You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir.
Rerata berat bayi normal (usia gestasi 37-41 minggu) adalah 3200 gram. Bayi
berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gram yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. World
Health Organization (WHO) pada tahun 1961 menyatakan bahwa semua bayi
baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram disebut Low
Birth weight Infant (Bayi Berat Badan Lahir Rendah/BBLR). Tetapi ternyata
morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat badannya,
tetapi juga pada maturitas bayi itu.1,2
Secara nasional berdasarkan analisa lanjut (Survey Demografi Kesehatan
Indonesia) SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target
BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia
Sehat 2010 yakni maksimal 7%. Sedangkan frekuensi kejadian bayi yang lahir
kurang dari masa gestasi 37 minggu (menurut U.S. Collaborative Perinatal Study)
adalah 10,2% untuk kulit putih dan 21,4% untuk kulit berwarna. Kira-kira 1/3-1/2
bayi berat lahir rendah mempunyai masa gestasi 37 minggu atau lebih.3
Angka kejadian bayi berat lahir rendah di negara berkembang lebih tinggi
dibandingkan negara maju, dikarenakan keadaan sosial ekonomi yang rendah,
dimana para ibu yang hamil menderita kekurangan gizi, anemia, dan komplikasi
kehamilan. Selain itu dari segi sarana peralatan, tenaga ahli, dan dana yang tidak
memadai untuk antenatal care. Oleh karena itu, staf di tempat tersebut harus dapat
menatalaksana kasus kegawatan yang memerlukan resusitasi neonatus.3

1
B Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui, memahami, dan dapat melakukan resusitasi neonatus pada bayi
berat lahir rendah
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami bayi berat lahir rendah
b. Mengetahui dan memahami resusitasi neonatus
c. Mengetahui dan memahami prosedur resusitasi neonatus pada bayi berat
lahir rendah

C Manfaat
1. Bagi RSU PKU Muhammadiyah Delanggu
Referat ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai bayi berat
lahir rendah, resusitasi neonatus, dan prosedur resusitasi neonatus pada bayi
berat lahir rendah, sehingga dapat menekan angka kematian bayi.
2. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang
Referat ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dalam perkembangan
ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kedokteran klinis.
3. Bagi Dokter Muda
Menambah dan mengembangkan pengetahuan dokter muda dalam bidang
ilmu kedokteran klinis khususnya tentang resusitasi neonatus pada bayi
berat lahir rendah.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

A Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

1.
Definisi1
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru
lahir. Rerata berat bayi normal adalah 3200 gram (usia gestasi 37 sampai
dengan 41 minggu). Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang
dilahirkan dengan berat lahir < 2500 gram tanpa memandang masa gestasi.
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam pertama
setelah lahir. Hubungan antara umur kehamilan dengan berat lahir
mencerminkan kecukupan pertumbuhan intrauterin. Penentuan hubungan
ini akan mempermudah morbiditas dan mortalitas bayi. Bayi berat lahir
rendah berdasarkan batasan berat badan dapat dibagi 3, yaitu:
a. Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir antara 1500 gram
sampai dengan 2500 gram.
b. Bayi berat lahir sangat rendah adalah bayi dengan berat lahir antara
1000 gram sampai kurang dari 1500 gram.
c. Bayi berat lahir amat sangat rendah adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 1000 gram.

2.
Klasifikasi1
Menurut hubungan berat lahir atau umur kehamilan, berat bayi baru
lahir dapat dikelompokan menjadi :
a. Klasifikasi menurut berat lahir, yaitu :
1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) : Berat yang dilahirkan dengan
berat lahir <2500 gram tanpa memandang masa gestasi.
2) Bayi Berat Lahir Cukup/Normal : Bayi yang dilahirkan dengan berat
lahir >2500 4000 gram.
3) Bayi Berat Lahir Lebih : Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir
>4000 gram.

3
b. Klasifikasi menurut masa gestasi atau umur kehamilan, yaitu :
1) Bayi Kurang Bulan (BKB) : Bayi dilahirkan dengan masa gestasi
<37 minggu (<259 hari).
2) Bayi Cukup Bulan (BCB) : Bayi dilahirkan dengan masa gestasi
antara 37 42 minggu (258 293 hari).
3) Bayi Lebih Bulan (BLB) : Bayi dilahirkan dengan masa gestasi >42
minggu (294 hari).
c. Menurut hubungan berat lahir/umur kehamilan, berat bayi baru lahir
dapat dikelompokkan menjadi :
1) Sesuai Masa Kehamilan (SMK)
2) Kecil Masa Kehamilan (KMK)
3) Besar Masa Kehamilan (BMK)

3.
Faktor Risiko BBLR1
Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat
multifaktorial, sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan
tindakan pencegahan. Namun penyebab terbanyak bayi BBLR adalah
kelahiran prematur. Semakin muda usia kehamilan semakin besar resiko
jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi.
Menilai faktor risiko bayi sangatlah penting, karena asfiksia dapat
terjadi antepartum dan intrapartum.

