You are on page 1of 17

Asuhan Keperawatan tentang Tumor Mata, di dalam Keperawatan/ Nursing

Care Plan about Eye Tumor, in Nurse

Source/ Sumber:
1) Eva, Paul Riordan. John P. Whitcher.2012.Oftalmologi Umum Edisi 17.Jakarta:EGC.
2) (Rewritten by/ Diketik kembali oleh: Dimas Erda Widyamarta.2014. please follow blog/
silahkan ikuti
blog: www.ithinkeducation.blogspot.com orwww.ithinkeducation.wordpress.com)

A. Definisi
Tumor orbita mata adalah tumor yang menyerang rongga orbita (tempat bola mata)
sehingga merusak jaringan lunak mata, seperti otot mata, syaraf mata dan kelenjar air mata.
Rongga orbital dibatasi sebelah medial oleh tulang yang membentuk dinding luar sinus
ethmoid dan sfenoid. Sebelah superior oleh lantai fossa anterior, dan sebelah lateral oleh
zigoma, tulang frontal dan sayap sfenoid besar. Sebelah inferior oleh atap sinus maksilaris.
(Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon)

Tumor sendiri dibagi menjadi jinak dan ganas. Tumor ganas sering disebut sebagai
kanker. Tumor pada mata disebut juga tumor orbita. Berdasarkan posisinya tumor mata
dikelompokkan sebagai berikut :

1. Tumor external yaitu tumor yang tumbuh di bagian luar mata seperti :
a. tumor palpebra (tumor yang tumbuh pada kelopak mata)
b. tumor konjungtiva (tumor yang tumbuh pada lapisan konjungtiva yang melapisi mata bagian
depan)
2. Tumor intraokuler yaitu tumor yang tumbuh di dalam bola mata

3. Tumor retrobulber yaitu tumor yang tumbuh dibelakang bola mata

Apabila ada massa tumor yang mengisi rongga mata maka bola mata akan terdorong
ke arah luar yang dalam bahasa kedokteran disebut proptosis (mata menonjol). Arah tonjolan
bola mata bergantung pada asal massa tumor. Tumor mata bisa berasal dari semua jaringan
disekitar bola mata atau karena penyebaran dari sinus, otak, rongga hidung atau penyebaran
dari organ lain ditubuh. Tumor mata dapat terjadi pada orang dewasa ataupun anak-anak.
B. Etiologi
Gejala tumor orbita sulit diketahui karena tumbuh di belakang bola mata. Umumnya
diketahui setelah terjadi penonjolan pada mata, gangguan pergerakan mata, atau terasa sakit.
Tumor orbita dapat disebabkan oleh berbagai factor. Penyebab tumor mata terutama faktor
genetik. Selain itu sinar matahari, terutama sinar ultraviolet dan infeksi virus Papiloma.
Tumor mata juga bisa akibat penjalaran dari organ tubuh lain, seperti dari paru, ginjal,
payudara, otak sinus, juga leukemia dan getah bening. Sebaliknya, sel tumor mata yang
terbawa aliran darah sering mencapai organ vital lain seperti paru, hati atau otak, dan
menyebabkan kanker di organ itu. Penderita tumor mata, kecuali retino blastoma, umumnya
berusia 24-85 tahun.Sebagian besar tumor orbita pada anak-anak bersifat jinak dan karena
perkembangan abnormal. Tumor ganas pada anak-anak jarang, tetapi bila ada akan
menyebabkan pertumbuhan tumor yang cepat dan prognosisnya jelek.
1. Mutasi gen pengendali pertumbuhan (kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel
dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14)

2. Malformasi congenital

3. Kelainan metabolism

4. Penyakit vaskuler

5. Inflamasi intraokuler

6. Neoplasma. dapat bersifat ganas atau jinak Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan
tidak menyusup, tidak merusak tetapi menekan jaringan disekitarnya dan biasanya tidak
mengalami metastasis

