Professional Documents
Culture Documents
Deputi I Menkokesra
Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut
usia (aging struktured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun
ke atas sekitar 7,18%. Provinsi yang mempunyai jumlah penduduk Lanjut Usia
(Lansia)nya sebanyak 7% adalah di pulau Jawa dan Bali. Peningkatan jumlah
penduduk Lansia ini antara lain disebabkan antara lain karena 1) tingkat sosial
ekonomi masyarakat yang meningkat, 2) kemajuan di bidang pelayanan kesehatan,
dan 3) tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat.
Jumlah penduduk Lansia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta, usia
harapan hidup 66,2 tahun, pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 23,9 juta (9,77%),
usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8
juta (11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun. Dari jumlah tersebut, pada
tahun 2010, jumlah penduduk Lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321
(9,58%) dan yang tinggal di perdesaan sebesar 15.612.232 (9,97%). Terdapat
perbedaan yang cukup besar antara Lansia yang tinggal di perkotaan dan di
perdesaan. Perbedaan ini bisa jadi karena antara lain Lansia yang tadinya berasal
dari desa lebih memilih kembali ke desa di hari tuanya, dan mungkin juga bisa jadi
karena penduduk perdesaan usia harapan hidupnya lebih besar karena tidak
menghirup udara yang sudah berpolusi, tidak sering menghadapi hal-hal yang
membuat mereka stress, lebih banyak tenteramnya ketimbang hari-hari tiada stress
atau juga bisa jadi karena makanan yang dikonsumsi tidak terkontaminasi dengan
pestisida sehingga membuat mereka tidak mudah terserang penyakit sehingga
berumur panjang.
Namun jika dilihat pada tahun 2020 walaupun jumlah Lansia tetap mengalami
kenaikan yaitu sebesar 28.822.879 (11,34%), ternyata jumlah Lansia yang tinggal di
perkotaan lebih besar yaitu sebanyak 15.714.952 (11,20%) dibandingkan dengan
yang tinggal di perdesaan yaitu sebesar 13.107.927 (11,51%).
Alasan lain mengapa pada tahun 2020 ada kecenderungan jumlah penduduk Lansia
yang tinggal di perkotaan menjadi lebih banyak karena para remaja yang saat ini
sudah banyak mengarah menuju kota, mereka itu nantinya sudah tidak tertarik
kembali ke desa lagi, karena saudara, keluarga dan bahkan teman-teman tidak
banyak lagi yang berada di desa. Sumber penghidupan dari pertanian sudah kurang
menarik lagi bagi mereka, hal ini juga karena pada umumnya penduduk desa yang
pergi mencari penghidupan di kota, pada umumnya tidak mempunyai lahan
pertanian untuk digarap sebagai sumber penghidupan keluarganya.
Selain itu bahwa di masa depan sektor jasa mempunyai peran yang penting sebagai
sumber penghidupan. Oleh karena itu suatu negara yang tidak mempunyai sumber
daya alam yang cukup maka di era globalisasi akan beralih kepada sektor jasa
sebagai sumber penghasilannya, contoh negara Singapura. Pada hal sektor jasa
dapat berjalan dan hidup hanya di daerah perkotaan.
Usia harapan hidup (UHH) tertinggi laki-laki adalah DKI Jakarta dan DIY, sedangkan
terendah di Jawa Barat, sedangkan UHH perempuan tertinggi adalah adalah DKI
Jakarta, dan terendah di Jawa Barat. Sedangkan jumlah penduduk Lansia tertinggi
dan terendah baik laki-laki maupun perempuan adalah di Jawa Timur (tertinggi) dan
Bali (terendah). Proses kematian Lansia di perkotaan disebabkan penuaan,
sedangkan di perdesaan lebih banyak disebabkan oleh penyakit infeksi.
Ada suatu cerita singkat yang menarik untuk diutarakan, dimana pada era
pembangunan yang semakin dinamis dan tidak diikuti dengan meningkatnya
kesempatan mengeyam pendidikan bagi kaum perempuan tersebut ternyata akan
membawa dampak semakin menderitanya para eyang putri, mbah wedok, oma,
opung, nenek, nyai dan entah apa lagi sebutannya. Dalam mengikuti dinamika
pembangunan yang gegap gempita ini mereka semakin merasa kesepian.
Mengapa.? Mereka itu pada masa tuanya tetap bermukim di desa/kampung yang
nun jauh di sana, kurang bahkan tidak tersentuh dari kemajuan pembangunan di
bidang pendidikan. Mereka tidak bisa baca tulis. Sedangkan disisi lain, saat ini para
generasi mudanya untuk mendapatkan penghasilan yang layak harus ke luar dari
kampungnya. Di desa/kampungnya mereka tidak dapat berbuat banyak kecuali
kalau mereka ke luar dari desanya untuk mendapatkan pekerjaan. Sudah dapat
dipastikan walaupun tidak mempunyai keterampilan yang memadai mereka tetap
pergi ke kota untuk mengadu nasib mencari peruntungan. Tekad yang membara
akhirnya mereka mendapat pekerjaan yang jauh dari desanya. Orang tuanya yang
pada umumnya kurang bisa baca tulis tidak dapat berbuat banyak. Suatu hari sang
ibu atau nenek tersebut mendapat surat dari anaknya yang sudah melanglang
buana, diantara anak-anaknya ada yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia di luar
negeri, sedangkan anak yang lainnya ada yang masih tetap tinggal dan bekerja di
Indonesia, namun berada jauh di luar provinsi asalnya.
Surat yang diterima sang nenek tidak dapat dibaca, sehingga sang nenek tidak
mengetahui isi surat itu. Akhirnya surat dari anaknya tetap tergeletak di ujung meja
depan yang sudah lama tidak dibersihkan. Mengapa dalam cerita ini sang nenek ?
