You are on page 1of 8

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS HUKUM

TINJAUAN YURUDIS MENGENAI ASURANSI RANGKAP DI


INDONESIA

NAMA : I Gede Mahatma Y.


NIM : 11/32197/PHK/6682

YOGYAKARTA

2012
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hakikatnya manusia hidup ingin memiliki rasa aman terhadap dirinya, harta
bendanya, maupun pekerjaannya. Untuk itulah hadirnya asuransi menjadi penting dalam
kehidupan manusia.

Asuransi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 246, adalah :


asuransi adalah perjanjian dimana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung
dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat
dari suatu evenemen.

Perjanjian asuransi memiliki sifat yang khusus dan unik, dalam arti manfaat asuransi itu
baru akan terlihat di masa yang akan datang ketika terjadi pembayaran atas kerugian yang
timbul terhadap obyek yang resikonya dipertanggungkan. Asuransi terjadi sejak
tercapainya ksepakatan antara tertanggung dan penanggung, kemudian kesepakatan
trsebut dibuat dalam bentuk akta yang disebut polis. Terdapat 5 (lima) elemen pokok
dalam asuransi :

1. Terdapat pihak tertanggung dan penanggung


2. Adanya peralihan resiko dari tertanggung ke penanggung
3. Adanya premi yang harus dibayar oleh tertanggung kepada pnanggung
4. Adanya suatu kejadian yang tidak pasti (evenemen)
5. Adanya penggantian kerugian.

Salah satu unsur terpenting dalam peristiwa asuransi yang terdapat


dalam rumusan Pasal 246 KUHD adalah ganti kerugian. 1 Namun,
ternyata ada perjanjian asuransi yang dilarang oleh Undang-Undang
dalam praktiknya, yaitu asuransi rangkap. Sehingga, meskipun
perjanjian asuransi tersebut telah dibuat, kemudian menjadi batal dan

1 Arif Rahman, Diktat Hukum Asuransi. Hlm. 4.


tidak menimbulkan kewajiban ganti kerugian jika di masa yang akan
datang terjadi suatu evenemen terhadap benda yang telah
diasuransikan tersebut. meskipun begitu, ternyata masih ada saja
terjadi asuransi rangkap yang disebabkan olh beberapa faktor, yaitu
kurang puas terhadap asuransi yang telah ada, kurang pahamnya
tertanggung dengan aturan-aturan hukum yang berlaku. Fenomena ini
yang kemudian menarik minat penulis untuk mengetahui bagaimana pengaturan
mengenai asuransi rangkap ini dalam hukum Indonesia melalui penulisan yang berjudul
Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Rangkap di Indonesia

Rumusan masalah

1. Bagaimana pengaturan asuransi rangkap dalam hukum Indonesia Indonesia?


2. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam hal terjadi asuransi rangkap?
BAB II

ASURANSI RANGKAP DI INDONESIA

Asuransi rangkap tidak disebut secara eksplisit dalam KUHD, namun dapat dilihat
ketentuan mengenai asuransi ini dalam Pasal 252 KUHD :

kecuali dalam hal yang ditntukan oleh undang-undang, tidak boleh diadakan asuransi
kedua untuk waktu yang sama dan untuk evenemen yang sama atas benda yang sudah
diasuransikan dengan nilai penuh, dengan ancaman asuransi yang kedua tersebut batal.

dari ketentuan Pasal di atas diketahui bahwa apabila suatu benda telah diasuransikan
dengan nilai penuh, tidak boleh lagi diasuransikan untuk waktu yang sama dan atas
evenemen yang sama. Jika masih diadakan lagi asuransi kedua, maka asuransi kedua ini
menjadi batal. Asuransi semacam ini disebut asuransi rangkap.2

Namun, ada asuransi rangkap yang tidak dilarang seperti yang diatur dalam pasal 277
KUHD :

apabila beberapa asuransi dengan itikad baik diadakan untuk benda yang sama, sedangkan
asuransi pertama diadakan dengan nilai penuh, maka asuransi inilah yang mengikat dan
asuransi lainnya dibebaskan. Apabila asuransi pertama tidak diadakan dengan nilai penuh,
maka asuransi-asuransi berikutnya hanya mengikat untuk nilai sisanya menurut urutan
waktu asuransi itu diadakan.