7. Trauma

C. Epidemologi
Tumor secara umum dibedakan menjadi neoplasma dan non-neoplasma. Neoplasma dapat
bersifat ganas atau jinak. Tumor ganas terjadi akibat berkembang biaknya sel jaringan sekitar
infiltrat, sambil merusakkan. Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas dan tidak
menyusup, tidak merusak tetapi menekan jaringan disekitarnya dan biasanya tidak
mengalami metastasis.
Apabila ada massa tumor yang mengisi ronggga orbita maka bola mata akan terdorong
ke arah luar yang dalam bahasa kedokteran di sebut proptosis (mata menonjol). Arah tonjolan
bola mata bergantung pada asal massa tumor. Tumor orbita bisa berasal dari semua jaringan
di sekitar bola mata atau karena penyebaran dari sinus, otak, rongga hidung atau penyebaran
dari organ lain ditubuh. Tumor orbita dapat terjadi pada orang dewasa ataupun anak-anak.
Tumor orbital dapat jinak atau ganas. Mereka dapat terjadi baik pada anak dan dewasa.
Anak Dewasa
Jinak Ganas Jinak Ganas
Kista
Rhabdomiosarkoma Meningioma Limphoma
Dermoid
Fibrous Glioma saraf
Sarkoma Ewings Mestatases
dysplasia optik

Seperti ditunjukkan contoh diatas, CT scan berguna dalam diagnosis dan biopsy
sering kali memberikan garansi untuk membantu diagnosis dan manajemen pasien. Tumor
orbita relatif jarang dijumpai. Pada proses pengambilan ruangan di orbita penderita biasanya
datang dengan keluhan seperti ada benjolan yang menyebabkan perubahan bentuk wajah,
protopsis, nyeri peri okular, inflamasi, keluarnya air mata, massa tumor yang jelas nampak.
Insiden tumor orbita bervariasi, tergantung pada metode pemeriksaan yang dipakai.
Frekwensi relatif benigna dan maligna menurut handerson (1984); disebutkan sebagai berikut
: karsinoma (primer metastasis dan pertumbuhan terus 21 %, kista 12 %, tumor vaskular 10
%, meningioma 9 %, malformasi vaskuler 5% dan tumor saraf tengkorak 4%, serta glioma
optikus dan neurisistik 5%.
Prognosis atau angka keberhasilan kelangsungan hidup penderita tumor orbita
mencapai 80%, artinya masih ada harapan hidup yang cukup baik. Angka kematian sangat
dipengaruhi oleh stadium dari tumor itu sendiri. Tentu saja pada stadium lanjut angka
kelangsungan hidupnya lebih buruk. Pada jenis-jenis tertentu angka kekambuhannya juga
cukup tinggi.
D. Patologi
Tumor orbita dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang
diyakini ikut berpengaruh terhadap tumbuhnya tumor. Sebagian besar tumor orbita pada
anak-anak bersifat jinak dan karena perkembangan abnormal. Tumor ganas pada anak-anak
jarang, tetapi bila ada akan menyebabkan pertumbuhan tumor yang cepat dan prognosisnya
jelek. Tumor Orbita meningkatkan volume intraokular dan mempengaruhi masa. Meskipun
masa secara histologis jinak, itu dapat mengganggu pada struktur orbital atau yang
berdekatan dengan mata. Dan bisa juga dianggap ganas apabila mengenai struktur anatomis.
Ketajaman visual atau kompromi lapangan, diplopia, gangguan motilitas luar mata, atau
kelainan pupil dapat terjadi dari invasi atau kompresi isi intraorbital sekunder untuk tumor
padat atau perdarahan. Tidak berfungsinya katup mata atau disfungsi kelenjar lakrimal dapat
menyebabkan keratopati eksposur, keratitis, dan penipisan kornea. Pertumbuhan tumor ini
dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui nervus optikus ke otak, melalui
sklera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui
pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke dalam
badan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan pendarahan. Warna iris tidak
normal.

