You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Strabismus merupakan efek penglihatan kedua mata tidak tertuju pada

satu obyek, yang menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus satu obyek,

pada satu obyek sedangkan mata yang lain dapat bergulir kearah dalam, luar,

atas, atau bawah.seseorang dengan mata juling tidak dapat melihat suatu

obyek dengan kedua mata secara serentak.

Dalam beberapa kasus, otot mata sering menjadi salah satu penyebab

strabismus/juling. Untuk menggerakkan bola mata digunakan enam macam

otot mata. Bila otot itu tidak bekerja normal, maka kedua mata itu tidak

berfungsi secara seimbang. Sehingga jika diantara otot atau saraf yang tidak

normal, keadaan itu bisa menyebabkan seorang menjadi juling. Ada pula

kasus juling akibat infeksi toksoplasma yang ditularkan melalui kucing atau

daging yang mengandung kuman toksoplasma tidak dimasak dengan baik.

1.2 Masalah Atau Topik Bahasan


1.2.1 Apa Definisi Dari Strabismus?
1.2.2 Bagaimana Etiologi Strabismus?
1.2.3 Apa Saja Klasifikasi Dari Strabismus?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi Dari Strabismus?
1.2.5 Apa Saja Manifestasi Klinik Dari Strabismus?
1.2.6 Apa Saja Pemeriksaan Diagnosis Dari Strabismus?
1.2.7 Bagaimana Komplikasi Pada Strabismus?
1.2.8 Apa Saja Penatalaksanaan pada Strabismus?
1.2.9 Bagaimana Pathway Dari Strabismus?
1.2.10 Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Strabismus?

1.3 Tujuan

1
1.3.1 Mengetahui Definisi Dari Strabismus
1.3.2 Mengetahui Etiologi Strabismus
1.3.3 Mengetahui Klasifikasi Dari Strabismus
1.3.4 Mengetahui Patofisiologi Dari Strabismus
1.3.5 Mengetahui Manifestasi Klinik Dari Strabismus
1.3.6 Mengetahui Pemeriksaan Diagnosis Dari Strabismus
1.3.7 Mengetahui Komplikasi Pada Strabismus
1.3.8 Mengetahui Penatalaksanaan Pada Strabismus
1.3.9 Mengetahui Pathway Dari Strabismus
1.3.10 Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Strabismus

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Strabismus


Strabismus adalah keadaan dimana kedua mata tidak straight atau

tidak terlihat lurus/posisi yang tidak sama pada kedua sumbu (WWW.

Mahendraindonesia. Cpm, thn)


Juling adalah suatu keadaan dimana terjadi kegagalan kedua mata

untuk terletak lurus yang mungkin diakibatkan karena tidak sempurnanya

penglihatan kedua mata atau terjadi gangguan saraf yang menggerakkan otot-

otot mata (Ilyas Sidarta, 2004)


Keadaan dimana sumbu penglihatan mata tidak dapat diraihkan pada

satu titik kesemua arah pandang (David Ovedaff, 2002. hal 895)
Strabismus atau juling berarti suatu kelainan posisi bola mata dan bisa

terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja, misalnya kelainan posisi

untuk penglihatan jarak jauh saja atau ke arah atas saja, atau terjadi pada

semua arah dan jarak penglihatan.


Kata strabismus pada saat ini sering digunakan dalam pengertian suatu

cabang ilmu penyakit mata yang nempelajari kelainan penglihatan binokular

yang disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih persaratan tersebut tersebut

di atas. Nama lain yang lebih tepat untuk strabismus adalah VISUAL

SENSORIMOTOR ANOMALIES.

2.2 Etiologi
Etiologinya adalah sebagai berikut:
1. Akibat kelainan nuclei okulomotor, saraf/otot-otot ekstra okuler sendiri.
2. Penyebab antara lain trauma dan kelainan congenital, infeksi neoplasma

atau kelainan vaskuler, SSP, tiroid, kelainan otot (Kapita Selekta, 859)

3
3. Gangguan penglihatan yang akan mengakibatkan mataglihatan yang akan

mata menjadi juling:


a. Kelainan ukuran kaca mata antara mata kanan dan mata kiri.
b. Terdapatnya kelainan atau kekeruhan pada bagian mata yang dilalui

sinar untuk melihat.


