Professional Documents
Culture Documents
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
a. Tujuan umum
1. Dapat melakukan pengukuran antropometri dengan tepat pada anak.
2. Dapat menilai status gizi anak berdasarkan standar yang digunakan.
b. Tujuan khusus
1. Dapat melakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) pada anak.
2. Dapat menilai status gizi pada anak.
D. Manfaat
a. Agar mahasiswa dapat melakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) pada anak.
b. Agar mahasiswa dapat menentukan status gizi anak.
c. Agar mahasiswa bisa menentukan status pertumbuhan anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Antropometri
Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos artinya tubuh dan metros
artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum
sekali. Pengertian dari sudut pandang gizi, telah banyak diungkapkan oleh para ahli Jelliffe (1966)
mengungkapkan bahwa ; Nutritional antropometry is measurement of the variations of the physical
dimensions and the gross composition of the human body at different age levels and degree of
nutrition. Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan pengertian bahwa antropometri gizi adalah
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk
mengukur status gizi dari berbagai ketidak seimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan
ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan
jumlah air dalam tubuh. (Nyoman, 2002)
Dewasa ini, di masyarakat sangat lazim digunakan metode antropometri untuk menentukan
status gizi, baik pada dewasa maupun anak anak. Selain untuk tujuan tesebut, antropometri
digunakan untuk kegiatan penapisan status gizi masyarakat. Sedangkan dari sudut pandang gizi,
antropometri berarti pengukuran dari ukuran dan komposisi tubuh pada berbagai level usia dan
variasi keadaan gizi.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa fokus utama pengukuran antropometri meliputi pengukuran
dimensi tubuh seperti berat badan, tinggi badan atau panjang badan, lingkar lengan atas dan
komposisi tubuh meliputi lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (fat-free mass) dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara
lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.
Keunggulan antropometri gizi sebagai berikut :
a. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar.
b. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam
waktu singkat dapat melakukan pengukuran antropometri. Kader gizi (Posyandu) tidak perlu seorang
ahli, tetapi dengan pelatihan singkat ia dapat melaksanakan kegiatannya secara rutin.
c. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah setempat. Memang
ada alat antropometri yang mahal dan harus diimpor dari luar negeri, tetapi penggunaan alat itu
hanya tertentu saja seperti "Skin Fold Caliper" untuk mengukur tebal lemak di bawah kulit.
d. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.
e. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
f. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk, karena sudah ada
ambang batas yang jelas.
g. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
h. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.
Di samping keunggulan metode penentuan status gizi secara antropometri, terdapat pula
beberapa kelemahan :
a. Tidak sensitifnya metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Di samping itu
tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe.
b. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan
spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas
pengukuran antropometri gizi.
d. Kesalahan ini terjadi karena:
1. pengukuran.
2. perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan.
3. analisis dan asumsi yang keliru.
e. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
1. latihan petugas yang tidak cukup.
2. kesalahan alat atau alat tidak ditera.
3. kesulitan pengukuran. (Nyoman, 2002)
Jenis Parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: Umur, berat badan,
tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di
bawah kulit.
a. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan
menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan
yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh
(Completed Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed Month).
Contoh: Tahun usia penuh (Completed Year)
Umur : 7 tahun 2 bulan, dihitung 7 tahun 6 tahun 11 bulan, dihitung 6 tahun
Contoh: Bulan Usia penuh (Completed Month)
Umur : 4 bulan 5 hari, dihitung 4 bulan 3 bulan 27 hari, dihitung 3 bulan
b. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan
pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR.
Dikatakan BBLR apabila berat bayi lahir di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa bayi-
balita, berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi,
kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Di samping itu
pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Berat
badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak
tubuh cenderung meningkat, dan protein otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi
penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot,
khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi.
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan di lapangan
sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:
1. Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain.
2. Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
3. Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg.
4. Skalanya mudah dibaca.
5. Cukup aman untuk menimbang anak balita.
Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan dianjurkan untuk digunakan
dalam penimbangan anak balita adalah dacin.
Penggunaan dacin mempunyai beberapa keuntungan antara lain:
1. Dacin sudah dikenal umutn sampai di pelosok pedesaan.
2. Dibuat di Indonesia, bukan impor, dan mudah didapat.
3. Ketelitian dan ketepatan cukup baik.
Dacin yang digunakan sebaiknya minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. Bila digunakan dacin
berkapasitas 50 kg dapat juga, tetapi hasilnya agak kasar, karena angka ketelitiannya 0,25 kg.
c. Tinggi Badan
Tinggi atau panjang badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan panjang tulang.
