You are on page 1of 29

FERMENTASI

Pada kebanyakan tumbuhan dan hewan respirasi yang berlangsung adalah respirasi aerob, namun
demikian dapat saja terjadi respirasiaerob terhambat pada sesuatu hal, maka hewan dan
tumbuhan tersebut melangsungkan proses fermentasi yaitu proses pembebasan energi tanpa
adanya oksigen, nama lainnya adalah respirasi anaerob.
Dari hasil akhir fermentasi, dibedakan menjadi fermentasi asam laktat/asam susu dan
fermentasi alkohol.
A. Fermentasi Asam Laktat
Fermentasi asam laktat yaitu fermentasi dimana hasil akhirnya adalah asam laktat.
Peristiwa ini dapat terjadi di otot dalam kondisi anaerob.
Reaksinya: C6H12O6 ————> 2 C2H5OCOOH + Energi
enzim
Prosesnya :
1. Glukosa ————> asam piruvat (proses Glikolisis).
enzim
C6H12O6 ————> 2 C2H3OCOOH + Energi

2. Dehidrogenasi asam piravat akan terbentuk asam laktat.


2 C2H3OCOOH + 2 NADH2 ————> 2 C2H5OCOOH + 2 NAD
piruvat
dehidrogenase

Energi yang terbentak dari glikolisis hingga terbentuk asam laktat :


8 ATP — 2 NADH2 = 8 - 2(3 ATP) = 2 ATP.

B. Fermentasi Alkohol
Pada beberapa mikroba peristiwa pembebasan energi terlaksana karena asam piruvat
diubah menjadi asam asetat + CO2 selanjutaya asam asetat diabah menjadi alkohol.
Dalam fermentasi alkohol, satu molekul glukosa hanya dapat menghasilkan 2 molekul
ATP, bandingkan dengan respirasi aerob, satu molekul glukosa mampu menghasilkan 38
molekul ATP.
Reaksinya :
1. Gula (C6H12O6) ————> asam piruvat (glikolisis)
2. Dekarbeksilasi asam piruvat.
Asampiruvat ————————————————————> asetaldehid + CO2.
piruvat dekarboksilase (CH3CHO)

3. Asetaldehid oleh alkohol dihidrogenase diubah menjadi alkohol


(etanol).
2 CH3CHO + 2 NADH2 —————————————————> 2 C2HsOH + 2 NAD.
alcohol dehidrogenase
enzim

Ringkasan reaksi :
C6H12O6 —————> 2 C2H5OH + 2 CO2 + 2 NADH2 + Energi
C. Fermentasi Asam Cuka
Fermentasi asam cuka merupakan suatu contoh fermentasi yang berlangsung dalam
keadaan aerob. Fermentasi ini dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter aceti) dengan
substrat etanol.
Energi yang dihasilkan 5 kali lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh fermentasi
alkohol secara anaerob.
Reaksi:
aerob
C6H12O6 —————> 2 C2H5OH ———————————————> 2 CH3COOH + H2O + 116 kal
(glukosa) bakteri asam cuka asam cuka

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa
oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi,
terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam
lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal.
Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah
etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari
fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan
dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya.
Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor
elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai bentuk fermentasi.
Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist pertama ketika di tahun
1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi. Ia mendefinisikan fermentasi sebagai "respirasi
(pernafasan) tanpa udara".
Pasteur melakukan penelitian secara hati-hati dan menyimpulkan, "Saya berpendapat
bahwa fermentasi alkohol tidak terjadi tanpa adanya organisasi, pertumbuhan dan multiplikasi
sel-sel secara simultan..... Jika ditanya, bagaimana proses kimia hingga mengakibatkan
dekomposisi dari gula tersebut... Saya benar-benar tidak tahu".
Ahli kimia Jerman, Eduard Buchner, pemenang Nobel Kimia tahun 1907, berhasil
menjelaskan bahwa fermentasi sebenarnya diakibatkan oleh sekeresi dari ragi yang ia sebut
sebagai zymase.
Penelitian yang dilakukan ilmuan Carlsberg (sebuah perusahaan bir) di Denmark semakin
meningkatkan pengetahuan tentang ragi dan brewing (cara pembuatan bir). Ilmuan Carlsberg
tersebut dianggap sebagai pendorong dari berkembangnya biologi molekular.
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan
produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling
sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini
dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
Dijabarkan sebagai
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)

Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi
umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik
pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang
dihasilkan.
Fermentasi diperkirakan menjadi cara untuk menghasilkan energi pada organisme purba
sebelum oksigen berada pada konsentrasi tinggi di atmosfer seperti saat ini, sehingga fermentasi
merupakan bentuk purba dari produksi energi sel.
Produk fermentasi mengandung energi kimia yang tidak teroksidasi penuh tetapi tidak
dapat mengalami metabolisme lebih jauh tanpa oksigen atau akseptor elektron lainnya (yang
lebih highly-oxidized) sehingga cenderung dianggap produk sampah (buangan). Konsekwensinya
adalah bahwa produksi ATP dari fermentasi menjadi kurang effisien dibandingkan oxidative
phosphorylation, di mana pirufat teroksidasi penuh menjadi karbon dioksida. Fermentasi
menghasilkan dua molekul ATP per molekul glukosa bila dibandingkan dengan 36 ATP yang
dihasilkan respirasi aerobik.
"Glikolisis aerobik" adalah metode yang dilakukan oleh sel otot untuk memproduksi energi
intensitas rendah selama periode di mana oksigen berlimpah. Pada keadaan rendah oksigen,
makhluk bertulang belakang (vertebrata) menggunakan "glikolisis anaerobik" yang lebih cepat
tetapi kurang effisisen untuk menghasilkan ATP. Kecepatan menghasilkan ATP-nya 100 kali
lebih cepat daripada oxidative phosphorylation. Walaupun fermentasi sangat membantu dalam
waktu pendek dan intensitas tinggi untuk bekerja, ia tidak dapat bertahan dalam jangka waktu
lama pada organisme aerobik yang kompleks. Sebagai contoh, pada manusia, fermentasi asam
laktat hanya mampu menyediakan energi selama 30 detik hingga 2 menit.
Tahap akhir dari fermentasi adalah konversi piruvat ke produk fermentasi akhir. Tahap ini
tidak menghasilkan energi tetapi sangat penting bagi sel anaerobik karena tahap ini meregenerasi
nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+), yang diperlukan untuk glikolisis. Ia diperlukan untuk
fungsi sel normal karena glikolisis merupakan satu-satunya sumber ATP dalam kondisi
anaerobik.
Pembuatan tempe dan tape (juga peuyeum) adalah proses fermentasi yang sangat dikenal di
Indonesia. Proses fermentasi menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat berguna, mulai dari
makanan sampai obat-obatan. Fermentasi yang sering dilakukan adalah proses tape, tempe,
yoghurt, dan tahu.
Istilah aerobik yang digunakan dalam proses penanganan secara biologis berarti proses di
mana terdapat oksigen terlarut (memerlukan oksigen). Oksidasi bahan organik menggunakan
molekul oksigen sebagai aseptor elektron terakhir adalah proses utama yang menghasilkan
energi kimia untuk mikroorganisme. Mikroba yang menggunakan oksigen sebagai aseptor
elektron terakhir adalah mikroorganisme aerobik, sedangkan sebaliknya disebut anaerobik.
Organisme aerobik atau aerob adalah organisme yang melakukan metabolisme dengan
bantuan oksigen. Aerob, dalam proses dikenal sebagai respirasi sel, menggunakan oksigen untuk
mengoksidasi substrat (sebagai contoh gula dan lemak) untuk memperoleh energi.
 Aerob obligat membutuhkan oksigen untuk melakukan respirasi sel aerobik.
 Aerob fakultatif dapat menggunakan oksigen tetapi dapat juga menghasilkan energi
secara anaerobik.
 Mikroaerofil adalah organisme yang bisa menggunakan oksigen tetapi dalam
konsentrasi yang sangat kecil (mikromolar).
 Organisme aerotoleran dapat hidup walaupun terdapat oksigen di sekitarnya, tetapi
mereka tetap anaerobik karena mereka tidak menggunakan oksigen sebagai terminal
electron acceptor (akseptor elektron terminal).
Contoh yang dapat diberikan adalah oksidasi glukosa (monosakarida) dalam respirasi
aerobik.
C6H12O6 + 6 O2 + 38 ADP + 38 fosfat → 6 CO2 + 6 H2O + 38 ATP
Energi yang dilepaskan pada reaksi ini sebesar 2880 kJ per mol, yang disimpan dalam
regenerasi 38 ATP dari 38 ADP per glukosa. Angka ini 19 kali lebih besar daripada yang
dihasilkan reaksi anaerobik. Organisme eukariotik (semua kecuali bakteri) hanya memperoleh 36
ATP yang diregenerasi dari ADP dalam proses ini. Hal ini disebabkan terdapat membran yang
harus dilewati oleh transport aktif.
Persamaan ini merupakan rangkuman dari apa yang sesungguhnya terjadi dalam tiga seri
reaksi biokimia: glikolisis, siklus Krebs, dan oxidative phosphorylation.
Hampir semua hewan, sebagian besar jamur (fungi), dan beberapa bakteri adalah aerob
obligat. Sebagian besar organisme anaerobik adalah bakteri. Menjadi aerob obligat, walaupun
menguntungkan dalam memperoleh energi, berarti juga harus menghadapi stress oksidatif.
Ragi sebagai contoh adalah aerob fakultatif. Sel-sel pada manusia juga merupakan aerob
fakultatif: mereka akan melakukan fermentasi asam laktat jika tidak mendapatkan oksigen. Akan
tetapi, hal ini tidak dapat berlangsung terus menerus sehingga manusia termasuk dalam aerob
obligat.
Contoh dari bakteri aerob obligat adalah: Nocardia (Gram positif), Pseudomonas
aeruginosa (Gram negatif), Mycobacterium tuberculosis (Acid Fast), and Bacillus (Gram
positif).
Anaerobik adalah kata teknis yang secara harfiah berarti "tanpa udara" (dimana "udara"
biasanya berarti oksigen). Kata yang berlawanan dengannya adalah aerobik. Dalam pengolahan
limbah, tidak adanya oksigen dinamakan sebagai 'anoxic'; sedangkan anaerobik digunakan untuk
mengindikasikan tidak adanya akseptor elektron (nitrat, sulfat atau oksigen)
Anaerobik juga dapat merujuk pada:
 Aktifitas anaerobik, pemecahan bahan-bahan organis oleh bakteri dalam keadaan tanpa
oksigen
 Latihan anaerobik, merupakan salah satu bentuk latihan olah raga.
 Anaerobik glikolisis, perubahan dari gula menjadi alkohol dengan menggunakan ragi -
lihat Fermentasi
 Organisme anaerobik, setiap organisme yang tidak membutuhkan oksigen untuk
tumbuh
 Respirasi anaerobik, oksidasi molekul tanpa oksigen.
 Oksidasi ammonium anaerobik, anammox, proses mikrobial yang
menggabungkan ammonium dan nitrit.

