Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Berkaitan dengan deteksi dini dan terapi suportif yang tepat, Case Fatality
Rate (CFR) penyakit dengue di Asia Tenggara dilaporkan telah mengalami banyak
kemajuan dengan angka rata-rata kurang dari 1%. Indonesia dilaporkan mampu
menurunkan CFR dari 41% pada tahun 1968 menjadi 1,2% pada tahun 2004, dan
terakhir dilaporkan mencapi angka 0,9% pada tahun 2012.6 CFR di Indonesia
berbeda pada tiap provinsi misalnya Jakarta memiliki CFR <0,2% sedangkan CFR
di Gorontalo 8,5%. Hal ini dapat memberikan gambaran terdapat variasi penyakit
antar wilayah geografis.7
Berdasarkan data yang dilaporkan Subdit Pengendalian Arbovirus
Kementrian Kesehatan RI, Sulawesi Tenggara dilaporkan sebagai provinsi dengan
incidence rate tertinggi ke-8 pada tahun 2013, dan merupakan provinsi kedua
tertinggi di wilayah Indonesia Timur. 8 Kota Baubau merupakan salah satu dari dua
kotamadya di Sulawesi Tenggara dengan sebagian besar wilayahnya merupakan
daerah perkotaan padat penduduk. Kecamatan Murhum dilaporkan sebagai
kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi, yakni 6.523 jiwa/km2. 9
Puskesmas Wajo merupakan salah satu puskesmas yang berada dalam wilayah
kerja Kecamatan Murhum, tepatnya bertanggungjawab untuk Kelurahan
Lamangga, Wajo, dan Tanganapada. Dalam program kesehatan masyarakat,
Puskesmas Wajo membagi wilayah kerja menjadi 15 Posyandu dengan masing-
masing 5 Posyandu di tiap kelurahan. Posyandu Jeruk II berada dalam kelurahan
10
Tanganapada. Selama 3 bulan sejak bulan Februari 2014, dilaporkan adanya
kasus penyakit Dengue di wilayah kelurahan Tanganapada sehingga dapat
digolongkan sebagai Kejadian Luar Biasa. 8, 10 Sebagai puskesmas dengan wilayah
kerja daerah perkotaan padat penduduk, Puskesmas Wajo perlu memperhatikan
kesuksesan berjalannya program penanggulangan penyakit Dengue sesuai dengan
fungsinya.
Puskesmas sebagai unit fungsional utama kesehatan masyarakat memiliki
peran yang sangat penting dalam menanggulangi penyebaran penyakit Dengue.
Puskesmas selain memiliki fungsi pelayanan kesehatan dalam mendeteksi dini
penyakit,juga memiliki fungsi sebagai komponen dalam sistem surveilans Dengue
di bawah Departemen Kesehatan RI. Pelaporan kasus yang dilakukan Puskesmas
akan menjadi acuan Dinas Kesehatan setempat untuk melakukan fungsi promotif
2
dan preventif yang terintegrasi. Bentuk kegiatan yang digariskan Departemen
Kesehatan untuk dilakukan antara lain penyuluhan, promosi 4M Plus, larvasidasi,
dan fogging.8
Berdasarkan pemaparan di atas, penyuluhan kesehatan merupakan salah
satu bentuk upaya promotif yang perlu dilakukan Puskesmas untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya penanggulangan penyakit
Dengue. Selain itu untuk dapat mensukseskan program lain seperti promosi 4M
Plus, larvasidasi, dan fogging, perlu diketahui pula pandangan dan perilaku
masyarakat sekarang ini terkait program penanggulangan penyakit Dengue agar
dapat dilakukan intervensi yang tepat oleh petugas kesehatan. Untuk melakukan
konfirmasi mengenai sikap dan perilaku masyarakat, kunjungan rumah oleh kader
Jumantik dan petugas kesehatan secara berkala khususnya untuk pemantauan jentik
juga perlu dilakukan. 8
3
1.3 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memahami penyakit Dengue
sehingga dapat memiliki sikap dan perilaku yang sesuai untuk pemberantasan
penyakit Dengue.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat wilayah kerja Posyandu Jeruk II
mengenai penyakit Dengue
2. Mengetahui sikap masyarakat wilayah kerja Posyandu Jeruk II terhadap
penyakit Dengue
3. Mengetahui perilaku masyarakat wilayah kerja Posyandu Jeruk II
terhadap penyakit Dengue
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat wilayah kerja Posyandu II akan
sikap dan perilaku masyarakat yang tepat untuk pemberantasan penyakit
Dengue
5. Mendorong masyarakat untuk melakukan pemantauan jentik secara
berkala
1.4 Manfaat
1. Manfaat bagi Pelaksana
1. Meningkatkan pengetahuan pelaksana akan pentingnya upaya promotif
dan preventif penyakit Dengue
2. Meningkatkan pengalaman pelaksana dalam berkomunikasi secara
efektif pada masyarakat untuk upaya promotif dan preventif penyakit
Dengue.
3. Meningkatkan pengetahuan akan pentingnya pengetahuan, sikap dan
perilaku yang tepat pada masayarakat dalam mensukseskan upaya
promotif dan preventif penyakit Dengue
4
2. Membantu penerapan sistem surveilans Dengue nasional yang
merupakan tugas Puskesmas Wajo dalam upaya pencegahan penyakit
Dengue di wilayah kerjanya
3. Membantu Puskesmas dalam menentukan program yang sesuai untuk
pencegahan penyakit Dengue berdasarkan pengetahuan, sikap, dan
perilaku masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas Wajo.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Epidemiologi
Dengue merupakan penyakit virus yang disebarkan oleh nyamuk dan
penyebarannya paling cepat. Dalam 50 tahun angka kejadian DBD sudah
meningkat 30 kali dan terjadi perluasan penyebaran ke negara-negara baru.
Diperkirakan terjadi 50 juta infeksi dengue setiap tahun dan 2,5 milyar orang
tinggal di negara endemik dengue. 13
6
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Penyakit ini menjadi sangat penting bagi petugas kesehatan di Indonesia
karena dilaporkan sebagai negara dengan angka tertinggi di Asia dan kedua di dunia
setelah Brazil.8 Rata-rata kasus per tahunnya adalah 94.565 kasus dan jumlah
kematian 472-1.446 per tahun.4 Selain itu, ditemukan variasi kejadian penyakit
Dengue di Indonesia baik berdasarkan letak geografis maupun kependudukan.
