You are on page 1of 19

Refleksi Hasil Projet Pengendalian Malaria Tahun 2011-2015

REFLEKSI HASIL
PROJECT PENGENDALIAN MALARIA
TAHUN 2011 - 2015
DI
KECAMATAN NANGARORO

PROFIL LEMBAGA
*INDONESIA MALARIA CARE FOUNDATION (IMCF)*

Indonesia Malaria Care Foundation(IMCF) adalah sebuah lembaga Organisasi

Non Profit yang memilik kepedulian pada masalah pencegahan dan pengawasan

penyakit malaria di Indonesia pada umumnya. Sebagai salah satu lembaga sosial IMCF

memberikan perhatian khusus pada masyarakat miskin penderita penyakit malaria

dengan upaya upaya pencegahannya.


IMCF membidangi kegiatan Riset & Pengendalian, Advokasi, Sosialisasi,

Pengembangan Kapasitas dan Partisipasi Masyarakat dalam melakukan pencegahan

dan pengawasan terhadap penyakit malaria di seluruh Indonesia.


IMCF merupakan lembaga sosial yang keberadaannya bersifat nirlaba dan

independen :
Nama Lembaga : INDONESIA MALARIA CARE FOUNDATION
(YAYASAN PEDULI MALARIA INDONESIA)
Izin Usaha :

1. Akte Pendirian : 20 Tgl 15 Agustus 2008

2. No. Badan Hukum : C-22576HT01.01.2004

3. Surat Domisili : 170/1.824/08

4. Rekening Bank : 124-0005181152 (BANK MANDIRI)


Alamat : Jl. Sawah Lunto No. 73 Pasar Manggis Minangkabau JAKARTA

SELATAN 12970 Tlp. : (021) 8309014; Fax : (021)

83708789

Visi : Keberpihakan terhadap masyarakat (miskin) penderita penyakit malaria

serta terciptanya kesadaran publik(public awaraness) akan pentingnya

pencegahan dan pengawasan terhadap penyakit malaria untuk mencapai

masyarakat yang sehat dan sejahtera sebagai aset pembangunan.

Misi :

Mendorong lahirnya gerakan dan partisipasi masyarakat (publik) untuk meringankan

beban masyarakat (miskin) penderita penyakit malaria.


Mendorong partisipasi masyarakat (publik) untuk peduli terhadap pencegahan dan

pengawasan penyakit malaria melalui penataan lingkungan, tempat tinggal dan pola

tingkah laku (sehat) untuk mencapai masyarakat yang sehat dan sejahtera.

Kepengurusan project :

1. Direktur : Kanisius Kami

2. Manager Program : Fransiska Meca,Amd.AK

3. Supervisor Program : Benediktus X. Weto,Amd.KL

4. Laboratorium : Kasimirus N. Liu,Amd.AK

5. Humas : Jordanius Dando,S.Sos

6. Fasilitator : Frederikus Ndari,S.KM

Indonesia Malaria Care Foundation (IMCF) dalam perjalanan refleksinya telah

menginjak tahun ke 7 sejak berdirinya tahun 2008. Proyek proyek peningkatan dan

pembangunan di bidang penyakit malaria telah banyak dilakukan di berbagai tempat


(Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) untuk mencapai visi penekanan angka kejadian

penyakit malaria.

A. Latar Belakang
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium

yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara

alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina (Departemen Kesehatan RI,

2006, h.3).
Malaria ditemukan hampir pada sebagian negara yang beriklim tropis dan

sub tropis dan diperkirakan sekitar 300 juta sampai 500 juta penderita malaria dengan

kematian berkisar antara 750.000 hingga 2 juta jiwa setiap tahun (Gunawan, 2000

dalam Sutatik, 2007). Pada tahun 1997, dari 17,31 juta kematian penduduk akibat

penyakit-penyakit menular dan penyakit-penyakit parasitik, sekurang-kurangnya 1,5-

