You are on page 1of 18

ASUHAN KEPERAWATAN

Pada By. H Usia 1 Hari


Dengan Asfiksia Berat
Di Ruang Dahlia RSUD Dr Moch. Saleh
PROBOLINGGO

Disusun oleh:
Ria Sena Wijaya
0605. 85

AKADEMI KEBIDANAN WIDYAGAMA HUSADA-MALANG


2007
BAPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asfiksia/Apnea Neonatorum suatu keadaan dimana bayi yang baru
dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
dilahirkan. Menghadapi Asfiksia Neonatorum memang diperlukan tindakan
spesialistis, sehingga diharapkan bidan dapat segera melakukan rujukan
medis ke rumah sakit. Melakukan pertolongan persalinan dengan risiko
rendah di daerh pedesaan sebagian besar berlangsung dengan aman dan
baik. Penilaian bayi baru lahir dilakukan dengan menggunakan system nilai
APGAR. Diperlukan suatu tindakan cepat dan tepat dalam menangani
asfiksia.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan dan memahami ilmu pengetahuan
secara teoritis dan praktis mengenai asuhan perawatan pada BBL
sehingga dapat memperluas, memperbanyak pengetahuan dan
ketrampilan mengenai asuhan perawatan BBL.

2. Tujuan Khusus
Dengan disusunnya laporan ini, mahasiswa diharapkan dapat
a. Mengumpulkan /mengkaji data
b. Mengidentifikasi diagnosa
c. Merencanakan tindakan perawatan
d. Melakukan catatan perkembangan pasien
1.3 Metode Penulisan
1. Observasi
Mengamati langsung tentang keadaan pasien untuk memperoleh data
tentang pasien.
2. Studi dokumentasi
Mempelajari dan melengkapi data-data dengan cara melihat catatan atau
status pasien catatan perkembangan pasien dan hasilnya.
3. Studi pustaka
Dari buku penunjang

1.4 Sistematika Penulisan


LEMBAR PENGESAHAN
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Metode Penulisan
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
BAB III : TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian/ Pengumpulan Data
2. Diagnosa keperawatan
3. Rencana Perawatan
4. Lembar catatan perkembangan
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan studi kasus ini telah mendapat


Persetujuan dan Pengesahan oleh pembimbing selama melaksanakan praktik
Klinik di Ruang Dahlia
RSUD Moch. Saleh Probolinggo yang dimulai
17 November 2007-29 November 2007 laporan studi kasus ini disusun oleh :
Nama : Ria Sena Wijaya
NIM : 0605. 85

Disahkan dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II
(Institusi) (Lapangan)

PATEMAH, S.SiT ITJE FAUZIYAH, SST


NIP.
NIP.

Mengetahui :
Kepala Ruangan

ITJE FAUZIYAH, SST


NIP.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
(Ida Bagus Gde Manuaba, 1998)
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernfas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
(Hutchison, 1967)
keadaan Asfiksia disertai dengan hipoksia, hiperkapnea, dan berakhir dengan
asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia merupakan factor
terpenting yang dapat menghambat adaptasi BBL terhadap kehidupan
ektrauterine.
(Global Duc, 1971)
Asfiksia/Apnea Neonatorum adalah keadaan dimana bayi yang baru
dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
dilahirkan.
(Rustam Mochtar, 1998)
asfiksia berat suatu keadaan dimana bayi yang mengalaminya memiliki.
Skor APGAR 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100
x
/menit. Tous otot buruk, sianosis berat, kadang-kadang pucat, refleks
iritabilitas tidak ada.
(Staf Pengajar IKA FKUI. 1985)