Organisme anaerobik atau anaerob adalah setiap organisme yang tidak memerlukan
oksigen untuk tumbuh.
 Anaerob obligat akan mati bila terpapar pada oksigen dengan kadar atmosfer.
 Anaerob fakultatif dapat menggunakan oksigen jika tersedia.
 Organisme aerotoleran dapat hidup walaupun terdapat oksigen di sekitarnya,
tetapi mereka tetap anaerobik karena mereka tidak menggunakan oksigen sebagai
terminal electron acceptor (akseptor elektron terminal).
Mikroaerofil adalah organisme yang dapat menggunakan oksigen, tetapi hanya pada
konsentrasi yang rendah (rentang mikromolar rendah); pertumbuhannya dihambat oleh level
oksigen yang normal (sekitar 200 mikromolar). Nanaerob adalah organisme yang tidak dapat
tumbuh bila terdapat konsentrasi mikromolar oksigen, tetapi dapat tumbuh dan diuntungkan pada
konsentrasi nanomolar oksigen.
Anaerob obligat dapat menggunakan fermentasi atau respirasi anaerobik. Jika terdapat
oksigen, anaerob fakultatif menggunakan respirasi aerobik; tanpa oksigen beberapa diantaranya
berfermentasi, beberapa lagi menggunakan respirasi anaerobik. Organisme aerotoleran hanya
dapat berfermentasi. Mikroaerofil melakukan respirasi aerobik, dan beberapa diantaranya dapat
juga melakukan respirasi anaerobik.
Terdapat beberapa persamaan kimia untuk reaksi fermentasi anaerobik.
Organisme anaerobik fermentatif biasanya menggunakan jalur fermentasi asam laktat:
C6H12O6 + 2 ADP + 2 fosfat → 2 asam laktat + 2 ATP
Energi yang dilepaskan pada persamaan ini sekitar 150 kJ per mol, yang disimpan dalam
regenerasi dua ATP dari ADP per glukosa. Ini hanya 5% energi per molekul gula daripada yang
dapat dihasilkan oleh reaksi aerobik.
Tumbuhan dan jamur (contohnya ragi) biasanya melakukan fermentasi alkohol (etanol)
ketika oksigen terbatas melalui reaksi berikut:
C6H12O6 + 2 ADP + 2 fosfat → 2 C2H5OH + 2 CO2 + 2 ATP
Energi yang dilepaskan sekitar 180 kJ per mol, yang disimpan dalam regenerasi dua ATP
dari ADP per glukosa.
Bakteri anaerobik dan archaea menggunakan jalur ini dan beberapa jalur lainnya dalam
melakukan fermentasi seperti: fermentasi asam propionat, fermentasi asam butirat, fermentasi
pelarut, fermentasi asam campuran, fermentasi butanediol, fermentasi Stickland, asetogenesis
atau metanogenesis.
Beberapa bakteri anaerobik menghasilkan toksin (racun) seperti toksin tetanus atau
botulinum yang sangat berbahaya bagi organisme yang lebih besar, termasuk manusia.
Anaerob obligat akan mati bila terdapat oksigen karena tidak adanya enzim superoksida
dismutase dan katalase yang dapat mengubah superoksida berbahaya yang timbul dalam selnya
karena adanya oksigen.
Organisme anaerobik fakultatif adalah organisme, biasanya bakteri, yang menghasilkan
ATP secara respirasi aerobik jika terdapat oksigen tetapi juga mampu melakukan fermentasi.
Beberapa contoh bakteri anaerobik fakultatif adalah Staphylococci (Gram positif),
Corynebacterium (Gram positif), dan Listeria (Gram positif). Organisme dalam Kerajaan Fungi
(jamur) dapat juga tergolong anaerobik fakultatif, contohnya ragi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan metabolisme dalam anaerobik fakultatif
adalah konsentrasi oksigen dan materi fermentasi di lingkungan.

Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba untuk menghasilkan


metabolit promer dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Proses
pertumbuhan mikroba merupakan tahap awal proses fermentasi yang dikendalikan terutama
dalam pengembangan inokulum agar dapat diperoleh sel yang hidup. Pengendalian dilakukan
dengan pengaturan kondisi medium, komposisi medium, suplai O2, dan agitasi. Bahkan jumlah
mikroba dalam fermentor juga harus dikendalikan sehingga tidak terjadi kompetisi dalam
penggunaan nutrisi. Nutrisi dan produk fermentasi juga perlu dikendalikan, sebab jika berlebih
nutrisi dan produk metabolit hasil fermentasi tersebut dapat menyebabkan inhibisi dan represi.
Pengendalian diperlukan karena pertumbuhan biomassa dalam suatu medium fermentasi
dipengaruhi banyak faktor baik ekstraselular maupun faktor intraselular. Kinetika pertumbuhan
secara dinamik dapat digunakan untuk meramalkan produksi biomassa dalam suatu proses.
Fermentasi berasal dari bahasa Latin fervere yang berarti mendidihkan. Seiring
perkembangan teknologi, definisi fermentasi meluas, menjadi semua proses yang melibatkan
mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk yang disebut metabolit primer dan sekunder
dalam suatu lingkungan yang dikendalikan. Pada mulanya istilah fermentasi digunakan untuk
menunjukkan proses pengubahan glukosa menjadi alcohol yang berlangsung secara anaerob.
Namun, kemudian istilah fermentasi berkembang lagi menjadi seluruh perombakan senyawa
organik yang dilakukan mikroorganisme yang melibatkan enzim yang dihasilkannya. Dengan
kata lain, fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan
memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis. Produk fermentasi dapat
digolongkan menjadi 4 jenis:
1. produk biomassa
2. produk enzim
3. produk metabolit
4. produk transformasi
Dalam bioproses fermentasi memegang peranan penting karena merupakan kunci (proses
utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-bahan yang diuhasilkan
melalui fermentasi merupaklan hasil-hasil metabolit sel mikroba, misalnya antibiotik, asam-asam
organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan sebagainya. Di samping hasil-hasil metabolit tersebut,
fermentasi juga dapat diterapkan untuk menghasilkan biomassa sel mikroba seperti ragi roti
(baker yeast) yang digunakan dalam pembuatan roti. Untuk menghasilkan tiap-tiap produk
fermentasi di atas dibutuhkan kondisi fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang
bervariasi juga karakteristiknya. Oleh karena itu, diperlukan keadaan lingkungan, substrat
(media), serta perlakuan (treatment) yang sesuai sehingga produk yang dihasilkan optimal.
Pada percobaan ini digunakan ragi Saccharomycess cereviceae, yang bersifat fakulktatif
anaerobik. Pada kondisi aerobik sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik
adalah oksigen. Pemanfaatan pada keadaan ini menghasilkan penambahan biomassa sel dengan
persamaan reaksi sebagai berikut:
C6H12O6 . CO2 + H2O + biomassa sel
Pada kondisi anaerobik, Saccharomycess cereviceae menggunakan senyawa organik
sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi bioenergetik. Dalam hal ini yang digunakan
adalah glukosa dari substrat dengan hasil akhir perombakan berupa alkohol (etanol), aldehid,
asam organik, dan fussel oil. Reaksi yang berlangsung dalam keadaan anaerobik tersebut adalah
sebagai berikut:
C6H12O6 . 2 C2H5OH + 2 CO2 + produk samping
Pada percobaan ini digunakan glukosa sebagai substrat utama. Hal ini disebabakan struktur
model glikosa yang sederhana sehingga mudah digunakan oleh Saccharomycess cereviceae.
Glukosa digunakan sebagai sumber energi dan sumber karbon yang digunakan untuk membentuk
material penyusun sel baru.
Glukosa disebut juga reducing sugar sehingga pemanfaatannya oleh Saccharomycess
cereviceae dilakukan dengan mengoksidasi glukosa yaitu dengan cara pemutusan ikatan rangkap
pada gugus karbonil glukosa. Media yang digunakan di dalam fermentasi harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan sel Saccharomycess
cereviceae
2. mengandung nutrisi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi sel
Saccharomycess cereviceae
3. tidak mengandung zat yang menghambat pertumbuhan sel
4. tidak terdapat kontaminan yang dapat meningkatkan persaingan dalam penggunaan
substrat.
Oleh karena itu, selain glukosa, ke dalam medium fermentasi juga ditambahkan zat-zat lain
yang berfungsi sebagai sumber makronutrien dan mikronutrien serta growth factor.
Proses pertumbuhan mikroba sangat dinamik dan kinetikanya dapat digunakan untuk
meramal produksi biomassa dalam suatu proses fermentasi. Faktor utama yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perilaku mikroba dapat digolongan dalam faktor intraseluler dan faktor
ekstraselular. Faktor intraselular meliputi struktur, mekanisme, metabolisme, dan genetika.
Sedangkan faktor ekstraselular meliputi kondisi lingkungan seperti pH, suhu, tekanan.
Proses pertumbuhan mikroba merupakan proses yang memiliki batas tertentu. Pada saat
tertentu, setelah melewati tahap minimum, mikroba akan mengalami fasa kematian. Faktor-
faktor yang dapat menyebabkan berhentinya pertumbuhan mikroba antara lain:
1. Penyusutan konsentrasi nutrisi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan mikroba
karena habis terkonsumsi.
2. Produk akhir metabolisme yang menghambat pertumbuhan mikroba karena
terjadinya inhibisi dan represi.
Pertumbuhan kultur mikroba umumnya dapat digambarkan dalam suatu kurva
pertumbuhan. Pertumbuhan mikroba dapat terbagi dalam beberapa tahap seperti pada Gambar 1,
antara lain:
1. Fasa stationer adalah fasa yang disebut fasa adaptasi/ lag phase. Pada saat ini
mikroba lebih berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan medium baru
daripada tumbuh ataupun berkembang biak. Pada saat ini mikroba berusaha merombak
materi-materi dalam medium agar dapat digunakan sebagai nutrisi untuk
pertumbuhannya. Bila dalam medium ada komponen yang tidak dikenal mikroba,
mikroba akan memproduksi enzim ekstraselular untuk merombak komponen tersebut.
Fasa ini juga berlangsung seleksi. Hanya mikroba yang dapat mencerna nutrisi dalam
medium untuk pertumbuhannya lah yang dapat bertahan hidup.
2. Fasa pertumbuhan dipercepat adalah fasa dimana mikrioba sudah dapat menggunakan
nutrisi dalam medium fermentasinya. Pada fasa ini mikroba banyak tumbuh dan
membelah diri sehingga jumlahnya meningkat dengan cepat.
Laju pertumbuhan µ= dX meningkat mencapai nilai maksimumnya.
dt
µ = laju pertumbuhan mikroba (sel/detik)
X = jumlah mikroba hidup

3. Fasa eksponensial adalah akhir fasa pertumbuhan dipercepat. Pada fasa ini laju
pertumbuhan tetap pada laju pertumbuhan maksimum (µmaks). Nilai µ maks ini
ditentukan oleh konstanta jenuh/ saturasi substrat. Nilai µmaks untuk setiap mikroba
juga tertentu pada masing-masing substrat.
4. Fasa pertumbuhan diperlambat mulai pada akhir fasa eksponensial. Pertumbuhan
mikroba yang begitu cepat tidak diimbangi tersedianya nutrisi yang cukup. Jika
fermentasi dilakukan secara batch, dimana umpan nutrisi dimasukkan hanya pada awal
proses fermentasi, pada waktu tertentu saat jumlah mikroba yang mengkonsumsi nutrisi
tersebut melebihi daya dukung nutrisi akan terjadi kekurangan nutrisi. Hal lain yang
memperlambat pertumbuhan mikroba adalah terjadinya inhibisi ataupun represi yang
terjadi karena terakumulasinya produk metabolit sekunder hasil aktifitas fermentasi
mikroorganisme.
5. Fasa kematian terjadi apabila nutrisi sudah benar-benar tidak dapat lagi mencukupi
kebutuhan mikroorganisme. Keadaan ini diperparah oleh akumulasi produk metabolit
primer dan sekunder yang tidak dipanen sehingga terus menginhibisi ataupun merepresi
pertumbuhan sel mikroorganisme. Selain itu umur sel juga sudah tua, sehingga pertahan
sel terhadap lingkungan yang berbeda dari kondisi biasanya juga berkurang.