2,7 juta orang meninggal karena penyakit malaria, terutama kelompok anak-anak umur

bawah lima tahun (balita) di Afrika (Gunawan, 2000 dalam Afridah, 2009).
Dalam rangka pengendalian penyakit malaria banyak hal yang sudah

maupun sedang dilakukan baik dalam skala global maupun nasional. Malaria

merupakan salah satu indikator dari target Pembangunan Milenium (MDGs), dimana

ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan mengurangi kejadian insiden malaria

pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator menurunnya angka kesakitan dan angka

kematian akibat malaria. Program eliminasi malaria di Indonesia tertuang dalam

keputusan Menteri Kesehatan RI No 293/MENKES/SK/IV/2009. Pelaksanaan

pengendalian malaria menuju eliminasi dilakukan secara bertahap dari satu pulau atau

beberapa pulau sampai seluruh pulau tercakup guna terwujudnya masyarakat yang

hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria sampai tahun 2030(Buletin malaria

2011).
Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007

dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Hal

ini sehubungan dengan kebijakan Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu

indikator untuk mengukur angka kejadian malaria, yaitu dengan API. Pada tahun 2007

kebijakan ini mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil

pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan pengobatan

kombinasi berbasis artemisinin atau ACT (Artemisinin-based Combination Therapies).


Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia.

Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk

dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan,

Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah,

meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi. API dari tahun 2008 2009

menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk. Bila dilihat

per provinsi dari tahun 2008 2009 provinsi dengan API yang tertinggi adalah Papua

Barat, NTT dan Papua(buletin malaria, 2011).


Tahun 2006 sampai 2008 NTT merupakan salah satu propinsi dengan

kasus malaria cukup tinggi di Indonesia. Hal itu dapat dilihat pada grafik statistik

malaria klinis di bawah ini :

Kabupaten Nagekeo yang juga adalah salah satu wilayah yang berada di Propinsi

NTT dengan kasus malaria cukup tinggi. Tercatat tahun 2011 di Kabupaten Negekeo

diketahui kasus klinis sebanyak 642 kasus dengan jumlah positif kasus mencapai 83

kasus positif malaria(data Dinkes januari oktober 2011).


Nangaroro adalah salah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Nagekeo,

Propinsi Nusa Tenggara Timur tepatnya di pulau Flores. Hampir keseluruhan wilayah

di Kecamatan Nangaroro merupakan daerah perbukitan dan hanya sekitar 10% daerah

persawahan (datar).
Cuaca di Kecamatan Nangaroro sangat bervariasi. Untuk beberapa tempat

di daerah pesisir pantai sampai 250 meter di atas permukaan laut bersuhu panas.

Sedangkan di daerah pegunungan cukup dingin seperti di Desa Kotakeo.


Kecamatan Nangaroro dihuni oleh sekitar 20.120 orang penduduk dengan

total penduduk pria sebanyak 9.707 orang, sementara wanita sebanyak 10.413 orang.

Total Kepala Rumah Tangga (KK) Kecamatan Nangaroro sebanyak 3.602 KK (data

kependudukan 2009).
Kecamatan Nangaroro terdiri dari 1 Kelurahan dan 18 Desa. Sekitar 98%

penduduknya adalah petani dengan penghasilan sangat rendah. Sementara, sekitar 2%

adalah pedagang dan pegawai negeri.


Kecamatan Nangaroro hanya memiliki satu Pusat Kesehatan Masyarakat

berjarak sekitar 25 Km dari desa terluar. Sedangkan pembangunan infrastruktur saat ini

telah sampai pada peningkatan dan pendekatan pelayanan kesehatan dengan

pembangunan Pustu/Poskesdes di masing masing desa dengan satu atau dua orang

tenaga medis untuk melayani kesehatan dasar masyarakat.


Kecamatan Nangaroro merupakan daerah dengan tingkat morbiditas

(kesakitan) malaria tertinggi yakni sebanyak 4.060 orang (data tahun 2008). Rekap

data ini diambil dari kunjungan penderita malaria ke Puskesmas dan Pustu/Poskesdes.
Kondisi sumberdaya manusia, geografis, ekonomi sosial dan budaya di

Kecamatan Nangaroro yang sangat tinggi mempengaruhi tingkat kejadian malaria di

wilayah itu menjadi dasar lembaga Indonesia Malaria Care Foundation(IMCF)

pada tahun 2011 menetapkan Kecamatan Nangaroro sebagai program project dalam
upaya partisipatif bersama masyarakat Nangaroro membangun kesadaran dan aksi

untuk melawan penyakit malaria.