4. Gangguan persarafan untuk melihat dapat mengakibatkan gangguan

pergerakan mata.

2.3 Klasifikasi
Ada beberapa jenis-jenis dari strabismus yaitu:
1. Esotropia
Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata

dimna salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu

penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial.

Bentuk-bentuk esotropia:

a. Esotropia konkomitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya

pada semua arah pandangan.


b. Esotropia nonkomitan, yaitu bila besarnya sudut penyimpangan

berbeda-beda pada arah pandangan yang berbeda-beda pula.


Penyebab esotropia:
a. Faktor refleks dekat
b. Hipertoni rektus medius kongenital
c. Hipotoni rektus lateral akuisita
d. Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak.
2. Exotropia (Eksotropia)
Eksotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata

dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan

sumbu penglihatan yang lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke

arah lateral.
Penyebab-penyebab eksotropia:
a. Herediter, unsur herediter sangat besar, yaitu trait autosomal dominant
b. Optis, tak ada hubungan dengan kelainan terhadap kehilangn

penglihatan binokuler

4
c. Inervasi, tetapi tidak terdapat abnormalitas yang berarti dalam bidang

sensorimotor
d. Anatomi, kelainan untuk rongga orbita misalnya pada penyakit

Crouzon.

3. Hipotropia
Hipotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata

dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan

sumbu penglihatan yang lainnya menyimpang pada bidang vertikal ke arah

inferior (bawah).
4. Hipertropia
Hipertropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang

nyata dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan

sumbu penglihatan yang lainnya menyimpang pada bidang vertikal ke arah

superior (atas).

2.4 Patofisiologi
Kedua bola mata manusia digerakan oleh otot-otot mata luar,

sedemikian sehingga bayangan benda yang menjadi perhatian akan jatuh tepat

di kedua uvea sentralis. Kemudian secara simultan dikirim kesusunan saraf

pusat untuk diolah menjadi suatu sensasi berupa bayangan tunggal sehingga

terjadi penglihatan binokuler.


Juling (crassed eyes) terjadi bila terdapat satu atau lebih otot

pergerakan bola mata yang tidak mengimbangi gerak otot-otot lainnya. Maka

terjadilah gangguan keseimbangan gerak antara kedua mata sehingga sumbu

penglihatan menyilang pada tempat diluar letak benda yang menjadi

perhatiannya. Kehilangan kemampuan mengimbangi gerak otot-otot dari

5
mata tersebut salah satunya dapat disebabkan oleh rusaknya system pusak

sensorik dan motorik oleh karena sebab terinfeks virus, bakreri ataupun oleh

sebab mengidap suatu penyakit. Kelainan otot seperti tumor otot paralis otot-

otot penggerak bola mata yang kesemuanya berjumlah 12 yang merupakan

factor utama penyebab juling.

2.5 Manifestasi Klinik


Sebuah tanda nyata adanya strabismus adalah sebelah mata tidak

lurusatau tidak terlihat memandang ke arah yang sama seperti mata

sebelahnya. Kadang-kadang anak-anak akan memicingkan/menutupsebelah

matanya saat terkena sinar matahari yang terang atau memiringkankepala

mereka agar dapat menggunakan kedua matanya sekaligus.Anak-anak yang

menderita strabismus sejak lahir atau segera sesudahnya,tidak banyak

mengeluhkan adanya pandangan ganda. Tetapi anak-anak yang mengeluhkan

adanya pandangan ganda harus diperiksadokter spesialis mata anak dengan

seksama. Semua anak seharusnya diperiksa oleh dokter spesialis mata anak

sejak dini terutama bila dalamkeluarganya ada yang menderita strabismus

atau ambliopia.
Tanda utama adalah mata tidak lurus artinya bila satu mata terfokus

pada satu obyek, mata yang lain tertuju pada obyek lain. Juga bila anak

melirik, bergiliran bola matanya tidak sampai ke ujung, itu bias terjadi karena

terjadinya hambatan pada pergerakan bola mata sehingga mata tidak bisa

bergerak kesegala arah dengan leluasa.


Kadang-kadang anak dengan strabismus akan memiringkan satu mata

disaat matahari terik/memalingkan leher untuk menggunakan kedua matanya

secara bersama-sama.