2.2. Etiologi
pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat
gangguan pertukaran gas/pengangkatan O2 dari ibu ke janin, akan terjadi
asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setalah lahir.
Towell (1966) mengajukan penggolongan kegagalan penafasan pada bayi
yang terdiri dari :
1. Factor ibu
Penyebab obat analgetika/anestesi dalam : hipoksia janin.
Gangguan aliran darah ikterus (berkurangnya pengaliran O2 ke janin)
ditemukan pada ;
a. Gangguan kontraksi uterus (hipertonik,hipotonik/tetani uteri)
b. Hipotensi mendadak pada plasenta previa dan solusio plasenta
c. Vaso kontriksi arterial: hipertensi pada hamil dan gestosis pre
eklamsia-eklamsia
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pad
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dll.
3. Factor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas
antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada
keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali
pusat antara janin dan jalan lahir.
4. Factor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa lain antara lain:
1). Pemakaian obat anastesia atau analgetika yang berlebihan pada ibu
secara langsung dapat menimbulkan depresi penafasan janin
2). Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan
intracranial karena tindakan forcep, vaccum.
3). Kelainan congenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika,
atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru.
2.3. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kehamilan sendiri selalu
menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara (asfiksia transien)
pada bayi. Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
hemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary gasping yang
kemudaian akan berlanjut dengan pernafasan teratur (James, 1958).
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbullah
rangsangan terhadap N. Vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi
lambat.
Bila kekurangan O2 terus berlangsung maka N. Vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari N. Simpatikus. DJJ
menjadi lebih cepat, akhirnya irreguler dan menghilang. Secara klinis
tanda-tanda asfiksia adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari
160 x/menit atau kurang dari 100 x/menit, halus dan irreguler serta adanya
pengeluran mekonium.
Kekurangan O2 juga merangsang usus sehingga mekonium keluar
sebagai tanda janin dalam asfiksi. Jika DJJ normal dan ada mekonium
janin mulai asfiksia. Jika DJJ lebih dari 160 x/menit dan ada mekonium,
janin sedang asfiksia. Jika DJJ kurang dari 100 x/menit dan ada mekonium,
janin dalam keadaan gawat.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine, dan bila kita periksa,
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbatdan terjadi atelektasis, bila janin lahir alveoli tidak
bekembang.
2.4. Gejala Klinis
Gejala klinis secara umum :
Pernafasan terganggu
Detak jantung berkurang
Reflek/respon bayi melemah
Tonus otot menurun
Warna kulit biru/pucat
Ada 2 macam
Perbedaan Asfiksia pallida Asfiksia livida
Warna kulit Pucat Kebiru-biruan
Tonus otot Sudah berkurang Masih baik
Reaksi rangsangan (-) (+)
Bunyi jantung Tak teratur Masih teratur
Prognosis Jelek Lebih baik

