Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Ria Sena Wijaya
0605. 85
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan dan memahami ilmu pengetahuan
secara teoritis dan praktis mengenai asuhan perawatan pada BBL
sehingga dapat memperluas, memperbanyak pengetahuan dan
ketrampilan mengenai asuhan perawatan BBL.
2. Tujuan Khusus
Dengan disusunnya laporan ini, mahasiswa diharapkan dapat
a. Mengumpulkan /mengkaji data
b. Mengidentifikasi diagnosa
c. Merencanakan tindakan perawatan
d. Melakukan catatan perkembangan pasien
1.3 Metode Penulisan
1. Observasi
Mengamati langsung tentang keadaan pasien untuk memperoleh data
tentang pasien.
2. Studi dokumentasi
Mempelajari dan melengkapi data-data dengan cara melihat catatan atau
status pasien catatan perkembangan pasien dan hasilnya.
3. Studi pustaka
Dari buku penunjang
Pembimbing I Pembimbing II
(Institusi) (Lapangan)
Mengetahui :
Kepala Ruangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
(Ida Bagus Gde Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernfas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
(Hutchison, 1967)
keadaan Asfiksia disertai dengan hipoksia, hiperkapnea, dan berakhir dengan
asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia merupakan factor
terpenting yang dapat menghambat adaptasi BBL terhadap kehidupan
ektrauterine.
(Global Duc, 1971)
Asfiksia/Apnea Neonatorum adalah keadaan dimana bayi yang baru
dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
dilahirkan.
(Rustam Mochtar, 1998)
asfiksia berat suatu keadaan dimana bayi yang mengalaminya memiliki.
Skor APGAR 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100
x
/menit. Tous otot buruk, sianosis berat, kadang-kadang pucat, refleks
iritabilitas tidak ada.
(Staf Pengajar IKA FKUI. 1985)
2.2. Etiologi
pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat
gangguan pertukaran gas/pengangkatan O2 dari ibu ke janin, akan terjadi
asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setalah lahir.
Towell (1966) mengajukan penggolongan kegagalan penafasan pada bayi
yang terdiri dari :
1. Factor ibu
Penyebab obat analgetika/anestesi dalam : hipoksia janin.
Gangguan aliran darah ikterus (berkurangnya pengaliran O2 ke janin)
ditemukan pada ;
a. Gangguan kontraksi uterus (hipertonik,hipotonik/tetani uteri)
b. Hipotensi mendadak pada plasenta previa dan solusio plasenta
c. Vaso kontriksi arterial: hipertensi pada hamil dan gestosis pre
eklamsia-eklamsia
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pad
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dll.
3. Factor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas
antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada
keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali
pusat antara janin dan jalan lahir.
4. Factor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa lain antara lain:
1). Pemakaian obat anastesia atau analgetika yang berlebihan pada ibu
secara langsung dapat menimbulkan depresi penafasan janin
2). Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan
intracranial karena tindakan forcep, vaccum.
3). Kelainan congenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika,
atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru.
2.3. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kehamilan sendiri selalu
menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara (asfiksia transien)
pada bayi. Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
hemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary gasping yang
kemudaian akan berlanjut dengan pernafasan teratur (James, 1958).
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbullah
rangsangan terhadap N. Vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi
lambat.
Bila kekurangan O2 terus berlangsung maka N. Vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari N. Simpatikus. DJJ
menjadi lebih cepat, akhirnya irreguler dan menghilang. Secara klinis
tanda-tanda asfiksia adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari
160 x/menit atau kurang dari 100 x/menit, halus dan irreguler serta adanya
pengeluran mekonium.
Kekurangan O2 juga merangsang usus sehingga mekonium keluar
sebagai tanda janin dalam asfiksi. Jika DJJ normal dan ada mekonium
janin mulai asfiksia. Jika DJJ lebih dari 160 x/menit dan ada mekonium,
janin sedang asfiksia. Jika DJJ kurang dari 100 x/menit dan ada mekonium,
janin dalam keadaan gawat.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine, dan bila kita periksa,
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbatdan terjadi atelektasis, bila janin lahir alveoli tidak
bekembang.