Dari dua Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa asuransi rangkap adalah asuransi atas
suatu benda yang sama, evenemen yang sama, dan dalam waktu yang sama diadakan
beberapa asuransi. Pelarangan dalam asuransi rangkap adalah apabila asuransi pertama
sudah diadakan dengan nilai penuh.3 Namun, dalam Pasal 277 KUHD menentukan, jika
pada perjanjian pertama benda tersebut belum diasuransikan secara penuh maka
tertanggung dapat mengasuransikannya dan asuransi tersebut kemudian tetap mengikat
sebesar nilai sisanya.
2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia. Cetakan kelima. PT. Citra Aditya Bakti. 2011.
Hlm. 139.

3 Ibid.
Tujuan adanya pelarangan praktik asuransi rangkap seperti ketentuan Pasal 252 KUHD
adalah untuk mencegah jangan sampai tertanggung memperoleh ganti kerugian melebihi
nilai benda sesungguhnya, sehingga melanggar asas keseimbangan. 4 Seperti yang
diketahui bahwa salah satu aspek dalam asas keseimbangan dalam perjanjian asuransi
adalah berhubungan dengan tujuan dari ganti kerugian, yang tidak boleh diarahkan,
bahwa pihak tertanggung karena pembayaran ganti rugi jelas akan menduduki posisi
yang lebih menguntungkan.5 Dengan jelas dikatakan oleh Prof. Emmy Pangaribuan,
bahwa asas keseimbangan ini ditarik pada asas umum dari hukum perdata, yaitu larangan
memperkaya diri secara melawan hukum atau memperkaya diri sendiri tanpa hak. 6

Untuk mengetahui apakah ada asuransi rangkap atau tidak adalah ketika terjadi evenemen
yang menimbulkan kerugian, bukan pada waktu asuransi kedua itu diadakan. Dalam hal
terjadi asuransi rangkap yang terjadi dalam tanggal dan jam yang bersamaan dan para
penanggung menolak menyatakan bahwa asuransi yang satu lebih kemudian terjadinya
daripada yang lain sehingga menimbulkan sengketa, untuk mengetahui perjanjian
asuransi mana yang terjadi lebih dulu beban pembuktiannya ada di pihak tertanggung7

Dalam asuransi rangkap, sesuai dengan ketentuan Pasal 252 KUHD, maka asuransi kedua
dianggap batal. Namun batalnya perjanjian asuransi kedua tidak memberikan hak kepada
tertanggung untuk menagih pengembalian premi yang telah di bayarkan. Penanggung
tetap berhak atas preminya yang dibayar sebelum perjanjian itu batal demi hukum. Pasal
252 KUHD merupakan peringatan bagi tertanggung supaya tidak mengadakan asuransi
rangkap yang dilarang, terutama dengan itikad buruk untuk memperkaya diri tanpa hak.
4 Ibid. hlm. 140.

5 Sri Rejki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Ed.1. Ct. 4. Sinar Grafika. Jakarta,
2008. Hlm. 98.

6 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangan (Badan Pembinaan


Hukum Nasional, 1980). Hal. 40. Dalam ibid. hlm. 99.

7 Abdulkadir Muhammad. Loc cit.


Pengecualian Pasal 252 KUHD

Selain ketentuan Pasal 277 KUHD, terdapat juga ketentuan pengecualian lainnya
atas ketentuan tentang asuransi rangkap dalam Pasal 252 KUHD, yaitu :

Pasal 278 KUHD :


bila pada satu polis saja, meskipun pada hari yang berlainan oleh berbagai penanggung
dipertanggungkan lebih dari nilainya, mereka bersama-sama, menurut perimbangan jumlah
yang merka tandatangani, hanya memikul nilai sebenarnya yang dipertanggungkan.
Ketentuan itu juga berlaku, bila hari yang sama, terhadap satu benda yang sama diadakan
berbagai pertanggungan.