Tumor bisa tumbuh dari struktur yang terletak didalam atau sekitar orbit:
1. Kelenjar lakrimal:
Adenoma fleomorfik: tumor kelenjar saliva dan paling umum di jumpai pada
kelenjar parotid biasanya jinak, tapi rekurensi terjadi bila tidak dilakukan eksisi
lengkap.
2. Karsinoma
a. Jaringan limfoid:
Limfoma: kanker sel darah putih yang disebut limfosit-B, atau sel-B
b. Retina:
Retinoblastoma: Tumor anak-anak yang sangat ganas.
3. Melanoma
Tulang:
a. Osteoma: biasanya mengenai sinus frontal atau ethmoid, bisa menyebabkan
mukosel frontal.
b. Kista dermoid, adalah suatu kista atau tumor yang berisi cairan kental seperti
bubur yang disebut sebum, bisa berisi rambut, dimana kantungnya dilapisi oleh
dermis. Umumnya letaknya pada bidang garis tengah tubuh. Dapat tumbuh di
kepala, badan atau perut . Didapatkan pada anak-anak atau pada bayi sejak lahir.
c. Kista epidermoid adalah suatu kista yang kantungnya dilapisi epidermis berisi
massa kental. Sering terdapat di kulit telapak kaki atau tangan. Penyebabnya
diduga trauma dimana sel epidermis masuk ke subkutan dan tumbuh disana.
4. Sinus paranasal, nasofaring:
Karsinoma: Sering menginvasi dinding medial orbit pada tahap dini penyakit.
5. Selubung saraf optik:
Meningioma: sering meluas keintrakranial melalui foramen optik.
6. Saraf optik:
Glioma (astrositoma pilositik): tumor yang tumbuh di berbagai bagian otak.
Tumbuh sangat lambat.
Neurofibroma/neurinoma: benjolan seperti daging yang lembut, yang berasal dari
jaringan saraf.
7. Jaringan ikat:
Rabdomiosarkoma: Tumor anak-anak ganas dengan pertumbuhan dan
penyebaran lokal cepat.
8. Metastasis melalui darah:
Dewasa:
a. Karsinoma 'breast'
b. Karsinoma bronchial
Anak-anak:
a. Neuroblastoma
b. Sarkoma Ewing
c. Leukemia
d. Tumor testikuler
9. Lesi orbital non-neoplastik:
a. Hemangioma/limfangioma kavernosa: Lesi jinak yang sering terjadi pada dewasa.
b. Pseudotumor
c. Eksoftalmos endokrin
d. Granulomatosis Wagener
e. Histiositosis X
f. Sarkoidosis
g. Fistula karotid-kavernosa tampil dengan eksoftalmos pulsatif.

E. Tanda dan Gejala


1. Nyeri orbital: jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat, namun juga merupakan
gambaran khas 'pseudotumor' jinak dan fistula karotid-kavernosa.
2. Proptosis: pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran yang sering dijumpai, berjalan
bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun (tumor jinak) atau cepat (lesi
ganas).
3. Pembengkakan kelopak: mungkin jelas pada pseudotumor, eksoftalmos endokrin atau
fistula karotid-kavernosa.
4. Palpasi: bisa menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau bola mata,
terutama dengan tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel.
5. Pulsasi: menunjukkan lesi vaskuler; fistula karotidkavernosa atau malformasi
arteriovenosa, dengarkan adanya bruit.
6. Gerak mata: sering terbatas oleh sebab mekanis, namun bila nyata, mungkin akibat
oftalmoplegia endokrin atau dari lesi saraf III, IV, dan VI pada fisura orbital (misalnya
sindroma Tolosa Hunt) atau sinus kavernosus.
7. Ketajaman penglihatan: mungkin terganggu langsung akibat terkenanya saraf optik atau
retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler. (Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologik : untuk melihat ukuran rongga orbita, terjadinya kerusakan tulang,
terdapat perkapuran pada tumor dan kelainan foramen optik.

2. Pemeriksaan ultrasonografi : untuk mendapatkan kesan bentuk tumor, konsistensi tumor,


teraturnya susunan tumor dan adanya infiltrasi tumor.

3. CT-scan : untuk menentukan ganas atau jinak tumor, adanya vaskularisasi pada tumor dan
terjadinya perkapuran pada tumor.