Dalam percobaan ini, proses fermentasi ragi tersebut melalui 4 tahapan:


1. tahap persiapan medium fermentor
2. tahap sterilisasi
3. tahap pembuatan inokulum dan pengembangan starter
4. tahap pelaksanaan fermentasi

Tahap Persiapan Medium Fermentasi

Medium yang digunakan adalah medium cair yang terdiri dari 2 macam larutan.
Larutan pertama berisi garam-garam nutrisi untuk pertumbuhan ragi, sedangkan larutan kedua
adalah substrat yang umumnya berupa latutan glukosa dalam air. Nutrisi yang diperlukan dalam
medium petumbuhan ragi antara lain unsur N, S, O, H, Mg, K, Ca. Glukosa berfungsi sebagai
sumber karbon dan sumber energi. Kadar senyawa-senyawa yang diperlukan supaya medium
dapat mendukung pertumbuhan ragi secara optimal harus ditentukan berdasarkan komposisi
masing-masing unsur dalam sel ragi yang telah banyak diteliti dan dibukukan.
Adapun komponen dari media yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Substrat utama
Sebagai substrat utama digunakan larutan glukosa. Karena glukosa adalah substrat utama,
maka pertumbuhan biomassa sel Saccharomycess cereviceae merupakan fungsi dari
konsentrasi glukosa. Hasil perombakan glukosa oleh sel adalah berupa CO2 dan H2O.
b. Sumber makronutrien, mikronutrien, dan growth factor.
Sebagai sumber makronutrien, mikronutrien, dan growth faktor umumnya
Laboratorium Mikrobiologi dan teknologi Bioproses Dept. Teknik Kimia ITB
menggunakan zat-zat sebagai berikut:
1. (NH4)2SO4 sebagai sumber nitrogen yang berguna bagi pembentukan asam
nukleat dan asam-asam amino.
2. K2SO4 sebagai sumber K+ yang merupakan kofaktor enzim
3. Na2HPO4.2H2O sebagai sumber Na dan P. Na berfungsi sebagai kofaktor dan P berguna
untuk sintesis asam nukleat, ATP, fosfolipid, dan senyawa yang mengandung fosfor
lainnya.
4. MgSO4 sebagi sumber Mg yang berperan di dalam stabilisasi ribosom,
stabilisasi membran dan dinding sel, serta berfungsi sebagai kofaktor enzim.
5. CaCl2 sebagai sumber Ca untuk stabilisasi dinding sel.
6. ZnSO4 sebagai sumber Zn yang berfungsi sebagai regulator enzim
7. Fe(NH4)(SO4) sebagai sumber Fe, makronutrien pembentuk sitokrom pembawa
elektron dalam jalur transportasi elektron.
8. CuSO4 sebagai sumber Cu yang berperan penting dalam reaksi redoks metabolisme.
9. yeast extract sebagai penyedia asam-asam amino tunggal, growth factor dan
berbagai vitamin yang dibutuhkan sel
10. aqua dm, sebagai media pelarut dan pengaduk dalam transportasi senyawa.
Setelah medium substrat dan medium nutrisi dicampurkan, diusahakan pH tetap 4-5
yang merupakan pH optimal pertumbuhan sel ragi.
Tahap Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan terhadap bahan dan alat sehingga terbebas dari kontaminasi
mikroorganisme lain. Sterilisasi perlu dilakukan karena kontaminasi mikroba lain akan
memberikan dampak yang tidak menguntungkan sebagai berikut:
1. kontaminan meningkatkan persaingan di dalam mengkonsumsi substrat sehingga akan
mengurangi perolehan
2. kontaminan dapat menghambat proses metabolisme sel sehingga akan mengurangi
perolehan
3. kontaminan meningkatkan turbiditas sehingga dapat mengacaukan pengukuran terhadap
jumlah sel setiap saat.
Pada percobaan ini proses sterilisasi dilakukan di laboratorium dengan menggunakan
autoclave. Autoclave melakukan sterilisasi dengan menggunakan panas lembab. Keuntungan
penggunaan panas lembab dalam proses sterilisasi adalah kelembaban mempermudah proses
denaturasi protein sel kontaminan. Autoclave dioperasikan pada tekanan 15 psia dan temperatur
121 oC selama 15 menit. Pada saat sterilisasi beberapa lubang pada fermentor ditutup dengan
kapas. Tujuannya adalah untuk mengalirkan udara panas dari dalam fermentor sehingga tidak
terjadi tekanan yang terlalu tinggi di dalam fermentor selama sterilisasi. Sedangkan tujuan lain
penggunaan kapas adalah agar kehilangan uap air selama sterilisasi minimal. Hal yang perlu
ditekankan pada sterilisasi medium ini adalah larutan nutrisi tidak boleh disterilisasi bersamaan
dengan larutan glukosa agar tidak terjadi proses karamelisasi. Karamelisasi disebut juga proses
reduksi Maillard. Proses ini terjadi karena gugus karbonil pada glukosa bereaksi dengan gugus
amonium atau protein dari medium sehingga membentuk nitrogen hitam. Senyawa ini tidak
dapat dioksidasi mikroba dan disebut unfermented substrate. Akibat reaksi ini glukosa tidak
dapat diuraikan oleh sel ragi, bahkan menjadi inhibitor terhadap sel ragi tersebut.
Reaksi karamelisasi glukosa ini berlangsung sebagai berikut:
R-COH + NH2-R’ . R-COH-NH2 + produk lain
Karena itu, proses sterilisasi dilakukan terpisah. Larutan nutrisi dimasukkan dalam
fermentor dan disterilisasi sekaligus bersama fermentornya. Larutan glukosa disterilisasi sendiri
dalam erlenmeyer. Setelah fermentor dan medium steril dingin, larutan glukosa steril
dimasukkan secara aseptik ke dalam fermentor. Kemudian pH diatur sampai 4,5 dengan
menambahkan HCH steril 1 N. Nilai 4,5 adalah pH optimum pertumbuhan ragi.

Tahap Penyiapan Inokulum


Setelah seluruh alat dan bahan steril, dilakukan inokulasi Saccharomycess cereviceae dari
biakan murni. Yang digunakan sebagai inokulum adalah biakan ragi pada agar miring.
Komposisi medium starter adalah sama dengan komposisi media fermentasi dengan penambahan
growth factor. Inokulum tersebut dimasukkan dalam campuran larutan nutrisi dan substrat yang
diambil sebagian dari fermentor dan dimasukkan dalam labu erlenmeyer 150 mL. Tujuan
dibiakkannya ragi dalam starter adalah mengadaptasikan sel terhadap media fermentasi. Dengan
adanya adaptasi pada starter ini diharapkan lag phase sebagai tahap awal fermentasi dilewati.
Biakan diusahakan tepat berada pada akhir fasa logaritmik. Dengan demikian pertumbuhan sel
ragi akan maksimum dalam waktu yang relatif singkat. Inokulasi Sacchromycess cereviceae
dilakukan secara aseptis untuk menjaga kemurnian biakan. Setelah dimasukkan dalam medium,
inokulum tersebut diletakkan dalam alat shaker selama, paling cepat, 16 jam. Fungsi shaker
adalah mempermudah difusi oksigen ke dalam medium sehingga kontak antara dan inokulum
makin banyak dan homogen. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga kondisi biakan tetap
aerobik. Jika difusi oksigen dalam medium lancar, kadar DO (oksigen terlarut) dalam medium
akan cukup mendukung pertumbuhan sel secara aerobik. Jika sel hidup secara aerobik, biomassa
baru akan lebih banyak terbentuk daripada etanol. Dengan demikian pada akhir masa inkubasi
shaker ini diharapkan juga sel sudah berada pada akhir fasa logaritmik.

Tahap Pelaksanaan Fermentasi


Tahap ini dimulai saat inokulum yang telah beradaptasi dalam medium dimasukkan dalam
medium di fermentor. Pada praktikum ini fermentor yang dipakai bervolume 5 liter. Fermentor
adalah suatu reaktor yang dipersiapkan untuk melakukan reaksi fermentasi yang dilengkapi
dengan pengaduk, saluran aerasi, dan perlengkapan lainnya. Pelaksanaan fermentasi dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Nutrisi, substrat, dan inokulan dimasukkan ke dalam fermentor yang dilakukan secara
aseptis. Nutrisi dimasukkan ke dalam fermentor sebelum disterilisasi dalam autoclave.
Substrat dan inokulan dimasukkan dengan cara memanaskan mulut inlet dengan kapas
yang dibakar kemudian medium dan inokulum dimasukkan ke dalam fermentor.
2. Kemudian dilakukan kecepatan aerasi dan agitasi. Aerasi berfungsi sebagai penyuplai
oksigen untuk sel ragi dalam bentuk gelembung gas. Aerasi diatur pada kecepatan skala
9. Laju oksigen yang disuplai ke dalam fermentor dijaga stabil. Fluktuasi laju alir
oksigen ini dapat menurunkan unjuk kerja fermentor karena laju transfer O 2 tidak tetap
sehingga metabolisme sel ragi terganggu karena kadar DO yang tidak stabil. Agitasi
berfungsi sebagai alat penghomogen larutan fermentasi. Agitasi dilakukan pada
kecepatan 600 rpm. Pengadukan dilakukan oleh impeller yang berjumlah 3 buah.
Semakin banyak impeller di dalam fermentor semakin homogen larutan tersebut. Laju
alir udara dan pengadukan saling terkait satu sama lain. Pengaliran udara berfungsi
untuk menjaga suplai oksigen agar tetap sedangkan pengadukan akan meningkatkan
laju dispersi oksigen ke dalam larutan dan meratakan kadar oksigen di seluruh medium
fermentasi. Di pinggiran fermentor juga terdapat baffle yang berfungsi mencegah
terjadinya vortex (pusaran air) sehingga dapat meningkatkan efisiensi aerator.
Pengaturan udara keluar dan masuk fermentor dilakukan sedemikian rupa sehingga
kontaminasi dapat diminimalkan, yaitu dengan cara menggunakan filter mikroba kapas
pada aliran masuk dan menggunakan larutan CuSO4 yang bersifat oligodinamik dan
mampu membunuh mikroba kontaminan.
Pencampuran inokulum ke dalam medium fermentor dilakukan secara aseptik dengan
menyalakan api di sekitar tempat pemasukan inokulum. Sebaiknya, sebelum proses fermentasi
dimulai, ke dalam medium fermentor ditambahkan zat antifoam yang berfungsi mencegah
terjadinya foaming. Zat antifoam yang banyak digunakan di industri adalah silicon. Foaming
terjadi karena protein terdenaturasi dalam medium fermentasi. Selain menggunakan zat kimia,
foaming juga dapat dicegah secara mekanik dengan mengatur putaran agitator. Hal ini lebih
sering dilakukan karena zat kimia yang terlalu banyak ditambahkan ke dalam medium dapat
menjadi inhibitor bagi pertumbuhan mikroba.
Pada awal fermentasi diusakan pH medium adalah 4,5 yang optimal bagi pertumbuhan
ragi. Selama fermentasi pH medium sangat mungkin mengalami penurunan karena terbentuknya
asam organik sebagai produk samping fermentasi. Karena itu pH medium harus dipantau, jangan
sampai terlalu drop yang akan mengakibatkan sel ragi mati.

