You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

Pirit (FeSO2) merupakan mineral yang sangat sering dijumpai pada batuan sedimen dan
batuan yang kaya akan material organic. Pirit memiliki densitas yang cukup tinggi begitu juga
dengan nilai konduktivitasnya, sifat kelistrikan yang dialami pirit berasal dari elemn elemen
lain yang bersifat sebagai pengotor yang menyumbangkan sifat kelistrikan tersebut. Oleh karena
nilai densitas dan konduktivitasnya yang tinggi ini, dalam jumlah tertentu, kehadiran pirit pada
batuan dapat menganggu pembacaan alat alat dalam eksplorasi minyak, khususnya pada alat
logging. Kehadiran pirit dalam jumlah tertentu, dapat membuat pembacaan porosity log
khususnya density menjadi sangat tinggi, dikarenakan pirit memang merupakan mineral yang
memiliki nilai densitas cukup tinggi, selain itu kehadiran mineral pirit ini juga dapat menurunkan
nilai hasil pembacaan dari log resistivity yang pada akhirnya akan menyebabkan overestimation
pada pembacaan saturasi air. Sejauh ini, sudah cukup banyak penelitian yang meneliti tentang
bagaimana cara mengkoreksi kesalahan pembacaan alat logging khususnya porosity dan
resistivity logging akibat dari kehadiran pirit ini. .
Di Indonesia sendiri kehadiran mineral pirit pada lapangan minyak dan gas bumi dapat
ditemukan pada Formasi Kelesa dan Lakat Cekungan Sumatera Tengah dengan kelimpahan
sekitar 1 9 %. Sedangkan di luar negeri, kehadiran pirit sering dijumpai pada lapangan Balken
(USA), NW Australia dll.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

II.1. Pyrite (FeS2)


Pirit merupakan mineral sulfide yang paling banyak atau sering ditemukan pada
permukaan bumi. Keterdapatannya sendiri sangat beragam mulai dari batuan beku, batuan
sedimen, batuan metamorf, hingga ditemukan dalam urat urat pada lingkungan laut dalam
(Rickard and Luther 2007 dalam King, 2013). Proses pembentukannya sendiri yang paling
banyak ditemui adalah pririt dari proses diagenesis. Sangat jarang pirit yang terbentuk dari
proses detrital atau transportasi (Klimentos, 1995), Pirit juga sangat sering ditemukan
berasosiasi dengan batuan yang kaya akan material organic (Ledda, 1997 dalam Ma et al, 2016).
Pirit sendiri memliki kristal berbentuk kubus dan memiliki sifat kelistrikan semi-konduktif.
Kristal berbentuk kubus dari pirit sendiri tersusun atas Fe(II) pada bagian sudut dan pusat bidang
dari kubus, dan S22- pada bagian pusat dari kubus dan titik tengah dari kubus . (Rickard and
Luther 2007 dalam King, 2013)
Secara komposisi, mineral pirit yang terbentuk di alam akan mengandung atau memiliki
komposisi unsur jejak, unsur minor dan unsur pengotor. Definisi dari unsure jejak disini sendiri
adalah unsure yang memiliki kelimpahan dengan nilai maksimum 0,1 %wt, yang pada umumnya
terdiri dari Te, Sn, Se, Ru, Pt, Pd, Cd, dan Ag. Sedangkan definisi dari unsure minor sendiri
adalah unsure yang memiliki nilai kelimpahan maksimum senilai 1 wt%, yang pada umumnya
terdiri dari Zn, Tl, Sb, Pb, Ni, Hg, dan Au. Elemen pengotor sendiri merupakan elemen yang
ditemukan dalam kelimpahan paling besar pada pirit yg terbentuk di alam, dengan kelimpahan
kurang lebih 1 10 wt%. dimana elemen pengotor ini sendiri terdiri dari Mo, Cu, Co, dan As.
Unsure Co dan As merupakan unsure pengotor yang unik, karena unsure ini menyumbangkan
sifat semi konduktif dari pirit sendiri. Unsur unsure minor dan jejak ini, dapat hadir pada pirit
dalam bentuk substitutions atau inklusi. (King, 2013).