4. Arteriografi : untuk melihat besar tumor yang mengakibatkan bergesernya pembuluh darah
disekitar tumor, adanye pembuluh darah dalam tumor. (Sidarta, ilyas. 2005)

5. Foto polos orbit


Menunjukkan erosi lokal (keganasan), dilatasi foramen optik (meningioma,
glioma saraf optik) dan terkadang kalsifikasi (retinoblastoma, tumor kelenjar
lakrimal). Meningioma sering menyebabkan sklerosis lokal.
6. Pencitraan tomografi terkomputer pada tumor orbita
Tomografi terkomputer ini sangat membantu karena dengan alat itu dapat
terlihat dengan jelas seluruh jaringan lunak orbita dan tulang-tulangnya sekalipun.
Dengan tomografi terkomputer diperoleh kesehatan nilai akurasi sampai sekitar 80-85
%, hal ini dapat dicapai, oleh karena dengan pemeriksaan tomografi terkomputer
tampak perbedaan densitas jaringan yang rnembentuk jenis tumor tersehut Untuk lesi
yang terletak di retrobulbair dengan pemeriksaan tomografi terkomputer didapatkan
nilai akurasi 99.4 %. Hasil pemeriksaan tomografi terkomputer yang negatif palsu
dapat terjadi bila lesi terbatas di daerah bulbus okuli.
Pemeriksaan diagnostik pada mata secara umum sebagai berikut :
1. Kartu mata Snellen/ mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) ; mungkin terganggu dengan kerusaakan kornea, lensa, aqueus atau vitreus
Humour, kesalahan refraksi atau penyakit system saraf atau penglihatan ke retina atau jalan
optic.
2. Lapang penglihatan ; penurunanan yang disebabkan oleh CSV, massa tumor pada hipofisis/
otak, karotis atau patologis arteri serebral atau Glaukoma.
3. Tonografi ; mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
4. Gonioskopi ; membantu membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup pada glaukoma.
5. Oftalmoskopi ; mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optic, papiledema,
perdarahan retina dan mikroanurisme.

G. Penatalaksanaan
Penanganan tumor orbita bervariasi bergantung pada ukuran, lokasi, dan tipe tumor.
Sebagian tumor orbita hanya membutuhkan terapi medis (obat-obatan) dan sebagian
membutuhkan tindakan yang lebih radikal yaitu mengangkat secara total massa
tumor, sebagian lainnya tidak membutuhkan terapi. Kadang-kadang setelah
pengangkatan massa tumor pasien masih membutuhkan terapi tambahan seperti
radioterapi (sinar) dan kemoterapi.
1. Tumor jinak
Memerlukan eksisi, namun bila kehilangan penglihatan merupakan hasil yang tak
dapat dihindarkan, dipikirkan pendekatan konservatif.

2. Tumor ganas
Memerlukan biopsi dan radioterapi. Limfoma juga berreaksi baik dengan
khemoterapi. Terkadang lesi terbatas (misal karsinoma kelenjar lakrimal) memerlukan
reseksi radikal.

Pendekatan Perioperatif
Pengobatan tumor mata umumnya bersifat operatif. Kadang-kadang diperlukan
pemberian obat antikanker (sitostatika) atau penyinaran. Organ mata relatif kecil, sehingga
operasi tumor sering sulit dilakukan tanpa mengorbankan mata, apalagi jika datang pada
stadium lanjut. Selain itu, penanganan tumor harus tuntas, operasi tidak bersih menyebabkan
kekambuhan.
1. Orbital medial, untuk tumor anterior, terletak dimedial saraf optik.
2. Transkranial-frontal, untuk tumor dengan perluasan intrakranial atau terletak posterior dan
medial dari saraf optik.
3. Lateral, untuk tumor yang terletak superior, lateral, atau inferior dari saraf optik.
Pendekatan Keperawatan
1. Mencegah penyimpangan penglihatan lanjut
2. Meningkatkan adaptasi terhadap perubahan / penurunan ketajaman penglihatan
3. Mencegah komplikasi
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan
H. Komplikasi
1. Glaukoma, adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih tinggi
dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan.
2. Keratitis ulseratif, yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya destruksi (kerusakan) pada
bagian epitel kornea.
3. Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi keruh.