Penyakit dengue umum ditemui di daerah perkotaan dengan kepadatan penduduk
tinggi. Hal ini juga ditemukan berkaitan dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang
lebih banyak dilaporkan pada daerah padat penduduk. 5 Karakteristik pasien dengan
penyakit Dengue juga cukup dinamis, dimana pada tahun 2013 kelompok umur >44
tahun dilaporkan 31,63% diikuti usia 5-14 tahun dengan persentase 31,05%, usia
14-44 tahun 22,59%, usia 1-4 tahun 12,21%, dan usia bayi 2,52%. 6 Peningkatan
jumlah kasus dengue pada usia remaja dan dewasa dilaporkan mulai terjadi sejak
tahun 1980. Dilaporkan pula oleh Departemen Kesehatan, pada tahun 2014, 59,5%
kasus penyakit Dengue terjadi pada jenis kelamin laki-laki.8 Kasus penyakit
Dengue di Indonesia juga beragam di tiap provinsi. Bali dilaporkan sebagai provinsi
dengan Incidence Rate tertinggi pada tahun 2013, diikuti oleh DKI Jakarta, DI
Yogyakarta, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Lampung, Bangka Belitung,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara.8
Gambar 2.1. Grafik Incidence Rate kasus Demam Berdarah Dengue per Provinsi
di Indonesia tahun 20138
7
Selain itu, kejadian penyakit Dengue juga dilaporkan berhubungan dengan
musim dimana kenaikan insidensi terjadi pada bulan Desember-Januari setiap
tahunnya dan terus turun sampai bulan April. 8
Gambar 2.2. Grafik Kasus DBD per Bulan pada tahun 2010-20148
2.4 Patogenesis
Setelah melewati masa inkubasi selama 4 hingga 10 hari, infeksi oleh salah
satu serotipe virus dengue dapat menghasilkan penyakit berspektrum luas, artinya
terkadang dapat bersifat asimptomatis atau subklinis. Infeksi primer diduga dapat
menginduksi imunitas seumur hidup terhadap serotipe yang menginfeksi. Faktor
risiko individual menentukan keparahan penyakit seperti infeksi penyerta, usia,
etnis, dan penyakit kronis yang telah dimiliki (asma bronkial, anemia sel sabit, dan
diabetes melitus). Anak memiliki risiko lebih tinggi mengalami syok Dengue
karena tubuh lebih tidak dapat mengompensasi kebocoran kapiler. 12
Jalur masuk virus dengue adalah melalui hisapan nyamuk yang terinfeksi
pada kulit manusia. Selama fase akut penyakit yang ditandai dengan demam viral,
virus ada di dalam darah dan klirensnya bersamaan dengan penurunan suhu tubuh
hingga normal. Respons imun humoral dan selular diduga berkontribusi terhadap
klirens virus melalui pembuatan antibodi penetralisir dan aktivasi limfosit T, baik
CD4 dan CD8. Selain itu, perlindungan pejamu inate dapat membatasi infeksi.
Setelah infeksi, antibodi spesifik serotipe dan cross-reactive dari sel T CD4 dan
CD8 akan bertahan selama beberapa tahun.12
8
Kebocoran plasma, hemokonsentrasi, dan abnormalitas homeostasis
menandai terjadinya dengue berat. Mekanisme yang menyebabkan perburukan
penyakit tidak diketahui, namun diduga diperankan oleh respons imun, genetik dan
karakteristik dari virus.
Data terakhir menyatakan bahwa aktivasi sel endothelial yang memediasi
terjadinya kebocoran plasma. Kebocoran plasma diduga berhubungan dengan
disfungsi sel endotel. Aktivasi monosit dan sel T yang terinfeksi, sistem komplemen
dan produksi mediator, monokin, sitokin, dan reseptor yang terlarut juga berperan
dalam memperburuk terjadinya disfungsi sel endotel.
Trombositopenia dikaitkan dengan perubahan dalam megakaryositopoiesis
oleh infeksi sel hematopoietik dan gangguan pertumbuhan sel progenitor yang
akhrinya menyebabkan disfungsi platelet (aktivasi dan agregasi platelet) dan juga
terjadi peningkatan destruksi atau konsumsi (sekuestrasi perifer dan konsumsi).
Perdarahan merupakan konsekuensi dari trombositopenia dan disfungsi platetet
atau koagulasi intravaskular diseminata (DIC). 12, 13
9
Gambar 2.3. Perjalanan penyakit infeksi dengue14
11
Hematokrit kembali normal atau turun karena efek dilusi carian yang
direabsorbsi. Leukosit mulai meningkat, jumlah trombosit juga meningkat namun
lebih lambat.
Gangguan respirasi karena efusi pleura masif dan asites dapat terjadi jika
cairan intravena diberikan terlalu banyak. Selama fase kritis dan/atau pemulihan,
terapi cairan yang berlebih berhubungan dengan edema pulmonal atau gagal
jantung kongestif.14
Untuk menentukan derajat penyakit Dengue, beberapa pandangan
dirumuskan dapat dilakukan berdasarkan (1) keadaan sirkulasi (WHO 2011) dan
(2) ada tidaknya tanda-tanda bahaya (WHO 2009). Umumnya fasilitas kesehatan
primer di Indonesia menggunakan derajat berdasarkan kondisis sirkulasi. Derajat
penyakit infeksi virus dengue dapat dilihat pada gambar berikut :
2.6 Diagnosis
Untuk mendiagnosis penyakit Dengue kemudian menentukan derajat
penyakitnya, diperlukan anamnesis yang lengkap untuk mendapat riwayat
perjalanan penyakit seperti karakteristik demam, gangguan yang menyertai, dan
tanda-tanda bahaya. Anamnesis yang komprehensif dapat cukup membantu
pengarahan diagnosis karena gejala-gejala pada penyakit Dengue cukup khas.
12
Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik untuk konfirmasi dan melakukan
penilaian perbukan yang terjadi seperti kesadaran, status hidrasi, status
hemodinamik, pernapasan, manifestasi perdarahan, dan tes tourniquet. Selain itu,
untuk menegakkan diagnosis diperlukan juga pemeriksaan penunjang.15
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
15
demam dengue adalah pemeriksaan darah perifer lengkap. Diagnosis pasti
didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (kultur sel) ataupun deteksi antigen virus
RNA dengue dengan teknik reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-
PCR) pada saat viremia (3-5 hari), namun karena sulit dilakukan, saat ini tes
serologis yang digunakan adalah deteksi antibodi spesifik terhadap dengue berupa
antibodi total, IgM maupun IgG. IgM terdeteksi mulai hari ke-3 hingga 5,
meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada
infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, sementara pada infeksi sekunder
mulai terdeteksi pada hari ke-2. Selain itu pada beberapa layanan kesehatan yang
lengkap sering dilakukan pemeriksaan NS1 (pemeriksaan asam nukleat virus) yang
hanya senisitif pada hari pertama sampai ketiga. 13, 14
Setelah diagnosis ditegakkan, harus dilakukan penilaian dan keparahan
penyakit. Oleh karena itu, pada beberapa kondisi perlu dilakukan pemeriksaan
hemostasis, elektrolit, fungsi ginjal dan hati, analisa gas darah, serta pemeriksaan
radiologis (foto toraks, USG abdomen).15
2.7 Tatalaksana
Hilangnya plasma dari kompartemen vaskular yang disebabkan
peningkatan akut permeabilitas vaskular merupakan patofisiologi abnormal paling
utama dari DBD. Karena syok hanya terjadi pada sepertiga kasus penyakit Dengue,
pada dasarnya tidak semua kasus perlu dilakukan rawat inap asal keseimbangan
cairan dapat dipastikan. Terdapat tiga perubahan homeostasis pada DBD antara lain
perubahan vaskular, trombositopenia, dan kelainan koagulasi sehingga penggantian
kehilangan plasma yang dini dan efektif dengan air dan cairan elektrolit merupakan
pilihan yang tebaik pada kebanyakan kasus.
Timbulnya demam tinggi, anoreksia, dan muntah pada pasien merupakan
penyebab dari dehidrasi. Cairan elektrolit pengganti atau jus buah biasanya lebih
disukai oleh pasien daripada air putih. Tata laksana simptompatik juga penting
dilakukan agar pasien dapat melewati fase demam dan fase kritis dengan baik.