Tabel 1. Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum


Faktor Risiko Antepartum Faktor Risiko Intrapartum
1. Primipara 1. Malpresentasi
2. Penyakit pada ibu : 2. Partus lama (>24 jam)
a. Demam saat kehamilan 3. Persalinan yang sulit dan traumatik
b. Hipertensi dalam kehamilan 4. Mekoneum dalam ketuban
c. Anemia 5. Ketuban pecah dini
d. Diabetes mellitus 6. Induksi oksitosin
e. Penyakit hati dan ginjal 7. Prolaps tali pusat
f. Penyakit kolagen dan pembuluh 8. Kelahiran kurang bulan

4
darah 9. Plasenta previa
3. Demam saat kehamilan 10. Perdarahan intrapartum
4. Hipertensi dalam kehamilan 11. Bradikardia janin persisten
5. Anemia 12. Kala dua lama (>2 jam)
6. Diabetes mellitus
7. Penyakit hati dan ginjal
8. Penyakit kolagen dan pembuluh darah
Sumber : Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Cetakan Keempat Penerbit : Ikatan Dokter Anak Indonesia 2014.

4.
Komplikasi BBLR1
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada BBLR yang paling
sering adalah gangguan pernapasan seperti:
a. Sindrom gangguan pernapasan, yaitu: perkembangan imatur sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya surfaktan pada paru-paru.
b. Asfiksia, yaitu : keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan
teratur, sehinnga dapat menurunkan oksigen dan meningkatkan karbon
dioksida yang dapat memperburuk kehidupan lebih lanjut.
c. Aspirasi mekonium, yaitu: penyakit yang terjadi akibat inhalasi cairan
amnion yang tercemar mekonium peripartum sehingga terjadi
peradangan jaringan paru dan hipoksia.
Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah gangguan metabolik
seperti hipotermia, hipoglikemia dan masalah pemberian ASI. Selain itu
dapat juga terjadi gangguan imunitas dan gangguan sistem peredaran
darah.

B Resusitasi Neonatus

1.
Definisi4
Resusitasi adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat,
pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan
oksigen kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya, sedangkan
resusitasi neonatus ialah prosedur yang diaplikasikan pada bayi baru lahir
(BBL) yang tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir
atau beberapa saat setelah lahir. Periode neonatal ialah periode bayi dari
lahir sampai umur 28 hari.

5
Tujuan resusitasi BBL ialah untuk memperbaiki fungsi pernapasan
dan jantung bayi yang tidak bernapas.

2.
Persiapan Resusitasi5
Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan
tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat
menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya
pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernapas, bayi baru
lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal.

3.
Persiapan Keluarga5
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayinya serta
persiapan yang dilakukan oleh penolong untuk membantu kelancaran
persalinan dan melakukan tindakan yang diperlukan.

4.
Persiapan Tempat Resusitasi5
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat
resusitasi. Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi
hendaknya rata, keras, bersih dan kering, misalnya meja, dipan atau di atas
lantai beralas tikar. Kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi
kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya di dekat sumber pemanas
(misalnya; lampu sorot) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu
yang terbuka). Biasanya digunakan lampu sorot atau bohlam berdaya 60
watt atau lampu gas minyak bumi (petromax). Nyalakan lampu menjelang
kelahiran bayi.

5.
Persiapan Alat Resusitasi5
Sebelum memulai resusitasi, peralatan dan obat harus tersedia pada
setiap persalinan. Peralatan dan obat harus diperiksa, diuji, dan diyakinkan
apakah dapat berfungsi dengan baik atau tidak.

6
Tabel 2. Peralatan untuk Resusitasi BBL
1. Perlengkapan penghisap
a. Balon pengisap (bulb syringe), alat pengisap lendir
b. Pengisap mekanik dengan selangnya
c. Kateter pengisap (suction) nomor 5F, 6F, 8F, 10F, 12F, dan 14F
d. Pipa lambung atau Nasogastric Tube (NGT) nomor 8F dan spuit 20 mL
e. Pengisap mekonium/ konektor
2. Peralatan balon dan sungkup (mask)
a. Balon resusitasi yang dapat memberikan SpO2 sampai kadar 90% sampai 100%
b. Sungkup sesuai ukuran
c. Sumber oksigen dengan pengatur aliran (ukuran sampai 10 L/menit) dan selang
oksigen
3. Peralatan intubasi
a. Laringoskop dengan daun lurus no. 00 dan no. 0 (untuk bayi kurang bulan) dan no. 1
(untuk bayi cukup bulan)
b. Lampu cadangan dan baterai cadangan untuk laringoskop
c. Endotracheal Tube (ETT) no. 2,5, 3,0, 3,5, 4,0 mm diameter internal
d. Stilet
e. Gunting
f. Plester atau alat fiksasi endotrakeal
g. Kapas alkohol
h. Alat pendeteksi CO2 atau kapnograf
i. Sungkup laring (LMA)