I. Pathway
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Apakah klien mengalami gangguan penglihatan/adanya benjolan pada mata.
b. Riwayat kesehatan Sekarang
Apakah ada benjolan pada daerah sekitar mata/dahi, ada perasaan yang tidak nyaman akibat
adanya benjolan, nyeri, takut. Tampak benjolan pada daerah orbita, kaji ukuran benjolan,
jenis benjolan (keras, lunak, mobile/tidak ).
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Apakah klien punya riwayat trauma pada mata atau riwayat penyakit tumor, memiliki faktor
resiko penyakit mata (memiliki diabetes, tekanan darah tinggi, riwayat penyakit mata dalam
keluarga seperti glaukoma, atau mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi mata).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang juga pernah terkena penyakit tumor mata, tumor lain, atau
penyakit degeneratif lainnya

2. Pemeriksaan Fisik Fokus


Pemeriksaan Mata : Status lokalis (Visus, koreksi, skiaskopi, tonometri,
kedudukan, pergerakan, Palpebrae Superior, Palpebrae inferior, Konjungtiva palpabrae,
Konjungtiva bulbi, Konjungtiva forniks, skera, iris, pupil, lensa, funduskopi, refleks fundus,
Corpus Vitreum, tens oculi, Sistem Lakrimalis
3. Pengkajian 11 Fungsional Gordon
a. Berdasarkan pola fungsional Gordon pre operasi
1) Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
a) Tanyakan pada klien bagaimana pemahaman pasien dan keluarga tentang rencana prosedur
bedah dan kemungkinan gejala sisanya yang dikaji bersamaan dengan reaksi pasien terhadap
rencana pembedahan mata.
b) Menanyakan pada klien tentang pengalaman pembedahan, pengalaman anestesi, riwayat
pemakaian tembakau, alkohol, obat-obatan.
c) Biasanya klien mengalami perubahan status kognitif karena pembedahan yang akan
dihadapi.
2) Pola nutrisi metabolik
a) Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola makan setelah
sakit?
b) Apakah ada perubahan pola makan klien?
c) Kaji apa makanan kesukaan klien?
d) Kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan tertentu.
e) Tanyakan kebiasaan makanan yang dikonsumsi klien, apakah klien sebelumnya jarang
mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin A, dan vitamin E
f) Biasanya klien dengan glaukoma akut akan merasa mual / muntah
3) Pola eliminasi
a) Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien apakah mengalami gangguan?
b) Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?.
4) Pola aktivas latihan
a) Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari sebelum menghadapi pembedahan,
apakah klien dapat melakukannya sendiri atau malah dibantu keluarga?
b) Apakah aktivitas terganggu karena gangguan penglihatan yang dihadapinya?
5) Pola istirahat tidur
a) Kaji perubahan pola tidur klien sebelum menghadapi oprasi, berapa lama klien tidur dalam
sehari?
b) Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur, seperti nyeri pada mata, pusing, dan lain
lain.
c) Keadaan pasien yang cemas akan mempengaruhi kebutuhan tidur dan istirahat (Ruth F.
Craven, Costance J Himle, 2000). Pada pasien preoperasi yang terencana mengalami
kecemasan yang mengakibatkan terjadinya gangguan pola tidur antara 3 5 jam, sedangkan
kebutuhan tidur dan istirahat normal adalah antara 7 8 jam. (Gunawan L, 2001).
6) Pola kognitif persepsi
a) Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien mengalami gangguan penglihatan
b) Apakah klien mengalami kesulitan saat membaca atau melihat
c) Apakah menggunakan alat bantu melihat
d) Bagaimana hasil visus
e) Apakah ada keluhan pusing dan bagaimana gambarannya
f) Klien akan mengalami gangguan penglihatan (kabur/ tak jelas), sinar terang menyebabkan
silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/ merasa di ruang gelap. Penglihatan berawan/ kabur, tampak lingkaran cahaya/ pelangi
sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia. Perubahan kacamata / pengobatan
tidak memperbaiki penglihatan.
g) Pada mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak). Pupil menyempit dan
merah / mata keras dengan kornea berawan (glaucoma akut). Peningkatan air mata.
h) Adanya ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba-tiba/ berat
menetap atau tekanan pada sekitar mata, sakit kepala (glaucoma akut)
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
a) Kaji bagaimana klien memandang dirinya dengan penyakit yang dideritanya apakah klien
merasa rendah diri ?
b) Biasanya klien akan takut akan terjadi hal yang tidak diinginkan setelah operasi.