II.1.1. Semi-konduktivitas
Mineral pirit mengalami sifat semi konduktiv, sifat semi-konduktiv sendiri merupakan
sifat yang berada diantara sifat isolative dan konduktif, dimana material ini tidak dapat
menghantarkan arus listrik dengan cukup baik, namun juga tidak dapat dikatakan menghambat
arus listrik itu sendiri. Sifat semi konduktivitas yang dialami mineral pirit adalah tipe n dan juga
tipe p (King, 2013), semi konduktivitas dengan tipe n merupakan semi konduktivitas yang
terbentuk karena adanya unsure pendonor yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan
muatan sehingga arus listrik akan tercipta, sedangkan semi konduktivitas dengan tipe p
merupakan sifat semi konduktivitas yang diakibatkan karena lubang electron memiliki jumlah
yang lebih banyak daripada electron itu sendiri, sehingga dari sini arus listrik pun akan tercipta.
Resistivitas pada semikonduktor pada umumnya sangat dipengaruhi oleh temperature, dimana
nilai dari resistivitas akan semakin rendah seiring dengan naiknya temperaturm namun pada pirit
temperature tidak terlalu mempengaruhi resistivitas, Karena resistivitas pada pirit dipengaruhi
oleh charge carrier. (Kennedy, 2004)
Faktor utama yang menentukan perbedaan dari tipe semi konduktivitas yang dimiliki oleh
pirit adalah kandungan dari unsure pengotor pirit tersebut sendiri dan juga proses keterbentukan
dari mineral pirit itu sendiri. Pada umumnya, pirit yang terbentuk pada batuan sedimen dan suhu
pembentukan yang rendah akan cenderung memiliki sifa semi konduktuvitas bertip p, sedangkan
pirit yang terbentuk pada suhu pembentukan tinggi, akan cenderung memiliki sifat semi
konduktivitas bertipe n. pirit dengan tipe p sendiri akan cenderung lebih resistif dengan nilai
resistivitas berkisar 0,5 35 .cm dibandingkan dengan pirit bertipe n dengan nilai resistivitas
berkisar antara 0 0,64 .cm (King, 2013).
II.1.2. Sifat Termodinamika
Terdapat cukup banyak publikasi berkaitan dengan sifat termodinamik dari pirit, rata
rata dari standard free energy of formation (Gfo) adalah diantara 159.5 kJ/mol dan 160.23
kJ/mol, sedangakan table di bawah ini menunjukan energy pembentukan yang didapatkan dari
beberapa publikasi berbeda, walaupun kebanyakan dari publikasi tersebut hanya men-citasi
publikasi lain, sehingga sumber orisinil terbilang cukup sedikit.

Tabel 2.1 Standard free energy of formation (Gfo) dari beberapa percobaan menggunakan pirit

II.2. Reservoir Properties


Reservoir properties merupakan sifat sifat yang ada pada batuan yang bertindak sebagai
reservoar hidrokarbon. Sifat sifat ini dapat sangat beragam antara satu batuan dengan batuan
lainnya, yang terutama dipengaruhi oleh tipe batuan itu sendiri dan karakter maupun persebaran
dari fluida pengisi batuan itu sendiri. Terdapat beberapa parameter parameter penting dari
reservoir properties ini sendiri yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan batuan secara
kuantitatif, yaitu : porositas & permeabilitas (termauk di dalamnya sortasi, bentuk butir, ukuran
butir, packing ), saturasi fluida (Amyx, 1998), konduktivitas elektrik, tekanan kapiler,
permeabilitas relative & efektif, representative elementary volume, dan kompresibilitas batuan
(Hu & Huang, 2017).
II.2.1. Porositas dan Permeabilitas
Porositas merupakan salah satu parameter yang paling penting, dimana porositas sendiri
merupakan ukuran ruang pori yang tersedia dalam batuan reservoar sebagai tempat menyimpan
fluida. Porositas sendiri didefinisikan sebagai perbandingan rasio antara void space pada batuan
dengan volume bulk batuan itu sendiri (Amyx, 1998). Porositas dikelompokkan menjadi dua
jenis menurut proses keterbentukannya, yaitu porositas primer dan porositas sekunder. Porositas
primer merupakan porositas yang terbentuk bersamaan dengan terbentuknya batuan, sedangkan
porositas sekunder merupakan porositas yang terbentuk dari hasil proses proses yang terjadi
setelah batuan terendapkan. Sedangkan berdasarkan saling keterhubungannya antar pori,
porositas dibagi menjadi porositas absolute atau porositas total dan juga porositas efektif,
porositas absolute merupakan rasio dari total volume void dengan bulk volume dari batuan.