4. Alat untuk memberikan obat-obatan


a. Orogastic Tube no. 5F
b. Kateter umbilikal no. 3,5F, 5F
c. Three way stopcock
d. Spuit 1, 3, 5, 10, 20, 50 mL
e. Jarum ukuran 25, 21, 18 atau alat penusuk lain tanpa jarum
f. Handscoon steril, skalpel/gunting, larutan yodium, pita/plester/tape umbilikan
5. Lain-lain
a. Handscoon dan alat pelindung lain
b. Alat pemancar panas atau sumber panas lainnya
c. Jam
d. Kain
e. Stetoskop untuk neonatus
f. Plester
g. Monitor jantung dan pulse oksimeter dengan probe serta elektrodanya
h. Oropharyngeal airway (0,00 dan ukuran 000 atau panjang 30, 40 dan 50 mm)
6. Untuk bayi kurang bulan
a. Sumber udara bertekanan
b. Pulse oksimeter dan probe oksimeter
c. Kantung plastik makanan (1 galon) atau pembungkus plastik yang dapat ditutup dan
transparan
d. Alas pemanas kimia
e. Inkubator
Sumber : Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Cetakan Keempat Penerbit : Ikatan Dokter Anak Indonesia 2014.

7
C Resusitasi Neonatus BBLR

1.
Penilaian Awal Bayi Baru Lahir (BBL)
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah
tindakan resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan
penilaian pada semua bayi dengan cara petugas bertanya pada dirinya
sendiri dan harus menjawab segera dalam waktu singkat.
1. Apakah bayi bernapas adekuat atau menangis ?
2. Apakah tonus otot baik ?

Bila semua jawaban di atas Ya, berarti bayi baik dan tidak
memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan Asuhan
Bayi Normal. Bila salah satu atau lebih jawaban Tidak, bayi memerlukan
tindakan resusitasi segera dimulai dengan langkah awal resusitasi.5,6,7

2.
Bayi yang Tidak Memerlukan Resusitasi
Bayi yang tidak memerlukan resusitasi adalah bayi yang menurut
pertanyaan tadi jawaban Ya semua, artinya bayi bernapas adekuat atau
menangis dan tonus otot baik. Dengan dua jawaban tersebut bayi dinyatakan
tidak memerlukan resusitasi dan segera masuk dalam perawatan rutin yaitu
bayi pastikan tetap hangat, keringkan bayi, pada bayi dengan berat
1500gram langsung dibungkus plastik bening tanpa dikeringkan terlebih
dahulu kecuali wajahnya, kemudian dipasang topi, bayi tetap dapat
distimulasi walaupun dibungkus plastik, bisa juga langsung dimasukkan ke
dalam inkubator untuk mendapat suhu yang optimal, lanjutkan observasi
pernapasan, laju denyut jantung, dan tonus. Kemudian lakukan pengukuran
antropometri, berikan vitamin K pada paha kiri secara IM, vaksin Hepatitis
B pada paha kanan secara IM, dan berikan salep mata profilaksis.5,6,7

3.
Bayi yang Memerlukan Resusitasi
Bayi yang memerlukan resusitasi adalah bayi yang lahir kurang
bulan dikarenakan mudah mengalami hipotermia karena rasio luas

8
permukaan dan masa tubuhnya relatif besar, lemak subkutan sedikit, dan
imaturitas pusat pengatur suhu.5,7
Bayi yang lahir dengan air ketuban bercampur mekonium dan tidak
bugar (ditandai dengan depresi pernapasan, frekuensi jantung kurang dari
100 kali per menit, dan tonus ototnya buruk), mungkin memerlukan
pengisapan trakea setelah seluruh tubuh lahir.5,6,7
Setelah penilaian awal dan tindakan yang perlu sudah dilakukan,
penilaian bayi dilakukan secara berkala selama proses resusitasi. Penilaian
berkala selama resusitasi didasarkan pada pernapasan, frekuensi denyut
jantung, tonus otot, dan warna. Untuk lebih jelas, proses ini dijabarkan
sebagai sekuens langkah langkah pada diagram alur yang diambil dari
panduan dalam progran resusitasi BBL dari Alur Resusitasi Ikatan Dokter
Anak Indonesia tahun 2013 (lihat Gambar 1.).6

9
Gambar 1. Diagram Alur Resusitasi Neonatus IDAI 2013

4.
Langkah Awal Resusitasi
Bila salah satu atau lebih dari penilaian awal mendapat jawaban
tidak, langkah awal resusitasi harus segera dilakukan. Langkah awal
resusitasi terdiri dari tindakan berurutan sebagai berikut :