c) Apakah sering merasa marah, cemas, takut, depresi, karena terjadi perubahan dalam
penglihatan.
8) Pola peran hubugan
a) Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah
Sakit dan bagaimana hubungan sosial klien dengan masyarakat sekitarnya?
b) Pola peran hubungan klien dengan orang lain tergantung dengan kepribadiannya. Klien
dengan kepribadian tipe ekstrovert pada orang biasanya memiliki ciri-ciri mudah bergaul,
terbuka, hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitar. Hal ini akan menyebabkan seseorang lebih terbuka, lebih tenang serta
dapat mengurangi rasa cemas dalam menghadapi pra operasi.
9) Pola reproduksi dan seksualitas
a) Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan?
b) Apakah ada perubahan kepuasan pada klien berkaitan dengan kecemasan dan ketakutan
sebelum operasi?
c) Pada pasien baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami masalah tentang efek
kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya
10) Pola koping dan toleransi stress
a) Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah?
b) Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?
c) Pada pasien pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan . Takut terhadap anestesi, takut
terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuaan atau takut tentang derformitas
atau ancaman lain terhadap citra tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau ansietas
(Smeltzer and Bare, 2002).
11) Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi pembedahan?
b. Pengkajian pola fungsional Gordon Post operasi
1) Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
a) Tanyakan pada klien bagaimana pandangannya tentang penyakit yang dideritanya dan
pentingnya kesehatan bagi klien?
b) Bagaimana pandangan klien tentang penyakitnya setelah pembedahan?
c) Apakah klien merasa lebih baik setelah pembedahan?
d) Apakah klien mengetahui cara merawat matanya pasca operasi?
2) Pola nutrisi metabolik
a) Tanyakan kepada klien bagaimana pola makannya sebelum sakit dan pola makan setelah
sakit?
b) Apakah ada perubahan pola makan klien?
c) Kaji apa makanan kesukaan klien?
d) Kaji riwayat alergi klien.
e) Kaji apakah klien mengetahui makanan yang dapat mempengaruhi proses kesembuhan
matanya?
f) Biasanya klien akan dipasangi infus, monitor, respirator pasca operasi
3) Pola eliminasi
a) Kaji bagaimana pola miksi dan defekasi klien setelah pembedahan?
b) Apakah mengalami gangguan?
c) Kaji apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi nya?.
4) Pola aktivas latihan
a) Kaji bagaimana klien melakukan aktivitasnya sehari-hari, apakah klien dapat melakukannya
sendiri atau malah dibantu keluarga?
b) Ada beberapa aktivitas atau kegiatan yang dilarang dalam waktu tertentu pasca operasi.
c) pasca operasi klien dalam posisi tertelentang dan monitor jika terjadi perdarahan dan adanya
penurunan kesadaran
5) Pola istirahat tidur
a) Kaji perubahan pola tidur klien selama sehat dan sakit, berapa lama klien tidur dalam sehari?
b) Apakah klien mengalami gangguan dalam tidur pasca operasi seperti nyeri dan lain lain.
Biasanya pasien mengalami gangguan tidur karena nyeri pasca operasi dan menjaga posisi
saat tidur.
6) Pola kognitif persepsi
Kaji apakah ada komplikasi pada kognitif, sensorik, maupun motorik setelah pembedahan,
terutama pada mata klien.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
a) Kaji bagaimana klien memandang dirinya pasca operasi?
b) Apakah klien merasa optimis dengan kesembuhan pada matanya?
8) Pola peran hubugan
a) Kaji bagaimana peran fungsi klien dalam keluarga sebelum dan selama dirawat di Rumah
Sakit pasca operasi?
b) agaimana hubungan social klien dengan masyarakat sekitarnya?
9) Pola reproduksi dan seksualitas
a) Kaji apakah ada masalah hubungan dengan pasangan?
b) Apakah ada perubahan kepuasan pada klien?
c) Pada klien baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami masalah tentang efek
kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya
10) Pola koping dan toleransi stress
a) Kaji apa yang biasa dilakukan klien saat ada masalah, terutama cemas karena tidak tahu
kepastian kesembuhan matanya?
b) Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk menghilangkan stres?
11) Pola nilai dan kepercayaan
a) Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap klien menghadapi penyakitnya?
b) Apakah ada pantangan agama dalam proses penyembuhan klien?