Sedangkan porositas efektif merupakan rasio antara total volume void yang saling berhubungan
dengan volume bulk dari batuan (Ursin & Zolotukhin, 1997)

a = porositas absolute
= porositas efektif
Vpa = total volume void
Vp = total volume void saling berhubungan
Vb = Volume bulk

Batuan yang hanya memiliki pori saja masih belum cukup baik untuk bisa dikatakan
sebagai batuan reservoar, pori pori pada batuan ini haruslah saling terhubung sebagai jalan
keluar ataupun masuk daripada minyak yang terperangkap pada pori pori batuan, hal ini
jugalah yang membantu dalam proses pengeboran, dengan kata lain selain memiliki porositas,
batuan reservoar haruslah memiliki permeabilitas. Sebagai contoh, batauan pumice, pada
umumnya tidak akan menjadi batuan reservoar yang cukup baik, karena walaupun bataun ini
memiliki porositas yang cukup besar, pada umumnya pori pori ini tidak saling terhubung antara
satu dan lainnya. (Hu & Huang, 2017)
Kedua parameter di atas, dipengaruhi oleh sorting, packing, bentuk butir, dan ukuran
butir dari batuan reservoar (Hu & Huang, 2017).

II.2.2. Saturasi Fluida


Saturasi fluida merupakan presentase fluida pengisi pori dari batuan reservoar, pada
kebanyakan formasi yang saat ini mengandung fluida minyak, dipercayai bahwa sebelum
terbentuknya trapping mechnasism dan invasi dari hidrokarbon, batuan ini mengandung 100%
fluida air. Setelah terjadi invasi oleh hidrokarbon, maka hidrokarbon ini akan menggantikan
posisi air, walaupun tidak semua air akan tergantikan oleh hidrokarbon. Sehingga, batuan
reservoar akan mengandung fluida air dan hidrokarbon. Parameter saturasi fluida ini sendiri
merupakan parameter penting yang berfungsi untuk menentukan jumlah dari hidrokarbon yang
terakumulasi pada batuan berpori. (Hu & Huang, 2017)
Fraksi dari rongga pori yang terisi oleh air disebut dengan saturasi air atau dapat
dinotasikan sebagai Sw, sedangkan fraksi yang terisi oleh hidrokarbon (minyak & gas) disebut
dengan hydrocarbon saturation atau dapat dinotasikan sebagai Sh. hubungan dari kedua saturasi
fluida ini adalah Sh + Sw = 1. (Dewan, 1983)
Terdapat beberapa persamaan yang digunakan untuk penghitungan Sw dari data log,
seperti Archie, Simandoux, Indonesia, dll (Hidayat et al, 2016). Persamaan persamaan ini pada
umumnya mewakili kondisi dari suatu lapangan tertentu. Dalam penghitungan clean formation
persamaan yang sangat umum digunakan merupakan persamaan Archie, yang dapat dituliskan
sebagai berikut :

(Dewan, 1983)
Dimana: Sw : saturasi air
C : bernilai 1 pada karbonat 0,9 pada pasir
Rw : resistivitas air
Rt : resisitivitas total
II.2.3. Konduktivitas Elektrik
Konduktivitas dari batuan reservoar terutama dipengaruhi oleh komposisi penyusunnya
maupun fluida yang pengisi pori dari batuan tersebut sendiri. Dari segi komposisi penyusunnya
sendiri, konduktivitas elektrik dipengaruhi terutama oleh kehadiran dari mineral lempung dan
mineral mineral konduktif, lempung dapat menyumbangkan kekonduktifitasan karena
lempung memiliki sifat menahan air, sehingga dengan keberadaan air ini sendiri memungkinkan
sebagai media arus listrik. Sedangkan dari segi fluida pengisi pori, yang berupa minyak, gas, dan
air. Hanya air yang berperan sebagai konduktor, sedangkan minyak dan gas tidak dapat disebut
sebagai konduktor arus listrik yang baik.

II.2.4. Tekanan Kapiler


Pada saat berurusan dengan sistem multiphase, sangat diperlukan pertimbangan mengenai
efek dari gaya yang bekerja pada pertemuan dari dua fluida yang tidak dapat menyatu yang
saling bersentuhan. Melihat minyak dan air merupakan fluida yang selalu hadir dalam reservoar
minyak , selalu ditemukan adanya tension diantara kedua fluida tersebut.
Pada saat berurusan dengan hydrocarbon system, sangat diperlukan pemahaman tentang
adanya gaya yang bekerja pada pertemuan antara gas dan liquid, dua liquid yang tidak dapat
saling bersatu, dan antara liquid dengan solid.

