Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
I. Latar Belakang
1
III. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi sirup berupa larutan, suspensi, dan emulsi
b. Untuk mengetahui praformulasi lautan, suspensi, dan emulsi
c. Untuk mengetahui formulasi ( bahan tambahan ) dalam suspensi,
emusi, dan larutan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Larutan
II.1. Pengertian Sediaan Larutan
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih
zat kimia yang terlarut. Misal : terdispersi secara molekular dalam
pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur.
Karena molekul-molekul dalam pelarut terdispersi secara merata, maka
2
penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan
jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika
larutan diencerkan atau dicampur.
Bila zat A dilarutkan dalam air atau pelarut lain akan menjadi tipe
larutan sebagai berikut:
1) Larutan encer, yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil
zat A yang terlarut.
2) Larutan, yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A
yang terlarut.
3) Larutan jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah
maksimum zat A yang dapat larut dalam air pada tekanan dan
temperatur tertentu.
4) Larutan lewat jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah zat
A yang terlarut melebihi batas kelarutannya didalam air pada
temperature tertentu.
Zat pelarut disebut juga solvent, sedangkan zat yang terlarut disebut
solute. Solvent yang biasa dipakai :
a) Air, untuk macam-macam garam.
b) Spirtus, misalnya untuk kamfer, iodium, menthol.
c) Gliserin, misalnya untuk tanin, zat samak, borax dan fenol.
d) Eter, misalnya untuk kamfer, fosfor dan sublimat.
e) Minyak, misalnya untuk kamfer dan menthol.
f) Parafin, liquidum, untuk cera, cetaceum, minyak-minyak,
kamfer, menthol dan klorbutanol.
g) Eter minyak tanah, untuk minyak-minyak lemak.
II.2. Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan
1) Sifat dari solute dan solvent
Solute yang polar akan larut dalam solvent yang polar pula.
Misalnya garam-garam anorganik larut dalam air. Solute yang
nonpolar larut dalam solvent yang nonpoar pula. Misalnya alkaloid
basa (umumnya senyawa organik) larut dalam kloroform.
2) Cosolvensi
Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena
adanya penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Misalnya
luminal tidak larut dalam air, tetapi larut dalam campuran air dan
gliserin atau solutio petit.
3) Kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat
yang sukar larut memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat
anorganik yang digunakan dalam farmasi umumnya adalah :
a) Dapat larut dalam air
3
Semua garam klorida larut, kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2.
Semua garam nitrat larut kecuali nitrat base. Semua garam
sulfat larut kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4.
b) Tidak larut dalam air
Semua garam karbonat tidak larut kecuali K2CO3, Na2CO3.
Semua oksida dan hidroksida tidak larut kecuali KOH,
NaOH, BaO, Ba(OH)2. semua garam phosfat tidak larut
kecuali K3PO4, Na3PO3.
4) Temperatur
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat
padat tersebut dikatakan bersifat endoterm, karena pada proses
kelarutannya membutuhkan panas.
Zat terlarut + pelarut + panas larutan.
Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur menyebabkan
tidak larut, zat tersebut dikatakan bersifat eksoterm, karena pada
proses kelarutannya menghasilkan panas.
Zat terlarut + pelarut larutan + panas
Contoh : KOH dan K2SO4
Berdasarkan pengaruh ini maka beberapa sediaan farmasi tidak
boleh dipanaskan, misalnya:
a) Zat-zat yang atsiri, Contohnya : Etanol dan minyak atsiri.
b) Zat yang terurai, misalnya : natrium karbonas.
c) Saturatio
d) Senyawa-senyawa kalsium, misalnya : Aqua calsis.
5) Salting Out
Salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang
mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan
menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya
endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak
atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan
larutan NaCl jenuh.
6) Salting In
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan
kelarutan zat utama dalam solvent menjadi lebih besar. Contohnya:
Riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang
mengandung Nicotinamida.
7) Pembentukan Kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara
senyawa tak larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam
4
kompleks. Contohnya : Iodium larut dalam larutan KI atau NaI
jenuh.
5
propilenglikol. Sedangkan untuk pengganti gula bisa
digunakan sirup gula.