Namun, tinggi saja belum dapat dijadikan indikator untuk menilai status gizi, kecuali jika digabungkan
dengan indikator lain seperti usia dan berat badan. Penggunaan tinggi, atau panjang, bukan tanpa
kelemahan. Pertama, baku acuan yang tersedia umumnya terambil dari penilaian tinggi badan subjek
yang berasal dari masyarakat berstatus gizi baik di negara maju. Kedua, defisit pertumbuhan linier
baru akan terjelma manakala defisiensi telah berlangsung lama yang berarti tidak akan termanifestasi
semasa bayi. Jika bayi terukur lebih pendek ketimbang baku acuan, tidak berarti bayi tersebut tengah
malnutrisi pascanatal, melainkan dampak dari ukuran lahir rendah. Ketiga, secara genetik setiap
orang terlahir menurut ukuran yang tidak serupa: orang yang jika dibandingkan dengan populasi
"acuan" berukuran lebih pendek tidak langsung berarti malnutrisi.
Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke
badan, punggung dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke depan.
d. Lingkar Lengan Atas (LLA)
Lingkar lengan atas (LLA) dewasa ini memang merupakan salah satu pilihan untuk
penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh
dengan harga yang lebih murah.
Pengukuran LLA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan energi protein (KEP)
wanita usia subur (WUS). Pengukuran LLA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status
gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LLA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan
dapat dilakukan siapa saja.
Beberapa tujuan pemeriksaan LLA adalah mencakup masalah WUS baik ibu hamil maupun
calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas sektoral. Adapun tujuan tersebut adalah:
1. Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis wanita yang
mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).
2. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam pencegahan dan
penanggulangan KEK.
3. Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
ibu dan anak.
d. Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang menderita
KEK.
4. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita KEK.
Lingkar lengan atas diperiksa pada bagian pertengahan jarak antara olekranon dan tonjolan
akromion. Ambang batas LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran
LLA kurang 23,5 cm atau dibagian merah pita LLA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK,
dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko kematian,
gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak.
e. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, yang
biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala.
Contoh yang sering digunakan adalah kepala besar (Hidrosefalus) dan kepala kecil (Mikrosefalus).
Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran otak
meningkat secara cepat selama tahun pertama, akan tetapi besar lingkar kepala tidak
menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang
kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi.
f. Lingkar Dada
Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun, karena rasio lingkar kepala
dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat
dan pertumbuhan dada lebih cepat. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan dada
adalah kurang dari satu, hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan, atau
kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat digunakan sebagai indikator dalam
menentukan KEP pada anak balita.
g. Jaringan Lunak
Otak, hati, jantung, dan organ dalam lainnya merupakan bagian yang cukup besar dari berat
badan, tetapi relatif tidak berubah beratnya pada anak malnutrisi. Otot dan lemak merupakan jaringan
lunak yang sangat bervariasi pada penderita KEP. Antropometri jaringan dapat dilakukan pada kedua
jaringan tersebut dalam pengukuran status gizi di masyarakat.
1. Lemak subkutan (Sub-Cutaneous Fat)
Penelitian komposisi tubuh, termasuk informasi mengenai jumlah dan distribusi lemak
subkutan, dapat dilakukan dengan bermacam metode:
a) Analisis Kimia dan Fisik (melalui analisis seluruh tubuh pada autopsi).
b) Ultrasonik.
c) Densitometri (melalui penempatan air pada densitometer)
d) Radiological anthropometry (dengan mengunakan jaringan yang lunak).
e) Physical anthropometry (menggunakan skin-fold calipers).
Dari metode tersebut diatas, hanya antropometri fisik yang paling sering atau praktis
digunakan di lapangan. Bermacam-macam skin-fold calipers telah ditemukan, tetapi pengalaman
menunjukkan bahwa alat tersebut mempunyai standard atau jangkauan jepitan (20-40 mm2), dengan
ketelitian 0,1 mm, tekanan yang konstan 10 gram/mm2). Jenis alat yang sering digunakan adalah
Harpenden Calipers. Alat itu memungkinkan jarum diputar ke titik nol apabila terlihat penyimpangan.
Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara
beberapa parameter disebut indeks antropometri.
a. Berat badan menurut umur (BB/U)
Indeks BB/U merefleksikan berat badan relatif dibandingkan dengan umur anak. Indeks ini
menggambarkan status gizi masa kini, baik digunakan apabila data umur tidak diketahui. Karena
indeks ini menggambarkan proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan maka indeks ini
merupakan indikator kekurusan (wasting). Dengan sifat labil, indeks BB/U menggambarkan status gizi
pada masa kini. Indeks ini dapat mendeteksi apakah seorang anak beratnya kurang atau sangat
kurang, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengklasifikasikan apakah seorang anak mengalami
kelebihan berat badan atau sangat gemuk.