II.2.5. Representative Elementary Volume


REV memiliki pengertian berupa volume terkecil dari suatu batuan, dimana nilai dari
parameter parameter properties nya dapat mengkarakterisasi properti fisik dari satu kesatuan
batuan reservoar secara rata rata.
Pengaplikasian dari hukum hukum fisika pada media berpori mengasumsikan bahwa
media media ini memiliki sifat interior yang continous, yang berarti, pada sebuah media
berpori, nilai dari properti fisik dapat didefinisikan pada setiap titik yang ada pada media
menggunakan fungsi yang dapat didiferensiasikan dari titik yang menjadi acuan. Bagaimanapun
juga, diskontinyuitas merupakan sebuah karakteristik yang cukup penting pada sebuah media
berpori, sebagai contoh, dalam pengaplikasian pendefinisian nilai porositas, pada skala
mikroskopik, suatu titik dapat berada pada material padat ataupun void.
Sehingga, untuk mendapatkan sebuah nilai REV, menggunakan cara memperkecil radius
dari volume yang menjadi sampel secara gradual, sampai didapatkan suatu nilai yang paling
dapat mewakili nilai keseluruhan batuan reservoar secara rata rata. (Hu & Huang, 2017)

II.2.6. Kompresibilitas Batuan


Batuan yang telah terkubur pada kedalaman tertentu, akan mengalami stress baik dari
internal maupun eksternal. Stress yang berasal dari internal dapat disebabkan oleh tekanan yang
dihasilkan oleh fluida yang berada dari pori batuan, sedangkan stress yang berasal dari eksternal,
dapat disebabkan oleh overburden maupun hasil dari pengaruh gaya tektonik.
Kompresibilitas batuan sendiri memiliki pengertian berupa pengurangan volume pori per
unit dari volume batuan, secara matematis kompresibilitas batuan dapat dituliskan sebagai :

Dimana Cf merupakan kompresibilitas batuan, Vb merupakan volume bulk dari batuan, Vp


merupakan perubahan volume pori, dan p merupakan perubahan tekanan reservoar.

II.3. Resistivitas Reservoar


II.3.1. Resistivitas
Resistivitas atau hambatan jenis (Ohmmeter) merupakan parameter elektrik pasif,
bersamaan dengan resistivitas, juga terdapat konstanta dielektrik. Resistivitas juga merupakan
kemampuan suatu material untuk menghambat arus listrik. Dalam resistivitas suatu material,
semakin rendah nilainya maka semakin mudah material menghantarkan arus listrik. Resistivitas
listrik pada silinder solid dengan panjang L dan luas alas A, serta resistansi R ditunjukkan
dengan rumus :
RA
=
L

Dimana A dalam meter persegi, L dalam meter dan R dalam ohms, serta unit resistivitas
ialah ohm-meter (m). Resistansi berbeda dari resistivitas, dimana resistansi merupakan
perbandingan antara tegangan yang diberikan sepanjang silinder dan arus yang mengalir
melaluinya, sehingga jika dirumuskan :
V
R=
I

Resistivitas merupakan parameterelektrik yang memiliki hubungan berbanding terbalik


dengan konduktivitas. Jika nilai konduktivitas tinggi maka nilai resistivitasnya rendah, begitu
pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan, konduktivitas merupakan kemampuan suatu material untuk
meloloskan arus listrik, semakin besar nilai konduktivitasnya maka semakin mudah material
tersebut meloloskan listrik, dengan kata lain juga semakin rendah nilai resistivitasnya. Secara
matematis dapat dituliskan dalam rumus berikut :
1 L I V J
= =
RA
=
A
/
L
=( )( )
E

Dimana J merupakan densitas arus (A/m2) dan E merupakan medan listrik (V/m), serta
unit untuk konduktivitas yaitu siemens per meter (S/m)