Antipiretik dapat diberikan untuk mengurangi demam, H-2 antagonist dan PPI
dapat diberikan untuk mencegah terjadinya perdarahan gastrointestinal apabila ada
keluhan pada sistem pencernaan.12
Selain itu, edukasi mengenai tanda-tanda bahaya penting dilakukan baik
pada pasien rawat jalan maupun rawat inap. Tanda-tanda bahaya yang perlu
disampaikan adalah perburukan keadaan umum, penurunan kesadaran, muntah
terus menerus, nyeri perut hebat, perdarahan (mimisan, hematemesis-melena),
pucat, dan tidak ada produksi urin dalam 4-6 jam. 12, 14
Berdasarkan pedoman tatalaksana menurut Perhimpunan Dokter Ahli
Penyakit Dalam Indonesia dan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi
Hematologi ddan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan
juga WHO 2011, indikasi rawat pada penyakit Dengue adalah (1) Hemoglobin dan
Hematokrit normal dengan trombosit <100.000 dan (2) Hemoglobin dan hematokrit
meningkat dengan trombosit normal/turun. Pasien dengan keluhan penyakit
Dengue dapat dilakukan rawat jalan dengan syarat pemeriksaan hemoglobin,
hematorkit, leukosit dan trombosit setiap 24 jam. 12, 13
14
2.8 Sistem Surveilans Dengue di Indonesia dan Pencegahan
Sesuai dengan definisi menurut WHO sistem surveilans adalah
pengumpulan, pengolahan, dan analisis data kesehatan secara sistematis dan
berkesinambungan, serta diseminasi informasi tepat waktu kepada pihak-pihak
14
terkait sehingga dapat diambil suatu tindakan yang tepat. Sistem surveilans
dengue dimaksudkan agar dapat terwujudnya pencegahan primer, sekunder,
maupun tersier terhadap penyakit dengue. Sistem surveilans Dengue di Indonesia
sudah mulai dilakukan sejak tahun 1968 sejak kasus Dengue pertama dilaporkan.
Berikut adalah skema sistem surveilans Dengue yang dikeluarkan Direktorat
Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2014 : 8
Sesuai dengan skema di atas, keluarga merupakan unit terkecil dari sistem
surveilans yang berfungsi melaporkan pasien yang diduga mengalami penyakit
Dengue ke layanan kesehatan primer, dapat ke Puskesmas atau dokter
swasta/klinik. 8
Puskesmas kemudian berfungsi untuk melakukan diagnosis dan tata laksana
sesuai dengan kompetensinya, apabila telah melampaui kemampuannya maka
puskesmas bertugas untuk merujuk ke layanan kesehatan yang lebih lengkap (RS
Swasta atau RSUD). Rumah Sakit kemudian memiliki tugas untuk memberikan
15
umpan balik kepada Puskesmas apabila diagnosis baru dapat ditegakkan di RS, agar
Puskesmas dapat menindaklanjuti penemuan kasus di wilayah kerjanya. Setelah
penemuan kasus dipastikan, Puskesmas juga memiliki tugas untuk melakukan
Penyelidikan Epidemiologi (PE) pada wilayah kerjanya. PE dilakukan di sekitar
tempat tinggal penderita dalam jarak radius 100 meter (kurang lebih 20
rumah/bangunan secara acak). PE mencakup pencarian penderita atau tersangka
penyakit Dengue lainnya dan pemeriksaan jentik. Hasil dari PE kemudian
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti. 8
Peran dari Dinkes dalam sistem surveilans adalah (1) Fogging focus, (2)
larvasidasi, (3) Penyuluhan, dan (4) promosi gerakan 4M Plus. Fogging dilakukan
atas dasar hasil PE oleh Puskesmas dengan kriteria yang ditetapkan :
Ditemukan 1 penderita Demam Berdarah Dengue dan/atau
Ditemukan 3 atau lebih suspek infeksi Dengue dengan disertai
penemuan jentik nyamuk DBD
Apabila salah satu syarat fogging ditemukan maka harus dilakukan fogging pada
radius 200 meter fokus kasus. Fogging dilakukan 2 kali dalam interval satu
minggu8.
Apabila tidak dipenuhi kriteria fogging, maka Dinas Kesehatan bertanggung
jawab untuk tetap melanjutkan peran-peran lainnya. Larvasidasi mencakup upaya
pemantauan jentik (surveilans vector) dan penyediaan bubuk abate. Pemantauan
jentik oleh kader jumantik disarankan dilakukan setiap minggu sekali dan oleh
petugas Puskesmas sekurang-kurangnya sekali dalam 3 bulan.8 Indikator yang
digunakan dalam surveilans vektor umumnya, antara lain : 14
Indeks Rumah (House Index) adalah rasio antara jumlah rumah yang
mengalami infestasi larva dengue dibagi dengan jumlah rumah yang
dipantau
Indeks Kontainer (Container Index) adalah rasio antara jumlah tempat
penampungan air yang positif mengalami infestasi larva dengan jumlah
seluruh tempat penampungan air di rumah tersebut.
Indeks Bruto (Breateau Index) adalah jumlah tempat penampungan air
yang positif terinfestasi larva per 100 rumah yang diperiksa
16
Penyediaan bubuk abate dilakukan secara berkala dan menggerakan petugas
kesehatan serta kader-kader Jumantik untuk sosialisasi abate.
Penyuluhan dan penekanan pesan 4M Plus juga perlu dilakukan oleh Dinas
Kesehatan bekerjasama dengan tenaga medis dan paramedis di Puskesmas.
Gerakan 4M Plus yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan mencakup :
1. Menguras
Menguras bak mandi minimal dilakukan setiap minggu. Pada daerah
yang mengalami kesulitan air sehingga menguras setiap minggu
memberatkan warga, maka abate merupakan solusi utama
2. Menutup
Menutup rapat semua tempat-tempat penampunga air dan yang berisiko
berkumpulnya air harus dilakukan. Contoh-contohnya adalah tempayan,
drum, tanki, barang bekas, batok kelapa.
3. Mendaur ulang/Mengubur
Pengolahan sampah yang sesuai dapat menjadi upaya yang tepat dalam
pengendalian vektor penyakit Dengue. Sampah organic dapat dikubur
sehingga menjadi pupuk kompos sedangkan sampah-sampah non-
organik dapat dipertimbangkan untuk didaur ulang.
4. Memantau jentik
Selain pemantauan jentik oleh Jumantik dan petugas Puskesmas,
masyarakat juga dihambau untuk melakukan pemantauan jentik secara
berkala pada tempat-tempat penampungan air.
Selain gerakan 4M yang telah dijelaskan, terdapat beberapa tips-tips
tambahan yang perlu disampaikan ke masyarakat (Plus). Beberapa upaya
pencegahan yang dapat ditambahkan, antara lain : 8
1. Secara fisika :
a. Edukasi untuk tidak membiasakan penggantungan pakaian kotor
dalam waktu lama karena dapat menjadi tempat berkumpulnya
nyamuk
b. Penggunaan kelambu dapat mencegah gigitan nyamuk secara
mekanik
2. Secara biologis :
17
a. Memelihara ikan, dapat mengurangi jumlah jentik nyamuk karena
konsumsi jentik oleh ikan peliharaan
b. Menanam tanaman-tanaman yang tidak disukai nyamuk di sekitar
rumah. Beberapa tanaman yang telah diteliti tidak disukai nyamuk
adalah sereh dan jeruk.
3. Secara kimiawi
a. Menggunakan obat-obat anti-nyamuk baik secara obat bakar, obat
listrik, maupun lotion anti-nyamuk.
b. Secara aktif meminta abate kepada petugas kesehatan untuk
larvasidasi.8
18
BAB III
METODE
19
3.3 Populasi Kegiatan
3.3.1 Populasi Target
Populasi target pada kegiatan ini adalah seluruh masyarakat kelurahan
Tanganapada, Kecamatan Murhum, kota Bauabau, yang berada dalam wilayah
kerja Posyandu Jeruk II.
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada kegiatan ini adalah seluruh peserta yang hadir
dalam kegiatan penyuluhan Wajo Waspada Demam Berdarah pada tanggal 3 Juni
2015 di Posyandu Jeruk II.