6
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya juling dapat dilakukan dengan:
1. Pengkajian ketajaman penglihatan
Pengkajian ini dapat dilaksanakan dalam tahap-tahap ketergantungan

pada respon klien dari masing-masing tahap dan alasan dilaksanakan

pengkajian.
a. Tahap I: Lakukan pengkajian sekilas dengan meminta klien membaca

surat kabar / majalah. Pastikan pencahayaannya cukup, pasien

berkacamata seharusnya memakai kacamatanya selama tahap

pengkajian ini. Perhatikan jarak klien memegang lembarang yang

dibaca dari matanya. Pastikan klien mengerti bahasa dan tidak buta

huruf. Mintalah klien membaca dengan kertas untuk memastikan

bahwa klien tidak buta huruf, bila klien mengalami kesulitan

lanjutkan pengujian tahap 2.


b. Tahap II: Gunakan lembar pemeriksaan smaller pastikan lembaran

pemeriksaan benar-benar diterangi, klien berdiri 20 kaki (6,1 m)

jauhnya dari snallen atau duduk di kursi pengkajian yang telah

terpasang berseberangan dengan layer dimulai dari baris pertama

dengan kedua mata terbuka dan kemudian dengan satu mata ditutup

bila klien tidak bisa membaca, gunakan kartu E dan tentukan arah

tangan E pada anak-anak kecil. Gunakan lembaran dengan

gambaran obyek yang dikenal. Catat nilai ketajaman pengliatan untuk

masing-masing mata dan kedua mta dalam dua nilai.


c. Tahap III: Uji masing-masing klien dengan kartu indeks dengan

menutupi satu mata, minta klien dengan gangguan penglihatan parah

untuk menghitung jari-jari yang diacungkan kurang lebih 1 kaki (30

cm) dari wajah klien, bila klien gagal dalam kedua tes tersebut sinari

7
mata klien dengan senter kecil dan kemudian padamkan cahayanya

tanyakan apakah klien melihat cahaya


2. Pengkajian lapang penglihatan
Saat seseorang menatap lurus kedepan seluruh obyek dalam lapang

penglihatan perifer secara normal dapat dilihat.


a. Buat klien duduk / berdiri 2 kaki 60 cm jauhnya berhadapan

dengan anda sejajar ketinggian mata.


b. Minta klien untuk menutupi / melapisi dengan perlahan satu mata

menggunakan kartu indeks dan menatap mata anda berlawanan

arah (ex. Mata kiri pasien, mata kanan perawat).


c. Gerakan jari dengan jarak sebanding panjang lengan diluar lapang

penglihatan, minta klien untuk mengatakan bila meliht jari anda.


d. Perlahan tarik jari anda mendekat jari selalu dijaga tetap ditenga

antara anda dan klien.


e. Ulangi prosedur pada sisi yang lain, atas dan bawah selalu harus

membandingan titik dimana anda melihat jari tersebut memasuki

lapang penglihatan anda dan titik dimana klien dapat melihatnya.


f. Ulangi prosedur dengan keempat arah pada mata lainnya.
3. Refleks kornea /sinar yang diarahkan pada pupil, refleksnya pada kornea

dapat sama / tidak sama. Bia letaknya tidak sama dan pantuan sinar pada

mata bila letaknya tidak sama dan pantulan sinar pada mata yang juling

terletak:
a. Di tepi pupil berarti juling 150
b. Di daerah limbus berarti juling 450
Bila letak sebelah dalam pada mata yang juling berarti mata juling

keluar / ekstropia sedang bila pantulan sinar pada mata karena terletak

disebelah luar mata yang juling berarti mata juling kedalam / ekstropia.
4. Pemeriksaan mata tutup buka (cover un cover) / tutup mata bergantian

(alternate cover) berguna untuk melihat adanya foria pada mata.


5. Pemeriksaan dengan filter murah

8
Bila pada mata yang berfiskasi diletakkan filter merah dan kedua mata

disuruh berfiksasi pada satu sumber cahaya kecil, maka 2 kemungkinan

yang dapat terjadi.


a. Penderita melihat 2 sinar, yaitu satu merah yang dilihat mata yang

berfiksasi dan satu lagi putih yaitu dengan mata tanpa filter. Pada

mata esotropia / juling ke dalam kedua bayangan ini tidak bersilangan

atau diplopia homonium. Pada mata extropia atau juling keluar.