10
a. Memberikan kehangatan.
Memberikan kehangatan untuk menghindari hipotermia
dilakukan dengan cara meletakkan bayi di atas meja resusitasi di bawah
pemancar panas. Tempat ini harus sudah dihangatkan sebelumnya.
Setelah membuka jalan napas dengan mengisap lendir, upaya mencegah
kehilangan panas dilanjutkan dengan mengeringkan bayi lalu
menyingkirkan kain yang basah, dan membungkus bayi dengan kain atau
selimut hangat.5,7
Bayi yang lahir dengan umur gestasi kurang dari 28 minggu atau
berat 1500gram dapat dibantu untuk mempertahankan kehangatannya
setelah lahir dengan cara berikut. Segera setalah lahir, tanpa dikeringkan
lebih dahulu bayi diletakkan atau dibungkus dengan kantong plastik
polietilen yang tembus pandang, kepala bayi di luar kantong dan ditutupi
topi, sedangkan seluruh tubuh dibungkus plastik. Keadaan ini
dipertahankan selama petugas melakukan tindakan resusitasi yang
diperlukan, sampai kemudian bayi diletakkan di tempat inkubator.7
b. Memposisikan bayi dan membuka atau membersihkan jalan napas.
BBL harus diletakkan terlentang dengan kepala pada posisi
menghidu atau sedikit ekstensi. Bila usaha pernapasan ada tetapi tidak
menghasilkan ventilasi efektif (frekuensi denyut jantung tidak meningkat
lebih dari 100 kali per menit), jalan napas mungkin tersumbat dan posisi
kepala harus diperbaiki.7

Gambar 2. Posisi Kepala Bayi

BBL normal tidak membutuhkan pengisapan dari mulut, hidung


atau faring setelah lahir secara berlebihan. Bayi akan dapat
membersihkan jalan napasnya dengan sendirinya secara efektif. Bila
terdapat sekresi yang menyumbat jalan napas, sekret dapat dibersihkan

11
dengan kateter pengisap yang mempunyai lubang besar (no. 10 12 F).
Pengisapan faring dapat menyebabkan spasme laring, trauma pada
jaringan lunak, bradikardia, dan tertundanya pernapasan spontan.
Pengisapan harus dibatasi dalam 5 detik dan tidak lebih dari 5 cm
dalamnya dari bibir bayi. Tekanan negatif yang digunakan untuk
pengisapan tidak boleh melebihi 100mmHg (13 kPa ; 133 cmH 2O ; 1,9
Psi).5
Bila cairan amnion bercampur mekonium dan bayi tidak
bernapas atau mengalami depresi pernapasan dan penurunan tonus otot,
pengisapan mekonium dari mulut dan faring harus dilakukan segera
dengan laringoskop langsung dan bila perlu, diikuti dengan intubasi dan
pengisapan trakea.5
c. Mengeringkan, sambil merangsang.
Pengeringan dan perangsangan sekaligus merupakan intervensi
penilaian dan resusitasi. Bila bayi gagal mempertahankan pernapasan
spontan dan efektif dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung lebih
dari 100 kali per menit, ventilasi tekanan positif perlu dilakukan.
Rangsang taktil dapat pula dilakukan dengan menepuk atau menjentik
telapak kaki dengan hati hati, menggosok punggung atau perut.
Tindakan ini akan merangsang sebagian besar BBL untuk bernapas.
Melakukan rangsang taktil terus menerus pada bayi yang apnea adalah
berbahaya dan tidak boleh dilakukan. Bila bayi tetap tidak bernapas,
bantuan ventilasi harus segera dimulai.5,7
d. Memposisikan kembali dan penilaian bayi
Setelah langkah awal selesai dilakukan dan bayi sudah
diposisikan kembali, dilakukan penilaian pernapasan, frekuensi jantung,
dan warna kulit. Bila bayi apnu atau megap megap atau frekuensi
jantung di bawah 100 kali per menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
Bila pernapasan dan frekuensi jantung bayi memadai tetapi bayi sianosis
(sentral), berikan oksigen aliran bebas. Oksigen aliran bebas dapat
diberikan dengan cara meletakkan sungkup oksigen melekat pada wajah
bayi dengan pipa oksigen diletakkan didekat wajah bayi, atau dengan
sungkup Balon Tidak Mengembang Sendiri diletakkan di dekat wajah.5,7

12
5.
Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
Setelah dilakukan langkah awal resusitasi, ventilasi tekanan positif
harus dimulai bila bayi tetap apnea setelah stimulasi atau pernapasan tidak
adekuat dan/atau frekuensi jantung kurang dari 100 kali per menit dan tonus
otot tidak baik. Bila bayi bernapas adekuat dan frekuensi jantung memadai
tetapi sianosis sentral, bayi diberi oksigen aliran bebas. Bila setelah ini bayi
tetap sianosis dapat dicoba melakukan ventilasi tekanan positif.5,7
Sebelum VTP diberikan pastikan posisi kepala dalam keadaan
setengah menengadah. Pilihlah ukuran sungkup, ukuran 1 untuk bayi berat
normal, ukuran 0 untuk BBLR. Sungkup harus menutupi hidung dan mulut,
tidak menekan mata dan tidak menggantung di dagu. Tekan sungkup dengan
jari tangan, jika terdengar udara keluar dari sungkup, perbaiki perlekatan
sungkup, kebocoran yang paling umum adalah antara hidung dan pipi. VTP
menggunakan balon sungkup diberikan selama 30 detik dengan kecepatan
40-60x/menit atau 20-30x/30detik. Pastikan bahwa dada bergerak naik turun
tidak terlalu tinggi secara simetris. Lakukan penilaian setelah VTP 30 detik.6

