Professional Documents
Culture Documents
A. Defenisi
0
1. Hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36 36, 5 c
0
2. Hipotermi sedang yaitu suhu antara 32 36 c
0
3. Hipotermi berat yaitu suhu tubuh < 32 c
(Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal.
89)
B. Etiologi
Hipotermi dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan
lingkungan yang dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin
atau basah) atau bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian.
(Kosim Sholeh M, dkk, 2008, Buku Ajar Neonatologi, IDAI, Jakarta, hal.
89)
(http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html)
C. Patofisiologi
D. Gejala Klinis
1. Radiasi yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang
dingin, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu
lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa
suhu lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang dingin.
Hipoglikemi
Shock.
Apnea
(http://jhonkarto.blogspot.com/2009/02/bayi-hipotermi.html)
G. Pencegahan Hipotermi
Tutup kepala.
Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini mungkin setelah lahir
bayi dapat disusukan.
2. Bayi sakit
HIPERTERMI
A. Pengertian
1. Hipertermi adalah keadaan suhu tubuh meningkat melebihi suhu normal yaitu suhu
tubuhmencapai sekitar 37,8C per oral atau 38,8C per rectal secara terus
menerus disertai kulit panas dan kering serta abnormalitas sistem saraf pusat
seperti delirium, kejang, atau koma yang disebabkan oleh atau dipengaruhi oleh
panas eksternal (lingkungan) atau internal (metabolik). (blog Asuhan
Keperawatan.com).
37,5 C.
2. Tanda dehidrasi, yaitu berat badan bayi turun, turgor kulit kurang, mata dan ubun
ubun besar cekung, lidah dan membran mukosa kering, banyaknya air kemih
berkurang.
3. Kulit memerah
4. Malas minum
7. Letargi
8. Kedinginan,lemas
C. Klasifikasi Hipertermia
a. Hipertermia maligna
a. Hipertermia neonatal
Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua dan ketiga kehidupan bisa
disebabkan oleh:
1) Dehidrasi
Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan atau
paparan oleh suhu kamar yang tinggi. Hipertermia jenis ini merupakan penyebab
kenaikan suhu ketiga setelah infeksi dan trauma lahir. Sebaiknya dibedakan antara
kenaikan suhu karena hipertermia dengan infeksi. Pada demam karena infeksi
biasanya didapatkan tanda lain dari infeksi seperti leukositosis/leucopenia, CRP
yang tinggi, tidak berespon baik dengan pemberian cairan, dan riwayat persalinan
prematur/resiko infeksi.
2) Overheating
Pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu panas, atau bayi terpapar sinar
matahari langsung dalam waktu yang lama.
3) Trauma lahir
Hipertermia yang berhubungan dengan trauma lahir timbul pada 24%dari bayi
yang lahir dengan trauma. Suhu akan menurun pada1-3 hari tapi bisa juga menetap
dan menimbulkan komplikasi berupa kejang. Tatalaksana dasar hipertermia pada
neonatus termasuk menurunkan suhu bayi secara cepat dengan melepas semua
baju bayi dan memindahkan bayi ke tempat dengan suhu ruangan. Jika suhu tubuh
bayi lebih dari 390C dilakukan tepid sponged 350C sampai dengan suhu tubuh
mencapai 370C.
4) Heat stroke
Tanda umum heat stroke adalah suhu tubuh > 40.5 0C atau sedikit lebih
rendah, kulit teraba kering dan panas, kelainan susunan saraf pusat, takikardia,
aritmia, kadang terjadi perdarahan miokard, dan pada saluran cerna terjadi mual,
muntah, dan kram. Komplikasi yang bisa terjadi antara lain DIC, lisis eritrosit,
trombositopenia, hiperkalemia, gagal ginjal, dan perubahan gambaran EKG. Anak
dengan serangan heat stroke harus mendapatkan perawatan intensif di ICU, suhu
tubuh segera diturunkan (melepas baju dan sponging dengan air es sampai dengan
suhu tubuh 38,50 C kemudian anak segera dipindahkan ke atas tempat tidur lalu
dibungkus dengan selimut), membuka akses sirkulasi, dan memperbaiki gangguan
metabolic yang ada.
