Professional Documents
Culture Documents
FAKULTAS HUKUM
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hakikatnya manusia hidup ingin memiliki rasa aman terhadap dirinya, harta
bendanya, maupun pekerjaannya. Untuk itulah hadirnya asuransi menjadi penting dalam
kehidupan manusia.
Perjanjian asuransi memiliki sifat yang khusus dan unik, dalam arti manfaat asuransi itu
baru akan terlihat di masa yang akan datang ketika terjadi pembayaran atas kerugian yang
timbul terhadap obyek yang resikonya dipertanggungkan. Asuransi terjadi sejak
tercapainya ksepakatan antara tertanggung dan penanggung, kemudian kesepakatan
trsebut dibuat dalam bentuk akta yang disebut polis. Terdapat 5 (lima) elemen pokok
dalam asuransi :
Rumusan masalah
Asuransi rangkap tidak disebut secara eksplisit dalam KUHD, namun dapat dilihat
ketentuan mengenai asuransi ini dalam Pasal 252 KUHD :
kecuali dalam hal yang ditntukan oleh undang-undang, tidak boleh diadakan asuransi
kedua untuk waktu yang sama dan untuk evenemen yang sama atas benda yang sudah
diasuransikan dengan nilai penuh, dengan ancaman asuransi yang kedua tersebut batal.
dari ketentuan Pasal di atas diketahui bahwa apabila suatu benda telah diasuransikan
dengan nilai penuh, tidak boleh lagi diasuransikan untuk waktu yang sama dan atas
evenemen yang sama. Jika masih diadakan lagi asuransi kedua, maka asuransi kedua ini
menjadi batal. Asuransi semacam ini disebut asuransi rangkap.2
Namun, ada asuransi rangkap yang tidak dilarang seperti yang diatur dalam pasal 277
KUHD :
apabila beberapa asuransi dengan itikad baik diadakan untuk benda yang sama, sedangkan
asuransi pertama diadakan dengan nilai penuh, maka asuransi inilah yang mengikat dan
asuransi lainnya dibebaskan. Apabila asuransi pertama tidak diadakan dengan nilai penuh,
maka asuransi-asuransi berikutnya hanya mengikat untuk nilai sisanya menurut urutan
waktu asuransi itu diadakan.
Dari dua Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa asuransi rangkap adalah asuransi atas
suatu benda yang sama, evenemen yang sama, dan dalam waktu yang sama diadakan
beberapa asuransi. Pelarangan dalam asuransi rangkap adalah apabila asuransi pertama
sudah diadakan dengan nilai penuh.3 Namun, dalam Pasal 277 KUHD menentukan, jika
pada perjanjian pertama benda tersebut belum diasuransikan secara penuh maka
tertanggung dapat mengasuransikannya dan asuransi tersebut kemudian tetap mengikat
sebesar nilai sisanya.
2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia. Cetakan kelima. PT. Citra Aditya Bakti. 2011.
Hlm. 139.
3 Ibid.
Tujuan adanya pelarangan praktik asuransi rangkap seperti ketentuan Pasal 252 KUHD
adalah untuk mencegah jangan sampai tertanggung memperoleh ganti kerugian melebihi
nilai benda sesungguhnya, sehingga melanggar asas keseimbangan. 4 Seperti yang
diketahui bahwa salah satu aspek dalam asas keseimbangan dalam perjanjian asuransi
adalah berhubungan dengan tujuan dari ganti kerugian, yang tidak boleh diarahkan,
bahwa pihak tertanggung karena pembayaran ganti rugi jelas akan menduduki posisi
yang lebih menguntungkan.5 Dengan jelas dikatakan oleh Prof. Emmy Pangaribuan,
bahwa asas keseimbangan ini ditarik pada asas umum dari hukum perdata, yaitu larangan
memperkaya diri secara melawan hukum atau memperkaya diri sendiri tanpa hak. 6
Untuk mengetahui apakah ada asuransi rangkap atau tidak adalah ketika terjadi evenemen
yang menimbulkan kerugian, bukan pada waktu asuransi kedua itu diadakan. Dalam hal
terjadi asuransi rangkap yang terjadi dalam tanggal dan jam yang bersamaan dan para
penanggung menolak menyatakan bahwa asuransi yang satu lebih kemudian terjadinya
daripada yang lain sehingga menimbulkan sengketa, untuk mengetahui perjanjian
asuransi mana yang terjadi lebih dulu beban pembuktiannya ada di pihak tertanggung7
Dalam asuransi rangkap, sesuai dengan ketentuan Pasal 252 KUHD, maka asuransi kedua
dianggap batal. Namun batalnya perjanjian asuransi kedua tidak memberikan hak kepada
tertanggung untuk menagih pengembalian premi yang telah di bayarkan. Penanggung
tetap berhak atas preminya yang dibayar sebelum perjanjian itu batal demi hukum. Pasal
252 KUHD merupakan peringatan bagi tertanggung supaya tidak mengadakan asuransi
rangkap yang dilarang, terutama dengan itikad buruk untuk memperkaya diri tanpa hak.
4 Ibid. hlm. 140.
5 Sri Rejki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Ed.1. Ct. 4. Sinar Grafika. Jakarta,
2008. Hlm. 98.
Selain ketentuan Pasal 277 KUHD, terdapat juga ketentuan pengecualian lainnya
atas ketentuan tentang asuransi rangkap dalam Pasal 252 KUHD, yaitu :
Pasal ini mengatur mengenai joint insurance (persekutuan para penanggung), asuransi
dengan persekutuan pada penanggung yang dikukuhkan melalui satu polis, namun dapat
8
juga melalui polis tersendiri. Pembayaran ganti kerugian oleh penanggung dilakukan
menurut perimbangan jumlah asuransi masing-masing sesuai dengan jumlah nilai yang
telah diperjanjikan.
Pasal ini melarang tertanggung membebaskan penanggung pada asuransi yang terjadi
lebih dahulu. Kemudian membebankan kewajiban pada penanggung berikutnya. Jika
terjadi hal demikian, dia dianggap menggantikan kedudukan penanggung yang
bersangkutan untuk jumlah asuransi yang sama. Apabila tertanggung mengasuransikan
resikonya itu kepada penanggung lain, maka penanggung baru tersebut menggantikan
kedudukan tertanggung selaku penanggung.9
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Hartono Sri Redjeki, 2008. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Penerbit Sinar
Grafika, Jakarta.
Muhammad Abdulkadir, 2011. Hukum Asuransi Indonesia. Penerbit PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
http://akubukanmanusiapurba.blogspot.com/2010/07/asuransi-rangkap.html. Diunduh
tanggal 20 Maret 2012.