Pengambilan dan Pengujian Sampel


Dalam percobaan fermentasi ini sampel untuk analisis diambil dari outlet sampel yang
disebut sampling point. Untuk mencegah kontaminasi udara luar dan menjamin bahwa sampel
yang dianalisis adalah medium yang representatif pada kondisi tepat saat pengambilan sampel
tanpa terpengaruh kotoran dan sampel sebelumnya yang mungkin ada di aliran sampling point,
maka 5 mL pertama dari sampel harus dibuang. Analisis yang diperlukan untuk percobaan ini
adalah konsentrasi glukosa dan konsentrasi ragi setiap waktu.
Penentuan konsentrasi sel ragi dan glukosa dilakukan dengan analisis spektrofotometri.
Prinsip spektrofotometeri adalah analisis turbidometri. Prinsip turbidometeri adalah menganalisis
konsentrasi suatu zat berdasarkan kekeruhannya dibanding sampel blanko yang dianggap nilai 0
absorban atau full scale transmitan, atau tidak mengandung konsentrasi zat yang dianalisis.
Pada penentuan konsentrasi sel ragi kekeruhan disebabkan oleh suspensi sel ragi. Blanko
yang digunkan adalah larutan medium yang persis sama dengan medium
fermentor, tetapi yang tidak dipakai sebagai medium pertumbuhan ragi. Analisis dilakukan
dengan mengambil data absorbansi. Untuk membuat kurva pertumbuhan diperlukan kurva baku
untuk mengkorelasikan antara konsentrasi sel terhadap absorbans.
Panjang gelombang yang digunakan untuk menganalisis konsentrasi sel adalah 600 nm.
Sampel untuk analisa konsentrasi glukosa harus disentrifugasi terlebih dahulu untuk
mengendapkan semua sel ragi sedemikian sampai larutan medium terlihat jernih sehingga tidak
mengganggu pancaran sinar saat diperiksa dengan spektrofotometri.
Sentrifugasi dilakukan selama 15 menit dengan kecepatan putaran 5000 rpm. Hasil
sentrifugasi adalah supernatan di bagian atas yang berupa cairan yang mengandung glukosa
residu (belum terkonsumsi sel ragi) dan endapan sel ragi di bagian bawah.
Jangkauan konsentrasi sampel yang dapat dideteksi akurat oleh spektrofotometri sangat
pendek. Karena itu larutan supernatan glukosa yang telah terpisah dari sel ragi harus diencerkan
dahulu. Data absorbansi spektofotometri dengan reagen Somogyi-Nelson baru akurat pada
konsentrasi 20-150 ppm.
Analisis pertama dilakukan dengan penambahan Somogyi 1 (yang mengandung Na2SO4
anhidrat, KNa tartrat, Na2CO3, NaHCO3 ) yang berfungsi memberi kondisi basa, dan larutan
Somogyi 2 yang mengandung Cu SO4. Saat bereaksi dengan Somogyi 2 glukosa akan
teroksidasi. Gugus karbonil glukosa akan teroksidasi menjadi karboksilat sementara Cu 2+ akan
tereduksi menjadi Cu+. Reaksi redoks tersebut dalam kesetimbangan akan menjadi:
Karbonil + Cu2+ + basa Karboksilat + Cu2O + H+
Reaksi redoks ini hanya dapat berlangsung pada kondisi panas. Karena itu setelah
supernatan ditambahi Somogyi 2 campuran harus dipanaskan sampai reaksi mencapai
kesetimbangan. Reaksi oksidasi dihentikan dengan mendinginkan secara tiba-tiba campuran
tersebut dalam es batu. Analisis dilanjutkan dengan penambahan reagen Nielson yang
mengandung ansenomolibdate berwarna kuning. Penambahan Nielson dimaksudkan untuk
mengubah karboksilat yang ada menjadi gas CO2. Untuk
mengeluarkan gas ini, campuran harus dikocok. Setelah penambahan Nielson, larutan
akan berubah warna dari biru menjadi kuning. Campuran yang telah bebas CO 2 tersebut
dianalisis dengan spektrofotometri. Untuk penentukan konsentrasi glukosa digunakan panjang
gelombang 520 nm. Panjang gelombang ini sesuai dengan intensitas warna larutan yang
berwarna hijau. Konsentrasi glukosa ditentukan dengan bantuan kurva baku absorbasn terhadap
konsentrasi glukosa.

Yeast, Makhluk di Balik Minuman Keras


Minuman keras atau dalam bahasa fiqihnya dikenal dengan khamer adalah minuman
beralkohol yang memabukkan dan haram. Hal itu sudah disepakati oleh semua pihak. Tetapi ada
minuman yang sebelumnya dikenal sebagai minuman halal, karena ketidak tahuan proses
produksi, bisa berubah menjadi haram, tanpa disadari.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan minuman keras adalah bahan-bahan alami
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Secara umum ada dua jenis tanaman yang sering dipakai,
yaitu perasan buah (jus) dan biji-bijian, meskipun kadang-kadang nira atau tebu juga dipakai
untuk minuman beralkohol tradisional. Perasan buah yang paling banyak dipakai adalah anggur,
sedangkan biji-bijian yang banyak digunakan adalah barley, gandum, hope dan beras.
Dalam pembuatannya bahan-bahan tersebut kemudian difermentasi. Fermentasi adalah
proses pengolahan yang menggunakan peranan mikroorganisme (jasad renik), sehingga
dihasilkan produk-produk yang dikehendaki. Jasad renik adalah makhluk hidup yang sangat
kecil, sehingga mata biasa tidak mampu melihatnya. Ia hanya bisa dilihat dengan menggunakan
mikroskop.
Mikroorganisme ada di mana-mana di sekeliling kita, seperti pada tanah, air, bahan
makanan, bahkan melayang-layang di udara yang kita hirup setiap hari. Jenis mikroorganisme ini
sangat banyak. Dalam mikrobiologi pangan, kita mengenal tiga jenis jasad renik, yaitu kapang
(jamur), bakteri dan khamir (yeast). Jamur dan bakteri lebih dikenal masyarakat karena juga
berkaitan dengan penyakit. Kalau kita terserang penyakit kulit, seperti panu, kadas dan kurap,
maka penyebabnya adalah sejenis jamur penyebab penyakit. Sedangkan bakteri banyak
menyebabkan berbagai jenis penyakit menular, seperti TBC, Thypus, Colera, Desentri, dan
sebagainya.
Khamir adalah salah satu jenis mikroba yang sebenarnya banyak berperan dalam dunia
pangan, tetapi kurang dikenal luas oleh masyarakat. Secara tradisional, khamir sebenarnya sudah
sangat dikenal masyarakat. Dalam pembuatan tape selalu digunakan ragi yang ditambahkan
untuk membuat singkong atau beras ketan menjadi produk yang diinginkan. Ragi ini sebenarnya
adalah khamir yang berfungsi untuk mengubah karbohidrat (pati) menjadi gula dan alkohol.
Proses tersebut juga menyebabkan tekstur tape menjadi lunak dan empuk.
Proses yang hampir sama juga terjadi pada pembuatan minuman keras. Bahan baku
berupa biji-bijian tersebut ditambahkan sejenis ragi yang secara mikrobiologis adalah sama, yaitu
khamir dengan nama latin Saccharomyces cerevisae. Khamir inilah yang mengubah pati pada
biji-bijian tersebut menjadi gula, serta mengubah sebagian gula menjadi alkohol dan komponen
flavor (cita rasa). Dari proses tersebut kemudian akan dihasilkan minuman beralkohol dengan
cita rasa tertentu sesuai dengan bahan baku yang digunakan.
Lama proses fermentasi itu akan mempengaruhi jumlah alkohol yang dihasilkannya.
Semakin lama proses fermentasi semakin tinggi kandungan alkoholnya. Dari perbedaan biji-
bijian yang dipakai dan lamanya fermentasi ini akan menghasilkan jenis minuman keras yang
berbeda-beda pula.

Fermentasi spontan
Ada kalanya proses pembuatan minuman keras ini tidak harus ditambahkan ragi atau
yeast dengan sengaja. Karena mikroorganisme sebenarnya ada di sekeliling kita, termasuk di
udara bebas, maka sebenarnya proses fermentasi bisa berlangsung secara langsung, tanpa harus
menambahkan ragi ke dalamnya. Proses inilah yang dikenal dengan fermentasi spontan.
Hal ini terjadi pada fermentasi perasan buah anggur. Buah anggur yang diperas dan
dibiarkan di udara terbuka, maka dengan sendirinya akan berlangsung proses fermentasi dari
mikroba yang ada di udara. Jika proses tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun, maka
mikroba yang ada di udara secra alamiah akan terseleksi sendiri, sehingga hanya mikroba
tertentu sajalah yang dominan. Itulah yang terjadi pada industri-industri khamer tradisional.
Dalam dunia anggur, kita mengenal jenis-jenis anggur tertentu yang disimpan di dalam peti-peti
kayu. Semakin lama anggur itu disimpan, semakin mahal pula harga anggur tersebut, karena
akan dihasilkan cita rasa spesifik yang sangat khas.
Fermentasi spontan ini bisa terjadi di mana saja, termasuk juga pada minuman jus yang
kita miliki dan kita ketahui sebagai minuman halal. Kalau kita menyimpan jus buah yang tidak
habis, maka dalam beberapa hari jus tersebut akan mengalami fermentasi spontan dan berubah
menjadi minuman beralkohol. Status hukumnya akan sama dengan minuman keras yang
mengandung alkohol. Inilah yang kadang-kadang kurang disadari oleh masyarakat.
Ketidaktahuan akan proses fermentasi spontan ini bisa saja menjerumuskan kita kepada
minuman beralkohol yang memabukkan.
Hal sama juga terjadi pada nira kelapa atau aren. Ketika masih segar, maka nira tersebut
adalah halal. Akan tetapi ketika sudah didiamkan beberapa hari (biasanya lebih dari dua hari)
maka akan berubah menjadi tuak yang beralkohol, memabukkan dan haram. Minuman itu sering
dijajakan di beberapa daerah dan dianggap sebagai minuman halal.
Nah, setelah kita kenal khamir atau yeast yang berperan dalam pembuatan minuman
keras ini, sebaiknya kita lebih berhati-hati. Rasulullah sendiri pernah memperingatkan hal ini
dengan mengharamkan perasan anggur yang diperam lebih dari tiga hari. Karena kalau sudah
lebih dari tiga hari minuman yang tadinya halal itu telah berubah menjadi kharam.

FERMENTASI JERAMI DENGAN MENGGUNAKAN SUPERFARM CATTLE


Makanan alami jenis hewan herbivora termasuk sapi adalah rumput dan daun-daunan.
Secara alamiah golongan hewan ini memakan hijauan sepanjang hidupnya. Hijauan merupakan
pakan yang penting bagi hewan ruminansia. Hijauan ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu : hijauan
liar ( tidak sengaja ditanam dan tumbuh dengan sendirinya ) dan hijauan yang dibudidayakan
( sengaja ditanam dan dipupuk ). Hijauan liar terdiri dari berbagai jenis rumput, leguminoceae
dan tanamn lainya. Sedangkan hijauan yang dibudidayakan hanya merupakan satu species
rumput atau bercampur dengan species rumput lain.
Ketersediaan pakan hijauan ini sangat dipengaruhi oleh faktor musim. Pada musim
penghujan persediaan bahan pakan hijauan sangat banyak dan melimpah. Sedangkan pada
musim kemarau ketersediaan pakan hijau ini sangat terbatas. Hijauan dari sisa pertanian seperti
jerami, jagung dan lain-lain oleh petani hanya diambil sebagai bahan pakan ternak pada saat sisa
hasil pertanian ini hanya ditumpuk dan dibiarkan kering.
Dengan kondisi limbah atau sisa hasil pertanian yang kering, petani tidak
memanfaatkannya untuk pakan ternak. Hal ini disebabkan hewan ternak tidak mau memakan sisa
atau limbah pertanian yang sudah kering tersebut.
Untuk mengatasi kendala-kendala penyediaan bahan pakan ternak pada musim kemarau
maka kami menciptakan suatu produk teknologi yang membantu mengatasi penyediaan bahan
pakan untuk ternak pada musim kemarau.
Superfarm Cattle merupakan suatu produk teknologi mikrobia yang berguna untuk
membantu menaikan kadar protein bahan pakan, meningkatkan berat badan ternak, mengurangi
bau kotoran ternak, dan membantu menfermentasi bahan pakan agar merangsang nafsu makan
ternak.

Penggunaan bakteri asam laktat dalam fermentasi sauerkraut sebagai alternatif


pengawetan dan pengolahan kubis (Brassica oleracea var capitata f. alba)
Kubis (Brassica oleracea var. capitata "alba") merupakan salah satu jenis sayuran
komersial yang memiliki sifat mudah layu, rusak dan busuk. Penelitian mengenai fermentasi
sauerkraut dengan menggunakan bakteri asam laktat Leuconostoc mesenteroides dan
Lactobacillus plantarum, baik berupa kultur tunggal maupun kultur campuran telah dilakukan
dengan tujuan untuk mengawetkan dan meningkatkan kandungan gizi serta cita rasa kubis.
Selain itu juga untuk melihat daya hambat produk fermentasi terhadap bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Penelitian ini diawali dengan optimasi konsentrasi
inokulum dengan variasi 5,0; 7,5 dan 10,0 % v/b. Selanjutnya proses fermentasi sauerkraut
menggunakan konsentrasi inokulum optimum sedangkan kontrol hanya menggunakan garam
sebanyak 2,5 %. Analisis kadar asam, pH, jumlah total mikroba dan daya hambat dilakukan
setiap 2 hari selama 21 hari fermentasi. Total mikroba dihitung dengan menggunakan metode
“Total Plate Count” dan daya hambat dengan metode difusi agar. Hasil optimasi menunjukkan
bahwa konsentrasi inokulum optimum adalah 7,5 % untuk semua kultur perlakuan. Kadar asam
laktat tertinggi 0,98 % untuk L. mesenteroides dan L. plantarum, serta 1,17 % untuk kultur
campuran. pH terendah berturut-turut untuk L. mesenteroides, L. plantarum dan kultur campuran
adalah 3,34; 3,33 dan 3,30. Proses fermentasi dengan perlakuan inokulum L. mesenteroides
menghasilkan asam laktat tertinggi 1,52 %; pH terendah 3,43 dan jumlah total mikroba 2,10.107
sel/mL. Penambahan inokulum L. plantarum menghasilkan asam laktat tertinggi 1,84 %; pH
terendah 3,21 dan jumlah total mikroba 2,60.107 sel/mL. Fermentasi dengan kultur campuran
menghasilkan asam laktat tertinggi 1,55 %; pH terendah 3,32 dan jumlah total mikroba 1,90.107
sel/mL, sedangkan fermentasi dengan garam menghasilkan asam laktat tertinggi 1,47 %; pH 3,49
dan jumlah total mikroba 1,87.107 sel/mL. Daya hambat tertinggi diperoleh dari fermentasi L.
plantarum yaitu 1,29 cm terhadap Pseudomonas aeruginosa, dan dari fermentasi garam yaitu 1
cm terhadap Staphylococcus aureus. Kandungan gizi sauerkraut terbaik diperoleh dari fermentasi
L. plantarum, yaitu kadar protein 1,63 g; lemak 0,22 g dan karbohidrat 5,34 g. Sauerkraut yang
difermentasi dengan kultur campuran serta yang menggunakan L. mesenteroides saja lebih
disukai dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa produk
fermentasi memiliki cita rasa yang khas yang lebih disukai dan mengalami peningkatan
kandungan gizi. Selain itu kubis yang difermentasi dapat menghambat P. aeruginosa dan S.
aureus yang merupakan bakteri patogen.