3.5 Sampel
Sampel pada kegiatan ini adalah semua peserta yang hadir dalam kegiatan
penyuluhan Wajo Waspada Demam Berdarah pada tanggal 3 Juni 2015 di
Posyandu Jeruk II dan memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi.
Metode pengumpulan sampel adalah dengan metode consecutive sampling,
yaitu sepenuhnya mengambil sampel dari peserta yang hadir dalam kegiatan
penyuluhan. Kemudian dari peserta yang hadir tersebut, dipilih 3 orang subjek
kunjungan rumah dengan metode convenient sampling berdasarkan pilihan kader
Posyandu.
20
3.6 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk berlangsungnya kegiatan ini,
antara lain :
Posyandu Jeruk II yang terletak di teras salah seorang warga dengan
pencahayaan dan luas yang sesuai
LCD projector dan layar
Laptop dan perangkat listrik penunjang
Kuesioner sebelum dan setelah penyuluhan
Selebaran (flyer) mengenai pengetahuan Demam Berdarah
Konsumsi
Lampu senter
Kamera untuk dokumentasi
Sumber daya manusia yang terlibat adalah : dokter-dokter internsip
Puskesmas Wajo, kader-kader Posyandu Jeruk II, dan staf kesehatan lingkungan
dari bagian P2M Puskesmas Wajo.
22
telah disampaikan dan dapat disebarkan ke anggot keluarga lainnya. Peserta juga
mendapatkan konsumsi berupa roti.
3.7.3.2 Kunjungan Rumah untuk Pemantauan Jentik
Kunjungan rumah dilakukan setelah rangkaian kegiatan penyuluhan selesai
oleh staf P2M, kader Posyandu, dan tim dokter internsip. Dari seluruh peserta
penyuluhan, dipilih 3 orang subjek kunjungan yang telah ditanyakan kesediaannya
sebelum mengikuti kegiatan dan menurut kader mudah dijangkau.
Kunjungan dilakukan dengan pengantar terlebih dahulu kemudian langsung
dilakukan surveilans vektor pada tempat-tempat penampungan air, baik dari bak
mandi, tempayan, maupun tempat-tempat yang mungkin seperti batok kelapa, vas
bunga, akuarium, dan lain sebagainya. Pemeriksaan memerlukan senter agar dapat
lebih teliti menemukan jentik-jentik. Jumlah kontainer yang terdapat jentik-jentik
nyamuk dicatat beserta perkiraan jumlah jentik. Hal ini dicatat untuk kemudian
menentukan indeks kontainer, indeks rumah, dan indeks bruto.
Kunjungan diakhiri dengan sosialisasi kunjungan kedua yang akan
dilaksanakan satu minggu kemudian. Subjek kunjungan diminta untuk
merealisasikan ilmu yang diperoleh dari penyuluhan, terutama mengenai
manajemen jentik. Kunjungan kedua dilakukan setelah satu minggu dan memiliki
mekanisme yang sama dengan kunjungan pertama.
3.7.4 Evaluasi Kegiatan dan Indikator Keberhasilan
Evaluasi kegiatan ini dalam jangka pendek dilakukan setelah penyuluhan
kesehatan dan kunjungan rumah. Indikator keberhasilan dari rangkaian kegiatan ini
adalah :
Terdapat kenaikan skor pengetahuan pada kuesioner setelah penyuluhan
Adanya tanggapan positif dari peserta melalui sesi umpan balik aktif setelah
penyuluhan disampaikan
Terdapat penurunan indeks kontainer pada kunjungan rumah kedua.
Hasil dan pencapaian dari kegiatan akan dilaporkan kepada Kepala
Puskesmas Wajo, dokter pendamping dokter internsip, seluruh dokter internsip
Puskesmas Wajo Periode I tahun 2015, dan staf P2M Puskesmas Wajo.
23
3.8 Identifikasi Variabel
3.8.1 Variabel Bebas
Variabel bebas yang menjadi fokus dari kegiatan ini adalah :
Penyuluhan kesehatan mengenai penyakit Dengue
Kunjungan rumah
3.8.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada kegiatan ini adalah :
Pengetahuan peserta mengenai penyakit Dengue setelah penyuluhan
Sikap dan perilaku peserta terhadap penyakit Dengue
Indeks kontainer setelah kunjungan rumah
25
3.10 Rencana Manajemen dan Analisis Data
Rencana manajemen data pada kegiatan ini adalah deskriptif dengan narasi
dan pengambilan kesimpulan berdasarkan penemuan dari hasil kuesioner serta
kunjungan rumah.
26
BAB IV
HASIL
2.Kecamatan Murhum
Kecamatan Murhum merupakan salah satu kecamatan di Kota Baubau yang
terletak di daerah pesisir/tepi pantai dengan letak geografis 526-526 Lintang
Selatan dan 12230-12238 Bujur Timur. Secara topografi, kecamatan
Murhum termasuk daerah yang berbukit-bukit. Luas kecamatan Murhum
adalah 6,45 km2 atau 3,06% dari luas Kota Baubau. Kecamatan Murhum secara
geografi memiliki batas-batas : batas utara dengan Selatan Buton, batas timur
dengan Kecamatan Wolio dan Kecamatan Kokalukuna, batas selatan dengan
Kabupaten Buton, dan batas barat dengan Kecamatan Betoambari. 9
27
3.Kelurahan Tanganapada
Kelurahan Tanganapada merupakan salah satu kelurahan dalam lingkup
kecamatan Murhum. Kelurahan Tanganapa berjarak sekitar 0,8 km dari ibukota
kecamatan. Jumlah Rukun Warga dalam kelurahan Tanganapada adalah 5 RW
dan juga total terdiri dari16 Rukun Tetangga.9
4.Puskesmas Wajo
Puskesmas Wajo terletak di Jl. DR. Wahidin Soedirohusodo No. 31, Kelurahan
Lamangga, Kecamatan Murhum. Jarak ke pusat kota diperkirakan sekitar 2
kilometer.9 Akses ke Puskesmas Wajo cukup baik karena terletak di jalan besar
dengan akses roda dua maupun roda empat yang mudah. Wilayah kerja
Puskesmas Wajo adalah 3 kelurahan yaitu Kelurahan Lamangga, Kelurahan
Wajo, dan Kelurahan Tanganapada. Batas-batas geografis wilayah kerja
Puskesmas Wajo adalah : 10
Utara : wilayah kerja Puskesmas Meo-meo
Timur : wilayah kerja Puskesmas Bataraguru dan wilayah kerja
Puskesmas Melai
Selatan : wilayah kerja Puskesmas Katobengke
Barat : wilayah kerja Puskesmas Betoambari
29
4.1.4 Sumber Daya Kesehatan
Sumber daya kesehatan yang terdapat di Puskesmas Wajo adalah 2 orang
dokter umum, 1 orang dokter gigi, 1 orang apoteker, 2 orang asisten apoteker, 18
orang perawat umum, 2 orang perawat gigi, 5 orang bidan, 4 orang laboran, 3 orang
sanitarian, 5 orang petugas gizi, dan 3 tenaga kesehatan masyarakat.