Kedua bayangan akan bersilang atau diplopia heteronimus.


b. Kedua mata melihat satu sinar yang berwra kemerah-merahan yang

merupakan warna penggabungan penglihatan merah dan putih.

Keadaan ini normal, pada keadaan kedua mata normal, keadaan ini

dapat juga terjadi pada mata juling. Hal ini terjadi akibat pada mata

yang lurus bayangan terletak pada macula sedang pada mata yang

juling sudah terdapat korespondensi retina abnormal yang harmonis.

(Dr. Sidarta Ilyas, hal 201 202).

2.7 Komplikasi
1. Supresi: Usaha yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari

diplopia yang timbul akibat adanya deviasinya.


2. Amblyopia: Menurunnya visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa

koreksi kacamata dan tanpa adanya kelainan organiknya.


3. Anomalus Retinal Correspondens: Suatu keadaan dimana favea dari mata

yang baik (yang tidak berdeviasi) menjadi sefaal dengan daerah favea dari

mata yang berdeviasi.


4. Defect otot: Perubahan-perubahan sekunder dari striktur konjungtiva dan

jaringan fascia yang ada di sekeliling otot menahan pergerakan normal

mata.

9
5. Adaptasi posisi kepala: Keadaan ini dapat timbul untuk mengindari

pemakaian otot yang mengalami efecyt atau kelumpuhan untuk mencapai

penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala biasanya kearah aksi dari

otot yang lumpuh.

2.8 Penatalaksanaan
1. Non Operatif
a. Sangat penting deteksi dini (keturunan tipe mata)
b. Lakukan beberapa foto pada beberapa posisi dan perhatikan letak

sentral titik cahaya kedua mata.


c. Latihan otot mata
d. Penyesuaian jenis makanan / keadaan umum (kesehatan umum)
e. Pemberian pelatihan aktif (keaktifan klien melakukan latihan)
f. Pelatihan pasif (dilakukan orang tua / perawat bayi nenek)
g. Pemberian kaca mata
h. Bila perlu tetes mata pelatihan (cycloplegira)
i. Penutupan mata yang sehat dengan harapan terjadi rangsangan dari

mata sakit untuk dipakai.


2. Operatif
a. Dilakukan dengan melakukan tindakan pemotongan / pengurangan

panjang otot mata dan pembetulan letaknya.


b. Operasi sering dilakukan dengan alasan kosmetika dan psikologi untuk

mengoreksi juling yang disebabkan oleh esotropia dasar atau cacat

esotropia akomodatif setelah dikoreksi dengan kacamata, saat operasi

berfariasi antara satu orang dan orang lain.


c. Operasi koreksi meliputi memindah / memendekkan otot preosedur

baru adalah menjahit luka yang dapat diatur.

2.9 Pathway

10
2.10 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata: Nama, Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan, Alamat, Pendidikan
b. Keluhan utama: Merasa mata tidak lurus, sakit kepala, mata seperti

melihat ganda.
c. Riwayat penyakit sekarang: Penyimpangan pengihatan, Penggunaan

kacamata dengan kelainan ruang yang jauh antara mata kanan dan

kiri, Adanya trauma mata, Terlihat mata ambliopia dan histagmus,

Mata hipermetropi.
d. Riwayat penyakit dahulu: Adanya penyakit DM, stroke, hipertensi,

trauma kepala, infeksi mata, pengobatan lase.


e. Riwayat penyakit keluarga: Adanya DM, stroke, hipertensi,

strabismus.
f. Pemeriksaan fisik
1) TTV ( tensi, suhu, nadi, respiratorik)
2) Mata terlihat tidak lurus
3) Bola mata bergulir tidak sampai ke ujung saat melirik