II.3.2. Low Resistivity Pay Zone


Seiring dengan perkembangan teknologi pada eksplorasi minyak dan gas bumi, saat ini
sudah sangat beragam peralatan yang digunakan yang bertujuan untuk mempermudah dalam
menginterpretasi dan menemukan lokasi minyak bumi di bawah permukaan bumi. Alat logging
merupakan salah satu dari sekian alat yang bertujuan untuk mempermudah dalam pencarian
lokasi titik keberadaan minyak bumi.
Minyak bumi merupakan penghantar listrik yang buruk, sehingga minyak bumi akan
cenderung memiliki sifat isolator terhadap arus listrik yang lewat. Sehingga pada saat resistivity
log membaca pada zona dengan kandungan minyak bumi, akan cenderung memberikan
pembacaan resistivitas yang cukup tinggi, namun pada beberapa daerah seperti Amerika,
Indonesia, dll, ditemukan adanya zona dengan pembacaan resistivitas yang rendah tetapi masih
menghasilkan hidrokarbon dalam jumlah yang cukup ekonomis, zona ini kemudian dikenal
dengan zona low resistivity pay zone, hal ini pun menarik perhatian bagi beberapa ilmuwan untuk
meneliti penyebab dari rendahnya resistivitas pada zona hidrokarbon. Semua zona yang
mengandung hidrokarbon dan memiliki nilai resistivitas kurang dar 3 ohm.m dikategorikan
sebagai zona low resistivity pay zone (Yadagiri et al, 2013)
Menurut Moore (1993) terdapat beberapa faktor yang meyebabkan alat loging
mengeluarkan hasil low resistivity adalah
1. Tebal perlapisan, beberapa lapisan batuan sangat tipis untuk terbaca dari peralatan
logging
2. Ukuran butir, ukuran butir yang sangat kecil dapat menghasilkan saturasi air yang tinggi
3. Mineralogi, beberapa mineral konduktif seperti pirit, galukonit, hematit ataupun grafit
dapat mempengaruhi dari nilai resistivity
4. Kemiringan struktur, perlapisan yang miring dapat menghasilkan perbedaan yang cukup
signifikan pada log resistivitas ketika orientasi antara alat dan perlapisan menyimpang
dari normal
5. Distribusi mineral lempung, dapat menyimpan air dengan jumlah yang signifikan
6. Salinitas air, salinitas yang cukup tinggi dapat menyebabkan hasil resistivitas yang kecil
7. Gabungan dari beberapa faktor diatas.