Selain petugas-petugas yang bekerja di Puskesmas induk, Puskesmas Wajo
juga memiliki 75 kader kesehatan Posyandu yang tersebar di 15 Posyandu. Kader-
kader merupakan pelaksana kegiatan kesehatan masyarakat yang terjun langsung
dalam memberdayakan masyarakat di berbagai masalah kesehatan. 10
30
4.2.2 Rangkaian Kegiatan Penyuluhan Wajo Waspada Demam Berdarah
di Posyandu Jeruk II dan Kunjungan Rumah
Kegiatan penyuluhan Wajo Waspada Demam Berdarah untuk masyarakat
cakupan Posyandu Jeruk II dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 2015 bertempat di
lokasi Posyandu Jeruk II biasanya, yaiu di Jl. Waode Wau (sebelah Akademi
Perawat). Peserta Posyandu Jeruk II merupakan warga Kelurahan Tanganapada,
Kota Baubau. Lokasi posyandu cukup strategis dibuktikan dengan jumlah peserta
Posyandu yang ramai. Selain itu, lokasi juga sesuai untuk kegiatan penyuluhan
karena terletak pada teras rumah yang luas dan beratap sehingga mendukung media
penyuluhan berupa LCD Projector.
Sosialisasi penyuluhan dilakukan oleh penulis melalui surat undangan tertulis
dari Puskesmas Wajo. Penyebaran undangan telah dilakukan 2 minggu sebelum
kegiatan dan melibatkan petugas P2M Puskesmas Wajo, kader-kader Posyandu
Jeruk II, serta ketua-ketua RT terkait. Sosialisasi dikatakan cukup berhasil karena
secara umum warga terlihat mengetahui kegiatan penyuluhan pada hari tersebut.
Pelaksanaan kegiatan dilakukan mulai pukul 09.00 WITA dengan persiapan-
persiapan matang yang telah dilakukan penulis dan tim Kesehatan Masyarakat
dokter-dokter internship lainnya pada hari itu. Kegiatan diawali dengan penyebaran
kuesioner Pre-Test Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Mengenai Demam
Berdarah. Rekrutmen dilakukan dengan metode consecutive sampling sehingga
alur kedatangan peserta yang sesuai dengan kegiatan Posyandu rutin (membawa
balita untuk penimbangan berat badan) menjadi hambatan untuk menentukan waktu
dilaksanakan penyuluhan. Karena keterbatasan waktu dan menghindari banyaknya
jumlah peserta yang batal mengikuti kegiatan karena terlalu lama menunggu,
penyuluhan dimulai pada pukul 10.15 dengan jumlah total peserta kuesioner Pre-
Test sebanyak 17 orang.
Penyuluhan sesuai dengan rencana pada metode penelitian dilakukan dengan
slide powerpoint yang terdiri dari 13 slide. Penyuluhan disampaikan secara
interaktif dengan beberapa topik yang mengajak peserta untuk berpartisipasi aktif
memaparkan pengetahuan yang telah diketahuinya. Penyuluhan berlangsung
kurang lebih selama 15 menit dan kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Antusiasme dari peserta cukup baik ditunjukkan dengan adanya 2 pertanyaan dari
31
peserta. Pertanyaan pertama mengenai cara pemberian abate karena selama ini yang
diketahui warga adalah menaruh bungkus ke dasar saja sudah cukup. Hal ini
diperbaiki oleh penulis dengan menyampaikan cara penyebaran bubuk abate yang
benar adalah di pinggir dari tempat penampungan air. Pertanyaan kedua yang
diajukan adalah mengenai jenis ikan yang sesuai untuk mengurangi jentik. Hal ini
ditanggapi penulis dengan memberikan masukan memilih jenis ikan yang sesuai
dengan tempat penampungan air saja karena pada dasarnya hampir semua ikan
dapat berfungsi sebagai pemakan jentik.
Setelah sesi tanya-jawab dirasa cukup, kegiatan dilanjutkan dengan pengisian
kuesioner Post-Test. Karena selama penyuluhan masih banyak warga yang
berdatangan, didapatkan total jumlah kuesioner Post-Test sebanyak 18 kuesioner.
Akan tetapi karena permasalahan arus kunjungan Posyandu, sangat disayangkan
hanya terdapat 14 pasang kuesioner yang lengkap ketersediaan Pre-Test dan Post-
Test oleh peserta yang sama. Kegiatan penyuluhan berakhir dengan dibagikannya
flyer mengenai ringkasan Demam Berdarah Dengue dan souvenir.
32
Gambar 4.2. Antusiasme warga dalam mendengarkan penyuluhan Wajo Waspada
Demam Berdarah
33
Gambar 4.3. Kunjungan rumah yang dipimpin oleh kader Posyandu diikuti penulis,
staf P2M, dan tim Kesmas dokter internship
Gambar 4.4. Salah satu subjek kunjungan rumah (Ny.M) bersama penulis dan staf
P2M puskesmas Wajo pada kunjungan pertama
Gambar 4.5. Tempat penampungan air yang terdapat infestasi larva nyamuk
34
4.2.3 Sebaran Peserta berdasarkan Status Demografi
Jumlah peserta yang mengikuti kegiatan penyuluhan Wajo Waspada
Demam Berdarah adalah 21 orang. Akan tetapi, hanya 14 orang yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi kegiatan. Peserta yang dimaksud di sini adalah salah
satu perwakilan dari rumah tangga yang hadir dalam kegiatan penyuluhan. Data
demografi dari peserta adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2. Sebaran Peserta Berdasarkan Status Demografi
Variabel Kategori Jumlah (orang) Presentase (%)
Usia 18-25 tahun 2 14,28
26-35 tahun 9 64,28
36-45 tahun 2 14,28
>45 tahun 1 7,14
Jenis Kelamin Laki-laki 2 14,28
Perempuan 12 85,71
Tingkat Pendidikan SD 0 0
SMP 2 14,28
SMA/SMK 7 50
Diploma 2 14,28
Sarjana 3 21,42
Pekerjaan Tidak Bekerja (IRT) 8 57,14
Pegawai Negri Sipil 2 14,28
Pegawai Swasta 3 21,42
35
Apabila dilakukan deskripsi data secara numerik, maka diperoleh rata-rata
skor pengetahuan peserta sebelum penyuluhan adalah 22,71 (dari total 32 poin).
Sedangkan rata-rata skor pengetahuan peserta setelah penyuluhan mengalami
peningkatan menjadi 28,14 (dari total 32 poin).
36
memiliki sikap yang baik terhadap penyakit Dengue dan 1 orang (7,14%) memiliki
sikap yang cukup terhadap penyakit Dengue.
Total 14 100
Terdapat 2 orang peserta yang memiliki skor sempurna (150 dari 150) pada
pengambilan data perilaku ini. Sedangkan, skor terendah yang diperoleh pada
perilaku adalah 50/150 yang ditemukan pada salah satu peserta.
37
4.2.7 Hasil Pemantauan Jentik Kunjungan Petugas Kesehatan
Hasil pemantauan jentik yang dilakukan pada kunjungan rumah ke tiga
peserta sesaat setalah dilakukan penyuluhan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6. Hasil Pemantauan Jentik Kunjungan Rumah Sebelum Kunjungan Rumah
oleh Petugas Kesehatan
Rumah Jumlah Nomor Jumlah Container
Kontainer Kontainer Jentik (ekor) Index (%)
Ny. M 3 I 0 0
II 0
III 0
Ny. K 3 I 0 0
II 0
III 0
Ny. H 6 I 100 16,67
II 0
III 0
IV 0
V 0
VI 0
Tabel 4.7. Hasil Pemantauan Jentik Kunjungan Rumah Setelah Kunjungan Rumah
Rumah Jumlah Nomor Jumlah Container
Kontainer Kontainer Jentik (ekor) Index (%)
Ny. M 3 I 0 0
II 0
III 0
Ny. K 3 I 0 0
II 0
III 0
Ny. H 6 I 50 16,67
II 0
III 0
IV 0
V 0
VI 0
38
Bab V
PEMBAHASAN
39
sebagai kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi di kota Baubau perlu lebih
waspada terhadap insidensi penyakit Dengue.