2.4. Gejala Klinis
Gejala klinis secara umum :
Pernafasan terganggu
Detak jantung berkurang
Reflek/respon bayi melemah
Tonus otot menurun
Warna kulit biru/pucat
Ada 2 macam
Perbedaan Asfiksia pallida Asfiksia livida
Warna kulit Pucat Kebiru-biruan
Tonus otot Sudah berkurang Masih baik
Reaksi rangsangan (-) (+)
Bunyi jantung Tak teratur Masih teratur
Prognosis Jelek Lebih baik
2.5. Diagnosis
Dengan penilaian APGAR SCORE pad menit pertama
Tindakan Khusus
Asfiksia Berat (skor APGAR 0-3)
resusitasi aktif harus segera dilakukan
pasang O2 dengan tekan tidak lebih dari 30 cm H2O dan intermiten
cara terbaik dengan melakukan intubasi endotakeal. Untuk mencegah
terjadinya inflasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi rupture
alveoli.
Keadaan asidosis, berikan bikarbonas natrikus 2-4 MEq/KgBB
(dibagian IKA FKUI_RSCM Jakarta) digunakan larutan bikarbonas
natrikus 7,5 % dosis 2-4 ml/KgBB) + glukosa 15-20 % dosis 2-4
ml/KgBB secara IV pelan-pelan melalui vena umbilikalis.
Usaha bernafas (gasping) biasanya timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 x. bila setelah 3 x inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernafasan/frekuensi jantung, masase jantung eksternal harus segera
dikerjakan dengan frekuensi 80-100 x/menit. Tindakan ini dilakukan
dengan diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3, yaitu
setiap 1 x ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks.
II S :-
O : KU lemah, tangisan (+), gerak (+) lemah, reflek hisap lemah, BB:2150
gram, PB:42 cm, Ret (-) PASI/NS 6 x 10 cc waktu minum jam 24.00,
04.00, BAB (-), BAK(+)
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 4, 5, 6, 7
III
S :-
O : KU masih lemah S:366oC, tangisan (+), gerak (+), HR:140 x/menit
A : Masalah resiko tidak terjadi, hasil Lab. CRP(-), DL [Hb: 20,1,
Leukosit:23.600, LED: 2-9, Diff Count:-/-/3/74/22/1, PVC
(hematokrit):52, trombosit:187000]
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6
IV S :-
O : S:366oC, keadaan tali pusat terbungkus kassa, tali pusat masih basah,
tidak berbau, tidak bernanah, tidak ada perdarahan tali pusat, daerah
sekitar tali pusat tidak kemerahan
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6
II S :-
O : KU agak lemah, S:368oC, tangisan (+), gerak (+) aktif, reflek hisap
membaik, BB:2150 gram, PB:42 cm, Ret (-) PASI 12 x 15 cc, BAB (+),
BAK(+)
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 4, 5, 6, 7
III S :-
O : KU agak lemah, tangisan (+), gerakan (+), S:368oC, HR:130 x/menit
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6
IV S :-
O : S:368oC, keadaan tali pusat terbungkus kassa, tali pusat masih basah,
tidak berbau, tidak bernanah, tidak ada perdarahan tali pusat, daerah
sekitar tali pusat tidak kemerahan
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4
25-11-2007 II S :-
O : KU lemah, tangisan (+), gerak (+) lemah, reflek hisap membaik,
BB:2150 gram, PB:42 cm, S:367oC PASI 12 x 20 cc Pemberian Ret (3
cc) NS 10 cc, Spin 15 cc
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6
III S :-
O : KU lemah S:367oC, tangisan (+), gerak (+) lemah, HR:120 x/menit
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6
S :-
O : S:367oC, keadaan tali pusat terbungkus kassa, tali pusat masih basah,
tidak berbau, tidak bernanah, tidak ada perdarahan tali pusat, daerah
sekitar tali pusat tidak kemerahan
IV A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6
26-11-2007 II S :-
O : KU membaik, tangisan (+) kuat, gerak (+) aktif, reflek hisap baik,
BB:2150 gram, PB:42 cm, Ret (-) PASI 12 x 35 cc pemberian Ret 10 cc
NS:20 cc, Spin:15 cc, BAB (+), BAK (+).
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8
III S :-
O : KU membaik S:369oC, tangisan (+) kuat, gerak (+) aktif, HR:140
x/menit
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6
S :-
O : S:369oC, keadaan tali pusat terbungkus kassa, tali pusat masih basah,
tidak berbau, tidak bernanah, tidak ada perdarahan tali pusat, daerah
IV sekitar tali pusat tidak kemerahan
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4