A. PELAKSANAAN PROJECT DI KECAMATAN NANGARORO TAHUN

2011 2014
1.1. Design Kegiatan Awal Project Matigasi di Kecamatan Nangaroro Tahun

2011 - 2014
Aktivitas utama Program Pilot Project Intensifikasi Mitigasi Malaria

Berbasis Partisipasi Masyarakat dilakukan dalam 9 tahapan yaitu :


1. Pembentukan struktur anggota community of malaria care

(komunitas peduli malaria) Kecamatan Nangaroro.


Anggota komunitas ini merupakan perwakilan dari masing masing desa

dengan jumlah minimal 2 orang perwakilan.


Tujuan :
Membantu pelaksana program untuk menjalankan program secara keseluruhan.
Melanjutkan kegiatan pengawasan dan pengendalian malaria jika masa kerja pelaksana

program telah usai.


Hasil :
Terbentuknya kaderisasi petugas pengawasan dan pengendalian malaria tingkat desa.
Adanya keberlangsungan pengawasan dan pengendalian malaria meskipun masa kerja

pilot project telah selesai.

2. Intensifikasi surveilans dan penemuan penderita malaria (buku

pedoman surveilans malaria dan penemuan penderita malaria).


Surveilans malaria adalah kegiatan yang terus menerus, teratur dan sistematis

dalam pengumpulan, pengelolaan, analisis dan interpretasi data malaria untuk

menghasilkan informasi yang akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan sebagai

dasar untuk melaksanakan tindakan penanggulangan yang cepat dan tepat disesuaikan

dengan kondisi setempat.


Penemuan Penderita (case detection) adalah kegiatan rutin maupun khusus

dalam pencarian penderita malaria berdasarkan gejala klinis dan gejala khas daerah

setempat melalui pengambilan specimen darah dan pemeriksaan lainnya.


Jenis jenis kegiatan yang akan dilakukan antara lain :
Malariometric Survey(MS) dengan tujuan pemetaan penderita Hight Case

Incidence(HCI), Middle Case Incidence(MCI) dan Low Case Incidence(LCI).

Pengambilan specimen darah dilakukan menggunakan RDT (Rapid Diagnostic Test).


Passive Case Detection(PCD)
Active Case Detection(ACD)
3. Intensifikasi advokasi malaria.
Advokasi merupakan langkah awal sebelum pelaksanaan Program Pilot Project

Intensifikasi Mitigasi Malaria Berbasis Partisipasi Masyarakat. Untuk menyukseskan

program ini dilakukan pendekatan secara structural dan lintas sektoral dalam bentuk

bentuk kegiatan sebagai berikut :


Audensi dan Dialog dengan Bupati Nagekeo
Audensi dan Dialog dengan Anggota DPRD Nagekeo
Audensi dan Dialog dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nagekeo
Audensi dan Dialog dengan Dinas-Dinas terkait di Kabupaten Nagekeo
Audensi dan Dialog dengan Semua Kepala Desa di Kecamatan Nangaroro
Audensi dan Dialog dengan Para Pemuka Masyarakat dan Tokoh Agama Kecamatan

Nangaroro.
Tujuan kegiatan kegiatan tersebut adalah tercapainya koordinasi dan

sosialisasi tentang rencana program yang mampu melibatkan semua unsur masyarakat

baik pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat sehingga hasil yang dicapai yakni

dukungan sepenuh penuhnya dari semua pihak.


4. Intensifikasi promosi gebrak malaria (panduan buku pedoman

promosi gebrak malaria)


Promosi Gebrak Malaria merupakan upaya memberdayakan seluruh

komponen masyarakat dalam memberantas malaria melalui peningkatan kesadaran,

kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dalam lingkungan yang

terbebas dari penularan malaria.


