya kajian mengenai baik metabolisme atau absorbsi dari pseudobase
atau quinodal base dari antosianin pada traktus gastrointestinal karena tidak
terdapatnya prosedur analitik yang memadai. Menurut penulis yang sama,
kemungkinan setelah antosianin meninggalkan lambung, carbinol pseudobase
tanpa warnanya menjadi bentuk utama, pada usus halus dimana mengalami
penyerapan yang sangat terbatas. Karena itu, jumlah besar yang menuju usus
besar dimana terjadi degradasi menjadi bentuk yang tidak dapat ditentukan, terjadi
akibat kerja dari bakteri kolon. Selanjutnya, penulis sama yang melakukan studi
mengenai bioavaibilitas dari antosianin raspberry pada subjek manusia juga
menemukan adanya antosianin pada cairan ileum yang mengindikasikan
meskipun terdapat pengaruh pH pada stabilitas antosianin pada usus halus, pada
subjek dengan kolon yang utuh, jumlah yang banyak melewati usus kecil menuju
usus besar tanpa mengalami proses biotransformasi (Gonzalez-Barrio dkk, 2010).
Microbiota yang ditemukan pada area traktus gastrointestinal ini dapat
memetabolisme antosianin menjadi senyawa fenolik. Faktanya, Aura (2005) telah
mendeteksi pembentukan dari protocatechuic acid (3,4-dihydroxybenzoic acid)
sebagai metabolit utama setelah bioonversi dari cyanidin-3-rutinoside oleh
mikrobiota feses manusia secara in vitro.

You might also like