Penting untuk diketahui bahwa seorang anak dengan BB/U rendah dapat disebabkan oleh pendek
(stunting) atau kurus(thinness) atau keduanya.
Kelebihan indeks BB/U antara lain :
1. Mudah dan cepat dimengerti masyarakat umum.
2. Sensitif melihat perubahan status gizi jangka pendek.
3. Dapat mendeteksi kelebihan berat badan (overweight).
4. Pengukuran objektif, pengulangan memberikan hasil relatif sama.
5. Alat mudah dibawa dan relatif murah.
6. Pengukuran mudah dilakukan dan teliti.
7. Pengukuran tidak makan waktu banyak.
Kekurangan indeks BB/U :
1. Kekeliruan interpretasi bila ada oedema.
2. Perlu data umur yang akurat.
3. Sering kesalahan pengukuran akibat pengaruh pakaian dan gerakan anak.
4. Secara operasional sering terjadi hambatan karena masalah sosial budaya setempat.
b. Berat badan menurut panjang atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB)
Berat badan mempunyai hubungan linear dengan tinggi badan. Pada keadaan normal, maka
perkembangan berat badan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Indeks ini menggambarkan status gizi masa kini, baik digunakan apabila data umur tidak diketahui.
Karena indeks ini menggambarkan proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, maka indeks ini
merupakan indikator kekurusan (wasting).
Kelebihan indeks BB/TB antara lain :
1. Hampir bebas terhadap pengaruh umur dan ras.
2. Dapat membedakan anak : kurus, gemuk, marasmus atau bentuk KEP lainnya.
Kelemahan indeks BB/TB :
1. Tidak dapat memberi gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan
TB, karena faktor umur tidak diperhatikan.
2. Dalam praktek sering dialami kesulitan ketika mengukur panjang badan anak baduta atau TB anak
balita.
3. Sering terjadi kesalahan membaca angka hasil pengukuran, terutama bila dilakukan oleh tenaga non-
profesional.
B. Status Gizi
a. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang
diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status
kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.
Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta
biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000:1).
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
1. Faktor External
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
a) Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang
hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut (Santoso, 1999).
b) Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua
atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang baik (Suliha, 2001).
c) Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan
keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Markum, 1991).
d) Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan
(Soetjiningsih, 1998).
2. Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :
a) Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam
pemberian nutrisi anak balita (Nursalam, 2001).
b) Kondisi Fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya
memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang
kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi
digunakan untuk pertumbuhan cepat (Suhardjo, et, all, 1986).
c) Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan
kesulitan menelan dan mencerna makanan (Suhardjo, et, all, 1986).
c. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi secara langsung menurut Supariasa (2001) dapat dilakukan dengan:
1. Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi adalah
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dan tingkat
umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat keseimbangan asupan
protein dan energi.
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode untuk menilai status gizi berdasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi, seperti kulit, mata, rambut, dan
mukosa oral atau organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara
laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain
darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
4. Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melibat
kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Penilaian status gizi secara tidak Iangsung menurut Supariasa, IDN (2001) dapat dilakukan dengan:
Tabel 3. Klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 5-18 tahun
Nilai Z-skor Klasifikasi
z-skor +2 Obesitas
+1 < z-skor < +2 Gemuk
-2 < z-skor < +1 Normal
-3 < z-skor < -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat kurus
Sekarang untuk menghitung z-skor IMT/U tersebut bukan hal yang susah lagi. Kemajuan
teknologi mempermudah hal itu. Software-nya sudah tersedia di web WHO. Pada orang dewasa,
pengukuran status gizi dilakukan dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Perhitungan IMT
sama seperti diatas. Hasilnya dibandingkan dengan nilai titik batas IMT menurut WHO atau
Departemen Kesehatan RI, yang nilai titik batasnya disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Pada orang dewasa faktor umur tidak dipertimbangkan dalam menghitung IMT. Pada orang
dewasa biasanya tinggi badannya tidak relatif stabil, sehingga variasi yang terjadi hanya pada berat
badannya.
Tabel 4. Klasifikasi IMT Dewasa menurut WHO
Klasifikasi Interpretasi
< 16,0 Severe thinness
16,00 16,99 Moderate thinness
17,00 18,49 Mild thinness
18,50 24,99 Normal
25,00 29,99 Grade 1 overweight
30,00 39,99 Grade 2 overweight
40,0 Grade 3 overweight
Menurut Unicef (1998) gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh beberapa faktor yang
kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung, penyebab tidak langsung, pokok masalah dan
akar masalah.
Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi makanan dan adanya
penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi
makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi
dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada
pendapatan, agama, adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2001).
Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit.
Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya
dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan
tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan
dan akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara
konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi dengan penyakit infeksi
tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu
sendiri. Beberapa contoh bagaimana infeksi bisa berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi
pencernaan dapat menyebabkan diare, HIV/AIDS,tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis
lainnya bisa menyebabkan anemia dan parasit pada usus dapat menyebabkan anemia. Penyakit
Infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak
memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai (Soekirman, 2000).
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta
pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola
asuh anak yang tidak memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak
memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk
keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah
dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan
kekurangan gizi (Unicef, 1998) Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah
terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketidak-
seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya
mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2000).
Penelitian Anwar (2006) mengenai faktor resiko kejadian gizi buruk di Lombok Timur. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa gizi buruk di Kabupaten Lombok Timur disebabkan oleh Faktor
karakteristik keluarga dan pola asuh, yaitu : pendapatan keluarga (berisiko 5,03 kali), tingkat
pendidikan ibu (2,32 kali), pengetahuan ibu mengenai pemantauan pertumbuhan (berisiko 15,64 kali),
pengasuh anak (7,87 kali), berat badan lahir (5,73 kali), lama ASI eksklusif (2,57 kali), status
imunisasi (10,28 kali), dan pola makan anak (3,27 kali). Namun secara bersama (simultan), hanya
pengetahuan ibu yang bermakna sebagai faktor risiko gizi buruk di Kabupaten Lombok Timur. Pada
penelitian ini faktor karakteristik keluarga yang menjadi pertimbangan dan dapat mempengaruhi hasil
adalah pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan ibu.
BAB III
METODOLOGI
A. Waktu dan Lokasi
= 16,14 kg
2. Hasil TB/U anak- anak di TK Darussalam setelah di hitung menghasilkan rata-rata tinggi badan
100,66 cm dengan rumus sebagai berikut :
Rata-rata =
= 100,66 cm
Atau
Dengan indeks
a. Kategori status gizi berdasarkan indeks BB/U
> 3 SD : Berat badan sangat lebih
> 2 SD s/d 3 SD : Berat badan lebih
-2 SD s/d 2 SD : Berat badan normal
< -2 SD s/d -3 SD : Berat badan kurang (underweight)
<-3 SD : Berat badan sangat kurang (severe underweight)
b. Kategori status gizi berdasarkan indeks TB/U
> 3 SD : Tinggi/jangkung
-2 SD s/d 3 SD : Normal
-3 SD s/d < -2 SD : Pendek
< -3 SD : Sangat pendek
c. Kategori status gizi berdasarkan indeks BB/TB
> 3 SD : Sangat gemuk (Obes)
> 2 SD s/d 3 SD : Gemuk (Overweight)
> 1 SD s/d 2 SD : Risiko gemuk
-2 SD s/d 1 SD : Normal
-3 SD s/d < -2 SD : Kurus (wasted)
< -3 SD : Sangat kurus (severe wasted)
2. Analisis Data
Data Umur, Berat Badan, Tinggi Badan, Jenis Kelamin, Status Gizi dan Status Pertumbuhan
dianalisis secara deskriptif.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Sampel
1. Umur
Dari hasil praktikum data anak di TK Darussalam rata-rata berumur 4 tahun.
2. Jenis kelamin
Dari hasil praktikum data anak di TK Darussalam yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan anak berjenis kelamin Laki-laki.
Laki-laki 31 48
Perempuan 33 52
Jumlah 64 100
3. Berat Badan
Dari hasil praktikum ini berat badan sampel berkisar antara 11,2 kg 33,9 kg dengan rata-rata berat
badannya 16,1 kg
4. Tinggi Badan
Dari hasil praktikum ini tinggi badan sampel berkisar antara 91,8 cm111,4 cm dengan rata-rata tinggi
badannya 102,25 cm.
B. Status Gizi
1. Status Gizi Menurut BB/U
Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Status Gizi Menurut
BB/U
Status Gizi Jumlah (n) %
Berat Badan Sangat Lebih 1 1,6
Berat Badan Lebih 3 4,8
Berat Badan Normal 58 92
Berat Badan Kurang
1 1,6
(underweight)
Berat Badan Sangat Kurang
- 0
(severe underweigth)
Jumlah 63 100
Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Suhardjo. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia
Suliha, Uha, dkk. 2001. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta : EGC
Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. 2002. Penilaian Status Gizi Cetakan 1. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Worthington, R,B.S. dan Williams S.R. 2000. Nitrition throughout the Life Cycle, ed 4, hal. 239. McGraw-Hill
International Ed, Singapore.
http://aberiom23.blogspot.com/2014/06/bab-i-pendahuluan-a.html