II.4. Peneliti Terdahulu


- Prayitno, 2001: Mineral pirit merupakan salah satu jenis mineral yang mempengaruhi
hasil interpretasi log, dikarenakan mineral ini diduga menurunkan nilai resistivitas
Sehingga kemudian akan mempengaruhi nilai saturasi air. Penelitian difokuskan dalam
meneliti pengaruh volume dari mineral pirit dan pengaruhnya terhadap resistivitas
batuan. Penelitian dilakukan dengan membuat model fisik core dengan kandungan pirit
yang berbeda beda, persebaran pirit di dalam core adalah structural. Kemudian core
diukur sifat fisik dan sifat kelistrikannya, sifat fisik yang diukur meliputi porositas,
permeabilitas, tekanan kapiler, dan densitas. Sedangkan sifat kelistrikan yang diukur
adalah resistivitas. Setelah pengukuran dilakukan, koreksi dilakukan dengan mencari
nilai faktor formasi semu dari kurva yang sudah dibuat untuk kemudian dimasukkan ke
dalam persamaan saturasi air. Dari percobaan didapatkan bahwa kehadiran pirit dalam
batuan menurunkan nilai resisitivitas dari pembacaan log resistivitas dengan semakin
bertambahnya persen volume pirit. (kurang valid) 1) kurva yang ditunjukkan
memperlihatkan bahwa pengaruh dari pirit masih mebuat resistivitas terbilang tinggi
- Tew, 2015 : Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi dan dan menghitung pengaruh
dari konduktif mineral terhadap resistivity, dalam penelitian juga dibandingkan antara
pengaruh konduktif mineral dengan saturasi, porositas dan salinitas. Penelitian dilakukan
dengan bahan pirit dan akrilik yang berperan sebagai non-konduktif material.kedua bahan
ini kemudian diberi dua perlakuan yang berbeda, yaitu dihitung dalam kondisi
terkonsolidasi, dan kondisi tidak terkonsolidasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
tidak adanya suatu trend tertentu dari pengaruh mineral konduktif (pirit) terhadap
resistivitas, dan efek elekrisitas mineral konduktif pirin tidak sesignifikan efek yang
dihasilkan oleh perbedaan saturasi, salinitas, dan porositas (semakin tinggi frekuensi,
resistivitas makin rendah) (tidak valid). 1) Pada consolidated test, semakin ditambh pirit,
resistivitas semakin besar 2) pada unconsolidated test, proses vibrasi dapat membuat
mineral yang lebih dense jatuh 3) pada consolidated test, hubungan antara pirit dan
akrilik yang dipanaskan menimbulkan efek geometri matriks yang terlalu bervariasi.
- Manning & Athavale, 1986 : Di dalam penelitiannya Manning & Athavele
memfokuskan pada pengaruh kehadiran mineral pirit terhadap pengukuran menggunakan
alat ultra-high frequency dielectric measurement dengan cara menghitung
permitivitasnya, perhitungan menggunakan mixing model (CRIM & HBS), pengukuran
dilakukan dengan memasukkan core sample ke dalam core holder dan kemudian diukur
menggunakan Schlumbergers EPT well-logging tool dengan frekuensi anatara 800
1200 MHz. Pengukuran dilakukan dalam kondisi kering dan disaturasikan dengan 3 jenis
fluida, yaitu soltrol, aqueos, NaCL. Hasil dari penelitian menunjukkan hubungan antara
permitivitas dielektrik dengan frekuensi, dimana semakin tingginya frekuensi, permitivita
dielektrik akan semakin menurun. Pengukuran pada NaCl juga menunjukkan permitivitas
yang cukup tinggi yaitu sekitar 40 70%. Dari penelitian didapatkan nilai permitivitas
pirit berkisar antara (40-j.70)0 pada salinitas rendah. (penarikan nilai permitivitas dari
mixing model masih terkesan memaksakan, karena masih ada uncertainty pada beberapa
fluida yang disaturasikan)
- King et al, 2013 : penelitian difokuskan terhadap analisis isotop sulfur yang
berkontribusi pada pembentukan sulfate pada proses Thermochemical Sulfate Reduction.
Mineral yang diteliti merupakan mineral pirit yang berasal dari Madison Limestone, salah
satu reservoar yang terkena efek dari TSR. Penelitian dihitung menggunakan SIMS,
selain itu pirit juga diteliti menggunakan SEM (scanning electron microscopy), EDS
(energy dispersive spectrometry), dan TEM (transmission electron microscopy). Dari
hasil penelitian, didapatkan bahwa sulfat yang terbentuk pada Madison Limestone,
berasal dari dua sumber yang berbeda.
- Clavier et al, 1976 : Penelitian bertujuan untuk membuat metode interpretasi dari efek
pirit terhadap alat logging terutama pengaruhnya terhadap alat logging porosity seperti
sonic, neutron, dan density serta alat logging yang berhubungan dengan electrical
properties seperti resistivity. Pirit yang digunakan dalam penelitian merupakan field core
yang didapatkan dari formasi Sadherochit Conglomerat, dengan tambahan data berupa
satu bongkah besar pirit dan san-pack yang berupa campuran antara pirit dan kuarsa. Dari
penelitian didapatkan beberapa hasil berupa, porosity log yang paling baik digunakan
dalam batuan yang menagndung pirit merupakan log sonic, sedangkan log density paling
baik digunakan untuk menghitung kandungan pirit. Pirit berpengaruh pada pembacaan