Gambaran klinis mirip dengan heat stroke tetapi tidak ada riwayat
penyelimutan berlebihan, kekurangan cairan, dan suhu udara luar yang tinggi. HSE
diduga berhubungan dengan cacat genetic dalam produksi atau pelepasan serum
inhibitor alpha-1-trypsin. Kejadian HSE pada anak adalah antara umur 17 hari
sampai dengan 15 tahun (sebagian besar usia < 1 tahun dengan median usia 5
bulan). Pada umumnya HSE didahului oleh penyakit virus atau bakterial dengan
febris yang tidak tinggi dan sudah sembuh (misalnya infeksi saluran nafas akut atau
gastroenteritis dengan febris ringan). Pada 2 5 hari kemudian timbul syok berat,
ensefalopati sampai dengan kejang/koma, hipertermia (suhu > 41 0C), perdarahan
yang mengarah pada DIC, diare, dan dapat juga terjadi anemia berat yang
membutuhkan transfusi. Pada pemeriksaan fisik dapat timbul hepatomegali dan
asidosis dengan pernafasan dangkal diikuti gagal ginjal..Pada HSE tidak ada
tatalaksana khusus, tetapi pengobatan suportif seperti penanganan heat stroke dan
hipertermia maligna dapat diterapkan. Mortalitas kasus ini tinggi sekitar 80%
dengan gejala sisa neurologis yang berat pada kasus yang selamat. Hasil CT scan
dan otopsi menunjukkan perdarahan fokal pada berbagai organ dan edema serebri.
Definisi SIDS adalah kematian bayi (usia 1-12 bulan) yang mendadak, tidak
diduga, dan tidak dapat dijelaskan. Kejadian yang mendahului sering berupa infeksi
saluran nafas akut dengan febris ringan yang tidak fatal. Hipertermia diduga kuat
berhubungan dengan SIDS. Angka kejadian tertinggi adalah pada bayi usia 2- 4
bulan. Hipotesis yang dikemukakan untuk menjelaskan kejadian ini adalah pada
beberapa bayi terjadi mal-development atau maturitas batang otak yang tertunda
sehingga berpengaruh terhadap pusat chemosensitivity, pengaturan pernafasan,
suhu, dan respons tekanan darah. Beberapa faktor resiko dikemukakan untuk
menjelaskan kerentanan bayi terhadap SIDS, tetapi yang terpenting adalah ibu
hamil perokok dan posisi tidur bayi tertelungkup. Hipertermia diduga berhubungan
dengan SIDS karenadapat menyebabkan hilangnya sensitivitas pusat pernafasan
sehingga berakhir dengan apnea.
D. Faktor Resiko
1. Kejang/ syok
D. Etiologi
Disebabkan oleh infeksi, suhu lingkungan yang terlalu panas atau campuran
dari gangguan infeksi dan suhu lingkungan yang terlalu panas. Keadaan ini terjadi
bila bayi diletakkan di dekat api atau ruangan yang berudara panas.Selain itu,
dapat pula disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik yang dapat
mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang dapat menyebabkan efek
perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam
disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat berupa protein , pecahan protein dan zat lain
, terutama toksin polisakarida , yang dilepas oleh bakteri toksik / pirogen yang
dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama
keadaan sakit.
a. Fase I : awal
b. Fase II :
1) proses demam
7) mulut kering
9) lemas
3) Menggigil ringan
E. Penatalaksanaan
3. Perikasa suhu aksila setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
4. Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 C), bayi dikompres atau dimandikan selama
10-15 menit dalam suhu air 4 C, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan
menggunakan air dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 C dibawah suhu
bayi
1. Kesehatan lingkungan.
4. Pemberantasan lalat.
PENUTUP
A. Kesimpulan:
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Kemala, P., ar., 1998, Kamus Suku Kedokteran Dorlan, Penerbit Buku Keokteran EGC,
Jakarta.