4) Netralisasi, saturatio dan potio effervescent.
a) Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan
mencampurkan bagian asam dan bagian basa sampai
reaksi selesai dan larutan bersifat netral. Contohnya :
solutio citratis magnesici, amygdalas ammonicus.
b) Saturatio adalah Obat minum yang dibuat dengan
mereaksikan asam dengan basa tetapi gas yang terjadi
ditahan dalam wadah sehingga larutan jenuh dengan
gas.
c) Potio effervescent adalah Saturatio yang CO 2 nya lewat
jenuh.
5) Guttae (drops)
Guttae / obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan,
emulsi atau suspensi, apabila tidak dinyatakan lain maka
dimaksudkan untuk obat dalam.
B. Larutan Topikal
Larutan topikal adalah larutan yang biasanya
mengandung air tetapi seringkali juga pelarut lain, misalnya
etanol untuk penggunaan topikal pada kulit dan untuk
penggunaan topikal pada mukosa mulut. Larutan topikal yang
berupa suspensi disebut lotio. Sediaan-sediaan termasuk larutan
topikal :
a) Collyrium
Adalah sediaan berupa larutan steril, jernih, bebas
pirogen, isotonis, digunakan untuk membersihkan mata.
Dapat ditambahkan zat dapar dan zat pengawet.
b) Guttae Ophthalmicae
Tetes mata adalah larutan steril bebas partikel asing
merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas
sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata.
Tetes mata juga tersedia dalam bentuk suspensi, partikel
halus dalam bentuk termikronisasi agar tidak
menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
c) Gargarisma
Gargarisma / obat kumur mulut adalah sediaan berupa
larutan umumnya dalam keadaan pekat yang harus
6
diencerkan dahulu sebelum digunakan. Dimaksudkan
untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan
infeksi tenggorokan. Contohnya : Betadin gargle.
d) Guttae Oris
Tetes mulut adalah Obat tetes yang digunakan untuk
mulut dengan cara mengencerkan lebih dahulu dengan
air untuk dikumur-kumur, tidak untuk ditelan.
e) Guttae Nasalis
Tetes hidung adalah obat yang digunakan untuk hidung
dengan cara meneteskan obat kedalam rongga hidung,
dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar dan
pengawet. Minyak lemak atau minyak mineral tidak
boleh digunakan sebagai cairan pembawa.
f) Inhalation
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lendir.
g) Injectiones / Obat suntik
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit
atau melalui kulit atau selaput lendir.
h) Lavement / Enema / Clysma
Cairan yang pemakaiannya per rectum / colon yang
gunanya untuk membersihkan atau menghasilkan efek
terapi setempat atau sistemik. Enema yang digunakan
untuk membersihkan atau penolong pada sembelit atau
pembersih feces sebelum operasi, tidak boleh
mengandung zat lendir. Selain untuk membersihkan
enema juga berfungsi sebagai karminativa, emolient,
diagnostic, sedativa, anthelmintic dan lain-lain.
i) Douche
Adalah larutan dalam air yang dimaksudkan dengan
suatu alat kedalam vagina, baik untuk pengobatan
maupun untuk membersihkan. Karena larutan ini
7
mengandung bahan obat atau antiseptik. Contoh :
Betadin Vagina Douche.
j) Epithema / Obat kompres
Adalah cairan yang dipakai untuk mendatangkan rasa
dingin pada tempat-tempat yang sakit dan panas karena
radang atau berdasarkan sifat perbedaan tekanan
osmose digunakan untuk mngeringkan luka bernanah.
Contoh : Rivanol.
k) Litus Oris
Oles bibir adalah cairan agak kental dan pemakaiannya
secara disapukan dalam mulut. Contoh larutan 10 %
Borax dalam gliserin.
II.4. Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Solutio
Keuntungan
1. Merupakan campuran homogeny
2. Dosis dapat mudah diubah-ubah dalam pembuatan.
3. Dapat diberikan dalam larutan encer kapsul atau tablet
4. Kerja awal obat lebih cepat karena obat cepat
diabsorpsi.
5. Mudah diberi pemanis, bau-bauan dan warna
6. untuk pemakaian luar, bentuk larutan mudah digunakan.
