You are on page 1of 9

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Adult respiratory distress syndrom (ARDS) merupakan suatu bentukan
dari gagal nafas akut yang ditandai dengan : hipoksemia, penurunan fungsi
paru-paru, dispnea, edema paru-paru bilateral tanpa gagal jantung, dan
infiltrat yang menyebar. Selain itu , ARDS dikenal juga dengan nama
noncardiogenic pulmonary edema ,shock pulmonary. (Somantri, 2008).
Sindrom gawat nafas dewasa (ARDS), juga dikenal dengan edema paru
nonkardiogenik, adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan
progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cidera
serius. ARDS biasanya membutuhkan ventilasi mekanis yang lebih tinggi dari
tekanan jalan nafas normal. Terdapat kisaran yang luas dari faktor yang
berkaitan dengan terjadinya ARDS, termasuk cidera langung pada paru-paru
(seperti inhalasi asap) atau gangguan tidak langsung pada tubuh (seperti
syok). (Brunner & Suddarth, 2002)
Luka Bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak denga suhu tinggi
seperti api , air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi : juga oleh kontak
dengan suhu rendah (frost-bite). Luka bakar ini dapat mengakibatkan
kematian, atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun
estetik. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain GGK ,Edema paru,
SIRS ( systemic inflammatory response syndrome), infeksi dan sepsis, serta
parut hipertropik dan kontraktur.(Arif Mansjoer. dkk, 2000)

B. Etiologi
Faktor penting penyebab ARDS antara lain :
1. Shock ( disebabkan banyak faktor)
2. Trauma (memar pada paru-paru, fraktur multiple dan cidera kepala)
3. Cidera sistem saraf yang serius
4. Gangguan metabolisme ( pankreatitis dan uremia)
5. Emboli lemak dan cairan amnion
6. Infeksi paru-paru difus (bakteri, virus dan jamur)
7. Inhalasi gas beracun ( rokok, oksigen konsentrasi tinggi, gas klorin, NO 2
dan ozon)
8. Aspirasi ( sekresi gastrik, tenggelam dan keracunan hidrokarbon)
9. Menelan obat berlebih dan overdosis narkotik / nonnarkotik (heroin,opioid dan
aspirin)
10. Kelainan darah (DIC, transfusi darah multiple dan bypass kardiopulmoner)
11. Operasi besar
12. Respon imunologi terhadap antigen pejamu (sindrom goodpasture dan SLE)

3
C. Patofisiologi
1. ARDS
Terlepas dari awal mula prosesnya, ARDS selalu berhubungan dengan
penambahan cairan dalam paru-paru sehingga membentuk edema paru-paru.
Namun, hal ini berbeda dengan edema paru-paru kardiogenik karena tekanan
hidrostatik kapiler paru-paru tidak meningkat. Awalnya, terdapat cedera pada
membran alveolar kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan,
makromolekul dan komponen-komponen sel darah ke dalam ruang
interstisial. Seiring dengan bertambah parahnya penyakit, kebocoran tersebut
masuk ke dalam alveoli. Peningkatan permeabilitas vaskular terhadap protein
membuat perbedaan hidrostatik yang besar sehingga peningkatan tekanan
kapiler yang ringan pun dapat meningkatkan edema interstisial dan alveolar.
Kolaps alveolar terjadi sekunder terhadap efek cairan alveolar, terutama
fibrinogennya yang mengganggu aktivitas surfaktan normal dan karena
kemungkinan gangguan produksi surfaktan lanjutan oleh cedera pada
pneumocyt granular. Kapasitas pengisian paru-paru menjadi kurang yaitu
menjadi kaku karena edema interstisial dan kolaps alveoli.

2. Luka Bakar
Cidera termis menyebabkan gangguan keseimbanagan cairan dan
elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular
akut, dan disfungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dapat dijumpai pada fase
awal/akut/syok yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama.
Dengan kehilangan kulit yang memiliki fungsi sebagai barier (Sawar),
luka sangat mudah terinfeksi. Penguapan cairan ini disertai pengeluaran
protein dan energi, sehingga terjadi gangguan metabolisme.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid
protein kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang
menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar
dan paru (ARDS).

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ARDS bervariasi tergantung dari penyebabnya. Pada
permulaan cedera dan selama beberapa jam pertama, pasien mungkin bebas
dari gejala-gejala dan tanda-tanda gangguan pernafasan. Sering kali tanda
terdininya adalah peningkatan frekuensi pernafasan yang segera diikuti
dengan dispnea.
Pengukuran analysis blood gasses (ABGs) lebih dini akan
memperlihatkan penekanan PO2 meskipun PCO2 menurun, sehingga
perbedaan oksigen alveolar arteri meningkat.Pada stadium dini tersebut

4
pemberian oksigen dengan masker atau dengan kanula menyebabkan
peningkatan bermakna dalam PO2 arteri.
Pada pemeriksaan fisik dapat juga ditemukan suara napas ronchi basah
saat inspirasi halus, meskipun tidak begitu jelas.