Sudarti dan Afroh Fauzan. 2012, Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Nuha Medika. Yogyakarta.
http://alamsyah.web.id/news/makalah-asuhan-kebidanan-pada-bayi-dengan-
Hipertermia.
HIPOGLIKEMIA
Pengertian Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah.
Istilah hipoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna dibawah kadar rata-
rata. Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl pada semua
neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala hepoglikemia. Umumnya
hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 12 jam. Hal ini disebabkan oleh karena bayi tidak
mendapatkan lagi glukosa dari ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa
darah yang menurun.
Hipoglikemia merupakan konsentrasi glukosa dalam darah berkurangnya secara abnormal yang
dapat menimbulkan gemetaran, keringat dan sakit kepala apabila kronik dan berat, dapat
menyebabkan manifestasi susunan saraf pusat (Kamus Kedokteran Dorland:2000).
Hipoglikemia neonatorum adalah masalah pada bayi dengan kadar glukosa darah kurang dari 40
-45mg/dl (Sudarti dkk: 2010).
Keadaan dimana bila kadar gula darah bayi di bawah kadar rata-rata bayi seusia dan berat badan
aterm (2500 gr atau lebih) < 30mg/dl dalam 72 jam pertama, dan < 40mg/dl pada hari
berikutnya.
Sel otak tidak mampu hidup jika kekurangan glukose. Hypoglikemi dapat terjadi berkaitan
dengan banyak penyakit, misalnya pada neonatus dengan ibu diabetes dan mengalami
Hyperglikemi in utero, atau sebagai komplikasi cidera dingin. Selama masa menggigil simpanan
glikogen tubuh tidak mencukupi, tetapi jika dihangatkan terjadi peningkatan kebutuhan glikogen.
Simpanan glikogen menurun dan cadangan tidak dapat memenuhi kebutuhan pada pemanasan.
Nilai kadar glukose darah/plasma atau serum untuk diagnosis Hipoglikemia pada berbagai
kelompok umur anak :
Bayi/anak
3 hr
2. Menurut WHO hipoglikemi adalah bila kadar glukosa/gula darah <47 mg/dL
3. Gejala sering tidak jelas/asimptomatik, semua tenaga kesehatan perlu
mewaspadai kemungkinan adanya hipoglikemia.
Etiologi Hipoglikemia
Secara garis besar hipoglikemia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: kelainan yang
menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan produksi glukosa kurang.
Hiperinsulinisme (bayi dari ibu penderita diabetes), hipoglikemia hiperinsulinisme menetap pada
bayi, tumor yang memproduksi insulin dan child abuse. Hiperinsulinisme menyebabkan
pemakaian glukosa yang berlebihan terutama akibat rangsangan penggunaan glukosa oleh otot
akibat sekresi insulin yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai hipoglikemia hiperinsulin
endogen menetap pada bayi yang sebelumnya disebut sebagai nesidioblastosis.
Defek pada pelepasan glukosa (defek siklus Krebs, defek respiratory chain). Kelainan ini
sangat jarang, mengganggu pembentukan ATP dari oksidasi glukosa, disini kadar laktat sangat
tinggi.
Defek pada produksi energi alternatif (defisiensi Carnitine acyl transferase. Kelainan ini
mengganggu penggunaan lemak sebagai energi, sehingga tubuh sangat tergantung hanya pada
glukosa. Ini akan menyebabkan masalah bila puasa dalam jangka lama yang seringkali
berhubungan dengan penyakit gastrointestinal. Sepsis atau penyakit dengan hipermetabolik,
termasuk hipertiroidism.