Karena usia harapan hidup kaum perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan
kaum laki-laki, sehingga banyak Lansia perempuan yang hidup sendirian karena
ditinggal mati suaminya. Dalam kaitannya dengan pendidikan, menurut BPS pada
tahun 2000 bahwa jumlah Lansia yang tidak pernah sekolah sebesar 38%. Sang
nenek menurut cerita di atas adalah salah satu dari 38% sebagaimana dimaksud.
Kesejahteraan rakyat
Oleh karena itu terdapat korelasi antara meningkatnya jumlah Lansia dari tahun ke
tahun dengan keberhasilan dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Kemajuan
pengetahuan di bidang kesehatan, meningkatnya sosial ekonomi masyarakat akan
membawa dampak terhadap meningkatnya usia harapan hidup. Dalam kaitannya
dengan permasalahan tersebut seharusnya diantisipasi baik oleh pemerintah,
kalangan usaha dan masyarakat sipil. Langkah-langkah kebijakan yang perlu
diambil pemerintah, partisipasi kalangan usahawan, dan kesiapan masyarakat
dalam menghadapi semakin meningkatnya jumlah Lansia di Indonesia.
Dari sisi pemerintah, antara lain harus disiapkan sarana umum agar Lansia dapat
mengakses pelayanan umum yang diberikan, bagi masyarakat pengusaha perlu
ditingkatkan partisipasinya dalam bentuk dukungan seperti penyediaan tempat
hunian Lansia yang representatif (tidak gratisan) dan profesional, sedangkan dari
anggota masyarakat adalah kesiapan secara phisik dan mental agar menjadi
mampu dan terampil dalam merawat serta menyiapkan phisik dan mental seluruh
keluarga dan anak-anaknya untuk menjadi pendamping setia bagi nenek dan kakek
atau bahkan orang tuanya sendiri.
Bagian Ketiga
Kalau soal banding membanding lagi-lagi kita selalu yang berada di bawah.
Misalnya soal Human Development Index (HDI), negara yang baru muncul saja
seperti Vietnam sudah berada di atas Indonesia. Lantas bagaimana soal fasilitas
terhadap penduduk Lanjut Usia (Lansia) ?
Peraturan perundang-undangan sudah segudang diterbitkan mulai yang mengatur
tentang Kesehatan (UU 23/1992), mengatur tentang Kesejahteraan Lansia (UU
13/1998), mengatur Hak Azasi Manusia (UU 39/1999), dan yang mengatur tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU 40/2004). Namun sejauhmana berbagai
peraturan tersebut menyentuh soal Lansia ?
Selalu yang dijadikan alasan adalah payung hukumnya, namun jika mengamati
secara jeli maka terdapat tumpang tindih dan ketidaksinkronan antara peraturan
yang satu dengan yang lainnya dan bahkan setelah diterbitkannya peraturan
perundangannya, peraturan pelaksanaannya tidak/belum terbit setelah sekian
lama, sebagai contoh adalah pelaksanaan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Dan tidak kalah pentingnya adalah ruang untuk mencari pekerjaan. Para Lansia di
Korea Selatan setelah pensiun masih dapat dicarikan pekerjaan sesuai dengan
bakat masing-masing. Luar Biasa.
Perbedaan mendasar yang dilihat adalah sifat, karakter dan kemauan yang kuat
bagi masyarakat Korea Selatan yaitu sifat sopan, menghormati seniornya, orang
tua, disiplin tinggi, yang di Indonesia sulit dijumpai sifat-sifat seperti itu.
Apapun yang terjadi seharusnya kita sudah dapat memulainya, karena payung
hukum untuk itu sudah ada. Untuk itu pula perlu komitmen yang tinggi antara
pemerintah, swasta dan masyarakat sipil untuk memulai, misalnya melakukan
pemberdayaan terhadap Panti Sosial yang dimiliki pemerintah pusat atau
pemerintah daerah.
Kelembagaan dan sumber dana
Mengenai sumber dana yang dapat digunakan selain dari pemerintah adalah
menggunakan dana pensiun yang ada pada Taspen, Asabri, Jamsostek dan Askes.
Keputusan ini tidak mudah untuk disepakati, namun peluang untuk itu ada, oleh
karena itu pembahasan bersama dengan berbagai pihak perlu dilakukan dengan
segera. Siapa pemrakarsanya. Kepala Negara berdasarkan masukan dari Menko
Kesra dan Menteri Sosial.
Reformasi Birokrasi
Sebagaimana telah diuraikan pada Bagian Kedua dari tulisan ini bahwa jika usia
harapan hidup penduduk semakin meningkat, maka ada kecenderungan jumlah
penduduk Lansia setiap tahunnya akan meningkat jumlahnya. Pada tahun 2010
diperkirakan jumlah penduduk Lansia di Indonesia sekitar 23,9 juta jiwa (9,77% dari
jumlah penduduk Indonesia).
Sebenarnya masih banyak reformasi birokrasi yang dapat dilakukan bagi Pegawai
Negeri Sipil, misalnya tentang penilaian pekerjaan yang tidak mempunyai makna
perlu diubah sesuai dengan kenyataan, kepangkatan dan golongan untuk
menduduki suatu jabatan, karena pangkat tidak pula menunjukkan terhadap
kemampuan seseorang, pangkat lebih banyak berkaitan dengan masa kerja
seseorang. Sedangkan pendidikan justru yang harus ditingkatkan, penerimaan
Calon Pegawai Negeri Sipil persyatan minimalnya adalah bagi yang mempunyai
Strata 1 (S1). Oleh karena itu kalau ingin dilakukan perubahan adalah hal-hal yang
bersifat internal terlebih dahulu sebagaimana tersebut diatas yang pantas untuk
direform.