E. Pemeriksaan Diagnosis
1. Chest X-ray : pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat
juga terlihat adanya bayangan infiltrasi yang terletak di tengah region
perihilar paru-paru. Pada stadium lanjut,terlihat penyebaran di interstisial
secara bilateral dan infiltrat alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup
keseluruhan lobus paru-paru. Tidak terjadi pembesaran dijantung.
2. ABG5 : hipoksimia (penurunan PaCO2>50 ) menunjukkan terjadi
gangguan pernafasan. Alkalosis respiratori (pH>7,45 ) dapat timbul pada
stadium awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang
berhubungan dengan peningkatan anatomical dead space dan oenurunan
ventilasi alveolar. Asidosis metabolisme dapat timbul pada stadium lanjut
yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah, akibat
metabolisme anaerob.
3. Pulmonary Function Test : kapasitas pengisian paru-paru dan volume
paru-paru menurun ,terutama FRC, peningkatan anatomical dead space
dihasilkan oleh area dimana timbul vasokonstriksi dan mikroemboli
4. Asam Laktat : meningkat

F. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan
4. Ansietas

G. Penatalaksanaan
1. Terapi oksigen
2. Ventilasi Mekanik
3. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
4. Pemantauan Oksigenasi Arteri Adekuat
5. Titrasi Cairan
6. Terapi Farmakologi
7. Pemeliharaan jalan Nafas
8. Pencegahan Infeksi
9. Dukungan Nutrisi
10. Monitor Semua Sistem Terhadap Respon Terapi Dan Potensial
Komplikasi

5
H. Asuhan Keperawatan

No Dx. Tujuan Kriteria Hasil Interverensi


Keperawatan
1 Tidak efektifnya Setelah 1. Pasien dapat 1. Catat perubahan dalam

6
jalan nafas dilakukan mempertahanka bernafas dan pola
berhubungan intervensi n jalan nafas nafasnya
dengan keperawatan dengan bunyi
hilangnya fungsi selama 3X24 nafas yang 2. Observasi dari
jalan nafas, jam diharapkan jernih. penurunan
peningkatan Jalan nafas pengembangan dada dan
sekret pulmonal, kembali normal 2. Pasien bebas peningkatan fremitus
peningkatan dan efektif dari dispnea
resistensi jalan 3. Mengeluarkan 3. Catat karateristik dari
nafas sekret tanpa suara nafas dan
kesulitan. karateristik dari batuk

4. Memperlihatkan 4. Pertahankan posisi


tingkah laku tubuh/kepala dan
5. mempertahanka gunakan jalan nafas
n jalan nafas tambahan bila perlu

5. Kaji kemampuan batuk,


latihan nafas dalam,
perubahan posisi
dan lakukan suction bila
ada indikasi.

6. Kolaboratif Berikan O2
cairan IV

2 Gangguan Setelah 1. Pasien dapat 1. Kaji kasus pernapasan,


pertukaran gas dilakukan meperlihatkan catat peningkatan
berhubungan intervensi ventilasi dan respirasi atau perubahan
dengan alveolar keperawatan oksigenasi pola napas.
hipoventilasi, selama3X24 yang adekuat
penumpukan diharapakan dengan nilai 2. Catat ada tidaknya suara
cairan di klien AGD normal nafas dan adanya bunyi
permukaan mengalami nafas tambahan sperti
alveoli, penurunan 2. Bebas dari crakles, dan wheezing.
hilangnya penumpukan gejala distress
surfaktan pada cairan di alveoli pernapasan 3. Kaji adanya cyanosis
permukaan
alveoli 4. Observasi adanya
somnolen, confusion,
apatis dan
ketidakmampuan
beristirahat.

5. Berikan istirahat yang


cukup dan nyaman.

7
3 Cemas/takut Setelah 1. Menyatakan 1. Observasi peningkatan
berhubungan dilakukan kesadaran terhadap pernapasan, agitasi,
dengan krisis intervensi ansietas. kegelisahan dan
situasi, keperawatan kestabilan emosi.
pengobatan, selama 3X24 2. Tampak rileks dan
perubahan status jam pasien melaporkan ansietas 2. Pertahankan lingkungan
kesehatan, takut diharapkan menurun sampai yang tenang dengan
mati, factor dapat tingkat dapat meminimalkan
fisiologi(efek mendiskusikan ditangani. stimulasi.
hipoksemia) rasa takut.
3. Menunjukan 3. Usahakan perawatan
pemecahan masalah dan prosedur tidak
dan penggunaan menggangu waktu
sumber efektif. istirahat.

4. Bantu dengan tekhnik


relaksasi, meditasi.

5. Identifikasi persepsi
pasien dari pengobatan
yang dilakukan.

6. Dorong pasien untuk


mengekspresikan
kecemasannya.

7. Membantu menerima
situasi dan hal tersebut
harus ditanggulanginya.

8. Sediakan informasi
tentang keadaan yang
sedang dialaminya.

- 9. Indentifikasi tehnik pasien


yang digunakan
sebelumnya untuk
menanggulangi rasa cemas.

10. Kolaboratif:

8
- Memberikan sedatif sesuai
indikasi dan monitor efek
yang merugikan.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
ARDS adalah Suatu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan luas
alveolus dan/atau membrane kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu
gangguan besar pada system paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas.
Adult Respirator Distress Syndrome (ARDS ) merupakan keadaaan gagal
napas mendadak yang timbul pada kilen dewasa tanpa kelainan paru yang
mendasari sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena
patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak factor predisposisi seperti syok
karena perdarahan, spesies, rudakpaksa / trauma pada paru atau bagian tubuh
lainnya, pancreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi heroin, atau
metadon.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penyusun menyadari tentu banyak
kekurangan dan kejanggalan baik dalam penulisan maupun penjabaran materi
serta penyusunan atau sistematik penyusunan.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca semua. Dan penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat
member manfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth , Keperawatan Medikal Bedah edisi 8, Jakarta : 2002

10
Arif Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, Jakarta : 2000

Somantri, Sistem Pernafasan , Jakarta :Salemba Medika, 2008

11

You might also like