Gebrak Malaria merupakan program kesehatan masyarakat dengan komitmen

politik dari hasil kerjasama berbagai sector di dalam maupun di luar pemerintahan

termasuk masyarakat untuk berperan aktif mewujudkan lingkungan yang terbebas dari

penularana malaria.
Umumnya kegiatan kegiatan promosi dalam Gebrak Malaria ditujukan untuk

menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menghindari diri dari perilaku dan

lingkungan yang mendukung terjadinya penularan penyakit malaria. Kegiatan Promosi

Gebrak Malaria dilakukan dengan beberapa metode antara lain sebagai berikut :
Promosi Luar Ruangan (Spanduk dan Billbord Gebrak Malaria di semua desa sasaran).
Promosi Dalam Ruangan (Penyebaran Stiker, mini striker dan brochure malaria di

tempat tempat umum dan rumah rumah penduduk sasaran program malaria.
Promosi Media (Live Takkshow Malariadi RRI, penulisan artikel di surat kabar, dan

iklan radio tentang malaria.


Promosi Peringatan Hari Malaria Sedunia(HMS 25 April))
5. Intensifikasi penyuluhan atau sosialisasi pemberantasan malaria

dan tatalaksana hidup sehat.


Kegiatan yang dilakukan dalam hal intensifikasi penyuluhan dan sosialisasi

pemberantasan malaria antara lain sebagai berikut :


Works Shop Training for Trainer bagi anggota komunitas peduli malaria.
Mengaktifkan posyandu di tingkat desa dan penyuluhan malaria bagi ibu hamil dan

melahirkan.
Melakukan sosialisasi PHBS di desa-desa untuk pencegahan malaria difasilitasi oleh

Kepala Desa.
Kunjungan rutin ke kampung-kampung/dusun dengan melibatkan kepada

kampung/dusun.
Penyuluhan ke sekolah sekolah.
Mengadakan perlombaan dengan tema Malaria.

6. Intensifikasi pelatihan malaria (pengembangan kapasitas)-

(pedoman modul pelatihan malaria).


Kegiatan pelatihan malaria dilakukan sebagai upaya peningkatan performance

tanga kesehatan baik secara individual atau organisasi dalam melaksanakan

pekerjaannya ditempat tugasnya.


Sasaran pelatihan adalah anggota CMC, JMD, Bidan Desa, dan Petugas

Kesehatan di Puskesmas Nangaroro. Pengembangan kapasitas ini dilakukan secara

intensif dalam bentuk :


Pelatihan Pengendalian Vektor
Pelatihan Program Malaria Bagi Sukarelawan Malaria Desa.
Hal yang ingin dicapai dari kegiatan pelatihan tersebut adalah berjalannya

program sesuai rencana dan adanya keseragaman proses pelaksanaan program dari

tahap persiapan hingga tahap evaluasi dan monitoring program.


7. Intensifikasi pengendalian vektor (panduan buku pedoman

pemberantasan vektor).
Pengendalian vektor merupakan salah satu kegiatan utama dalam program

pemberantasan penyakit malaria agar dapat memutuskan mata rantai penularannya.

Kegiatan ini dilakukan atas dasar pertimbangan REESAA :


Rational : disesuaikan dengan lokasi pelaksanaan
Efektifitas : metode yang digunakan harus efektif dengan sasaran.
Efisien : pemilihan metode dengan mempertimbangkan biaya yang paling murah.
Sustainable : metode yang dilakukan dapat diulangi dan dilanjutkan secara

berkesinambungan sampai pada tingkat penularan paling rendah dan biaya paling

murah.
Acceptable : Metode yang digunakan dapat diterima masyarakat dan masyarakat

dapat berperan aktif.


Affordable : metode yang digunakan harus mudah dijangkau baik dari sisi

transportasi dan keperluan logistic.