Kerugian
1. Volume bentuk larutan lebih besar.
2. Ada obat yang tidak stabil dalam larutan.
3. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam
larutan
8
d) Kamfer dilarutkan dalam spiritus fortior (96%) dua kali berat
kamfer dalam botol kering, kocok-kocok kemudian tambahkan air
panas sekaligus, kocok lagi.
e) Etract opii dan extract ratabhiae dilarutkan dengan cara dtaburkan
ke dalam air sama banyak, diamkan selama jam.
f) Succus liquiritiae
Dengan digerus tuang, bila jumlahnya kecil
Dengan merebus atau memanaskannya hingga larut.
g) Calcii lactas dan calcii gluconas
Bila jumlah air cukup, setelah dilarutkan disaring untuk mencegah
kristalisasi. Bila jumlah air tidak cukup disuspensikan dengan
penambahan PGS dibuat mixtura agitanda.
h) Codein
Digerus dengan air 20 kalinya, setelah larut diencerkan
sebelum dingin.
Dengan alkohol 96% sampai larut, lalu segera encerkan dengan
air.
Diganti dengan HCl codein sebanyak 1,17 kalinya.
i) Pepsin
Tidak larut dalam air tetapi larut dalam HCl encer. Pembuatan :
pepsin disuspensikan dengan air 10 kalinya, kemudian
ditambahkan HCl encer. Larutan pepsin hanya tahan sebentar dan
tidak boleh disimpan.
j) Nipagin dan Nipasol kelarutan 1 : 2000
Nipagin pengawet untuk larutan air. Nipasol pengawet untuk
larutan minyak. Dilarutkan dengan pemanasan sambil digoyang-
goyangkan. Dilarutkan dulu dengan sedikit etanol baru dimasukkan
dalam sediaan yang diawetkan
k) Fenol diambil fenol liquefactum yaitu larutan 20 bagian air dalam
100 bagian fenol. Jumlah yang diambil 1,2 kali jumlah yang
diminta.
9
B. Suspensi
III.1. Pengertian Sediaan Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi oral adalah
sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan
untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai
susu atau magma termasuk dalam kategori ini. Beberapa suspensi
dapat langsung digunakan , sedangkan yang lain berupa campuran
padat yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa
yang sesuai segera sebelum digunakan. Sediaan seperti ini disebut
Untuk Suspensi oral.
Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel
padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk
penggunaan pada kulit. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai
lotio termasuk dalam kategori ini. Suspensi tetes telinga adalah
sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk
diteteskan telinga bagian luar.
Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung
partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk
pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk
termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada
kornea. Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa
yang mengeras atau penggumpalan. Suspensi untuk injeksi adalah
sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan
tidak disuntikkan secara intravena atau kedalam larutan spinal .
10
Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering
dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang
memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa yang sesuai.
III.2. Stabilitas Suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi
adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga
homogenitas dari partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan
untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :
1) Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang
partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu.
Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan
terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas
penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan
linier. Artinya semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas
penampangnya. (dalam volume yang sama) .Sedangkan
semakin besar luas penampang partikel daya tekan keatas
cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk
mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut
dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.
2) Kekentalan ( Viskositas )
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan
aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan
alirannya makin turun (kecil). Kecepatan aliran dari cairan
tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turunnya partikel
yang terdapat didalamnya. Dengan demikian dengan
menambah viskositas cairan, gerakan turun dari partikel yang
dikandungnya akan diperlambat. Tetapi perlu diingat bahwa
kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan
mudah dikocok dan dituang.
d2( -0) g
11
V = -------------------------
12
partikel merupakan sifat alam. Yang dapat diubah atau
disesuaikan adalah ukuran partikel dan viskositas.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan
pertolongan mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir.
Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan
penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan
tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai
suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya bersifat
mudah berkembang dalam air (hidrokoloid).
Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
1. Bahan pensuspensi dari Alam
Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut
gom/hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang
atau mengikat air sehingga campuran tersebut
membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya
mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan
akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan
mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, pH dan proses
fermentasi bakteri
13
tersebut menjadi diluar 5 9 akan menyebabkan
penurunan viskositas yang nyata.
Mucilago gom arab dengan kadar 35 %
kekentalannya kira-kira sama dengan gliserin.