resistivitas pada konsentrasi >7%, sedangkan di bawah itu pirit berada dalam kondisi
without dry conductivity, selain itu juga didapatkan bahwa efek ini akan menjadi lebih
signifikan pada frekuensi yang lebih tinggi. Dari penelitian juga ddidapatkan bahwa
parameter suhu tidak terlalu berefek pada perubahan frekuensi dan resistivita.
- Holmes et al, 2013 : Bertujuan untuk mendapatkan nilai resistivitas dari konversi
konduktivitas yang lebih akurat dengan cara mengurangi volume pirit. Volume pirit
sendiri didapatkan dengan cara membuat crossplot antara grain density dan conductivity,
dari crossplot ini ditentukan nilai minimum yang perumakan nilai bebas pirit, kemudian
dengan mengetahui konduktivitas pirit dan derajat konduktivitas yang timbul akibat
adanya pirit maka nilai konduktivitas sebenarnya dapat ditemukan, dengan mengurankan
konduktivitas total dengan konduktivitas pirit. (tidak memperhitungkan efek dari
kehadiran pirit terhadap frekuensi)
- Clennel et al, 2010 : bertujuan untuk menghitung efek pirit terhadap resistivity,
menggunakan metode penghitungan resistivity dengan elektroda pada core yang berasal
dari lapangan NW Australia. Dengan tambahan data berupa sand-pack campuran antara
pirit dan kuarsa, kuantifikasi konten pirit menggunakan CT x-ray scan yang memberikan
estimasi konten yang lebih akurat. Dari penelitian didapatkan bahwa efek dari pirit
terhadap resistivitas pada pengukuran kering hanya terlihat jelas pada konsentrasi sekitar
10 12%, di bawah itu efeknya tidak dapat dibedakan dengan efek elektrik clay. Pada
pengukuran basah, dalam jumlah sedang, efek pirit dapat dilihat pada frekuensi rendah,
sedangkan jumlah melimpah memberikan efek penurunan resistivitas yang sangat
melimpah. Selain itu pengukuran pirit pada salinitas rendah mulai menunjukkan efek
terhadap resistivitas mulai dari konten pirit >5%.
- Pridmore & Shuey, 1976 : Meneliti sumber dari free charge csrriers pada beberapa
sulfide, termasuk di dalamnya pirit. Penelitian dilakukan dengan cara mengukur
resistivity dan thermoelectric voltage, dimana resistivity proporsional terhadap hasil dari
mobilitas dan konsentrasi carrier, sedangkan thermoelectric voltage member informasi
tentang tipe carrier dan konsentrasi carrier. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pada
pirit, pengotor yang menyebabkan kelistrikan adalah nike kobalt dan coper sebagai donor
dan arsenic sebagai acceptor.
- Revil et al, 2016 : meneliti tentang sifat induced polarization pada beberapa semi-
conductor, dimana bertujuan untuk mengaplikasikan sifat tersebut terhadap logam, semi-
logam, dan alloy dengan Cole & Cole Conductivity model. Parameter parameter cole &
Cole ini kemudian akan dicocokkan dengan percobaan laboratorium, dimana hasil
percobaan laboratorium menunjukkan kesesuaian dengan Cole& cole model. Selain itu
juga, hasil dari penelitian itu akan dikembangkan menggunakan algoritma dari Revil &
Mao 2016 untuk mengetahui lokasi logam di bawah permukaan dengan lebih presisi.
Hasil dari penelitian menunjukkan adanya kecocokkan antara hubungan chargeability
dengan volume fraction semi conductor dengan metal, semi metal, dan alloy. Selain itu,
teuan ini juga setelah dikombinasikan dengan algoritma dari Revil & Mao 2016 dapat
memposisikan logam di bawah permukaan dengan lebih akurat.
- Hoover & Lehmann, 2009 : Meneliti tentang efek ekspansif dari mineral pirit yang
menyebabkan kerusakan infrastruktur di beberapa formasi pada lapangan minyak,
formasi yang diteliti kali ini merupaka concentrated pyrite yang berasal dari formasi
Devonian Marcellus shale, Amerika Utara. Pirit dapat berekspansi dalam hal volume saat
berubah menjadi gypsum dengan sebelumnya bereaksi terhadap kalsit. Metode penelitian
yang dilakukan pada penelitian ini adalah pemeriksaan mendalam faktor faktor geologi
dan geoteknik formasi Marcellus shale, yang kemudian dilakukan metofe analisis
regresif. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah concentrated pirit pada closed
system formasi Marcellus shale tidak memenuhi pembentukan gypsum keseluruhan yang
sudah diteliti sebelumnya. Sehingga diasumsikan bahwa terdapat sumber concentrated
pirit lainnya. (model terlalu sederhana untuk merepresentasikan suatu yang sangat
kompleks).
- Kennedy, 2004 : Paper membahas tentang pengaruh pirit terhadap modern logging tools,
paper ini dilatarbelakangi untuk memperbarui paper yang sudah pernah dipublish
sebelumnya oleh Clavier (1976). Dalam paper disebutkan 5 modern logging tool sebagai
perbandingan dengan conventional tool yang dilakukan oleh clavier dan beberapa tool
baru yang juga bisa mempengaruhi pirit. Diantaranya adalah LWD yang memiliki
frekuensi lebih tinggi, Modern density logs, neutron logs, NMR, dan Geochemical tools.
Pengaruh LWD apabila dibandingkan dengan Laterol Log dapat membuat pembacaan
resistivity dua kali lebih rendah, pengaruh modern density log yang membaca energy