FERMENTASI AMPAS TEBU UNTUK PAKAN TERNAK


Ampas tebu merupakan Iimbah pabrik gula yang banyak ditemukan di Daerah Istimewa
Yogyakarta dan sangat mengganggu apabila tidak dimanfaatkan. Saat ini belum banyak peternak
menggunakan ampas tebu tersebut untuk bahan pakan ternak, hal ini mungkin karena ampas tebu
mentiliki serat kasar dengan kandungan lignin sangat tinggi ( 19.7%) dengan kadar protein kasar
rendah (28%). namun limbah ini sangat potensi scbagai bahan pakan ternak. Melalui fermentasi
menggunakan probiotik, kualitas dan tingkat kecernaan ampas tebu akan diperbaiki sehingga
dapat digunakan sebagai bahan pakan.

PEMBUATAN DAN PENGOLAHAN BIJI-BIJIAN DENGAN TEKNIK FERMENTASI


SERTA DIVERSIFIKASIKAN PRODUKNYA

Aktifitas kegiatan pada program pangan antara lain proses pangan (Food Processing)
dengan dasar teknologi fermentasi dan bioteknologi pangan dilakukan kegiatan antara lain
diversifikasi olahan pangan berbasis tempe dan kacang- kacangan lainnya, antara lain pembuatan
inokulum tempe dengan aktifitas protease tinggi, ice cream tempe, susu tempe, yogurt tempe,
pasta tempe dan produk lainnya dengan menggunakan bahan baku kacang-kacangan lainnya.
Produk yang dihasilkan merupakan produk yang bergizi, murah dan baik untuk kesehatan
karena produk tersebut berasal dari pangan nabati (kedele) Yang mengandung senyawa bioaktif
isoflavon dan mengandung asam lemak jenuh nabati lebih rendah dibandingkan asam lemak
jenuh hewani dan bermanfaat bagi golongan vegetarian dan orang yang diet kolesterol.

ANEKA PRODUK

 Susu Tempe
 Ice Cream Tempe
 Pasta Tempe
 Yogurth Tempe
 Inoulum Kecap
 Kaldu Nabati

PELUANG BISNIS
 Pengguna:
Untuk Produk -produk pangan di atas diharapkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia
dapat mengkonsumsinya mengingat kandungan nutrisi yang tinggi, mengandung senyawa
aktif yang berfungsi untuk kesehatan, yang aman untuk dikonsumsi dan relatif murah
(dapat terjangkau).
 Prosedur Produk/Teknologi yang Sejenis:
Teknologi yang digujakan untuk menghasilkan produk - produk pangan seperti di atas
yaitu dengan proses fermentasi.

Susu,Yogurth, Ice cream dan Pasta tempe


Untuk pembuatan susu dan ice cream tempe terlebih dahulu dilakukan proses fermentasi
padat dengan menggunakn substrat kedele dan inokulum hasil penelitian 2001 yaitu inokulum
dengan aktifitas protease lebih tinggi dibandingkan inokulum pasar. Hasil fermentasi padat yang
berupa tempe selanjutnya diproses dengan teknologi pangan pada umumnya antara lain granding,
blenching, freeze drying dsb untuk mendapatkan produk dengan kualitas yang diinginkan.
Terakhir dilakukan pembuatan end product dengan melakukan berbagai formulasi.

INOKULUM KECAP DAN KECAP


Pada kegiatan pembuatan kecap ini telah diproleh inokulum kecap dengan aktifitas
protease dan amylase tinggi yang siap untuk digunakan pada pembuatan kecap. Teknologi yang
digunakan yaitu fermentasi padat dan fermentasi garam. Fermentasi padat yang digunakan yaitu
pada proses pembuatan koji dengan bahan baku kedele dan dilanjtukan dengan fermentasi garam
(baceman kedele) yaitu fermentasi dalam larutan garam dengan subtrat koji kedele.
Uji Manfaat dan Makanan Hasil Fermentasi Sari Pisang
Pisang busuk umumnya mengeluarkan cairan yang banyak mengandung glukosa, karena
aktivitas enzim pektolitik amilase. Glukosa mudah dimanfaatkan oleh mikroorganisme,
diantaranya adalah khamir Rhodotorula glutinis. Khamir ini menghasilkan asam lemak linoleat
dan linolenat, senyawa ergosterol (pro-vitamin D3), dan pigmen karotenoida.
Tujuan penelitian ini untuk menguji keamanan produk fermentasi sari pisang dengan
khamir Rhodotorula glutinis pada hewan percobaan, kemudian menguji daya terimanya. Jenis
pisang yang digunakan adalah semua jenis pisang. Biakan khamir Rhodotorula glutinis yang
digunakan pada proses fermentasi adalah dalam bentuk suspensi sel khamir. Komposisi medium
yang dicoba pada fermentasi ada 5 jenis medium yang berbeda komposisinya untuk memperoleh
produk fermentasi yang optimal.
Hasil fermentasi diuji keamanannya pada tikus putih. Selain sari pisang hasil fermentasi,
juga diuji sari pisang utuh, medium sari pisang optimal tanpa fermentasi, dan inokullum khamir
Rhodotorula glutinis. Pengujian dilakukan selama satu bulan. Setelah diketahui dari hasil hewan
percobaan bahwa produk ferementasi sari pisang tidak ditemukan efek negatif, kemudian
dilakukan uji penerimaan. Makanan yang diuji adalah dalam bentuk minuman, diuji oleh 30
panelis di Puslitbang Gizi, meliputi rasa, aroma, warna, dan kesan di mulut, serta nilai total
penerimaan, ingkat kesukaan dalam bentuk nilai.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa tikus memperlihatkan perbedaan kanaikan berat
badan yang nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol. Demikian juga dengan berat organ.
Perbedaan kenaikkan berat badan ini tampaknya berhubungan dengan jumlah ransum yang
dikonsumsi, tetapi perbedaan ini tidak nyata. Sedangkan hasil pengamatan terhadap
perkembangan fisik, tidak diketemukan kelainan antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Hasil uji penerimaan menunjukkan total penerimaan sari pisang hasil fermentasi
terbanyak pada tingkat agak suka (40%), 26,7% sangat suka, 20% suka, 6,7% biasa saja, 6,7%
tidak suka, dan 0% sangat tidak suka.
Dari hasil di atas dapat disimpulkan, produk fermentasi sari pisang menggunakan khamir
Rhodotorula glutinis secara umum tidak memperlihatkan efek negatif, kecuali penurunan berat
badan. Disarankan untuk dilakukan uji toksisitas secara mendalam.
Kultur Campuran dan Faktor Lingkungan Mikroorganisme yang Berperan dalam
Fermentasi “Tea-Cider”
Teh merupakan hasil pertanian yang mengandung senyawa berkhasiat, terutama dalam
bidang kesehatan. Penelitian mengenai fermentasi “Tea-cider” telah dilakukan dengan metode
kultur curah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kultur campuran mikroorganisme yang
berperan aktif dalam proses tersebut, menentukan kondisi optimum fermentasi dan menguji
kemampuan produk fermentasi dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Penelitian
dilakukan dalam dua tahap, pertama isolasi mikroorganisme yang terdapat dalam bibit “Tea-cider”
dan kedua, tahap produksi “Tea-cider” dengan menggunakan inokulum berupa kultur campuran
isolat murni hasil isolasi dan cairan “Tea-cider”. Optimasi proses fermentasi dilakukan terhadap
perbandingan inokulum, yaitu antara kultur campuran isolat murni hasil isolasi pada variasi
perbandingan jumlah sel awal B : K1 : K2 = 1 : 1 : 1, 3 : 1 : 1 dan 5 : 1 : 1, dengan inokulum pada
variasi 5%, 10%, dan 15% (v/v). Optimasi suhu dengan variasi 250C, 280C, 300C, dan 350C, pH
awal medium dengan variasi 4, 5, dan 6, kadar gula awal dengan variasi 5%, 10%, dan 15% (b/v).
Analisis terhadap pH, kadar asam, kadar gula, dan kadar alkohol dilakukan selama 14 hari
fermentasi dengan interval 48 jam. Selanjutnya dilakukan uji organoleptik terhadap produk
fermentasi serta uji antimikroba dengan metode difusi agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kultur campuran mikroorganisme yang berperan aktif dalam proses fermentasi “Tea-cider” terdiri
dari dua jenis khamir, yaitu Schizosaccharomyces pombe (K1) dan Brettanomyces sp (K2) dan
satu jenis bakteri asam asetat, yaitu Acetobacter xylinum (B). Kondisi optimum untuk fermentasi
“Tea-cider” diperoleh dengan inokulum kultur campuran isolat murni hasil isolasi dengan
perbandingan B : K1 : K2 adalah 5 : 1 : 1 dan inokulum 10% (v/v), suhu inkubasi optimum 30 0C,
pH awal medium 5, dan kadar gula awal 10% (b/v). “Tea-cider” mampu menghambat
pertumbuhan beberapa bakteri patogen, yaitu Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
dan  Escherichia coli. Produk fermentasi “Tea-cider” juga memiliki cita rasa yang disukai.