Pasal ini mengatur mengenai joint insurance (persekutuan para penanggung), asuransi
dengan persekutuan pada penanggung yang dikukuhkan melalui satu polis, namun dapat
8
juga melalui polis tersendiri. Pembayaran ganti kerugian oleh penanggung dilakukan
menurut perimbangan jumlah asuransi masing-masing sesuai dengan jumlah nilai yang
telah diperjanjikan.

Pasal 279 KUHD:


tertanggung dalam hal-hal yang disebut dalam dua Pasal lalu, tidak boleh membatalkan
pertanggungan yang lama agar dengan demikian penanggung yang kemudian terikat.
Bila tertanggung membebaskan penanggung-penanggung pertama, ia dianggap
menetapkan diri mengganti tempat mereka sebagai penanggung untuk jumlah yang
sama dan urutan yang sama. Bila ia mengadakan pertanggungan ulang untuk dirinya,
maka para penanggung ulang mengganti tempatnya dalam urutan itu juga.

Pasal ini melarang tertanggung membebaskan penanggung pada asuransi yang terjadi
lebih dahulu. Kemudian membebankan kewajiban pada penanggung berikutnya. Jika
terjadi hal demikian, dia dianggap menggantikan kedudukan penanggung yang
bersangkutan untuk jumlah asuransi yang sama. Apabila tertanggung mengasuransikan
resikonya itu kepada penanggung lain, maka penanggung baru tersebut menggantikan
kedudukan tertanggung selaku penanggung.9

8 http://akubukanmanusiapurba.blogspot.com/2010/07/asuransi-rangkap.html. Diunduh tanggal 20 Maret


2012.

9 Abdulkadir Muhammad, op cit. hlm. 146.


BAB III

KESIMPULAN

1. Ketentuan mengenai asuransi rangkap di Indonesia diatur dalam :


Pasal 252 KUHD,
Mengenai jenis asuransi rangkap yang dilarang.
Pasal 277 KUHD,
Pengecualian terhadap Pasal 252 KUHD, mengenai jenis asuransi rangkap yang
diperbolehkan.
Pasal 278 KUHD,
Mengenai joint insurance.
Pasal 279 KUHD,
Mengenai larangan bagi tertanggung untuk membebaskan salah satu penanggung dari
kewajiban membayar ganti rugi dalam hal terjadinya asuransi rangkap.
2. Dalam hal terjadinya asuransi rangkap yang dilarang sesuai ketentuan Pasal 252
KUHD, maka penanggung pada perjanjian asuransi yang pertama dengan nilai
asuransi penuhlah yang berkewajiban membayar ganti rugi dalam hal terjadi
evenemen. Sedangkan perjanjian asuransi berikutnya dianggap batal dan penanggung
pada perjanjian ini terbebas dari kewajiban membayar ganti rugi.
Pada perjanjian asuransi rangkap sesuai dengan ketentuan Pasal 277, 278, 279 KUHD
maka tanggung jawab para penanggung, dalam hal terjadi evenemen yang
menimbulkan kerugian, dilakukan secara berimbang sesuai dengan nilai yang telah
diperjanjikan.
Dalam asuransi rangkap sesuai Pasal 277 KUHD, apabila pembayaran ganti kerugian
telah dilakukan secara penuh sesuai nilai kerugian, maka penanggung berikutnya
dibebaskan. Tanggung jawab penanggung-penanggung itu berlaku untuk jumlah
selebihnya menurut urutannya.

DAFTAR PUSTAKA
Hartono Sri Redjeki, 2008. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Penerbit Sinar
Grafika, Jakarta.

Muhammad Abdulkadir, 2011. Hukum Asuransi Indonesia. Penerbit PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.

Rahman Arif. Diktat Hukum Asuransi.

http://akubukanmanusiapurba.blogspot.com/2010/07/asuransi-rangkap.html. Diunduh
tanggal 20 Maret 2012.

You might also like