2.5. Diagnosis
Dengan penilaian APGAR SCORE pad menit pertama

2.5.1. APGAR SCORE


Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit 100 x/menit
Pernafasan Tidak ada tak teratur tangis kuat
Reflek waktu jalan nafas Tidak ada menyeringai batuk atau bersin
dibersihkan
Tonus otot Lunglai fleksi ekstremitas lemah fleksi kuat gerak
aktif
Warna kulit Biru pucat tubuh merah, merah seluruh tubuh
ekstremitas biru
Pemantauan :
Bila skore APGAR 5 menit kurang dari 7, penilaian dilanjutkan setiap 5
menit sampai skore mencapai 7
2.5.2 Penilaian secara cepat (Pediatrics Staff Roy. Wom. Hosp. Aust, 1967)
dalam menghadapi bayi dengan asfiksia berat, penilaian cara ini kadang-
kadang membuang waktu dan dalam hal ini dianjurkan untuk menilai
secara cepat.
1. menghitung frekuensi jantung dengan cara meraba Xifisternum/a.
umbilikalis dan menentukan jumlahnya lebih atau kurang dari 100
x
/menit
2. menilai tonus otot apakah baik atau buruk
3. melihat warna kulit
atas dasar pengalaman klinik diatas, asfiksia neonatorum dapat dibagi
dalam :
1. Vigorous baby, (score APGAR 7-10). Dalam hal ini bayi
dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istemewa.
2. Mild Moderate Aphyxia/ asfiksia sedang, (skore APGAR 4-6).
Pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100 x/menit, tonus otot kurang baik/baik, cyanosis, refleks irritabilitas
tidak ada
3. Asfiksia berat, (sore APGAR 0-3) pada pemeriksaan fisis
ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit, tonus otot
buruk, cyanosis berat, kadang pucat, reflek irritabilitas tidak ada.
Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti
jantung ialah keadaan : bunyi jantung fetus menghilang, tidak lebih
dari 10 menit sebelum lahir lengkap, bunyi jantung bayi
menghilang post partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisik lainnya
sesuai dengan yangditemukan pada penderita asfiksia berat.
2.6. Komplikasi
1). Sembab otak
2). Perdarahan otak
3). Anuria/oligouria
4). Hiperbilirubinema
5). Obtruksi usus yang fungsional
6). Kejang atau koma
7). Komplikasi akibat resusitasinya sendiri
2.7. Prognosis
1). Asfiksia ringan atau normal : baik
2). Asfiksia sedang
3). Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
atau kelainan secara permanent. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat
mengakibatkan kejang sampai koma, dan kelainan neurologist yang
permanent misalnya: serebral palsy, mental retardation (Lab/UDF
Ilmu Kesehatan Anak, 1994)
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah mempertahankan kelangsungan hidup
bayi dan membatasi gejala sisa (sekuel) yang mungkin timbul dikemudian
hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru
lahir.
2.8.1. Cara Resusitasi
Tindakan Umum
1. Pengawasan Suhu
Harus dicegah/dikurangi kehilangan panas dari kulit. Pemakaian sinar
lampu yang cukup kuat untuk pemansan luar dapat dianjurkan dan
pengeringan tubuh bayi perlu dikerjakan untuk mengurangi evaporasi.
2. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan
amnion. Tindakan ini harus dilakukan dengan cermat dan tidak perlu
tergesa-gesa/kasar.perlu diperhatikan pula saat itu bahwa letak kepala
harus lebih rendah untuk memudahkan dan melancarkan keluarnya
lendir.
3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan

Tindakan Khusus
Asfiksia Berat (skor APGAR 0-3)
resusitasi aktif harus segera dilakukan
pasang O2 dengan tekan tidak lebih dari 30 cm H2O dan intermiten
cara terbaik dengan melakukan intubasi endotakeal. Untuk mencegah
terjadinya inflasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi rupture
alveoli.
Keadaan asidosis, berikan bikarbonas natrikus 2-4 MEq/KgBB
(dibagian IKA FKUI_RSCM Jakarta) digunakan larutan bikarbonas
natrikus 7,5 % dosis 2-4 ml/KgBB) + glukosa 15-20 % dosis 2-4
ml/KgBB secara IV pelan-pelan melalui vena umbilikalis.
Usaha bernafas (gasping) biasanya timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 x. bila setelah 3 x inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernafasan/frekuensi jantung, masase jantung eksternal harus segera
dikerjakan dengan frekuensi 80-100 x/menit. Tindakan ini dilakukan
dengan diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3, yaitu
setiap 1 x ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks.

Asfiksia Sedang (skor APGAR 4-6)


Bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernafasan spontan,
ventilasi aktif harus segera dimulai.
Ventilasi aktif sederhana dapat dilakukan secara Freg Breathing
dengan meletakkan kateter O2 intranasal, O2 dialirkan dengan aliran
1-2 x/menit, kepala bayi dorsofleksi.
Secara rutin dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan
mulut, disertai gerakan dagu ke atas dan ke bawah dalam frekuensi 20
x/menit. Gerakan ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan
dinding toraks dan abdomen.
Bila bayi memperlihatkan gerakan pernafasan spontan, usahakan
mengikuti gerakan tersebut. Ventilasi ini dihentikan bila setelah 1-2
menit tidak tercapai hasil yang diharapkan.