Kegiatan pengendalian vektor antara lain :
Indoor Residual Spraying(IRS)
Penggunaan dan pendistribusian kelambu berinsektisida
Penyemprotan lagun
Larvasida
Penebaran ikan pemakan jentik(pengendalian hayati)
Pengelolaan lingkungan
8. Intensifikasi partisipasi dan pemberdayaan masyarakat
Setiap tahapan program akan melibatkan masyarakat setempat, bentuk bentuk

kegiatan partisipasi antara lain :


Bakti sosial desa untuk pengendalian vektor
Pembersihan lingkungan rumah
Pembersihan dan penyemprotan lagun
Penyemprotan rumah
Pemasangan kelambu bersama
Hasil yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut adalah tumbuhnya budaya dan

sikap masyarakat Nangaroro yang peduli terhadap bahaya malaria.


9. Pengadaan dan pendistribusian sarana dan prasarana pengendalian

malaria.
Rencana kegiatan- kegiatan tersebut diatas dapat berjalan dengan baik jika

didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai seperti :


Pengadaan dan pendistribusian kelambu
Pengandaan RDT
Pengadaan Microskop
Pengadaan alat penyemprotan rumah dan obat-obatannya
Pengadaan alat penyemprotan lagun(mist blower) dan obat-obatannya.
Pengadaan obat-obatan malaria

Pelaksanaan Kegiatan Project Intensifikasi Di Kecamatan Nangaroro Tahun

2011 2014
Jenis-jenis kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga Indonesia Malaria Care

Foundation (IMCF) Nangaroro


Sosialisasi pertama dengan Camat, Kepala Desa,Dusun,RT tentang pengenalan

lembaga
Pengambilan data (Profil desa,Geografi,Demografi,dll)
Sosialisasi
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Malaria
Sosialisasi Tanaman Pengusir Nyamuk
Pembentukan Community Malaria Care (CMC)
Pelacakan Kasus Malaria
Pengerjaan SPAL dan Pembersihan Lingkungan
Roll Back To School
Pembagian Bactivecd
Pembagian Kelambu
Fogging
Indoor Residual Sprying (IRS)
Belajar 2 Jam
B. DINAMIKA FLUKTUASI ANNUAL PARASITE INCIDENCE (API) DAN

ANNUAL BLOOD EXEMINATION RATE (ABER) DI

KABUPATEN NAGEKEO TAHUN 2012 2014


Kabupaten Nagekeo yang merupakan salah satu kabupaten dengan tingkat

fluktuasi dan sebaran kasus malaria yang terjadi setiap tahun cukup tinggi, secara

umum telah mengalami penurunan angka kasakitan yang dinyatakan dalam API selama

kurang lebih 3 tahun terakhir sejak tahun 2012 sampai tahun 2014. Hal itu tidak dapat

dijadikan dasar pokok bahwa wilayah tersebut telah bebas dari penyebaran penyakit

malaria, hal itu ditandai dengan munculnya beberapa kecamatan baru yang mengalami

peningkatan kasus yang cukup signifikan dan dipengaruhi oleh kecilnya upaya

pelacakan kasus malaria melalui pelacakan aktif pada waktu yang sama melalui

kegiatan yang harusnya dapat dilakukan lebih efisien seperti Mass Blood Survey(MBS)

dan Malariometric Survey(MS).


Dinamika dan fluktuasi sebaran kasus malaria di kabupaten, kecamatan

dan desa di Nagekeo dapat diamati dengan jelas melalui grafik dan tabel sebagai

berikut:

Grafik distribusi kasus malaria berdasarkan API di atas menunjukkan bahwa

Kabupaten Nagekeo mengalami penurunan kasus yang cukup tinggi sejak tahun 2012

dari API 24.1 0/00 hingga 5.60/00 di tahun 2014. Hal itu tidak dapat di jadikan dasar

utama karena upaya pelacakan kasus positif yang dipastikan melalui pemeriksaan

mikroskop yang di nyatakan dengan ABER juga mengalami penurunan persentasi

selama 3 tahun. Pada tahun 2012 ABER 11.74% menentukan penemuan API 24.1 0/00 ,
tahun 2013 ABER yang dilakukan di Kabupaten tersebut menurun 9.31% dengan