Terkait dengan pembahasan sebelumnya, penemuan 2 kasus penyakit
Dengue selama bulan Februari-April 2015 ini dapat dilaporkan sebagai KLB di
Kelurahan Tanganapada. Berdasarkan data yang dimiliki Departemen Kesehatan
setiap tahunnya sejak tahun 2011 sampai 2014, kasus penyakit Dengue secara
nasional memiliki trend peningkatan pada bulan Januari-Maret dan masih dapat
ditemui pada bulan April dan Mei. Pada bulan-bulan ini secara umum daerah-
daerah di Indonesia mengalami musim hujan, sehingga peningkatan curah hujan
yang memiliki hubungan dengan peningkatan insidensi penyakit Dengue dapat
dikaitkan dengan terjadinya KLB dengue di wilayah kerja Puskesmas Wajo. 8
Kedua kasus penyakit Dengue yang ditemukan di kelurahan Tanganapada
dialami oleh laki-laki. Hal ini sesuai dengan data nasional yang melaporkan
insidensi penyakit Dengue lebih banyak terjadi pada laki-laki walaupun belum
tersedia penelitian yang dapat cukup menghubungkan factor jenis kelamin.8
Hubungan antara usia dengan KLB penyakit Dengue di kelurahan Tanganapada ini
tidak dapat dilakukan secara pasti karena jumlah sampel yang sedikit. Temuan
insidensi belum terlalu sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya yang
menyimpulkan prevalensi penyakit Dengue tertinggi pada usia lebih dari 15 tahun
dan kemudian diikuti oleh usia 10-14 tahun. 6
Apabila dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan lain yang berada pada
wilayah kerja Puskesmas Wajo, kelurahan Tanganapada merupakan kelurahan
dengan insidensi terkecil. Hal ini memerlukan kajian lebih lanjut yang dapat
dipahami melalui pelaksanaan kegiatan penyuluhan serta kunjungan rumah.
Dengan upaya yang dilakukan, diharapkan dapat diperoleh gambaran keadaan
sosiodemografi masyarakat, pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat sehingga
dapat dikaitkan dengan insidensi penyakit Dengue. 17, 18
Penyuluhan Wajo Waspada Demam Berdarah di Posyandu Jeruk II secara
umum berlangsung dengan lancar ditandai dengan rangkaian kegiatan yang
berlangsung sesuai dengan jadwal dan seluruh materi dapat disampaikan. Pengisian
kuesioner juga berjalan cukup lancar walaupun terkendala dalam alokasi waktu
pengisian karena faktor arus kunjugan Posyandu. Dari 17 peserta, hanya terdapat
40
14 peserta yang memiliki data lengkap untuk dapat dikaji lebih lanjut. Beberapa
peserta kegiatan yang tidak memenuhi syarat inklusi karena harus mengurus
anaknya yang masih berusia balita.
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa umumnya (64,28%) peserta
kegiatan berada dalam usia reproduktif 26-35 tahun. Karena pelaksanaan kegiatan
dilakukan pada hari kerja dan bersamaan dengan kegiatan Posyandu Balita, maka
peserta penyuluhan 85,71% adalah kaum perempuan. Peserta penyuluhan 85,71%
memiliki latar belakang pendidikan yang baik dengan rincian 50% adalah tamatan
SMA/Sederajat dan 35,71% merupakan lulusan di atas SMA. Latar belakang
pendidikan yang baik dikaitkan dengan sikap dan perilaku pencegahan penyakit
Dengue yang lebih baik.23 Berdasarkan jenis pekerjaan, umumnya peserta tidak
bekerja (57,14%), dimana mayoritas merupakan ibu rumah tangga. Perilaku
pencegahan penyakit ditemukan kurang dilakukan oleh masyarakat yang bekerja
dibandingkan yang tidak bekerja, terutama ibu rumah tangga. Hal ini mungkin
terjadi karena waktu luang dan ketekunan yang diperlukan untuk melakukan
perilaku pencegahan penyakit Dengue yang paripurna.23
Berdasarkan pengsian kuesioner sebelum penyuluhan, didapatkan bahwa
rata-rata skor pengetahuan peserta adalah 22,71/32 atau 70,96/100. Jadi, secara
umum rata-rata pengetahuan peserta sebelum penyuluhan tergolong cukup. Dengan
pengelompokan, diperoleh bahwa 50% peserta penyuluhan memiliki pengetahuan
yang cukup mengenai penyakit Dengue. Sedangkan peserta yang memiliki
pengetahuan kurang masih cukup besar yaitu 21,43%. Kesalahan pengetahuan pada
masyarakat terkait penyakit Dengue umumnya terletak pada aspek gejala-gejala dan
transmisi. Didapatkan bahwa hampir semua peserta hanya mengetahui gejala
demam dan bintik-bintik merah sebagai tanda-tanda demam berdarah. Pada
umumnya, peserta memahami bahwa nyamuk merupakan jalur penularan penyakit
Dengue akan tetapi kemungkinan sumber penularan lain juga masih
dipertimbangkan pasien.
Setelah diadakan penyuluhan maka diperoleh rata-rata skor 28,14/32 atau
87,94/100 sehingga secara rata-rata meningkat menjadi tergolong baik.
Peningkatan pengetahuan terjadi cukup signfikan yaitu sebesar 5,43 poin atau
16,97%. Berdasarkan penggolongan, ditemukan pula perubahan yang signifikan
41
yaitu mayoritas atau 78,57% peserta memiliki pengetahuan yang baik, meningkat
dari 28,57%. Pengetahuan cukup berkurang menjadi 21,43% dan tidak ditemukan
lagi peserta dengan pengetahuan kurang. Keberhasilan peningkatan pengetahuan
ini dikaitkan dengan penyampaian informasi dan penggunaan media yang baik.
Media yang digunakan dalam penyuluhan berpengaruh besar pada pesan yang
24
disampaikan ke peserta. Pada kegiatan penyuluhan kali ini, slide yang menarik
dan disertai banyak gambar-gambar merupakan faktor yang mempengaruhi
keberhasilan penyampaian. Selain itu, peserta juga memperoleh flyer yang disertai
banyak gambar, sedikit tulisan sehingga diharapkan mampu memantapkan
pengetahuan pasien tentang penyakit Dengue.
Sikap peserta penyuluhan di Posyandu Jeruk II ini 92,86% tergolong baik
dan hanya 7,14% yang memiliki sikap yang cukup. Hal ini dapat dikaitkan dengan
23
latar belakang pendidikan dari peserta. Seluruh (100%) peserta penyuluhan
memberikan persetujuan pada 4 pernyataan sikap, yaitu DBD merupakan penyakit
berat, membersihkan sarang nyamuk merupakan strategi yang baik untuk mencegah
DBD, air menggenang merupakan sarang nyamuk Aedes, dan seluruh masyarakat
merasa harus berperan aktif untuk membasmi nyamuk Aedes. Selain itu, didapatkan
pula bahwa 92,6% peserta merasa bahwa DBD dapat dicegah. Akan tetapi, masih
didapatkan bahwa hanya 57,14% peserta penyuluhan tidak merasa berisiko terkena
penyakit DBD.
Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Wong et al,
pengetahuan yang baik berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit Dengue
24
yang lebih baik. Hal ini cukup terbukti dengan ditemukan 42,86% peserta
memiliki perilaku yang baik terhadap pencegahan penyakit Dengue dan hanya
14,28% yang memiliki perilaku yang kurang. Ditemukan pula bahwa terdapat 2
peserta yang memiliki skor perilaku sempurna (100%). Hubungan antara latar
belakang pendidikan dengan perilaku tidak dilakukan secara analitik. Akan tetapi,
secara umum tidak ditemukan hubungan antara kedua variable tersebut. Skor
terendah yang ditemukan adalah poin 50/150 (30%) dan terjadi pada peserta yang
memiliki latar belakang pendidikan Sarjana.
