You are on page 1of 3

JUDUL PENELITIAN :BALI NDESO MBANGUN DESO DAN KETAHANAN

PANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH.

Reni Windiani

Abstract
Nowadays food can be categorized as one of the most important aspect of human right.
Regarding to that condition, state should provide food accessibility and availability for the society. Due
to big number of its population, Indonesia faces complex problem in order to fulfill of food need of its
people. In this respect food security policy becoming focuses of Indonesian development policy
especially its agriculture development policy. One of the most considerable provinces in Indonesian
national agriculture is Central Java, by reason of its 17% contribution on national rice production.
Further, in contrast to national food condition that experienced rice import dependency, Central
Javas food security currently experiencing steady condition. This condition raised up interesting
research question: is there any correlation between central javas steady food condition and
Central Java Governor Candidate Bibit-Rusris Campaign slogan Bali Ndeso Mbangun Deso in the
Central Java Governor Election on 2008. Using qualitative method and type of descriptive
research, this inquiry showed that the moral movement Bali Ndeso Mbangun Deso has
contributed positively on food security in Central Java.

Key words : food security, bali ndeso mbangun deso, rice production.

A. PENDAHULUAN
Pertimbangan yang menjadi landasan dari dibuatnya Undang Undang
Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan adalah bahwa pangan merupakan kebutuhan
pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia
dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan
pembangunan Nasional. Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai
seseorang sejak ia dalam kandungan, dan berlaku secara universal. Oleh karenanya
ketersediaan dan askesibilitas pangan bagi masyarakat menjadi hal yang sangat
penting untuk direalisasikan oleh pemerintah. Adapaun yang dimaksud dengan
pangan dalam UU No. 7 tahun 1996 pasal 1 adalah segala sesuatu yang berasal
dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang
serta stagnannya pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian.
(http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_IV_15.pdf diakses Kamis 28
april 2011 jam 13.29 WIB.) Kondisi tersebut diperburuk lagi dengan dampak
perubahan iklim yang mengakibatkan bencana alam dan ketidakteraturan musim
sehingga hasil pertanian menjadi semakin sulit diprediksi. Indonesia yang pernah
sukses dengan swasembada beras sekarang ini menjadi negara pengimpor beras.
Impor beras dilakukan sebagai salah satu upaya mewujudkan stabilitas penyediaan
pangan nasional. Stok beras yang ada pada Perum Bulog sejumlah 1,7 juta ton
pada saat ini, tak lain karena ditopang oleh beras impor. Realisasi impor beras
Bulog tahun 2010/2011 mencapai 1,9 juta ton. (Kompas, 6 Mei 2011).
Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang cukup penting dalam
kaitannya dengan ketahanan pangan nasional, karena Provinsi Jateng memiliki andil
dan kontribusi yang cukup besar bagi produksi beras secara nasional yaitu sekitar
17 persen. (http://www.antaranews.com/berita/1268520045/jateng-surplus-2-5-juta-
ton-gkg) diunduh Kamis 28 April 2011 jam 13.14 WIB). Secara geografis, luas
wilayah Provinsi Jawa Tengah 3,25 juta hektar atau 1,70 % dari luas Indonesia,
yang secara administratif terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota, yang meliputi
573 kecamatan dan 8.577 desa/kelurahan dengan areal lahan sawah 992 ribu
1
POLITIKA, Vol. 3, No. 1,
April 2012
hektar, dan 2,26 juta hektar lahan bukan sawah. Berdasarkan hasil sensus BPS
Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 baru lalu, jumlah penduduk Jawa Tengah saat ini
sebanyak 32,38 juta jiwa, dimana 65% penduduk Jawa Tengah tersebut tinggal di
perdesaan dan mayoritas menjalani karya usaha pada sektor pertanian dalam arti
luas, UMKM, dan industri padat karya.
(http://obyektif.com/infojateng/read/dipertanyakan_bali_desobangun_deso/ diakses
Kamis 28 April 2011 jam 12.50 WIB.).
Berbeda dengan kondisi pangan nasional yang mengalami
ketergantungan pada impor beras, ketahanan pangan di Jawa Tengah saat ini justu
dalam kondisi mantap, indikasinya ditandai dengan mayoritas menunjukkan warna
hijau tua dan sebagian kecil warna hijau muda, tidak ada sedikitpun warna kuning
atau merah. Kuatnya ketahanan pangan Jawa Tengah, antara lain ditunjang oleh
produksi beras yang dalam dua tahun terakhir mengalami surplus. Tahun 2009
surplus 2,6 juta ton. Berdasarkan data Angka Ramalan Sementara (ASEM) tahun
2010, produksi beras Jawa Tengah mencapai 10.110.830 ton Gabah Kering Giling
(GKG) atau sama dengan 5.467.521 ton beras, sedangkan kebutuhan beras Jawa
Tengah setiap tahun 2.717.711 ton sehingga surplus 2.929.810 ton. Bulan Januari
sampai Maret 2011, Jawa Tengah panen raya, diprediksi dalam 3 (tiga) bulan
tersebut surplus beras 1,5 juta ton, sehingga target nasional agar Jawa Tengah bisa
produksi 10,43 juta ton tahun 2011 dapat terpenuhi, bahkan surplus bias meningkat,
sehingga ketahanan pangan Jawa Tengah semakin meningkat. Surplus beras Jawa
Tengah tahun 2009 dan 2010, mampu memberi kontribusi untuk menopang
ketahanan pangan nasional sebesar 15,30% sampai 16%. Komoditas pangan
lainnya yang juga suprlus, adalah Jagung tahun 2010 surplus 2,8 juta ton, ubi kayu
surplus sebanyak 3 juta ton lebih. Produksi daging surplus 100 ribu ton lebih, telur
surplus 18 ribu ton lebih, dan susu surplus sebanyak 38 ribu ton lebih. Nilai Tukar
Petani (NTP) Tahun 2009 sebesar 100,03 di atas angka Nasional 98,58. Tahun
2010 NTP meningkat menjadi 103,12 (atau naik 3,09). Pada bulan Agustus 2011
NTP Jateng diprediksi 102,65. Pertumbuhan ekonomi: Kondisi surplus berbagai
komoditas pangan, menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi. Tahun
2009, pertumbuhan ekonomi Jateng sebesar 4,70% masih di atas rata-rata nasional
Thank you for using www.freepdfconvert.com service!

Only two pages are converted. Please Sign Up to convert all pages.

https://www.freepdfconvert.com/membership

You might also like