penemuan kasus positif API 20.970/00 , sedangkan tahun 2014 ABER hanya mencapai

9,52% dengan penemuan kasus positif di tahun tersebut hanya sebesar 5.6 0/0

Penentuan tingkat endemisitas malaria di suatu wilayah digolongkan dalam 3

resiko penularan yaitu High Case Incidence(HCI) dimana API >50/00 , Midle Case

Incidence(MCI) 10/0 - 50/0, Low Case Incidence(LCI) <10/0


Berdasarkan sebaran kasus malaria per wilayah yang berada di Kabupaten

Nagekeo selama 3 tahun terakhir diketahui terjadi dinamika fluktuasi peningkatan

kasus yang cukup tinggi di beberapa kecamatan di tahun 2014. Kecamatan Mauponggo

2014 API mencapai puncak peningkatan yang sangat tinggi mencapai 17.46 0/00 dengan

kesenjangan yang cukup jauh di bandingkan tahun sebelumnya dimana API hanya

mencapai 12.810/00. Hal tersebut juga terjadi di Kecamatan Danga, Boawae, Maunori

yang merupakan daerah dengan resiko penularan malaria tinggi (HCI:High Case

Incidence).
Kecamatan Nangaroro, Maunori dan Kaburea hingga tahun 2014

merupakan daerah dengan resiko penularan sedang (MCI : Midle Case Incidence)

karena API di wilayah tersebut berkisar antara 10/00 - 50/00. Hanya 1 kecamatan dengan

tingkat resiko penularan malaria rendah yaitu Kecamatan Jawakisa dimana API di

bawah 1% per seribu penduduk sejak tahun 2012 tahun 2013.

Distribusi sebaran kasus malaria perbulan sejak tahun 2012 sampai tahun 2014

di Kabupaten Nagekeo menggambarkan pola peningkatan penularan kasus malaria di

wilayah tersebut. Grafik diatas menunjukkan bahwa sebaran kasus malaria tertinggi
terjadi pada bulan januari dan menurun di bulan juli sampai desember tahun 2014,

sedangkan tahun 2013 kasus hanya meningkat di awal tahun bulan januari dan kembali

meningkat di bulan desember pada tahun yang sama. Tahun 2012 kasus malaria terjadi

hampir setiap bulan meskipun menunjukkan penurunan dan peningkatan kasus positif.

Tabel distibusi kasus malaria berdasarkan status endemisitas menggambarkan

kondisi wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Nagekeo selama 3 tahun terakhir.

Maunori adalah salah satu kecamatan dengan tingkat endemisitas malaria tinggi, dalam

3 tahun sejak tahun 2012 2014 kecamatan tersebut berada pada status High Case

Incidence (HCI). Kecamatan yang merupakan kecamatan dengan resiko malaria tinggi

yang baru mengalami perubahan status malaria adalah kecamatan Mauponggo,

Boawae, dan Danga. Kecamatan kecamatan tersebut mengalami peningkatan kasus

yang cukup tinggi di tahun 2014. Kecamatan Jawakisa adalah satu satunya kecamatan

yang berada pada status Low Case Incidence(LCI).

Kecamatan Nangaroro berdasarkan grafik perbandingan API dan ABER tahun

2012 2014 menunjukkan bahwa Tahun 2012 sampai tahun 2014 terjadi peningkatan

kasus yang ditunjukkan oleh meningkatnya persentase API dari 1,27 di tahun 2012

mencapai 4,52 di tahun 2014. Tingkat kebenaran perhitungan angka kesakitan tentunya

juga di pengaruhi oleh ABER sebagai salah satu indikator tolak ukur terhadap hasil

perhitungan API. Diketahui bahwa tahun 2012 ABER mencapai 13,42 namun turun di

tahun 2013 hanya mencapai 1,6 dan meningkat lagi di tahun 2014 sebesar 10,8. Hal ini

menjadi alasan mengapa di tahun 2013 kasus di kecamatan tersebut begitu rendah,
karena rendah nya pelacakan dan pencarian kasus aktif yang dilakukan oleh petugas

kesehatan.

Distribusi sebaran kasus malaria per desa di Kecamatan Nangaroro tahun 2012

sampai 2014 secara umum menunjukkan bahwa kasus tertinggi terjadi di Kelurahan

Nangaroro dan Desa Nataute.