Kelainan ini sering sebagai penyebab hipoglikemia, disamping hipoglikemia akibat pemberian
insulin pada diabetes. Hal ini dapat dibedakan dengan melihat keadaan klinis dan adanya
hipoglikemia ketotik, biasanya terjadi pada anak yang kurus, usia antara 18 bulan sampai 6
tahun, biasanya terjadi akibat masukan makanan yang terganggu karena bermacam sebab
Penelitian terakhir mekanisme yang mendasari hipoglikemia ketotik adalah gagalnya
glukoneogenesis.
Hal ini karena hormone pertumbuhan dan kortisol berperan penting pada pembentukan energi
alternative dan merangsang produksi glukosa. Kelainan ini mudah diobati namun yang sangat
penting adalah diagnosis dini.
Patofisiologi Hipoglikemia
Hipoglikemi sering terjadi pada berat lahir rendah (BBLR), karena cadangan glukosa rendah.
Pada ibu diabetes mellitus (DM) terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga
respons insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir dimana jalur plasenta terputus maka
transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism)
sehingga terjadi hipoglikemi.
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang
berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan
pada susunan syaraf pusat bahkan sampai kematian. Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat
pada bayi dari ibu dengan diabetes mellitus. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting
untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan
penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, gangguan pernafasan.
Hipoglikemia bisa menunjukan gejala ataupun tidak. Kecurigaan tinggi harus selalu diterapkan
dan selalu antisipasi hipoglikemia pada neonatus dengan faktor risiko :
1. Tremor
2. Sianosis
3. Apatis
4. Kejang
5. Apnea intermitten
6. Tangisan lemah/melengking
7. Letargi
8. Kesulitan minum
10.Keringat dingin
11.Pucat
12.Hipotermi
14.Muntah
Saat timbulnya gejala bervariasi dari beberapa hari sampai satu minggu setelah lahir. Berikut ini
merupakan gejala klinis yang dimulai dengan frekuensi tersering, yaitu gemetar atau tremor,
serangan sianosis, apati, kejang, serangan apnea intermiten atau takipnea, tangis yang melemah
atau melengking, kelumpuhan atau letargi, kesulitan minum dan terdapat gerakan putar mata.
Dapat pula timbul keringat dingin, pucat, hipotermia, gagal jantung dan henti jantung. Sering
berbagai gejala timbul bersama-sama. Karena gejala klinis tersebut dapat disebabkan oleh
bermacam-macam sebab, maka bila gejala tidak menghilang setelah pemberian glukosa yang
adekuat, perlu dipikirkan penyebab lain.
Diagnosis Hipoglikemia
Presentasi klinis hipoglikemia mencerminkan penurunan ketersediaan glukosa untuk SSP serta
stimulasi adrenergik disebabkan oleh tingkat darah menurun atau rendah gula. Selama hari
pertama atau kedua kehidupan, gejala bervariasi dari asimtomatik ke SSP dan gangguan
cardiopulmonary. Kelompok berisiko tinggi yang membutuhkan skrining untuk hipoglikemia
pada satu jam pertama kehidupan meliputi:
1. Bayi yang baru lahir yang beratnya lebih dari 4000 gr atau kurang dari 2000
gr
2. Besar usia kehamilan (LGA) bayi yang berada di atas persentil ke-90, kecil
untuk usia kehamilan (SGA) bayi di bawah persentil ke-10, dan bayi dengan
pembatasan pertumbuhan intrauterin
3. Bayi yang lahir dari ibu tergantung insulin (1:1000 wanita hamil) atau ibu
dengan diabetes gestasional (terjadi pada 2% dari wanita hamil)
Penatalaksanaan Hipoglikemi
3. Kemudian setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum
berjalan baik dan kadar glukosa normal tercapai
1. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari
pertama :
2. Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal
dalam 2 kali pemeriksaan
Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan
vena sentral.
1. Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam
2. Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi
seperti diatas
ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan
4. ASI teruskan
5. IV teruskan
8. Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2
kali pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.
10.Konsultasi endokrin
13.Hipoglikemia refraktori
Kebutuhan glukosa >12 mg/kg/menit menunjukan adanya hiperinsulinisme. Keadaan ini dapat
diperbaiki dengan:
Pemantauan glukosa ditempat tidur (bed side) secara sering diperlukan untuk memastikan bahwa
neonatus mendapatkan glukosa yang memadai. Ketika pemberian makan telah dapat ditoleransi
dan nilai pemantauan glukosa di tempat tidur (bed side) sudah normal maka infus dapat
diturunkan secara bertahap. Tindakan ini mungkin memerlukan waktu 24 -48 jam atau lebih
untuk menghindari kambuhnya hipoglikemia
Prognosis Hipoglikemia
Jika tidak diobati, hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat menyebabkan kematian
pada setiap golongan umur. Pada neonatus prognosis tergantung dari berat, lama, adanya gejala-
gejala klinik dan kelainan patologik yang menyertainya, demikian pula etiologi, diagnosis dini
dan pengobatan yang adekuat.
1. Hipoglikemia transisional
Prognosisnya baik dan tergantung kepada kelainan yang mendasarinya misal : asfiksia perinatal.
Tidak ada korelasi antara rendahnya kadar gula dengan mortalitas/morbiditas bayi. Kebanyakan
bayi tetap hidup walaupun dengan kadar gula 20 mg/100 ml.
2. Hipoglikemia sekunder
Mortalitas neonatus pada kelompok ini disebabkan oleh kelainan yang menyertainya. Bayi yang
menderita Hipoglikemia tipe ini, sedikit menderita sekuele akibat Hipoglikemianya, tetapi lebih
banyak akibat kelainan patologik yang menyertainya.
3. Hipoglikemia transien
Bayi yang termasuk dalam kelompok ini bila tidak diobati akan mati. Bayi-bayi tersebut
seringkali pada BBLR dan KMK yang bisa disertai dengan komplikasi akibat BBLR dan KMK
sendiri, demikian pula masalah-masalah perinatal yang bisa menyebabkan ganggguan mental,
perilaku dan kejang-kejang yang tidak ada hubungannya dengan hipoglikemia.
Pada penelitian prospektif dengan menggunakan kontrol, bayi-bayi kelompok ini yang diamati
sampai umur 7 tahun ternyata terdapat gangguan intelektual yang minimal, tetapi tidak ada cacat
nerologik yang berat.
Kelompok ini bisa dibagi atas beberapa katagori yang masing-masing mempunyai masalah
tersendiri yang mempengaruhi prognosisnya.
Sering kali disertai Hipoglikemia berat bahkan fatal pada hari-hari pertama, nampaknya akibat
defisiensi hormon hipofise anterior. Dari 26 kasus yang dilaporkan 2/3 meninggal (5 pada hari
pertama, 4 pada masa neonatus dan 5 antara umur 2 bulan sampai 17 tahun). Beberapa di
antaranya yang hidup menunjukkan gejala retardasi.
Pada sindroma Beckwith Wiedemann, retardasi mental kemungkinan disebabkan oleh H yang
tidak diobati, meskipun dengan pengobatan adekuat prognosis masih meragukan, sebab adanya
anomali multipel yang menyertainya.
Biasanya memperlihatkan hipoglikemia berat dan tidak ada respon terhadap pengobatan
medikamentosadan memerlukan pankreatektomi total. Mereka yang hidupo biasanya
memperlihatkan retardasi perkembangan yang sedang atau berat.
Pada penderita yang diamati, bayi-bayi yang hidup menunjukkan perawakan yang relatif pendek
tetapi ada yang menderita diabetes dan beberapa diantaranya memperlihatkan gangguan
neurologik sedang atau berat, gangguan mental dan sering kali dengan kejang-kejang. Maka,
penting diagnosis dini dan tindakan bedah yang segera.