Sesuai dengan metodologi penelitian, untuk melakukan konfirmasi sikap
dan perilaku peserta maka dilakukan kunjungan rumah setelah penyuluhan dan
42
diikuti dengan kunjungan rumah satu minggu setelahnya. Kunjungan rumah
utamanya berfungsi untuk melakukan surveilans vektor dan memperoleh data
indeks kontainer. Berdasarkan hasil kunjungan rumah, hanya ditemukan 1 dari 3
rumah yang terdapat jentik nyamuk Aedes. Kedua rumah yang tidak terdapat jentik
masing-masing memiliki 3 tempat penampungan air. Rumah yang ditemukan jentik
memiliki 6 tempat penampungan air dan ditemukan 1 tempat saja yang terdapat
jentik. Jadi, indeks kontainer pada rumah ketiga ini adalah (1/6 x 100%) = 16,67%.
Tempat penampungan tersebut adalah bak besar di kamar mandi subjek kunjungan
dengan perkiraan 100 jentik. Indeks rumah dan indeks bruto pada kunjungan
pertama ini tidak dapat dilakukan karena terlalu sedikit sampel yang diambil.
Indeks bruto merupakan komponen indikator surveilans vektor yang paling
informatif tapi memerlukan minimal 100 rumah yang diperiksa.13 Rumah subjek
kunjungan yang teridentifikasi jentik tergolong sangat sederhana hanya memiliki
luas kurang lebih 4mx10 m dan terbagi menjadi 3 ruang : ruang tamu/kamar tidur,
dapur, dan kamar mandi.
Setelah 1 minggu dari kunjungan pertama, penulis melakukan kunjungan
rumah lagi terhadap ketiga rumah tersebut dan tidak ditemukan perbaikan pada
indeks kontainer. Kedua rumah yang tidak ditemukan jentik nyamuk tetap
teridentifikasi bebas jentik. Selain itu, ditemukan pula bubuk abate telah diberikan
dengan sesuai di tempat-tempat penampungan air. Hasil yang kurang memuaskan
ditemukan pada rumah positif jentik dimana jentik masih ditemukan di tempat
penampungan air yang positif sebelumnya. Walaupun terjadi penurunan jumlah
jentik menjadi dari 100 jentik menjadi 50 jentik, hasil ini tidak menurunkan indeks
kontainer rumah tersebut yaitu tetap 16,67%. Tidak terjadinya perubahan pada
indikator surveilans vektor ini tidak menurunkan risiko wilayah tersebut terhadap
13,25
transmisi dengue. Menurut penuturan subjek kunjungan, subjek telah
menguras bak mandi setelah kunjungan pertama namun bak mandi memang cukup
besar sehingga air sering terkumpul dan menyebabkan siklus nyamuk yang baru.
Penulis menanggapai hal ini dengan memotivasi subjek untuk menggunakan bubuk
abate secara tepat. Hal ini diresponi dengan baik oleh subjek dengan langsung
ditaburkannya bubuk abate dengan diawasi oleh penulis.
43
Secara umum, rangkaian kegiatan upaya pemberantasan penyakit Dengue
dengan penyuluhan serta kunjungan rumah berlangsung dengan lancar. Semua
komponen acara yang dirancang dapat terlaksana dan mendapat respons yang baik
dari peserta. Hal ini dibuktikan dari umpan balik peserta yang antusias dan
kooperatif. Adapun kesulitan-kesulitan yang dialami selama pelaksanaan kegiatan,
antara lain masalah jumlah peserta yang relatif sedikit dan semakin berkurang
karena masalah arus kunjungan di Posyandu. Peserta penyuluhan rata-rata adalah
ibu rumah tangga yang sedang membawa balitanya untuk diperiksa sehingga sangat
bergantung dengan kondisi dari anak. Masalah alokasi waktu juga cukup sulit
karena saat kegiatan kebetulan Posyandu tidak menjalankan program imunisasi
terkait vaksin yang habis. Hal ini menyebabkan tidak sedikit warga yang dating ke
Posyandu dan memiliki kesibukan lain memilih untuk tidak mengikuti penyuluhan.
Sosialisasi yang telah dilakukan satu minggu sebelumnya juga memiliki
kekurangan dapat dilupakan oleh warga masyarakat wilayah kerja Posyandu Jeruk
II secara keseluruhan.
44
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari rangkaian kegiatan upaya
pemberantasan penyakit Dengue ini adalah :
1. Terjadi Kejadian Luar Biasa penyakit Dengue di Kelurahan Tanganapada,
Kecamatan Murhum pada awal tahun 2015 ini
2. Insidensi penyakit Dengue di Kelurahan Tanganapada merupakan yang
terkecil dibandingkan kelurahan-kelurahan lain yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Wajo
3. Pengetahuan peserta mengenai penyakit Dengue sebelum penyuluhan 50%
tergolong cukup dan terjadi perubahan setelah penyuluhan menjadi 78,57%
tergolong baik.
4. Terdapat peningkatan pengetahuan peserta setelah penyuluhan sebesar
16,97% sehingga penyuluhan kegiatan tergolong berhasil
5. 85,71% peserta kegiatan memiliki latar belakang pendidikan yang baik
(lulusan SMA ke atas) sehingga mempengarui hasil pengetahuan peserta
yang baik.
6. Sikap peserta terhadap penyakit Dengue tergolong baik dengan 92,86%
peserta masuk dalam kelompok baik.
7. Perilaku peserta terhadap penyakit Dengue 42,86% tergolong baik dan
42,86% tergolong cukup.
8. Penyuluhan kesehatan Wajo Waspada Demam Berdarah tergolong
berhasil karena kegiatan berjalan dengan lancar, mendapatkan umpan balik
yang baik dari peserta, dan terjadi peningkatan pengetahuan tentang
penyakit Dengue.
9. Tidak terdapat perubahan indeks kontaine setelah kunjungan rumah oleh
petugas kesehatan sehingga kunjungan tergolong kurang berhasil.
45
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk terkait pelaksanaan kegiatan ini adalah :
1. Pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan
sebaiknya mencari alokasi waktu khusus karena kurang maksimal apabila
dilakukan bersamaan dengan program Posyandu.
2. Selain melibatkan kader dalam sosialisasi, ketua RT, RW, tokoh
masyarakat, dan lurah juga perlu dipertimbangkan karena mampu
menggerakkan partisipasi masyarakat.
3. Kunjungan rumah untuk pemantauan jentik sebaiknya terus dilanjutkan dan
dilakukan secara berkala (per 3 bulan) karena merupakan bagian dari sistem
surveilans Dengue nasional.
4. Pemantauan jentik sebaiknya dilakukan secara lebih komprehensif dan
berkesinambungan oleh pihak Puskesmas sehingga dapat diperoleh
indikator surveilans vektor yang lebih akurat dengan diperolehnya jumlah
sampel yang lebih banyak.
46
DAFTAR PUSTAKA
47
13. World Health Organization. Comprehensive Guideline for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. . Geneva2011.
14. World Health Organization. Dengue guidelines for diagnosis, treatment,
prevention and control. Geneva2009.
15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman tatalaksana klinis
infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan. In: Indonesia KKR, editor.
Jakarta2005.
16. Suprapto N, Karyanti MR. Demam Berdarah Dengue. In: Tanto C, Liwang
F, Hanifati S, Pradipta EA, editors. Kapita Selekta Kedokteran. I. IV ed. Jakarta:
Media Aesculapius; 2014. p. 68.
17. Emilia O. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press;
1994.