Tahun 2012 desa dengan kasus malaria cukup tinggi di Kecamatan Nangaroro

adalah Kelurahan Nangaroro, Nataute, Wokodekororo dan Wokowoe. Desa Wokowoe

dan WOkodekororo dijadikan wilayah HCI karena persentase kasus yang terjadi di

wilayah tersebut di atas 5%. 18 desa yang ada di Kecamatan Nangaroro hanya 13 desa

di tahun 2012 yang mengalami kasus malaria.

Berbeda dengan tahun 2012, di tahun 2013 hanya 6 desa yang mengalami kasus

malaria. Meskipun demikian peningkatan kasus di 6 desa tersebut patut di waspadai

karena ada peningkatan yang cukup jauh di desa Nataute mencapai 16,76% meningkat

50% di bandingkan tahun sebelumnya.

Tahun 2014 terjadi peningkatan kasus yang sangat besar jika dibandingkan

dengan tahun sebelumnya. Jumlah desa positif baru meningkat menjadi 12 desa dari

yang sebelumnya hanya berjumlah 6 desa. Sementara itu Desa Nataute terus mengalami

peningkatan API menjadi 32,39%. Status desa Nataute sudah berada di garis merah

sebagai desa sebaran malaria tinggi.


Grafik distribusi API dan ABER di Kecamatan Nangaroro menggambarkan

fluktuasi kasus malaria di wilayah tersebut selama 3 tahun dari tahun 2012 sampai

tahun 2014. Kelurahan Nangaroro dan Desa Nataute mengalami peningkatan nilai API

yang cukup signifikan beberapa tahun terakhir, hal itu di tunjukan juga dengan

perbandingan ABER di tahun tersebut yang juga menurun. Kegiatan pelacakan kasus

aktif yang sangat kecil akan menyebabkan semakin sedikitnya kasus positif yang

ditemukan di suatu wilayah.

A. KORELASI FLUKTUASI PERUBAHAN API DAN ABER DENGAN

PELAKSANAAN KEGIATAN PROJECT INTENSIFIKASI MITIGASI

PENYAKIT MALARIA DI KECAMATAN NANGARORO TAHUN 2011

2014
Kegiatan kegiatan yang dilakukan untuk memutus mata rantai penyakit

malaria dilakukan oleh lembaga IMCF sesuai dengan rencana awal yang telah di

paparkan sebelumnya. Jenis-jenis kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga Indonesia

Malaria Care Foundation (IMCF) di Kecamatan Nangaroro adalah


Sosialisasi pertama dengan Camat, Kepala Desa,Dusun,RT tentang pengenalan

lembaga
Pengambilan data (Profil desa,Geografi,Demografi,dll)
Sosialisasi
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Malaria
Sosialisasi Tanaman Pengusir Nyamuk
Pembentukan Community Malaria Care (CMC)
Pelacakan Kasus Malaria
Pengerjaan SPAL dan Pembersihan Lingkungan
Roll Back To School
Pembagian Bactivecd
Pembagian Kelambu
Fogging
Indoor Residual Sprying (IRS)
Catatan kegiatan tersebut di atas disesuaikan dengan volume kegiatan

dan luasnya wilayah sasaran di Kecamatan Nangaroro yang mencakup 18 desa dan 1

kelurahan. Menghubungkan korelasi antara tinggi nya kasus malaria sejak tahun 2012

sampai tahun 2014 dengan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga IMCF dapat

disimpulkan tentang kecilnya sumbangsi kegiatan project dalam menekan kejadian

malaria di wilayah tersebut. Hal ini didasari oleh minimnya perhitungan jadwal yang

akurat dengan pola peningkatan kasus malaria, dimana kegiatan dilakukan tidak

dengan rencana jadwal yang disesuaikan dengan peningkatan kasus, sehinggat upaya

pengendalian tidak sesuai dengan sasaran.