13
Gambar 3. Cara Pemakaian Sungkup

6.
Penggunaan Oksigen
Janin di dalam rahim mempunyai saturasi oksihemoglobin rata
rata 60%, sedangkan pada anak dan dewasa 95 100%. Penelitian
observasional pada BCB setelah persalinan tanpa komplikasi dan inisiasi
pernapasan, menunjukan secara normal dibutuhkan waktu beberapa menit,
sampai lebih dari 10 menit, untuk mencapai saturasi 90%. Penelitian pada
bayi kurang bulan belum ada datanya, tetapi penggunaan oksigen tambahan
harus hati hati untuk terjadinya hiperoksia. Bila resusitasi dilakukian
dengan menggunakan kadar oksigen kadar kurang dari 100% oksigen perlu
dinaikkan kadarnya sampai 100% bila tetap tidak ada perbaikan setelah 90
detik. Penggunaan oksimeter nadi sangat berguna.5,7

14
7.
Kompresi Dada
Kompresi dada adalah penekanan pada tulang dada ke arah tulang
belakang sehingga meningkatkan tekanan intratoraks dan memperbaiki
sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Bila laju jantung terlalu rendah,
sirkulasi menjadi tidak adekuat untuk mendukung oksigenasi jaringan. Bayi
yang mempunyai frekuensi jantung kurang dari 60 kali per menit meskipun
telah dirangsang dan diberikan ventilasi tekanan positif selama 30 detik,
mungkin mempunyai kadar oksigen yang sangat rendah dan asidosis yang
signifikan. Akibatnya kontraksi otot jantung tidak cukup kuat untuk
memompa darah ke paru guna mengangkut oksigen yang disangka sudah
ada dalam paru. Darah perlu dipompa secara mekanik bersamaan dengan
ventilasi paru, sampai miokardium cukup teroksigenasi untuk berfungsi
secara spontan dan adekuat. Proses ini juga membantu aliran oksigen ke
otak.5,7
Kompresi dilakukan dengan ibu jari atau jari tengah atau telunjuk
atau jari yang terkuat. Lokasi kompresi ditentukan dengan menggerakkan
jari sepanjang tepi iga terbawah menyusur ke atas sampai mendapatkan
xyfoideus, letakkan ibu jari atau jari-jari pada tulang dada sedikit di atas
xyfoideus. Berikan topangan pada bagian belakang bayi. Tekan sedalam 1/3
diameter anteroposterior dada. Lakukan kompresi dada yang terkoordianasi
dengan ventilasi selama 30 detik dengan kecepatan 3 kompresi : 1 ventilasi.6

Gambar 4. Cara Kompresi Dada

15
8.
Pemberian Obat dan Cairan5
Obat dan cairan jarang digunakan pada resusitasi BBL. Bradikardi
umumnya disebabkan karena hipoksia dan ventilasi yang tidak adekuat.
Apnea disebabkan oleh oksigenasi yang tidak cukup pada batang otak. Otot
jantung sejumlah kecil bayi (2 per 100 bayi) mungkin kekurangan oksigen
dalam jangka panjang yang mengakibatkan berkurangnya efrektifitas
kontraksi, meski mendapat perfusi darah yang mengandung banyak oksigen.
Bayi ini memerlukan epinefrin untuk merangsang jantungnya. Bila terjadi
kehilangan darah akut, perlu diberikan cairan penambah volume darah.
Karena itu melakukan ventilasi yang adekuat merupakan langkah yang
terpenting untuk meningkatkan laju jantung. Bila laju jantung tetap kurang
dari 60 kali per menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dada
bergerak pada inflasi) dan kompresi dada, obat perlu diberikan. Karena
obatdiharapkan mempunyai efek pada jantung, maka secara ideal pemberian
obat ialah secara cepat, yaitu melalui kateter vena umbilikalis.
Tabel 3. Daftar Obat yang Diberikan
1. Epinefrin : obat pemicu jantung yang Indikasi : Bila frekuensi jantung kurang dari
meningkatkan kekuatan dan kontraksi 60 kali per menit setelah melakukan ventilasi
otot jantung dan mengakibatkan tekanan positif serta kompresi dada secara
vasokonstriksi perifer, sehingga akan terkoordinasi selama 30 detik.
mengakibatkan meningkatnya aliran
darah melalui arteria koronaria dan Dosis dan Cara Pemberian :
aliran darah ke otak. Epinefrin larutan 1 : 10.000 secara intravena.
Dosis epinefrin ialah 0,1 0,3 ml/kgBB (setara
dengan 0,01 0,03 mg/kgBB) larutan 1
10.000
Pemberian melalui pipa endotrakeal : 0,3 1
ml/kgBB atau setara 0,003 0,1 mg/kgBB)

2. Cairan penambah volume darah Indikasi : Bila bayi terlihat pucat, ada bukti
(plasma expander) kehilangan darah dan respon resusitasi baik,
harus diperkirakan kemungkinan kehilangan
cairan.

16
Dosis dan Cara Pemberian :
Dosis awal ialah 10 ml/kg dengan kecepatan 5
10 menit secara intravena. Bila bayi
menunjukan perbaikan minimal setelah
pemberian dosis pertama, dapat diberikan dosis
tambahan lagi 10 ml/kg.