Gom ini mudah dirusak oleh bakteri sehingga
dalam suspensi harus ditambahkan zat pengawet
( preservative).
b. Chondrus
Diperoleh dari tanaman chondrus crispus atau
gigartina mamilosa, dapat larut dalam air, tidak
larut dalam alkihol, bersifat alkali. Ekstrak dari
chondrus disebut caragen, yang banyak dipakai
oleh industri makanan. Caragen merupakan
derivat dari saccharida, jadi mudah dirusak oleh
bakteri, jadi perlu penambahan bahan pengawet
untuk suspensi tersebut.
c. Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus
gumnifera. Tragacanth sangat lambat mengalami
hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya
dilakukan pemanasan, Mucilago tragacanth
lebih kental dari mucilago dari gom arab.
Mucilago tragacanth baik sebagai stabilisator
suspensi saja, tetapi bukan sebagai emulgator.
d. Algin
Diperoleh dari beberapa species ganggang laut.
Dalam perdagangan terdapat dalam bentuk
garamnya yakni Natrium Alginat. Algin
merupakan senyawa organik yang mudah
mengalami fermentasi bakteri sehingga suspensi
dengan algin memerlukan bahan pengawet.
Kadar yang dipakai sebagai suspending agent
umumnya 1-2 %.
Golongan bukan gom
14
Suspending agent dari alam bukan gom adalah tanah
liat.Tanah liat yang sering dipergunakan untuk tujuan
menambah stabilitas suspensi ada 3 macam yaitu
bentonite, hectorite dan veegum. Apabila tanah liat
dimasukkan ke dalam air mereka akan mengembang
dan mudah bergerak jika dilakukan penggojokan.
Peristiwa ini disebut tiksotrofi.
Karena peristiwa tersebut, kekentalan cairan akan
bertambah sehingga stabilitas dari suspensi menjadi
lebih baik.
Sifat ketiga tanah liat tersebut tidak larut dalam air,
sehingga penambahan bahan tersebut kedalam suspensi
adalah dengan menaburkannya pada campuran suspensi.
Kebaikan bahan suspensi dari tanah liat adalah tidak
dipengaruhi oleh suhu/panas dan fermentasi dari
bakteri, karena bahan-bahan tersebut merupakan
senyawa anorganik, bukan golongan karbohidrat.
15
Golongan Organik Polimer
Yang paling terkenal dalam kelompok ini adalah
Carbophol 934 (nama dagang suatu pabrik)
.Merupakan serbuk putih bereaksi asam, sedikit
larut dalam air, tidak beracun dan tidak
mengiritasi kulit, serta sedikit pemakaiannya.
Sehingga bahan tersebut banyak digunakan
sebagai bahan pensuspensi. Untuk memperoleh
viskositas yang baik diperlukan kadar 1 %.
Carbophol sangat peka terhadap panas dan
elektrolit. Hal tersebut akan mengakibatkan
penurunan viskositas dari larutannya.
III.3. Cara Mengerjakan Obat Dalam Suspensi
1. Metode Pembuatan Suspensi
Suspensi dapat dibuat secara :
I. Metode dispersi
Dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam
mucilago yang telah terbentuk kemudian baru diencerkan.
Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran
pada saat mendispersi serbuk dalam vehicle, hal tersebut
karena adanya udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk.
Serbuk yang sangat halus mudah kemasukan udara
sehingga sukar dibasahi. Mudah dan sukarnya serbuk
terbasahi tergantung besarnya sudut kontak antara zat
terdispers dengan medium. Bila sudut kontak 900 serbuk
akan mengambang diatas cairan. Serbuk yang demikian
disebut memiliki sifat hidrofob. Untuk menurunkan
tegangan antar muka antara partikel zat padat dengan cairan
tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting
agent.
II. Metode Praesipitasi
Zat yang hendak didispersi dilarutkan dahulu dalam pelarut
organik yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut
dalam pelarut organik diencer- kan dengan larutan
pensuspensi dalam air. Akan terjadi endapan halus dan
tersuspensi dengan bahan pensuspensi.
16
Cairan organik tersebut adalah : etanol, propilenglikol, dan
polietilenglikol
2. Sistem Pembentukan Suspensi
Sistem Flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi terikat
lemah,cepat mengendap dan pada penyimpanan tidak
terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.
Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi adalah :
Partikel merupakan agregat yang bebas.
Sedimentasi terjadi cepat.
Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan
padat dan mudah terdispersi kembali seperti
semula
Ujud suspensi kurang menyenangkan sebab
sedimentasi terjadi cepat dan diatasnya terjadi
daerah cairan yang jernih dan nyata.