2.8.2. Tindakan lain dalam resusitasi


1. pengisapan cairan lambung
2. penggunaan obat
3. profilaksis terhadapa blenorea
4. factor aseptic dan antiseptic
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Pengkajian Data


Tanggal/Jam : 21 Desember 2007/17.00
Tempat : Ruang Isolasi Dahlia RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo
1. Biodata
a. Bayi
Nama bayi : By. S
Umur : Hari I
Jenis Kelamin : Perempuan
No. Reg : 506210
Tanggal/Jam Lahir : 21 Desember 2007/15.10
Tempat Lahir : RSUD Dr. Moh. Saleh Probolinggo
b. Orang Tua
Nama ibu : Ny. S Nama suami : Tn. M
Umur : 30 tahun Umur : 35 tahun
Pendidikan : - Pendidikan : -
Pekerjaan : - Pekerjaan : Pesuruh Mts
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Jrebeng Lor Alamat : Jrebeng Lor
2. Riwayat MRS
By. S jenis kelamin perempuan lahir pada tanggal 21 Desember 2007
pukul 15.10 secara SC dengan indikasi eklamsia, bayi dalam
keadaan/kondisi asfiksi berat, AS 1-3-5-7 ketuban mekoneal, PRM (-)
3. Kondisi Saat Datang di Ruang Dahlia
KU masih lemah, tangisan lemah, gerak (+) lemah, cyanosis (-), caput
BB 2150
succedaneum (-), cepal hematom (-), anus (+), /PB : /42 Lingkar
Kepala : 33,5 cm, Suhu : 364oC.
4. Keadaan/kondisi Saat Melakukan Pengkajian tanggal 21 Desember
2007/17.00
Ku masih lemah, tangisan lemah, pernafasan cepat dan irregular,
pernafasan cuping hidung (-), gerak (+) lemah, terpasang infuse D
10%160 cc/24 jam, sonde, bayi dipuasakan, terpasang selang O 2, bayi
diletakkan di incubator, BAB (+), BAK (+)
1). Pemeriksaan umum
Keadaan umum : masih lemah, tangisan lemah, gerak (+) lemah.
Nadi/HR : 140 x/menit
Respirasi : 65 x/menit
Suhu : 366oC
BBL : 2150 gram
PB : 42 cm
LK : 33,5 cm
LD : 30 cm
LILA : 10 cm
2). Pemeriksaan Fisik
Kepala : Rambut hitam, UUBbelum menutup, caput
succedaneum (-), chepal hematoma (-)
Mata : Simetris. Konjunktiva tidak pucat, sclera tidak
kuning
Telinga : Kotor, ada sedikit bekas mekoneum yang
menempel di daun telinga.
Hidung : Bersih, tidak ada secret, tidak tampak
pernafasan cuping hidung, terpasang sonde
Mulut : Normal, tidak syanosis (tampak kemerahan),
labioskisis/labioplatoskisis (-)
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan
bendungan veba jugularis.
Dada : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada,
pernafasan cepat dan irregular 65 x/menit,
denyut jantung cepat 140 x/menit.
Abdomen : Turgor kulit cukup, tali pusat berwarna hijau,
terbungkus kassa betadine, bising usus (+)
Genetalia : Jenis kelamin perempuan, labia mayor belum
menutup labia minor, tampak bersih, anus (+)
Ekstremitas : Aktivitas lemah, tangan kiri terpasang infuse,
akral dingin, kuku-kuku jari mulai kemerahan.
Integument : Keriput, tipis, kulit tidak ada yang terkelupas.
Reflek : Reflek morro lemah, rooting reflek (+), reflek
hisap (+) lemah
3). Terapi dan Tindakan yang Diberikan di Ruang Dahlia Tanggal 21
Desember 2007
Pasang O2
Pasang infuse D 10% 160 cc/24 jam
Vit K 1 mg IM
Cefo 2x75 mg IV
Puasakan
Termoregulasi
Perawatan tali pusat 3 x sehari
Personal hygiene : mengganti popok setiap kali BAB dan BAK,
menyeka tubuh bayi 3 x sehari.
Tindakan pencegahan terhadap infeksi nosokomial.
4). Pemeriksaan penunjang
-
3.2. Diagnosa Keperawatan
1). Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhububgan dengan
pernafasan yang tidak efektif
2). Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan reflek
hisap lemah.
3). Resiko infeksi pada bayi berhubungan dengan riwayat persalinan
secara SC dengan indikasi eklamsia, ketuban mekoneal.
4). Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka pemotongan tali
pusat.
Tanggal Dx Catatan Perkembangan
22-12-2007/21.30 I S :-
O : KU masih lemah, O2 dilepas, gerak (+) lemah, tangisan (+) RR:48
x/menit, cyanosis (-), HR:140 x/menit, pernafasan cuping hidung (-),
Suhu:366oC
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi 1, 5, 6, 7