11
4) Aktifitas: Perubahan aktifitas sehari-hari karena berkurangnya

penglihatan, Merasa takut melakukan pergerakan bola mata karena

luka operasi.
5) Rasa aman: Pasien gelisah karena mata merasa lelah, Nyeri kepala
6) Persepsi sensori
7) Penglihatan: Kedua bola matanya tidak focus pada satu tempat

ketika melihat suatu benda


2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori kerusakan otot penggerak mata.
2) Gangguan konsep diri b/d penampilan mata sekunder terhadap

strabismus / juling.
3) Resiko cidera b/dorientasi terhadap lingkungan yang menurun akibat

dari strabismus
3. Intervensi
a. DX 1
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x24 jam gangguan

persepsi sensori dapat teratasi dengan kriteria hasil:


1) Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu
2) Mengenai gangguan sensori dan berkompensasi terhadap

perubahan.
3) Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam

lingkungan
Intervensi:
1) Tentukan ketajaman dan kerusakan otot penggerak mata.
R: Apakah bilateral atau hanya satu mata sehingga memudahkan

menentukan prosedur yang tepat untuk melakukan intervensi

lanjutan.
2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain diareanya
R: Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan
3) Observasi tanda-tanda disorientasi, pertahankan pagar tempat tidur

sampai benar-benar sembuh dari ansietas.


R: menurunkan resiko jatuh bila pasien bingung / tak kenal ukuran

tempat tidur
4) Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi dan sering menyentuh,

dorong orang terekat tinggal dengan pasien.

12
R: Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan

menurunkan bingung

b. DX 2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam gangguan

konsep diri dapat teratasi dengan kriteria hasil:


1) Menggunakan dan mendemontrasikan penerimaan penampilan.
2) Mendemontrasikan keinginan dan kemampuan untuk mengambil

perawtan diri / tanggung jawab peran.


Intervensi:
1) Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan, khususnya

mengenai pikiran, perasaan, pandangan dirinya.


R: untuk mengurangi antisietas dan mengidentifikasi gangguan

konsep dirinya.
2) Penjelasan berbagai kesalahan konsep individu terhadap

perawatan diri atau memberi perawatan.


R: agar pasien mampu melakukan perawatan diri
3) Siapkan orang terdekat terhadap perubahan fisik dan emosional,

dukung keluarga ketika mereka berupaya untuk beradaptasi.


R: keluarga mampu memahami kondisi pasien
4) Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang

mengalami pengalaman sama


R: memulihkan kepercayaan diri
c. DX 3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam resti injuri

dapat teratasi dengan Kriteria hasil:


1) Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungknan

cedera
2) Menunjukkan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktr resiko

dan untuk melindungi diri dari cedera.


Intervensi:
1) Batasi aktifitasi seperti menggerakan kepala tiba-tiba.
R: Menurunkan TIO
2) Penatalaksanaan ruang

13
R: Mengurangi rasiko injuri dan memudahkan pasien melakukan

aktifitas
3) Kolaborasi dengan keluarga untuk membantu aktifitas pasien
R: Kebutuhan pasien terpenuhi berkurangnya resiko injuri
4) Jelaskan pada pasien tentang orientasi ruangan dan factor yang

memungkinkan resiko injuri


R: Pasien memahami dan melakukan tindakan yang tida

membahayakan dirnya.

14
BAB III

PENUTUP

Strabismus adalah kesalahan arah penglihatan salah satu bola mata,

sehingga kedua bola mata terarah kejurusan yang berbeda. Mata juling dapat

disebabkan oleh kelainan fungsi otot luar bola mata oleh tajam penglihatan yang

kurang, dapt juga disebabkan oleh kelainan otot. Gejala utama mata juling adalah

salah satu mata arahnya tidak lurus.

Macam-macam mata juling adalah esotropia (salah satu mata juling

kedalam) dan eksatropia (salah satu menjuling ke luar). Test diagnostic [ada

strabismus dilakukan dengan cara antara lain: pengkajian lapang penglihatan,

pemeriksaan mata tutu buka. Juling dapat terjadi sejak lahir dan adapula yang

terjadi dalam perjalanan hidup.

Tujuan pengobatan strabismus adalah membangun / mengembalikan

penglihatan binouler tunggal, sehingga dengan sendirinya secara kosmetik indah.

Pengobatan strabismus tergantung pada penyebab / jenis julingnya mata. Tapi

secara garus besar pengobatan juling dapat dilakukan dengan kaca mata, latihan

dan operasi, sebaiknya pengobatan strabismus dilakukan tidak lama setelah

terjadinya strabismus.

15

You might also like