3. Nalokson Indikasi : bila bayi tetap mengalami depresi


napas setelah frekuensi jantung dan warna kuliy
menjadi normal dan ibu mendapat obat
narkotika pada 4 jam sebelum persalinan.

Dosis dan Cara Pemberian :


0,1 mg/kg secara intravena atau intramuskular.

4. Natrium Bikarbonat Indikasi : memperbaiki asidosis intrakardiak,


dapat memperbaiki fungsi miokardium dan
mendapatkan sirkulasi spontan.

Dosis dan Cara Pemberian :


1 2 mEq/kg diberikan secara intravena setelah
ventilasi dan perfusi adekuat dicapai, diberikan
kira kira 2 menit yaitu 1 mEq/kg/menit.
Sumber : Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Cetakan Keempat Penerbit : Ikatan Dokter Anak Indonesia 2014.

9.
Intubasi Endotrakeal6
Intubasi endotrakeal dilakukan untuk :
1. Untuk menghisap mekonium dalam trakea bila didapatkan mekonium
dalam airketuban dan bayi tidak bugar.
2. Untuk meningkatkan efektifitas ventilasi bila setelah 2 menit atau 4
siklus melakukan ventilasi balon dan sungkup tidak efektif.
3. Untuk membantu koordinasi kompresi dada dan ventilasi, serta untuk
memaksimalkan efisiensi pada setiap ventilasi
4. Untuk memberikan obat epinefrin bila diperlukan untuk merangsang
jantung sambil menunggu akses vena.
5. Bayi sangat kurang bulan, untuk ventilasi dan atau pemberian surfaktan.

17
D Penatalaksanaan Lebih Lanjut

1. Pengaturan Suhu
Untuk mencegah hipotermi, diusahakan lingkungan yang cukup
hangat untuk bayi, bila dirawat dalam inkubator, maka suhunya unuk bayi
dengan berat badan kurang dari 2000 gram adalah 35 C dan untuk bayi
dengan berat badan 2000-2500 gram adalah 34 C, agar bayi dapat
mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 C. Kelembaban inkubator berkisar
antara 50-60%. Saat ini telah digunakan inkubator yang dilengkapi dengan
alat temperatur sensor, yang ditempelkan pada kulit bayi.1,5
Kelembaban yang tinggi diperlukan pada bayi dengan sindroma
gangguan pernafasan, suhu inkubator dapat diturunkan 1C per minggu
untuk bayi dengan berat badan 2000 gram dan secara berangsur-angsur ia
dapat diletakkan di dalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27C -
29C.1,5
Bila inkubator tidak ada, pemanasan dilakukan dengan
membungkus bayi dan meletakkan botol hangat di sekitarnya atau dengan
memasang lampu pijar atau petromaks di dekat tempat tidur bayi. Cara lain
untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36,5C-37,5C adalah
dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi di dalam
inkubator, alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena
radiasi.1,5

Tabel 4. Cara Menghangatkan Bayi


Cara Petunjuk penggunaan

Kangaro Untuk menstabilkan bayi dgn berat badan <2.500 g, terutama


o Mother direkomendasikan untuk perawatan berkelanjutan bayi dengan berat

18
Care badan <1.800 gr.
Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)
Tidak untuk ibu yang menderita penyakit berat yang tidak dapat
merawat bayinya.
Infant Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1.500 g atau lebih.
Warmer Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan tindakan, atau
menghangatkan kembali bayi hipotermi.
Inkubator Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat <1.500 g yang tidak
dapat dilakukan KMC.
Ruangan Untuk merawat bayi dengan berat <2.500 g yang tidak memerlukan
hangat tindakan diagnostik atau prosedur pengobatan.
Tidak untuk bayi sakit berat.

2. Mekanisme Rujukan dan Transportasi


Tenaga kesehatan harus mampu mengenali masalah pada bayi baru
lahir yang tidak dapat ditangani di sarana pelayanan kesehatan tempat bayi
tersebut dilahirkan dan memutuskan untuk segera merujuk. Pada dasarnya
merujuk ketika bayi masih di dalam kandungan merupakan metode rujukan
terbaik, namun seringkali kelahiran prematur, penyakit perinatal, dan
kelainan kongenital tidak dapat diperkirakan dan transportasi harus
dilakukan setelah bayi dilahirkan.1,5
Mekanisme transportasi yang efektif dapat menghasilkan luaran
baik pada bayi yang dirujuk, dengan demikian setiap pelayanan kesehatan
yang melayani kelahiran bayi harus memiliki sekurang-kurangnya
kemampuan standar resusitasi dan stabilisasi, termasuk kemampuan
merujuk. Penting untuk dipahami bahwa bayi baru boleh dipindahkan atau
dirujuk setelah bayi dalam keadaan stabil. Tindakan merujuk harus
dilakukan oleh tim transpor khusus yang terlatih dan berpengalaman dengan
sistem terorganisir yang memungkinkan pemantauan dan perawatan setara
dengan perawatan tingkat lanjut. Transportasi bayi baru lahir sebaiknya
dilakukan dengan menggunakan inkubator transpor, namun transportasi di
fasilitas terbata juga dapat dilakukan dengan metode kontak kulit dengan
kulit (metode kanguru).1,5