Sistem Deflokulasi
Dalam sistem deflokulasi partikel deflokulasi mengendap
perlahan dan akhirnya membentuk sedimen, dimana terjadi
agregasi akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar
tersuspensi kembali.
Secara umum sifat-sifat dari partikel deflokulasi adalah :
Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu
dengan yang lain.
Sedimentasi yang terjadi lambat masing -
masing partikel mengendap terpisah dan ukuran
partikel adalah minimal
Sedimen terbentuk lambat
Akhirnya sedimen akan membentuk cake yang
keras dan sukar terdispersi lagi
Ujud suspensi menyenangkan karena zat
tersuspensi dalam waktu relatif lama. Terlihat
bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut.
III.4. Formulasi Suspensi
Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :
17
Penggunaan structured vehicle untuk menjaga partikel
deflokulasi dalam suspensi structured vehicle, adalah larutan
hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-lain.
18
toksik dan tidak iritasi. Misalnya fenil mercuri nitrat, fenil mercuri
chlorida, fenil mercuri asetat.
C. Emulsi
IV. 1 Pengertian Emulsi
Menurut FI IV, Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu
cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe
emulsi ada dua yaitu oil in water (O/W) atau minyak dalam air (M/A),
dan water in oil (W/O) atau air dalam minyak (A/M). Emulsi dapat di
stabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang di sebut
EMULGATOR atau SURFAKTAN yang dapat mencegah koalesensi,
yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya
menjadi satu fase tunggal yang memisah. Surfaktan menstabilkan
emulsi dengan cara menempati antar-permukaan tetesan dan fase
eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang
akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi proses emulsifikasi
selama pencampuran
IV. 2 Komponen Sediaan Emulsi
Komponen emulsi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
19
1. Komponen dasar
yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam
emulsi,Terdiri atas:
a) Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdispersi/
fase dalam, yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran
kecil di dalam zat cair lain.
b) Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar,
yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan
dasar (pendukung) emulsi tersebut
c) Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi.
2. Komponen tambahan
Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering
ditambahkan ke dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih
baik. Misalnya Corrigen Saporis, Odoris, Colouris, Pengawet, dan
anti oksidan.
20
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori,
yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang
berbeda-beda.
Teori tersebut ialah :
1) Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang
sejenis yang disebut dengan daya kohesi. Selain itu molekul
juga memiliki daya tarik menarik antara molekul yang tidak
sejenis yang disebut dengan daya adhesi. Daya kohesi suatu zat
selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan
terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan
daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut
dinamakan tegangan permukaan. Dengan cara yang sama dapat
dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua
cairan yang tidak dapat bercampur. Tegangan yang terjadi
antara dua cairan tersebut dinamakan tegangan bidang batas.
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang
mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk
bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah
dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa-
senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan
senyawa organik tertentu antara lain sabun.
Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan
menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang
terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair
tersebut akan mudah bercampur.
2) Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni :
Kelompok hidrofilik, yakni bagian dari emulgator yang
suka pada air.
Kelompok lipofilik, yakni bagian yang suka pada minyak.
3) Teori Interparsial Film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas
antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang
akan membungkus partikel fase dispers. Dengan terbungkusnya
partikel tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk
21
bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispers
menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada
emulsi, syarat emulgator yang dipakai adalah :
a) Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak.
b) Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel
fase dispers.
c) Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat
menutup semua permukaan partikel dengan segera.
22
Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju
pengendapan cukup kecil sedangkan masa mudah
dituang (tiksotropi).
Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak
padat.
Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri.
Minyak lemak : PGA kali berat minyak.
Minyak lemak + minyak atsiri + Zat padat larut dalam
minyak lemak.
Bahan obat cair BJ tinggi seperti cloroform dan
bromoform.
Balsam-balsam.
Oleum lecoris aseli
b. Tragacanth
c. Agar agar
d. Chondrus
e. Emulgator lain
Pektin, metil selulosa, CMC 1-2 %.
2) Emulgator Alam dari Hewan
Kuning telur
Adeps lanae
3) Emulgator Alam dari Tanah Mineral
Veegum / Magnesium Aluminium Silikat
Bentonit
b. Emulgator Buatan
Sabun
Tween 20; 40; 60; 80
Span 20; 40; 80
23
2) Dengan pengecatan / pemberian warna
3) Dengan kertas saring
4) Dengan konduktivitas listrik
24
25