Ampas Tahu Tingkatkan Produksi Broiler


Poultryindonesia.com, Riset. Keberadaan ampas tahu di tanah air cukup melimpah,
murah dan mudah didapat. Produk sampingan pabrik tahu ini apabila telah mengalami fermentasi
dapat meningkatkan kualitas pakan dan memacu pertumbuhan ayam pedaging.
Delapan puluh persen bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum ayam
pedaging adalah berasal dari impor, kondisi ini mengakibatkan pakan untuk ayam pedaging
menjadi mahal. Hal ini telah mendorong ahli nutrisi dan formulasi pakan untuk menemukan
bahan pakan yang tersedia dalam jumlah banyak, murah dan mudah didapat. Salah satunya yang
telah banyak digunakan adalah ampas tahu. Produk sampingan pabrik ampas tahu ini telah
digunakan sebagai pakan babi, sapi bahkan ayam pedaging. Namun karena kandungan air dan
serat kasarnya yang tinggi, maka penggunaannya menjadi terbatas dan belum memberikan hasil
yang baik. Guna
mengatasi tingginya kadar air dan serat kasar pada ampas tahu maka dilakukan fermentasi.
Proses fermentasi dengan menggunakan ragi yang mengandung kapang Rhizopus oligosporus
dan R oryzae.
Proses fermentasi akan menyederhanakan partikel bahan pakan, sehingga akan
meningkatkan nilai gizinya. Bahan pakan yang telah mengalami fermentasi akan lebih baik
kualitasnya dari bahan bakunya. Fermentasi ampas tahu dengan ragi akan mengubah protein
menjadi asam-asam amino, dan secara tidak langsung akan menurunkan kadar serat kasar ampas
tahu.
Berdasar atas fakta tersebut, L. D. Mahfudz, E. Suprijatna dan W. Sarengat dari Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro melakukan riset untuk mangkaji ampas tahu fermentasi
sebagai bahan pakan serta menganalisa pengaruhnya sebagai bahan penyusun ransum ayam
pedaging. Riset yang dilakukan menggunakan 60 ekor anak ayam pedaging strain Arbor acres
umur 1 minggu “unsex” dengan berat badan rata-rata 120,08±15,58 g. Ampas tahu sebelum
dipakai sebagai bahan penyusun ransum difermentasi dengan ragi yang mengandung kapang
Rhyzopus oligosporus dan R. oryzae. Ransum penelitian disusun dengan bahan dasar jagung
kuning giling, dedak halus, bungkil kedelai, tepung ikan dan top- mix serta berbagai level tepung
ampas tahu fermentasi. Ransum disusun dengan kandungan protein dan energi yang sama (iso
protein dan iso energi). Ransum periode awal mengandung protein 22% dan energi metabolis
2.900 kkal/kg, sedang ransum periode akhir mengandung protein 20% dan energi metabolis
3.000 kkal/kg.
Perlakuan yang diterapkan, adalah level ampas tahu fermentasi sebagai berikut: T0, T1,
T2 dan T3 masing-masing adalah 0%, 10%, 15% dan 20% tepung ampas tahu fermentasi.
Parameter yang diamati meliputi: konsumsi pakan, pertambahan berat badan, rasio konversi
pakan, berat badan akhir dan persentase
karkas. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri
dari 4 perlakuan dengan masing-masing 5 ulangan dan setiap unit percobaan terdiri dari 3 ekor
ayam pedaging. Analisa kandungan ampas tahu fermentasi, memiliki protein kasar 21,66%,
lemak kasar 2,73%, serat kasar 20,26%, Ca 1,09%, P 0,88%, dengan energi metabolis sebesar
2.830 kkal/ kg. Selain itu, kandungan asam amino lisin dan methionin serta vitamin B komplek
yang cukup tinggi juga terdapat di dalamnya. Hasil riset disajikan pada tabel, secara nyata
memperlihatkan adanya peningkatan konsumsi pakan, pertambahan berat badan, berat badan
akhir dan berat karkas, seiring dengan meningkatnya level ampas tahu dalam pakan. Namun
persentase karkas secara nyata tidak berbeda, sedangkan konversi pakan secara nyata lebih baik
dengan pemberian ampas tahu fermentasi. Dari hasil riset ini dapat disimpulkan bahwa
penggunaan ampas tahu fermentasi akan meningkatkan kualitas pakan dan memacu pertumbuhan
ayam pedaging.

PEMBUATAN PLASTIK BIODEGRADABEL DARI KULIT PISANG


Asam laktat dapat dibuat melalui proses fermentasi pati maupun glukosa dengan
menggunakan bantuan bakteri maupun jamur. Proses fermentasi dapat dibagi menjadi dua yaitu
homofermentatif maupun heterofermentatif. Homofermentatif hanya menghasilkan produk
utama asam laktat, sedangkan heterofermentatif menghasilkan produk utama asam laktat dan
produk samping asam asetat dan karbon dioksida. Proses fermentasi asam laktat dengan
menggunakan Lactobacillus plantarum mengacu pada proses fermentasi homofermentatif . L.
plantarum sangat cocok digunakan dalam proses fermentasi asam laktat dengan bahan dasar pati
yang berasal dari tanaman. Pada penelitian ini kulit pisang digunakan sebagai substrat pada
pembuatan asam laktat karena kulit pisang masih memiliki kandungan pati sekitar 18% .
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pH awal fermentasi,
ekstrak substrat dan waktu fermentasi terhadap perolehan asam laktat dan sisa gula reduksi dari
kulit pisang dengan bantuan Lactobacillus plantarum. Selain itu juga bertujuan untuk
menentukan kondisi terbaik pembuatan asam laktat dari kulit pisang dengan bantuan L
plantarum.
Fermentasi kulit pisang menjadi asam laktat dilakukan dengan menggunakan metode
fermentasi substrat cair. Penelitian ini terbagi dalam tiga tahap yaitu: pembuatan media
fermentasi, proses fermentasi asam laktat dan pemurnian larutan asam laktat yang telah diperoleh
dengan cara adsorpsi menggunakan resin. Variabel yang dipelajari adalah pH awal fermentasi,
banyaknya kulit pisang yang diekstrak dalam volume air tertentu serta lamanya waktu
fermentasi. Hasil fermentasi dianalisa kadar sisa gula reduksi sedangkan larutan hasil fermentasi
yang sudah dimurnikan dengan cara melewatkan kolom resin Amberlite IRA – 400, dianalisa
kadar asam laktatnya dengan cara titrasi menggunakan larutan NaOH.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa pH awal fermentasi, ekstrak substrat kulit pisang
dan waktu fermentasi mempengaruhi kadar asam laktat. Kadar asam laktat terbanyak diperoleh
pada kondisi pH awal fermentasi 5, ekstrak substrat 1000 g kulit pisang/L selama 18 hari
Fermentasi.

Beda Yoghurt dan Minuman Lactobacillus


Minuman lactobacillus yang banyak dijual di pasaran dan yoghurt ternyata punya
perbedaan. Menurut Carmen, dalam proses pembuatannya, minuman lactobacillus hanya
menggunakan satu bakteri yaitu Lactobacillus bulgaricus. Sedangkan prinsip pembuatan yoghurt
adalah fermentasi susu dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus. Kedua macam bakteri tersebut akan menguraikan laktosa (gula susu) menjadi
asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. Lactobacillus bulgaricus lebih berperan
pada pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan pada
pembentukan cita rasa yoghurt.
 Asal Mula Yoghurt
Yoghurt sebenarnya sudah lama dikenal sebagai minuman tradisional masyarakat daerah
Balkan dan Timur Tengah. Namun manfaat yoghurt bagi kesehatan baru mulai populer ketika
tahun 1908 seorang peneliti bernama E. Metchnikoff membuat hipotesis yang mengatakan
bahwa ada hubungan erat antara umur panjang masyarakat pegunungan di Bulgaria dengan
kebiasaan mereka mengonsumsi susu fermentasi.
Kendati data empiris yang ada masih terbatas, hipotesis tersebut dianggap menarik untuk
dikaji dan diungkap lebih lanjut. Metchnikoff sendiri akhirnya mendapat penghargaan Nobel dan
sejak saat itu produk susu fermentasi terus dikembangkan dan diteliti. Di beberapa negara
yoghurt dikenal dengan nama berbeda-beda. Semisal Jugurt (Turki), Zabady (Mesir, Sudan),
Dahee (India), Cieddu (Italia), dan Filmjolk (Skandinavia).
 Mengenal Proses Pembuatan Yoghurt
Selain dibuat dari susu segar, yoghurt juga dapat dibuat dari susu skim (susu tanpa
lemak) yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan tertentu tergantung pada kekentalan
produk yang diinginkan. Selain dari susu hewani, belakangan yoghurt juga dapat dibuat dari
campuran susu skim dengan susu nabati (susu kacang-kacangan). Sebagai contoh, yoghurt dapat
dibuat dari kacang kedelai yang sangat populer dengan sebutan "soyghurt". Yoghurt juga dapat
dibuat dari santan kelapa yang disebut dengan "miyoghurt".
Saat ini di pasaran dijumpai berbagai jenis yoghurt. Antara lain yoghurt pasteurisasi atau
yoghurt yang setelah masa inkubasi selesai dipasteurisasi untuk mematikan bakteri dan
memperpanjang usia simpannya. Kedua, yoghurt beku yakni yoghurt yang disimpan pada suhu
beku serta dietetik yoghurt, yaitu yoghurt rendah kalori dan rendah laktosa ataupun yang
ditambahkan vitamin dan protein. Jenis berikut adalah yoghurt konsentrat yang memiliki total
padatan sekitar 24 persen.
Berdasarkan kadar lemaknya, yoghurt dapat dibedakan atas yoghurt berlemak penuh
(kadar lemak lebih dari 3%), yoghurt setengah berlemak yang berkadar lemak antara 0,5-3,0%
maupun yoghurt berlemak rendah dengan lemak kurang dari 0,5%. Perbedaan kadar lemak
tersebut dihitung berdasarkan jenis susu dan campuran bahan yang digunakan dalam proses
pembuatannya.
Keampuhan tersebut dikarenakan yoghurt mengandung bakteri "baik" seperti
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus yang dapat memperbaiki
keseimbangan flora di saluran cerna. Jika sejak dini si kecil sudah dibiasakan mengonsumsi
yoghurt sehari sekali sebanyak 200 cc, maka keseimbangan saluran cernanya akan terjaga.
Dampak menguntungkannya, kuman-kuman penyebab berbagai penyakit seperti tipus dan
muntaber tidak akan bisa tumbuh.
Menurut beberapa ahli, yoghurt sebagai makanan variasi mulai bisa dikonsumsi bayi
selepas ASI eksklusif, yakni sekitar usia 6 bulan. Tentu saja yoghurt buat bayi bukan sembarang
yoghurt, lo. Melainkan yoghurt yang mengandung Bifidobacterium sp. yang menghasilkan asam
laktat tipe L (+). Sedangkan asam laktat tipe D (-) yang mengalami metabolisme lebih lambat
tidak cocok bagi bayi. Setelah usia setahun barulah anak dapat mengonsumsi semua jenis
yoghurt dan menikmati manfaatnya sebagai sumber protein, kalsium, dan fosfor tinggi.
Berikut beberapa manfaat yoghurt yang diuraikan dr. Carmen. M. Siagian, MS, Bagian
Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta.
* Membantu penderita lactose intolerance
Jika si kecil selalu diare setiap kali minum susu, bisa jadi ia menderita lactoce
intolerence. Penyebabnya adalah defisiensi/kekurangan enzim pencerna laktosa. Sehingga setiap
kali minum susu, butiran laktosanya akan tertinggal di permukaan lubang usus halus dan
menyerap air dari sekitarnya yang kemudian memunculkan diare.
Dalam yoghurt, laktosa susunya sudah dipecah oleh bakteri "baik" Lactobacillus
bulgaricus melalui proses fermentasi, hingga mudah diserap tubuh. Itulah mengapa yoghurt amat
disarankan sebagai pengganti susu bagi anak yang tidak mampu mencerna laktosa dengan baik.
Dengan minum yoghurt, si anak tidak akan diare.
* Degradasi kolesterol
Penelitian pada beberapa orang yang mengonsumsi yoghurt secara teratur dalam jumlah
dan waktu tertentu ternyata menunjukkan jumlah kolesterol dalam serum darahnya menurun.
Mekanisme penurunan kolesterol ini bisa terjadi karena bakteri asam laktat yang ada dalam
yoghurt dapat mendegradasi kolesterol menjadi coprostanol. Coprostanol ini merupakan zat
yang tak dapat diserap oleh usus. Berkat yoghurt, coprostanol dan sisa kolesterol dikeluarkan
bersama-sama tinja. Dengan kata lain, jumlah kolesterol yang diserap tubuh pun jadi rendah.
Sebuah laporan mengenai hal ini memaparkan bahwa penurunan kolesterol oleh bakteri
Lactobacillus dapat mencapai kisaran 27-38 persen.
* Menghambat patogen
Flora usus pengonsumsi yoghurt terbukti sulit ditumbuhi kuman-kuman patogen atau
kuman yang dapat menyebabkan penyakit. Dengan terhambatnya pertumbuhan sekaligus
matinya mikrobia patogen dalam lambung dan usus halus bisa menghindari munculnya berbagai
penyakit akibat infeksi atau intoksikasi mikrobia. Dengan kata lain, mengonsumsi yoghurt secara
teratur dapat membantu menjaga kesehatan saluran pencernaan.
Dari suatu penelitian dilaporkan bahwa Lactobacillus casei yang digunakan dalam
pembuatan yoghurt campuran susu skim dan susu kedelai, terbukti mampu membunuh bakteri E.
coli. Bakteri ini merupakan kuman yang terdapat saluran cerna. Meski dalam jumlah kecil,
bakteri ini sebetulnya tidak menimbulkan penyakit, namun bila berlebihan tentu dapat
memunculkan dampak tak sehat. Sementara dengan adanya Lactobacillus casei, bakteri E coli
tidak bisa hidup karena Lactobacillus casei yang merupakan bakteri "baik" menghasilkan suatu
zat yang dapat menghambat racun yang diproduksi E coli.
* Menetralisir antibiotik
Mengonsumsi antibiotik secara oral akan mengakibatkan keseimbangan flora di saluran
cerna pasien jadi terganggu. Kendati antibiotik memang berfungsi mematikan kuman, namun ia
tidak pandang bulu mana kuman yang perlu dibunuh dan mana yang sebetulnya tidak perlu
dimusnahkan. Bukankah sebenarnya ada kuman yang harus berada di saluran cerna guna
menjaga keseimbangan flora usus? Nah, yoghurt dapat menetralisir efek samping antibiotik ini.
* Antikanker saluran cerna
Kanker saluran cerna banyak terjadi di usus besar. Penyebabnya antara lain terjadinya
ketidakseimbangan di saluran cerna, hingga menghasilkan penumpukan berbagai zat yang
seharusnya terbuang. Bakteri-bakteri yang berperan dalam yoghurt dapat mengubah zat-zat
prekarsinogenik (zat-zat pemicu kanker) yang ada dalam saluran pencernaan, hingga mampu
menghambat terjadinya kanker.
* Mencegah jantung koroner
Seperti telah kita ketahui, ke dalam yoghurt sudah dimasukkan bakteri "baik" yang tidak
menimbulkan penyakit, yakni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus. Nah, bakteri itulah
yang kemudian diberi media berupa susu. Selama proses fermentasi susu dalam pembuatan
yoghurt, bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus akan tumbuh dan
menjadi besar.
Saat itulah kedua jenis bakteri tersebut akan meningkatkan mutu protein yang terkandung
dalam asam amino susu. Semisal histidin yang baik bagi pertumbuhan anak. Selain itu, dalam
proses fermentasi, kedua jenis bakteri tersebut akan menghasilkan asam folat dan vitamin B
kompleks. Berbagai penelitian mengungkap bahwa kedua vitamin ini berguna mencegah
munculnya penyakit jantung koroner.

