Professional Documents
Culture Documents
2/10/2013
2.2.1 Pihak Yang Berkepentingan Terhadap Audit BPK
Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil pemeriksaan antara lain:
a. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) menggunakan Laporan Keuangan Pemerintah untuk menilai kinerja
pengelolaan keuangan Pemerintah berkaitan dengan besarnya anggaran yang
akan disetujui oleh DPR/DPRD; dan
b. Kementerian Keuangan juga berkepentingan atas Laporan Keuangan Pemerintah
berkaitan dengan pencairan anggaran instansi tersebut.
Dalam sektor publik, materialitas tidak hanya dinilai dari segi kuantitatif tetapi
juga segi kualitatif, terutama terkait dengan tingkat kepentingan para pihak terhadap
laporan keuangan pemerintah. Tingkat ketaatan pemerintah terhadap Peraturan
Perundang-undangan memiliki nilai kepentingan lebih tinggi dibandingkan kemampuan
pemerintah menghasilkan dan mempertahankan surplus anggaran, sehingga pelanggaran
terhadap Peraturan Perundang-undangan, seperti adanya transaksi yang berindikasi
korupsi berapapun nilai nominalnya, baik yang berdampak langsung maupun tidak
langsung terhadap kewajaran laporan keuangan dapat mempengaruhi penilaian
materialitas secara kualitatif.
Dalam menentukan materialitas, tidak terdapat kriteria yang baku, tetapi ada
faktor yang harus dipertimbangkan Pemeriksa dalam menentukan materialitas, yaitu :
a. tingkat kepentingan para pihak terhadap objek yang diperiksa, misalnya pada
objek laporan keuangan pemerintah, pengguna laporan keuangan memiliki
kepentingan yang tinggi terhadap masalah legalitas dan ketaatan pada ketentuan
yang berlaku (aspek kepatuhan).
b. batasan materialitas untuk penugasan pemeriksaan, misalnya batasan
materialitas pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat/daerah cenderung
lebih konservatif daripada pemeriksaan laporan keuangan sektor swasta, karena
sektor publik lebih mementingkan pengujian terhadap legalitas, ketaatan
terhadap ketentuan yang berlaku.
Mengenai angka mana yang harus diambil, apakah angka tahun lalu, tahun
berjalan, atau angka ekspektasi, tergantung pertimbangan reliabilitas atau keakuratan
data. Praktik yang umum adalah dengan mengambil angka dalam laporan keuangan
audited tahun lalu ketika melakukan pemeriksaan interim. Setelah Pemeriksa melakukan
pemeriksaan terinci, Pemeriksa dapat merevisi nilai materialitas awal dengan
menggunakan angka Laporan Keuangan unaudited tahun berjalan. Cara lain adalah
dengan mengambil angka aktual pada saat perencanaan, kemudian diekstrapolasi ke
dalam sejumlah periode.
Selanjutnya Pemeriksa mempertimbangkan tingkat yang akan digunakan dalam
menghitung materialitas awal. Tingkat materialitas dapat ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk entitas nirlaba: sebesar 0,5% sampai dengan 5% dari total penerimaan atau
total belanja (0,5% PM 5%);
b. untuk entitas yang bertujuan mencari laba: sebesar 5% sampai dengan 10% dari laba
sebelum pajak atau sebesar 0,5% sampai dengan 1% dari total penjualan/pendapatan
(5% PM 10% atau 0,5% PM 1%) ; dan
c. untuk entitas yang berbasis aset: sebesar 1% dari ekuitas atau sebesar 0,5% sampai
1% dari total aktiva.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table pedoman umum penerapan tingkat
materialitas adalah sebagai berikut:
Dimana:
TM : Tingkat kesalahan yang dapat ditoleransi
PM : Nilai materialitas awal
N : Nilai akun
T .: Total nilai akun yang diperiksa pada neraca untuk akun-akun di
neraca dan total nilai akun yang diperiksa pada LRA untuk akun-
akun di LRA. Neraca dan LRA menjadi dasar untuk menentukan
nilai T karena akun-akun di Neraca dan LRA tidak saling
berhubungan sehingga alokasi PM dan TM perlu dilakukan pada
kedua jenis laporan keuangan tersebut.
Pengaruh salah saji akun di laporan keuangan yang diperiksa merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi Pemeriksa dalam pemberian opini. Efek salah saji ini meliputi
tiga tingkatan, yaitu tidak material, material, dan sangat material. Perbedaan material dan
sangat material terletak pada seberapa besar pengaruh salah saji suatu akun terhadap
kewajaran akun-akun lain di laporan keuangan secara keseluruhan (pervasiveness).
Sebagai contoh: Pemeriksa tidak dapat melakukan prosedur pemeriksaan lebih lanjut atas
akun persediaan karena bukti fisik persediaan hilang pada saat terjadi bencana alam. Nilai
nominal persediaan dalam neraca sebesar Rp3.000.000.000,00 (5% dari nilai total aset).
Dilihat dari nominal, nilai persediaan tergolong material.
Namun, dilihat dari persentase terhadap total aset dan bahkan terhadap total
neraca tergolong kecil, sehingga pengaruh akun persediaan terhadap kewajaran akun-
akun lain dalam laporan keuangan juga kecil. Oleh karena itu, efek salah saji akun
persediaan tergolong material. Namun, apabila persentase nilai persediaan terhadap total
aset dan total neraca sebesar 30% atau 50%, angka ini tergolong besar sehingga pengaruh
akun persediaan terhadap kewajaran akun-akun lain dalam laporan keuangan juga besar.
Oleh karena itu, efek salah saji akun persediaan tergolong sangat material. Penentuan
tingkat salah saji ini merupakan pertimbangan profesional dari pemeriksa yang sudah
berpengalaman dalam melakukan pemeriksaan.