19
Gambar 5. Metode Transportasi BBL
Beberapa komponen penting dalam sistem transportasi bayi baru
lahir meliputi :5
a. Sumber daya manusia
Tim transpor umumnya terdiri dari 2-3 orang tenaga medis (dokter,
perawat neonatus, atau tenaga medis lain) yang terlatih dalam perawatan
esensial BBL selama transportasi, mampu mengenali tanda bahaya serta
melakukan tatalaksana segera. Anggota tim transpor harus disesuaikan
dengan karakteristik dan kondisi yang ditrasnpor. Secara umum transpor
bayi yang menggunakan peralatan invasif dan diperkirakan akan
membutuhkan resusitasi emergensi selama perjalanan harus didampingi
oleh dokter dan disupervisi oleh konsulen neonatalogi yang selalu siap
dihubungi melalui telepon (oncall).

Tabel 5. Anggota Tim Transpor Sesuai Kriteria Bayi


Transportasi Oleh Dokter dan Perawat Transportasi Oleh Perawat Saja
a. Bayi yang memerlukan perawatan intensif
a. Bayi perawatan khusus yang stabil
b. Bayi dengan berat <1000 gram
c. Bayi dengan usia gestasi <28 minggu dan b. Bayi dengan ketergantungan tinggi yang
usia postnatal <48 jam telah stabil selama 48 jam tanpa
d. Bayi dengan CPAP nasal dalam 2 hari
peningkatan kebutuhan oksigen dan tanpa
setelah ekstubasi

20
e. Bayi dengan ketergantungan tinggi dan brakikardi atau desaturasi signifikan
tidak stabil c. Bayi dengan CPAP nasal yang telah stabil
f. Bayi dengan masalah jantung kompleks atau
selama 48 jam tanpa peningkatan
membutuhkan obat untuk mempertahankan
kebutuhan oksigen dan tanpa brakikardi
lesi duct-dependent
atau desaturasi signifikan dalam waktu
g. Bayi dengan masalah bedah kompleks
h. Bayi dengan masalah neurologis yang dekat
membutuhkan pemantauan dan terapi untuk d. Bayi yang dirujuk untuk pembedahan,
mempertahankan stabilitas dalam kondisi stabil sebelum transpor dan
i. Bayi yang dirujuk untuk intervensi dalam
tidak membutuhkan intervensi untuk
satu hari, misal terapi retinopati terkait
mempertahankan stabilitas
prematuritas atau pemeriksaan jalan napas
e. Bayi dengan kelainan neurologi yang telah
stabil selama 48 jam
f. Bayi yang telah diekstubasi selama 24 jam
dari intubasi elektif untuk pembedahan dan
stabil sebelum intervensi
g. Bayi stabil yang melakukan konsultasi
rawat jalan (bukan intervensi) dan waktu
tunggu tidak melebihi 1 jam

Sumber : Buku Resusitasi Neonatus. Penerbit : UKK Neonatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2014.

b. Kendaraan dan peralatan


Kendaraan yang digunakan dalam merujuk BBL harus memenuhi
ketentuan tunjangan hidup dasar. Kendaraan tersebut harus efesien dan
memberikan keamanan bagi pasien serta tenaga medis yang
mendampingi. Kendaraan ini juga harus mampu memuat peralatan
transportasi bayi seperti inkubator transpor dengan/tanpa ventilator (pada
fasilitas lengkap), monitor kardiovaskular, tabung oksigen, alat suction,
serta dapat memberi ruang bagi tenaga bagi tenaga medis untuk
melakukan tindakan yang diperlukan (misal memasang pipa
endotrakeal). Peralatan lain yang dibutuhkan selama transportasi dapat
dilihat pada tabel 6. Perangkat ventilasi dan sirkulasi yang terpasang
pada bayi harus difiksasi dengan baik agar tidak terlepas selama
perjalanan. Setiap peralatan yang terdapat dalam kendaraan transpor
harus bersifat tahan benturan/crash stable dan difiksasi selama