II S :-
O : KU lemah, tangisan (+), gerak (+) lemah, reflek hisap lemah, BB:2150
gram, PB:42 cm, Ret (-) PASI/NS 6 x 10 cc waktu minum jam 24.00,
04.00, BAB (-), BAK(+)
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 4, 5, 6, 7
III
S :-
O : KU masih lemah S:366oC, tangisan (+), gerak (+), HR:140 x/menit
A : Masalah resiko tidak terjadi, hasil Lab. CRP(-), DL [Hb: 20,1,
Leukosit:23.600, LED: 2-9, Diff Count:-/-/3/74/22/1, PVC
(hematokrit):52, trombosit:187000]
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6

IV S :-
O : S:366oC, keadaan tali pusat terbungkus kassa, tali pusat masih basah,
tidak berbau, tidak bernanah, tidak ada perdarahan tali pusat, daerah
sekitar tali pusat tidak kemerahan
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6

24-12-2007 I Hentikan intervensi, lakukan penilaian keadaan umum saja.

II S :-
O : KU agak lemah, S:368oC, tangisan (+), gerak (+) aktif, reflek hisap
membaik, BB:2150 gram, PB:42 cm, Ret (-) PASI 12 x 15 cc, BAB (+),
BAK(+)
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 4, 5, 6, 7

III S :-
O : KU agak lemah, tangisan (+), gerakan (+), S:368oC, HR:130 x/menit
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6
IV S :-
O : S:368oC, keadaan tali pusat terbungkus kassa, tali pusat masih basah,
tidak berbau, tidak bernanah, tidak ada perdarahan tali pusat, daerah
sekitar tali pusat tidak kemerahan
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4
25-11-2007 II S :-
O : KU lemah, tangisan (+), gerak (+) lemah, reflek hisap membaik,
BB:2150 gram, PB:42 cm, S:367oC PASI 12 x 20 cc Pemberian Ret (3
cc) NS 10 cc, Spin 15 cc
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6

III S :-
O : KU lemah S:367oC, tangisan (+), gerak (+) lemah, HR:120 x/menit
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6

S :-
O : S:367oC, keadaan tali pusat terbungkus kassa, tali pusat masih basah,
tidak berbau, tidak bernanah, tidak ada perdarahan tali pusat, daerah
sekitar tali pusat tidak kemerahan
IV A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6
26-11-2007 II S :-
O : KU membaik, tangisan (+) kuat, gerak (+) aktif, reflek hisap baik,
BB:2150 gram, PB:42 cm, Ret (-) PASI 12 x 35 cc pemberian Ret 10 cc
NS:20 cc, Spin:15 cc, BAB (+), BAK (+).
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8

III S :-
O : KU membaik S:369oC, tangisan (+) kuat, gerak (+) aktif, HR:140
x/menit
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6

S :-
O : S:369oC, keadaan tali pusat terbungkus kassa, tali pusat masih basah,
tidak berbau, tidak bernanah, tidak ada perdarahan tali pusat, daerah
IV sekitar tali pusat tidak kemerahan
A : Masalah resiko tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4

You might also like