Komplikasi Hipoglikemi
3. Kematian
DAFTAR PUSTAKA
http://growupclinic.com/2012/08/10/penanganan-terkini-hipoglikemia-pada-bayi/. Diakses
tanggal 27 November 2013. Jam 20.00
http://www.nbci.ca/index.php?option=com_content&view=article&id=371:hypoglycaemia-of-
the-newborn-low-blood-sugar&catid=29:information-indonesian&Itemid=67. Diakses 27
November 2013. Jam 20.10
Markun. AH.1999. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Masjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapus.
Nelson Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 1. Jakarta : EGC
Saifudin, Abdul Bari, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardj
RATA-RATA SERUM
ZONA BAGIANs TUBUH
INDIREK (Umol/L)
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernicterus dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang
mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang
disebut hiperbilirubin.
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan
sebagai berikut;
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak
pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari
ke tujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit
tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat
pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)
VI. PATOFISIOLOGI
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan
jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek
ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut
kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan
neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila
pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
(Sumber: IDAI,2011)
VII. PATHWAY
Letargi, malas.
2. Sirkulasi
3. Eliminasi
a. Bising usus hipoaktif
4. Makanan / Cairan
a. Riwayat pelambatan / makan oral buruk, lebih mungkin disusui dari pada menyusu
botol
5. Neurosensori
a. Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang
berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum.
6. Pernapasan
a. Riwayat asfiksia.
7. Keamanan
8. Seksualitas
a. Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan reterdasi
pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar untuk usia gestasi (LGA), seperti
bayi dengan ibudiabetes.
b. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia,
asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
c. Terjadi lebih sering pada bayi pria dari pada bayi wanita.
B. DIAGNOSA
1. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi
berkenaan phototerapi.
2. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan
4. Transfusi tukar
dilakukan bila terjadi
hiperbilirubinemia
pathologis karena
terjadinya proses
hemoliitik berlebihan
yang disebabkan oleh
ABO antagonis
4. Untuk mencegah
terjadinya dehidrasi
5. Untuk mencegah
kerusakan kulit lebih
parah
Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika.
Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal /
Bayi. EGC. Jakarta
Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis
,Missouri ; Mosby.
Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental Keperawatan :
Konsep, Proses dan Praktis Volume 2. EGC :Jakarta
Slusher, et all (2013). Treatment Of Neonatal Jaundice With Filtered Sunlight In Nigerian
Neonates: Study Protocol Of A Non-Inferiority, Randomized Controlled Trial.
http://www.trialsjournal.com/content/14/1/446: TRIALS
Suriadi, dan Rita Y. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak . Edisi I. Fajar Inter Pratama.
Jakarta.
Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.
I. DEFINISI
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin,
2001).
Jadi, berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa
asfiksia merupa suatu keadaan di mana bayi tidak dapat menangis secara spontan
setelah lahir.
II. KLASIFIKASI
Tabel penilaian APGAR SCORE
Skor APGAR
Tanda
0 1 2
III. ETIOLOGI
a. Faktor ibu
Preeklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
Kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi
untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka
hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan
perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit
dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi.
Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.
V. PATOFISIOLOGI
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas
serta transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan
pengeluaran C02. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung
dari berat dan lamanya asfiksia fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga
menimbulkan komplikasi, gejala sisa, atau kematian penderita.
Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh
ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut
berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis
glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan
terjadinya keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ni akan
menganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi penurunan sirkulasi
kardiovaskuler yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekwensi denyut
jantung
VI. PATHWAY
VII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak
mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
IX. PENATALAKSANAAN
a. Terapi suportif
2. Memulai pernapasan :
Tindakan Umum
a. Pengawasan suhu
b. Tindakan Khusus
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60
detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan.
Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka
dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan
frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen.
Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti
gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit
sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera
dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau
dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya
mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30
kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan
dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan
frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera
dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit
setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah
dilakukan dengan adekuat.
Terapi Medikamentosa
Epinefrin
Indikasi:
1. Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
2. Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg 0,03 mg / kgBB). Cara :
i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
Volume Ekspander
Indikasi:
1. Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada
respon dengan resueitasi.
Jenis Cairan :
1. Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml /
kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon
klinis.
Bikarbonat
Indikasi:
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan
secara i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat
merusak furgsi miokardium dan otak.
Nalokson
Indikasi:
1. Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan narkotik 4
jam sebelurn pmsalinan.
3. Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai pemakai
obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian
bayi.
KONSEP DASAR
Definisi BBLR
Bayi berat badan lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir
kurang dari 2500 gram ( WHO, 1961 ). Berat badan lahir rendah adalah bayi dengan
berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir. (Huda dan Hardhi, NANDA
NIC-NOC, 2013).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009).
BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang
dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram. (Hidayat, 2005).
Etiologi BBLR
Menurut Huda dan Hardhi dalam NANDA NIC-NOC (2013). Penyebab kelahiran bayi
berat badan lahir rendah, yaitu:
Infeksi
Bahan toksik
Radiasi
Faktor nutrisi
Factor lain seperti merokok, peminum alkohol, bekerja berat pada masa
kehamilan, plasenta previa, kehamilan ganda, obat-obatan, dan sebagainya.
Selain penyebab diatas ada beberapa penyebab kelahiran berat badan lahir rendah
yang berhubungan, yaitu :
1. Faktor ibu
a. Paritas
Infertilitas
Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
2. Faktor kehamilan
3. Faktor janin
Patofisiologi BBLR
Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral, seperti
zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan.
Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap
hipoglikemia, rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR
memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus aterm sekitar 108
kkal/kg/hari
Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara isap
dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneumonia,
belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu. Penundaan
pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi
preterm. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm
mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan untuk
mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm. Produksi amilase
pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak dan
karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar kehamilan 34
minggu. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja bernafas dan
kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan mengganggu
makanan secara oral.
Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan
dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan
insulasi. Kehilangan panas ini meningkatkan keperluan kalori. (Moore, 1997)
Menurut Huda dan Hardhi. (2013), tanda dan gejala dari bayi berat badan lahir
rendah adalah:
Pergerakan janin pertama terjadi lebih lambat, gerakan janin lebih lambat
walaupun kehamilannya sudah agak lanjut
Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut seharusnya.
Sering dijumpai kehamilan dengan oligradramnion gravidarum atau
perdarahan anterpartum.
Bayi small for date sama dengan bayi retardasi pertumbuhan intrauterine.
Penatalaksanaan BBLR
3. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur
dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari
berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi
karena hperbiliirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka warna bayi harus
sering dicatat dan bilirubin diperiksa bila ikterus muncul dini atau lebih cepat
bertambah coklat
4. Pernapasan
Bayi prematur mungkin menderita penyakit membran hialin. Pada penyakit ini
tanda- tanda gawat pernaasan sealu ada dalam 4 jam bayi harus dirawat terlentang
atau tengkurap dalam inkubator dada abdomen harus dipaparkan untuk
mengobserfasi usaha pernapasan
5. Hipoglikemi
Mungkin paling timbul pada bayi prematur yang sakit bayi berberat badan lahir
rendah, harus diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan gula darah
secara teratur
6. Menghindari Infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali mengalami infeksi karena daya tahan tubuh masih
lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan antibodi belum
sempurna . Oleh karena itu tindakan prefentif sudah dilakukan sejak antenatal
sehingga tidak terjadi persalinan dengan prematuritas (BBLR)
Komplikasi BBLR
Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani secepatnya
menurut Mitayani, 2009 yaitu :
4. Asfiksia neonetorum