B. Intervensi
Nyeri b.d adanya massa pada mata
Tujuan: setelah mendapat tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri klien berkurang atau
hilang

Kontrol Resiko
Kriteria hasil :
1) Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3
2) Ekspresi wajah tenang
3) klien dapat istirahat dan tidur
v/s dbn
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Pantau nyeri secara komprehensif Mengevaluasi dan memantau nyeri yang
( lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dirasakan klien
kualitas dan faktor presipitasi ).

2 Gunakan teknik komunikasi terapeutik Memantau keadaan nyeri klien


untuk mengetahui pengalaman nyeri
klien sebelumnya

3 Ajarkan teknik non farmakologis Mengalihkan rasa nyeri klien


(relaksasi, distraksi dll) untuk mengatasi
nyeri.

4 Memantau keadaan TTV klien Memantau keadaan klien


5 Kolaborasi pemberian analgetik untuk Memberikan terapi yang tepat
mengurangi nyeri.

Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori dari
organ penerima.
Tujuan: Setelah mendapat tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat mempertahankan
ketajaman lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.

Kriteria Hasil:

1. Berpartisipasi dalam program pengobatan.


2. Mengenal gagguan sensori dan berkompensasi terhadap pengobatan.

3. Mengidentifikasi/ memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

4. Tanda-tanda vital normal (Tekanan darah: 110-130 mmHg, suhu: 36,5-37,5 derajat
Celsius, nadi: 60-90 x/menit, Respirasi rate: 16-24x/menit)

NO INTERVENSI RASIONAL
Orientasikan pasien terhadap memberikan peningkatan, kenyamanan, dan
lingkungan, staf, orang lain di areanya. kekeluargaan, serta mampu menurunkan
cemas.
Letakkan barang yang dibutuhkan atau memungkinkan pasien melihat objek lebih
posisi bell pemanggil dalam jankauan. muda dan memudahkan panggilan untuk
pertolongan bila dibutuhkan.
Dorong mengekspresikan perasaan sementara intervensi dini mencegah kebutaan,
tentang kehilangan atau kemungkinan pasien menghadapi kemungkinan atau
kehilangan penglihatan. mengalami pengalaman kehilangan
penglihatan sebagian atau total. Meskipun
kehilangan penglihatan telah terjadi dan tidak
dapat diperbaiki, kehilangan lebih lanjut dapat
dicegah.
Lakukan tindakan untuk membantu menurunkan bahaya, keamanan, berhubungan
pasien menangani keterbatasan dengan perubahan lapang pandang atau
penglihatan, contoh : atur perabot/ kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil
permainan, terutama perbaiki sinar terhadap sinar lingkungan.
suram dan masalah penglihatan malam.

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping penanganan, factor
budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan penampilan.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam, klien tidak terjadi gangguan citra diri

Kriteria hasil:

1) Menyatakan penerimaan situasi diri.


2) Memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri negatif.
3) Tanda-tanda vital normal (Tekanan darah: 110-130 mmHg, suhu: 36,5-37,5 derajat Celsius, nadi:
60-90 x/menit, Respirasi rate: 16-24x/menit)
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Gali perasaan dan perhatian anak meningkatkan keterbukaan klien
terhadap penampilannya.
2 Dukung sosialisasi dengan orang-orang meningkatkan harga diri klien.
disekitar klien.
3 Anjurakan untuk memakai kacamata menutupi kekurangan dan meningkatkan citra
hitam. diri klien

4 Beriakan umpan balik positif terhadap umpan balik dapat membuat klien berusaha
perasaan anak. lebih keras lagi mengatasi masalahnya.

You might also like