21
perjalanan sehingga aman bagi bayi maupun tenaga medis yang
menyertai.
c. Komunikasi dan dukungan keluarga
Salah satu kunci keberhasilan transportasi adalah komunikasi yang
efektif antara pelayanan kesehatan yang merujuk dan unit rujukan.
Komunikasi harus senantiasa dilakukan sebelum, selama, dan setelah
mencapai unit rujukan. Beberapa hal yang perlu disampaikan pada unit
rujukan mencangkup riwayat kelahiran bayi, faktor risiko antenatal,
tindakan yang telah dilakukan, serta perkembangan kondisi bayi. Tim
perujuk juga perlu memastikan ketersediaan tempat di unit rujukan
terlebih dahulu sebelum menghubungi tim transpor. Komunikasi juga
perlu dilakukan dengan orangtua meliputi kondisi bayi, perawatan yang
diperlukan, prognosis, dan informasi yang digunakan dan unit rujukan.
Orangtua harus diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan terkait
prosedur transportasi dan perawatan bayi mereka.
d. Dokumentasi dan informed consent
Kondisi dan tatalaksana bayi sebelum dan selama transportasi
harus selalu didokumentasikan untuk diserahkan pada unit rujukan.
Persetujuan keluarga terkait pemindahan bayi ke unit rujukan dinyatakan
dalam bentuk tertulis.
e. Umpan balik dari unit rujukan
Unit rujukan harus memberi informasi kepada pihak yang merujuk
terkait kondisi bayi, diagnosis, prognosis, dan kemungkinan lama rawat.
Apabila kondisi bayi membaik dan dikembalikan untuk melanjutkan
perawatan disertai dengan surat berisi tatalaksana dan lama perawatan.
Tabel 6. Peralatan yang Dibutuhkan Selama Transportasi BBL
1. Dukungan termal
a. Inkubator transpor / transpor secara skin to skin
b. Termometer dan atau monitor suhu disertai probes
c. Plastik, selimut insulator, pelindung panas
2. Dukungan respiratori
a. Tabung O2 dan udara dengan indikator tekanan dan kandungan gas yang sesuai

22
b. Flawmeter
c. Sungkup dan kanul nasal neonatus
d. Oxygen analyzer
e. Balon tekanan positif
f. Peralatan continuous positive airway pressure (CPAP), nasal prong, dan pipa
endotrakeal
g. Ventilator mekanik
h. Pipa endotrakeal ukuran 2,5;3,0;3,5;4,0
i. Laringoskop dengan blade ukuran 00, 0, dan 1
j. Baterai dan lampu cadangan untuk laringoskop
k. Stilet dan plester untuk fiksasi pipa endotrakeal
3. Perangkat suction
a. Kateter suction (ukuran 5, 6, 8, 10, 12 Fr)
b. Alat suction dengan batas tekanan < 100 mmHg
c. Feeding Tube (8 Fr) dan spuit 20 ml untuk dekompresi oro-gastrik
d. Sarung tangan steril, air steril untuk irigasi
4. Perangkat pemantauan
a. Stetoskop, monitor jantung, pulse oxymeter
b. Alat pantau gula darah
5. Peralatan infus parenteral
a. Kateter intravena (24, 26 G)
b. Spuit (2, 5, 10, 20, 50 ml)
c.Spalk, dressing transparan atau micropore
d. Three way stopcock, set infus
6. Obat-obatan
a. Kalsium glukonas 10%
b. Epinefrin (1:10000) diisi dalam spuit, sodium bikarbonat
c. Dopamin, dobutamin, morfin, midazolam
d. Normal salin, fenobarbital, surfaktan

BAB III

KESIMPULAN

Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir.
Rerata berat bayi normal adalah 3200 gram (usia gestasi 37 sampai dengan 41
minggu). Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan
berat lahir < 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat
bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam pertama setelah lahir. Hubungan antara
umur kehamilan dengan berat lahir mencerminkan kecukupan pertumbuhan
intrauterin. Penentuan hubungan ini akan mempermudah morbiditas dan

23
mortalitas bayi. Angka kejadian bayi berat lahir rendah di negara berkembang
lebih tinggi dibandingkan negara maju, dikarenakan keadaan sosial ekonomi yang
rendah, dimana para ibu yang hamil menderita kekurangan gizi, anemia, dan
komplikasi kehamilan. Oleh karena itu, staf di tempat tersebut harus dapat
menatalaksana kasus kegawatan yang memerlukan resusitasi neonatus.
Resusitasi adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat,
pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen
kepada otak, jantung dan alat-alat vital lainnya, sedangkan resusitasi neonatus
ialah prosedur yang diaplikasikan pada bayi baru lahir (BBL) yang tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah
lahir. Periode neonatal ialah periode bayi dari lahir sampai umur 28 hari. Tujuan
resusitasi BBL ialah untuk memperbaiki fungsi pernapasan dan jantung bayi yang
tidak bernapas.
Dalam melakukan prosedur resusitasi bayi berat lahir rendah harus
dilakukan dengan baik dan benar, dari mulai persiapan resusitasi, penilaian awal
bayi baru lahir, langkah awal resusitasi, ventilasi tekanan positif, kompresi dada,
pemberian oksigen, pemasangan intubasi endotrakeal, hingga pemberian obat-
obatan. Hal tersebut harus runtut dan sesuai alur resusitasi. Setelah resusitasi
berhasil dilakukan, kemudian dilanjutkan ke fase stabilitas dan transportasi ke
dalam ruang perawatan, guna mendapatkan perawatan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Cetakan Keempat. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: 2014.

2. WHO, The World Health Report 2011 MakeEvery Mother and Child Count.
World Health Report. Geneva: WHO; 2011

3. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Profil


Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: BKKBN

4. Pedoman Pelayanan Medis Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: 2011

24
5. Resusitasi Neonatus. UKK Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta: 2014

6. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. World Health


Organization. Jakarta: 2008

7. Alur Resusitasi Neonatus. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2013

25

You might also like