PENGARUH KONSENTRASI ENZIM PAPAIN DAN SUHU FERMENTASI


TERHADAP KUALITAS KEJU COTTAGE
Keju cottage merupakan keju lunak tanpa pematangan yang dibuat dari susu atau skim
dengan penambahan kultur bakteri asam laktat dan penambahan enzim renet untuk koagulasinya.
Enzim renet yang digunakan dalam proses pembuatan keju sangat mahal dan tersedia dalam
jumlah yang terbatas, sehingga perlu adanya pengganti enzim renet. Salah satu enzim yang dapat
digunakan sebagai pengganti enzim renet adalah papain dari pepaya (Carica papaya). Telah
dilakukan penelitian konsentrasi enzim papain (320ppm, 520 ppm, 720 ppm) dan suhu
fermentasi (350C, 450C, 550C) terhadap kadar protein, kadar asam laktat, pH, kadar air, kadar
laktosa, jumlah bakteri dan uji organoleptik keju cottage. Dari hasil penelitian didapat hasil
bahwa pada konsentrasi enzim papain 520 ppm dan suhu fermentasi 450C keju cottage tersebut
telah memenuhi standar.
Keju sebagai produk dengan bahan dasar susu, merupakan alternatif yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewan. Hampir semua keju yang dipasarkan
di negara kita adalah keju keras, yaitu keju yang memerlukan tahap pematangan lebih lama
sehingga biaya produksi lebih tinggi. Keju cottage dengan metode setting pendek, merupakan
salah satu alternatif dalam penurunan biaya produksi. Saat ini biaya produksi keju sangat tinggi,
karena enzim renet yang digunakan dalam proses pembuatan keju sangat mahal dan tersedia
dalam jumlah yang terbatas (Sardinas, 1972; Sardjoko, 1991).
Industri keju sebenarnya dapat berpaling pada enzim penggumpal yang lain seperti fisin
dari getah ficus, papain dari pepaya, dan enzim bromelin dari nanas (Winarno, 1986).
Enzim papain sebagai salah satu pengganti enzim renet mempunyai beberapa kelebihan
antara lain lebih mudah didapat, tersedia dalam jumlah banyak, lebih tahan terhadap kondisi
asam dan kondisi basa, suhu tinggi serta harganya murah (Sirait dalam Anonymous, 1991).
Enzim papain sebagai protease sulfhidril dapat diaktifkan oleh zat-zat pereduksi dan menjadi
tidak aktif jika terdapat zat pengoksidasi. Burges dan Shaw dalam Godfrey dan Reichet (1986)
menyatakan bahwa enzim papain memutus ikatan peptida pada residu asparagin-glutamin,
glutamat-alanin, leusin-valin dan penilalanintirosin. Enzim tersebut akan bekerja secara optimal
tergantung dari konsentrasi yang diberikan. Dalam proses pembutan keju, suhu berperan dalam
menetukan lamanya proses dan mempengaruhi jenis keju yang terbentuk sehingga termasuk keju
lunak atau keju keras (Radiati, 1990).
Berdasarkan hal tersebut ingin dikaji mengenai penggunaan enzim papain dan suhu
fermentasi dalam pembuatan keju cottage, dengan tujuan untuk mengetahui kadar enzim papain
dan suhu fermentasi yang tepat dalam pembuatan keju cottage.
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dasar pertimbangan
penggunaan enzim renet dalam rangka menekan biaya produksi keju.
Starter yang digunakan adalah stater ganda berupa biakan Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococus thermophillus dari media NA dan MRS yang berumur 24 jam masing-masing
diambil sebanyak 50 sel/ml (3 ose) untuk diinokulasikan ke dalam 250 ml skim cair steril dan
diinkubasi pada suhu 400C sampai fase eksponensial. Selanjutnya dibuat starter gabungan dengan
perbandingan 1:1 dan diinkubasi bersama-sama pada suhu 400C selama 4 jam.
Pembuatan keju cottage dilakukan dengan metode setting pendek. Skim yang merupakan
bahan dasar keju dipasteurisasi pada suhu 630C selama 30 menit, didinginkan sampai 400C
sebagai suhu inkubasi, kemudian ditambah 4% (V/V) starter dan disimpan dalam inkubator
dengan berbagai variasi suhu 350C, 450C dan 550C. Setelah pertumbuhan mencapai pH 5,6
ditambah enzim papain dengan kadar yang bervariasi (320 ppm, 520 ppm dan 720 ppm) selama
5-6 jam. Setelah keasaman tercapai sekitar 0,52% (pH 4,6-4,7) dilakukan pemasakan curd di
water bath selama 1 jam , setelah itu whey dibuang. Setelah whey dibuang ditambahkan air
dalam jumlah yang sama dengan curd sambil diaduk pelan-pelan selama 10 menit, kemudian
airnya dibuang. Setelah pembuangan air ditambahkan garam NaCl 4% (w/w) dan terbentuklah
keju.

Pengujian Skim dan Keju secara Kimia


Pengujian secara kimia diperlakukan pada skim sebagai bahan dasar dan keju cottage
yang sudah terbentuk.
a. Kadar protein
Kadar protein ditentukan dengan metode Kjeldal. Metode ini menggunakan unit destruksi
Gerhardt Kjeldaterm. Presentase protein dihitung dengan rumus:
P = mL titrasi X normalitasH2SO4 X 14 X 6,38 x 100%

Berat sampel x 1000


(Sudarmadji et al., 1984)
P : kadar protein
14,00 : berat molekul nitrogen
6,38 : faktor konversi keju

b. Kadar Total Asam Laktat


Kadar asam laktat ditetapkan dengan cara Mann’s acid test. Kadar total asam laktat
dihitung dengan rumus :
TA = Vol. NaOH yg dipakai X N NaOH X 0,09 x 100%
Berat sampel
(Sudamadji et al., 1984)
TA : total asam
0,09 : berat miliekivalen asam laktat

c. pH
Pengukuran pH sampel dilakukan dengan pH meter ( Apriantono, 1989)

d. Kadar Air
Kadar air ditentukan dengan cara pengeringan. Kadar air sampel dihitung dengan rumus:
M= a-b x100%
A
(Hadiwiyoto, 1994)

M : kadar air sampel


A : berat sampel awal
B : berat sampel setelah pengeringan

e. Kadar Laktosa
Kadar laktosa ditentukan dengan cara titrasi. Kadar laktosa dalam filtrat dihitung dengan
rumus:
A= (Tb-Ts) x N x 0,171 x 100
5
(Sudarmadji, 1984)

A : laktosa (g/100ml filtrat)


Ts : titrasi sampel
Tb : titrasi blanko
N : normalitas Na2S2O3
5 : volume titrat yang dititrasi
0.171 : faktor Hammond

f. Uji Mikrobiologis
Uji mikrobiologis dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 5 gram yang dilarutkan
dalam 45 mL aquades steril. Larutan selanjutnya diencerkan sampai 10-3, kemudian larutan
tersebut dibiakkan secara pour plate pada media PCA dengan diinkubasi pada suhu 450C
(Hadiwiyoto, 1994).
g. Penilaian Organoleptik
Penilaian secara organoleptik yang melibatkan 100 panelis (para konsumen yang sering
makan keju) meliputi warna, tekstur dan rasa dilakukan dengan mengikuti prosedur Hedonic
scale (Idris, 1984).

Perancangan pengontrol ierative larning control (ILC) untuk pertumbuhan


Saccharommyces cerevisiae dalam proses fermentasi umpan curah
Proses fermentasi adalah sebuah proses yang sangat dikenal dalam sejarah manusia
dalam memproduksi makanan seperti tempe, yoghurt, keju dan lain-lain. Sampai saat ini masih
sedikit penelitian mengalam yang mencoba untuk mengontrol hasil fermentasi ini. Salah satu
penyebab tidak berkembangnya pengontrolan untuk fermentasi karena proses ini memiliki
karakteristik yang kompleks yang melibatkan banyak variabel proses, baik variabel fisis maupun
variabel kimia
Sebuah pendekatan untuk memecahkan masalah ini adalah dengan Iterative Learning Control
(ILC). ILC adalah sebuah teknik untuk memperbaiki unjuk kerja dan sistem atau proses yang
dioperasikan balk dalam bentuk curate, umpan curate, atau kontinu. ILC akan sangat bermanfaat
bila sistem yang dikontrol mengalami berbagai jenis input dan ketidakpastian rancangan atau
model. ILC mempal,an disain pengontrol yang akan dapat menjamin pemenuhan sebuah
trayektori yang diinginkan dengan akurasi yang dapat diterima.
Tesis ini bertujuan merancang pengontrol untuk proses umpan curate dalam
menghasilkan pertumbuhan ragi (Saccharomyces cerevisiae) menggunakan metode ILC Metode
ILC digunakan untuk mendapatkan pola laju aliran glukosa yang mampu menghasilkan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae seperti profil pertumbuhan yang ditentukan.
Secara khusus penelitian ini merancang pengontrol untuk proses fermentasi umpan curate
dengan menggunakan dua metoda ILC yaitu Finite Horizon Learning Control (FHLC) dan
NonLinear Learning Control (NLC. Perancangan FHLC mengasumsikan bahwa sistem yang
ditinjau adalah limer dimana diperlukan suatu jems masukan fungsi tangga dengan tmgkat
kenaikan yang lebih rapat untuk mendapatkan hasil yang cukup baik. Sebagai contoh untuk
fungsi tangga dengan jumlah anak tangga 8 buah didapatkan kesalahan integrasi sebesar 0.05.
Sedangkan pada NLC, pengujian dilakukan dengan tiga jenis laju aliran berbentuk sinusoida,
tangga dan step. NLC membutuhkan 5 sampai dengan 8 iterasi belajar untuk sinusoida dengan
kesalahan integrasi sebesar 0.0016 dan tangga dengan kesalahan integrasi sebesar 0.003,
sedangkan untuk step membutuhkan sampai 20 iterasi dengan kesalahan integrasi sebesar
0.0111.