individual gamma ray akan memberikan gambaran yang lebih jelas pada kehadiran pirit,
neutron log memiliki variasi yang sangat luas. Neutron log dengan thermal tool akan
terpengaruh oleh pirit, sedangkan neutron log dengan epithermal tool tidak akan terlalu
terpengaruh. NMR tidak terpengaruh oleh pirit sama sekali. Dan geochemical tool
merupakan alat yang bagus untuk mendeteksi keberadaan pirit dengan cara interpretasi
bawah permukaan (hanya menampilkan berupa elemen).
- Han et al, 2015 : Meneliti penyebab dari efek pirit pada low frequency, selain itu juga
mebuktikan teori incremental yang diturunkan dari Asami 2002 untuk perhitungan
konduktivitas batuan. Teori incremental untuk 4 fase yang mendekati kondisi sebenarnya
di bawah permukaan memiliki kecocokkan dengan percobaan laboratory pada batuan
pyrite-rich yang disaturasikan. Sedangkan untuk hasil penelitian mengenai penyebab efek
pirit pada low frequency ditemukan bahwa hal yang paling mempengaruhi dalam
penurunan pembacaan electrical properties pirit pada low frequency adalah porositas,
dikarenakan dengan semakin besarnya porositas, maka efek pirit akan terkaburkan oleh
electrical properties air.
- Klimentos, 1995 : Penelitisn bertujusn untuk menghitung volume pirit dari data log dan
pendekatan petrofisik. Penelitian dilakukan juga dengan mengkalibrasi hasil dari
perhitungan data log dengan menggunakan data core. Pertama tama konten pirit
dihitung dengan menggunakan XRD dan SEM, setelah itu. Koreksi dari data log porosity,
dalam hal ini digunakan log sonic dan dicocokkan dengan data core. Kemudian
penghitungan densitas matriks dari data log (density fluida, bulk density dll diketahui)
dan dicocokkan dengan data core. Kemudian, dikarenakan mineral yang paling melimpah
merupakan kuarsa, illite, dan pirit, sedangakn kuarsa illite dan kiarsa memiliki densitas
yang hampir sama, volume fraksi pirit dapat didapatkan . selain itu dalam penelitian ini
juga dibuat persamaan multilinear regression dengan menggunakan 4 log yaitu neutron,
electromagnetic propargation, density, dan sonic transit time. (Core uji dan log
didapatkan dari interval yang berbeda) ,
- He & Ereke, 2004 : Dalam penelitiannya, membahas tentang pengaruh partikel rasio
antara mineral konduktif dan isolator terhadap percolation threshold, penelitian
menggunakan metode monte carlo. Penelitian ini memperbarui penelitian penelitian
sebelumnya terutama pada data yang saling overlap dan distribusi data yang kurang rata.
Dari penelitian didapatkan bahwa kenaikan rasio ukuran partikel isolator terhadap
mineral konduktor akan berdampak pada menurunnya percolation threshold.
- Witkowsky, 2012 : Menemukan bahwa pirit merupakan mineral yang sangat sering
berasosiasi dengan organih-rich shale, dikarenakan keduanya terbentuk pada kondisi
reduksi. Oleh karena itu pada penelitiannya, Witkowsky mencari hubungan antara pirit
dan TOC, penelitian membandingkan antara wt% pirit dan TOC yang didapatkan dari
data core lapangan Haynesville dengan metode XRD, ICP. Dari penelitian didapatkan
hubungan linear antara TOC dan %wt pirit, namun hubungan ini tidak berlaku secara
universal, melainkan hanya pada masing masing sumur saja. Setelah itu digunakan log
derived pyrite TOC yang diaplikasikan pada log derived properties yang menghasilkan
pembacaan TOC lebih akurat (kalibrasi menggunakan core).
- Ma et al, 2016 : Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek pirit terhadap generasi
hidrokarbon, penelitian dilakukan menggunakan pirolisis sistem tertutup (tabung gelas)
dengan sampel berupa kerogen yang sudah dipisahkan dari low rank coal cekungan
Junggar timur danpirit yang didapatkan dari National Research Center for Ceritifed
Reference Material dengan kemurnian 95%. Dari sistem yang telah dibuat kemudian
kerogen diukur dengan dan tanpa adanya tambaha mineral pirit. Dari penelitian
didapatkan beberapa hal berupa, kehadiran pirit meningkatkan produksi hidrokarbon cair
dan gas sampai dengan 25%, rasio etene/etana dan propene/propane pada sampel yang
telah ditambahkan dengan pirit berkurang seiring dengan kenaikan suhu, namun
bertambah saat sudah mencapai suhu dimana pirit mengalami dekomposisi.
- Crain, 2011 : Dalam penelitiannya, mengusulkan koreksi resistivitas dari pirit
menggunakan parallel resistivity circuit, dimana dua paramaeter paling utamanya adalah
volume pirit dan resistivity pirit. Volume dari pirit sendiri dapat didapatkan menggunakan
model model yang telah dibuat peneliti peneliti terdahulu, sedangkan untuk resistivity
pirit sangat bervariasi tergantung dari efek frekuensi, dimana semakin tingginya frekuensi
akan semakin menurunkan nilai resistivity, hal ini terjadi dikarekan adany polarisasi yang
disebabkan oleh perubahan induksi ionic menjadi elektrolit dan sealiknya. (Pada paper
tidak dilakukan percobaan untuk membuktikan teori ini)

You might also like