18. Department of Health New York. Home Visits by Medical Personels New
York2015. Available from: https://www.health.ny.gov/facilities.
19. Tones K, Tilford S. Health Promotion, effectiveness, efficiency and equity.
United Kingdom: Chapman & Hall; 2001.
20. Araujo R, Albertini M, Costa-da-Silva A, Suesdek L, Fraceschi N, Bastos
N, et al. Sau Paulo urban heat islands have a higher incidence of dengue than other
urban areas. Braz J Infect Dis 2015;19(12):146-55.
21. Padmanabha H, Durham D, Correa F, Diuk-Wassar M, Galvani A. The
interactive role of Aedes aegypti super production and human density in dengue
transmission. PLos Negl Trop Dis. 2012;6(8).
22. Khalid B, Ghaffar A. Enviromental risk factors and hotspot analysis of
dengue distribution in Pakistan. Int J BIometeorol. 2015.
23. Wong L, Shakir S, Atefi N, AbuBakar S. Factors affecting dengue
prevention practices : nationwide survey of the Malaysian public. PLoS One.
2015;10(4).
24. Notoatmodjo. Promosi Kesehatan : teori dan aplikasinya. Jakarta: Rineka
Cipta; 2005.
25. Gopalakrishnan R, Das M, Baruah I, Veer V, Dutta P. Physicochemical
characteristics of habitats in relation to the density of container-breeding
48
LAMPIRAN
1. Jadwal Acara
49
2. Kuesioner
Identitas
Nama :
Usia :
Alamat :
Agama :
Suku :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Pendapatan :
Anggota Keluarga :
No HP :
Pengetahuan
Pilihlah salah satu jawaban yang menurut anda benar
1. Apakah semua nyamuk dapat menularkan DBD?
o Ya
o Tidak
2. Apakah nyamuk Aedes menularkan DBD?
Ya
Tidak
3. Apakah lalat dapat menularkan DBD?
Ya
Tidak
4. Apakah serangga dapat menularkan DBD?
Ya
Tidak
50
5. Apakah kontak antar orang (bersentuhan, bersalaman, dll) dapat
menularkan DBD?
Ya
Tidak
6. Apakah DBD dapat ditularkan melalui transfusi darah?
Ya
Tidak
7. Apakah DBD dapat ditularkan melalui makanan atau minuman?
Ya
Tidak
51
13. Apakah penggunaan obat semprot mengurangi jumlah nyamuk dan
mencegah DBD?
Ya
Tidak
Tidak tahu
14. Apakah menutup tempat penampungan air menurunkan jumlah nyamuk?
Ya
Tidak
Tidak tahu
15. Apakah membersihkan air yang menggenang dapat mencegah nyamuk
berkembang biak?
Ya
Tidak
Tidak tahu
16. Apakah penggunaan losion anti nyamuk dapat mengusir nyamuk?
Ya
Tidak
Tidak tahu
17. Apakah memotong semak-semak dan pohon dapat menurunkan jumlah
nyamuk?
Ya
Tidak
Tidak tahu
18. Apakah menggunakan zat kimia (contoh ABATE) ke air yang menggenang
dapat membunuh larva nyamuk?
Ya
Tidak
Tidak tahu
19. Apakah Anda dapat membedakan nyamuk Aedes dengan nyamuk lainnya?
Ya
Tidak
Tidak tahu
52
20. Apakah demam merupakan gejala DBD?
Ya
Tidak
21. Apakah sakit kepala merupakan gejala DBD?
Ya
Tidak
22. Apakah nyeri sendi merupakan gejala DBD?
Ya
Tidak
23. Apakah pegal-pegal merupakan gejala DBD?
Ya
Tidak
24. Apakah nyeri di belakang mata/sakit kepala merupakan gejala DBD?
Ya
Tidak
25. Apakah mual, muntah merupakan gejala DBD?
Ya
Tidak
26. Apakah bercak-bercak merah merupakan gejala DBD?
Ya
Tidak
27. Apakah diare merupakan gejala DBD?
Ya
Tidak
28. Apakah sakit perut merupakan gejala DBD?
Ya
Tidak
29. Apakah anda akan meminum antibiotik jika terkena DBD?
Ya
Tidak
Tidak tahu
30. Apakah anda akan banyak beristirahat jika terkena DBD?
53
Ya
Tidak
Tidak tahu
31. Apakah anda akan minum banyak air jika terkena DBD?
Ya
Tidak
Tidak tahu
32. Apakah anda akan berobat ke dokter jika terkena DBD?
Ya
Tidak
Tidak tahu
33. Apakah ada obat untuk mengobati DBD?
Ya
Tidak
Tidak tahu
SIKAP
Pilihlah satu jawabam yang mencerminkan sikap Anda selama ini
1. Apakah DBD merupakan penyakit yang berat/serius/dapat mematikan?
Setuju
Tidak setuju
Tidak yakin
2. Apakah anda berisiko terkena DBD?
Setuju
Tidak setuju
Tidak yakin
3. Apakah DBD dapat dicegah?
Setuju
Tidak setuju
Tidak yakin
4. Apakah membersihkan sarang nyamuk merupakan strategi yang bagus
untuk mencegah DBD?
54
Setuju
Tidak setuju
Tidak yakin
5. Apakah menurut Anda air menggenang di pot, botol-botol, ban bekas
merupakan sarang nyamuk Aedes?
Setuju
Tidak setuju
Tidak yakin
6. Apakah menurut anda masyarakat harus berperan aktif untuk membasmi
nyamuk Aedes?
Setuju
Tidak setuju
Tidak yakin
PERILAKU
Pilihlah satu jawaban yang mencerminkan perilaku Anda selama ini
1. Apakah anda menggunakan obat nyamuk semprot untuk mengusir nyamuk?
Ya
Tidak
2. Apakah anda memanggil petugas dinas kesehatan untuk melakukan
penyemprotan/fogging untuk mengusir nyamuk?
Ya
Tidak
3. Apakah anda memasang jaring nyamuk di ventilasi rumah mengusir
nyamuk?
Ya
Tidak
4. Apakah anda membersihkan air-air yang menggenang di kebun/sekitar
rumah untuk mencegah nyamuk berkembang biak?
Ya
Tidak
55
5. Apakah anda memotong semak-semak atau pohon di kebun untuk mengusir
nyamuk?
Ya
Tidak
6. Apakah anda memelihara ikan di kolam/bak mandi agar memakan nyamuk?
Ya
Tidak
7. Apakah anda menggunakan obat nyamuk bakar untuk mengusir nyamuk?
Ya
Tidak
8. Apakah anda membersihkan sampah untuk mengusir nyamuk?
Ya
Tidak
9. Apakah anda menggunakan losion untuk mencegah gigitan nyamuk?
Ya
Tidak
10. Apakah anda menggunakan kipas angin untuk mengusir nyamuk?
Ya
Tidak
11. Apakah anda memakai pakaian panjang untuk mencegah gigitan nyamuk?
Ya
Tidak
12. Apakah anda menggunakan kelambu saat tidur untuk mengusir nyamuk?
Ya
Tidak
13. Apakah anda tidak melakukan apapun untuk mengusir nyamuk?
Ya
Tidak
14. Apakah anda menutup tempat penampungan air di rumah?
Ya
Tidak
56
15. Berapa kali anda membersihkan tempat penampungan air di rumah atau
kebun?
Setiap minggu
Setiap bulan
Setahun sekali
Tidak pernah sama sekali
16. Apakah dinas kesehatan melakukan fogging atau pengasapan secara rutin di
lingkungan anda?
Ya
Tidak
17. Apakah anda membalik wadah/container yang tidak terpakai supaya tidak
terisi air?
Ya
Tidak
57