NATA DE SOYA
Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan
berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair
yang asam dan mengandung gula. Nata dapat dibuat dari bahan baku air kelapa, dan limbah cair
pengolahan tahu (whey tahu). Nata yang dibuat dari air kelapa disebut dengan nata de coco, dan
yang dari whey tahu disebut dengan nata de soya. Bentuk, warna, tekstur dan rasa kedua jenis
nata tersebut tidak berbeda.
Pembuatan nata tidak sulit, dan biaya yang dibutuhkan juga tidak banyak. Usaha
pembuatan nata ini merupakan alternatif usaha yang cukup menjanjikan (prospektif).
Fermentasi Nata dilakukan melalui tahap-tahap berikut:
- Pemeliharaan biakan murni Acetobacter xylinum.
- Pembuatan starter.
- Fermentasi.
a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.
Fermentasi nata memerlukan biakan murni Acetobacter xylinum. Biakan murni ini harus
dipelihara sehingga dapat digunakan setiap saat diperlukan. Pemeliharan tersebut meliputi:
- Proses penyimpanan sehingga dalam jangka waktu yang cukup lama viabilitas (kemampuan
hidup) mikroba tetap dapat dipertahankan, dan
- Penyegaran kembali mikroba yang telah disimpan sehingga terjadi pemulihan viabilitas dan
mikroba dapat disiapkan sebagai inokulum fermentasi.

Penyimpanan
A.xylinum biasanya disimpan pada agar miring yang terbuat dari media Hassid dan
Barker yang dimodifikasi dengan komposisi sebagai berikut :
Glukosa (100 gram), ekstrak khamir (2,5 gram), K 2HPO4 (5 gram), (NH4)2SO4 (0,6
gram), MgSO4 (0,2 gram), agar (18 gram) dan air kelapa (1 liter). Pada agar miring dengan suhu
penyimpanan 4-7°C, mikroba ini dapat disimpan selama 3-4 minggu.

Penyegaran
Setiap 3 atau 4 minggu, biakan A. xylinum harus dipindahkan kembali pada
agar miring baru. Setelah 3 kali penyegaran, kemurnian biakan harus diuji dengan melakukan
isolasi biakan pada agar cawan. Adanya koloni asing pada permukaan cawan menunjukkan
bahwa kontaminasi telah terjadi. Biakan pada agar miring yang telah terkontaminasi, harus
diisolasi dan dimurnikan kembali sebelum disegarkan.

b) Pembuatan Starter.
Starter adalah populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap
diinokulasikan pada media fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh dengan cepat dan
fermentasi segera terjadi. Media starter biasanya identik dengan media fermentasi. Media ini
diinokulasi dengan biakan murni dari agar miring yang masih segar (umur 6 hari). Starter
baru dapat digunakan 6 hari setelah diinokulasi dengan biakan murni. Pada permukaan starter
akan tumbuh mikroba membentuk lapisan tipis berwarna putih. Lapisan ini disebut dengan
nata. Semakin lama lapisan ini akan semakin tebal sehingga ketebalannya mencapai 1,5 cm.
Starter yang telah berumur 9 hari (dihitung setelah diinokulasi dengan biakan murni) tidak
dianjurkan digunakan lagi karena kondisi fisiologis mikroba tidak optimum bagi fermentasi,
dan tingkat kontaminasi mungkin sudah cukup tinggi. Volume starter disesuaikan dengan
volume media fermentasi yang akan disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak kurang dari
5% volume media yang akan difermentasi menjadi nata. Pemakaian starter yang terlalu
banyak tidak dianjurkan karena tidak ekonomis.
c) Fermentasi.
Fermentasi dilakukan pada media cair yang telah diinokulasi dengan starter.
Fermentasi berlangsung pada kondisi aerob (membutuhkan oksigen). Mikroba tumbuh
terutama pada permukaan media. Fermentasi dilangsungkan sampai nata yang terbentuk
cukup tebal (1,0 – 1,5 cm). Biasanya ukuran tersebut tercapai setelah 10 hari (semenjak
diinokulasi dengan starter), dan fermentasi diakhiri pada hari ke 15. Jika fermentasi tetap
diteruskan, kemungkinan permukaan nata mengalami kerusakan oleh mikroba pencemar.
Nata berupa lapisan putih seperti agar. Lapisan ini adalah massa mikroba berkapsul dari
selulosa. Lapisan nata mengandung sisa media yang sangat masam. Rasa dan bau masam
tersebut dapat dihilangkan dengan perendaman dan perebusan dengan air bersih.

YAKULT DAN YOGURT


Yoghurt atau yogurt, adalah susu yang dibuat melalui fermentasi bakteri. Yoghurt dapat
dibuat dari susu apa saja, termasuk susu kacang kedelai. Tetapi produksi modern saat ini
didominasi susu sapi. Fermentasi gula susu (laktosa) menghasilkan asam laktat, yang berperan
dalam protein susu untuk menghasilkan tekstur seperti gel dan bau yang unik pada yoghurt.
Yoghurt sering dijual apa adanya, bagaimanapun juga rasa buah, vanilla atau coklat juga popular
(Hidayat, 2006).
Yoghurt dibuat dengan memasukkan bakteri spesifik ke dalam susu di bawah temperatur
yang dikontrol dan kondisi lingkungan, terutama dalam produksi industri. Bakteri merombak
gula susu alami dan melepaskan asam laktat sebagai produk sisa. Keasaman meningkat
menyebabkan protein susu untuk membuatnya padat. Keasaman meningkat (pH 4-5) juga
menghindari proliferasi bakteri patogen yang potensial. Di AS, untuk dinamai yoghurt, produk
harus berisi bakteri Streptococcus salivarius subsp. thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii
subsp. bulgaricus (Anonim, 2007).
Pada kebanyakan negara, produk mungkin disebut yoghurt hanya jika bakteri hidup ada
di produk akhir. Produk yang telah dipasteurisasi, yang tidak punya bakteri hidup, disebut susu
fermentasi (minuman) (Anonim, 2007).
Yoghurt yang telah dipasteurisasi memiliki rentang hidup yang panjang dan tidak
membutuhkan kulkas. Yoghurt kaya akan protein, beberapa vitamin B, dan mineral yang
penting. Yoghurt memiliki lemak sebanyak susu darimana ia dibuat (Anonim, 2007).
Karena struktur laktosa yoghurt dirusak, maka yoghurt bisa dikonsumsi orang yang alergi
terhadap susu. Yoghurt kaya dengan vitamin B (Anonim, 2007).
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan
produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling
sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini
dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan (Hidayat, 2006).
Persamaan Reaksi Kimia
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
Dijabarkan sebagai
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)

Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat,
tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi
aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir
yang dihasilkan (Hidayat, 2006).
Pembuatan tempe dan tape (juga peuyeum) adalah proses fermentasi yang sangat dikenal
di Indonesia. Proses fermentasi menghasilkan senyawa-senyawa yang sangat berguna, mulai dari
makanan sampai obat-obatan. Fermentasi yang sering dilakukan adalah proses tape, tempe,
yoghurt, dan tahu (Hidayat, 2006).
Yakult adalah minuman susu (fermentasi), yang dibuat dengan memfermentasikan susu
bubuk skim yang mengandung bakteri asam laktat hidup, Lactobacillus casei Shirota strain
(Anonim, 2007).
Pada tahun 1930, almarhum Dr. Minoru Shirota, pendiri perusahaan Yakult, mengisolasi
berbagai jenis bakteri asam laktat dan memilih satu jenis bakteri yang bersifat paling tahan
terhadap cairan pencernaan. Di samping itu, Dr. Minoru Shirota juga memperkuatnya sehingga
menjadi strain baru yang unggul. Karena itu, berbeda dengan bakteri lain, bakteri ini dapat
menaklukkan berbagai hambatan fisiologis seperti asam lambung dan cairan empedu sehingga
dapat mencapai dan bertahan hidup dalam usus manusia. Dari dalam usus bakteri ini membantu
meningkatkan kesehatan kita dengan cara mengaktifkan sel-sel kekebalan, meningkatkan jumlah
bakteri berguna dan mengurangi jumlah bakteri yang merugikan. Dengan mengkonsumsi Yakult
setiap hari berarti kita memasukkan sekurang-kurangnya 6,5 milyar bakteri Lactobacillus casei
Shirota strain hidup (Anonim, 2007).
Usus kita memainkan peran yang penting dalam kesehatan kita. Bahkan proses penuaan
pun dimulai dari usus. Karena itu yang terpenting dalam menjaga kesehatan adalah menjaga
kesehatan usus. Manfaat Yakult adalah terletak pada bakterinya yang mampu hidup sampai usus
kita karena itu bakteri ini dapat memberikan manfaat seperti:
1. Mencegah gangguan pencernaan.
2. Meningkatkan daya tahan tubuh.
3. Meningkatkan jumlah bakteri berguna dalam usus.
4. Mengurangi racun dalam usus.
5. Membatasi jumlah bakteri yang merugikan dalam usus (Anonim, 2006).
Yakult adalah probiotik. Probiotik berasal dari kata probios, yang dalam ilmu biologi
berarti untuk kehidupan. Probiotik adalah pangan mengandung mikroorganisme hidup yang
secara aktif meningkatkan kesehatan dengan cara memperbaiki keseimbangan flora usus jika
dikonsumsi dalam keadaan hidup dalam jumlah yang memadai. Oleh karena itu untuk dapat
disebut probiotik, bakteri harus mempunyai persyaratan sbb:
1. Terbukti aman bagi manusia.
2. Dapat mencapai usus dalam keadaan hidup.
3. Terbukti bermanfaat (Anonim, 2006).
Probiotik adalah suplemen diet yang mengandung bakteri berguna dengan asam laktat
bakteri (lactic acid bacteria – LAB) sebagai mikroba yang paling umum dipakai. Laboratorium
telah dipakai dalam industri makanan bertahun-tahun karena mereka mampu untuk mengubah
gula (termasuk laktosa) dan karbohidrat lain menjadi asam laktat. Ini tidak hanya menyediakan
rasa asam yang unik dari dairy food fermentasi seperti susu fermentasi, tapi juga berperan
sebagai penyedia, dengan cara mengurangi pH dan membuat kesempatan organisme merugikan
untuk tumbuh lebih sedikit (Anonim, 2006).
Probiotik seringkali direkomendasikan oleh dokter dan lebih sering lagi oleh ahli nutrisi,
setelah pengkonsumsian antibiotik, atau sebagai bagian dari pengobatan candidiasis. Banyak
probiotik disediakan dalam sumber alaminya seperti Lactobacillus pada yoghurt dan sauerkraut.
Beberapa mengklaim probiotik mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Anonim, 2006).
Tipe probiotik
Bentuk yang paling umum dari probiotik adalah produk peternakan dan makanan
probiotik. Bagaimanapun juga, tablet dan kapsul berisikan bakteri dalam kondisi dibekukan juga
dapat ditemukan. Beberapa probiotik umum meliputi berbagai spesies dari genera
Bifidobacterium dan Lactobacillus seperti:
- Bifidobacterium bifidum
- Bifidobacterium breve
- Bifidobacterium infantis
- Bifidobacterium longum
- Lactobacillus acidophilus
- Lactobacillus casei
- Lactobacillus plantarum
- Lactobacillus reuteri
- Lactobacillus rhamnosus
- Lactobacillus GG (Anonim, 2006).

Ada pula satu spesies ragi yang digunakan sebagai probiotik:


- Saccharomyces boulardii

Beberapa bakteri yang umum dipakai dalam produk tapi tanpa efek probiotik (bakteri
yoghurt):
- Lactobacillus bulgaricus
- Streptococcus thermophilus (Anonim, 2006).

Beberapa bakteri lain disebutkan dalam produk probiotik:


- Bacillus coagulans
- Lactobacillus bifidus
- Lactobacillus caucasicus (Anonim, 2006).

Referensi :
Anonymous. 2007. Fermentasi. http://www.google.co.id.
Anonymous. 2007. Yogurt. http://www.google.co.id.
Anonymous. 2007. Yakult. http://www.wikipedia.com.

You might also like