Hal lain yang juga sangat mempengaruhi keberhasilan penekanan kasus

malaria adalah advokasi kepada pemerintah dan bidan desa sebagai pelayanan dasar

kesehatan di desa yang sebenarnya mampu penjadi informan utama setiap ditemukan

positif kasus malaria tidak dilakukan, sehingga lembaga IMCF terlihat melakukan

program pengendalian secara sepihak tanpa melibatkan pihak - pihak terkait program.
Kurangnya advokasi dan gagal nya perencanaan program yang akurat

untuk menempatkan lembaga IMCF sebagai faktor utama penekan kasus malaria di

Kecamatan Nangaroro, membangun sebuah konsep baru berdasarkan refleksi kegiatan

sebelumnya. Kegagalan lembaga dalam memberikan sumbangsi tepat terhadap

penurunan malaria menjadikan devisi pengendalian malaria untuk merevisi dan

menentukan program baru yang lebih baik dalam upaya penanganan penyakit malaria.

B. RANCANGAN STRATEGIS PROJECT PROGRAM DAN SASARAN

WILAYAH BARU LEMBAGA IMCF TAHUN 2016 2020


Pesatnya dinamika fluktuasi kasus malaria di Kecamatan Nangaroro

sejak tahun 2012 tahun 2014 menjadi bahan evaluasi taktis sebagai dasar utama

membangun dan menentukan rancangan strategi baru dalam upaya menekan kejadian
malaria di wilayah tersebut. Hal ini didasari atas hasil kegiatan sebelumnya yang belum

menunjukkan kasil yang potensial terhadap penekanan kasus kesakitan malaria di

Kecamatan Nangaroro. Mengingat besarnya kompleksitas masalah, devisi pengendalian

malaria merangkum rancangan strategis dalam bagan pengendalian sebagai berikut

upaya pengendalian malaria hanya mencakup 3 model pengendalian utama

sebagai berikut :
Pelacakan Kasus Aktif
Kegiatan pelacakan kasus aktif mencakup MBS, malariometric survey dab

beberapa kegiatan lainnya. Kegiatan ini bertujuan untuk menemukan kasus sedini

mungkin sebelum terjadi penularan lebih lanjut.


Pengendalian Lingkungan
Kegiatan pengendalian lingkungan merupakan satu kesatuan upaya

pengendalian yang dilakukan untuk memodifikasi kondisi lingkungan sehingga mampu

menekan populasi vektor penyakit malaria.


Sosialisasi dan Pemicuan Malaria
Konsen dengan kegiatan peningkatan pengatahuan masyarakat tentang bahaya

penyakit malaria, tujuan kegiatan ini adalah perubahan pola perilaku masyarakat agar

terhindar dari penyakit malaria.


Namun ke 3 design umum kegiatan tersebut tidak akan berarti tanpa

adaya peran serta dari lembaga maupun satu kesatuan struktur dalam kelompok yang

lebih kecil, oleh karena itu upaya advokasi dilakukan dengan sasaran 3 objek penting

sebagai berikut :
Pemerintah Desa
Bidan Desa/ Tenaga Kesehatan Desa
Juru Malaria Desa
Besar nya keberhasilan upaya pengendalian malaria dimanapun di

Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh dukungan pihak terkait di atas, hal itu di dasari

tingkat kedekatan akses dan tingginya kepentingan masyarakat dengan pihak-pihak


terkait. Oleh karena itu Lembaga IMCF memandang perlu dilakukan advokasi yang

lebih intens terhadap aspek penting tersebut diatas.


Hasil evaluasi kasus tahun 2012 sampai tahun 2014 telah dengan jelas

memperlihatkan pola perjalanan penularan malaria di Kecamatan Nangaroro, terutama

di beberapa desa seperti Kelurahan Nangaroro, Nataute, WOkodekororo dan Wokowoe.

FLuktuasi kejadian kasus yang meningkat tajam di musim penghujan dan menurun di

musim kemarau menjadi indikasi berarti dalam penentuan kewaspadaan dini kepada

aspek aspek pengendalian yang telah di jelaskan di atas. Hal ini menjadi perhatian

dikarenakan banyak upaya pengendalian yang dilakukan sebelumnya tidak tepat

sehingga tidak mampu menurunkan kasus malaria.


Penentuan kegiatan pengendalian yang tepat dengan durasi fluktuasi

penularan tinggi menentukankeberhasilan dalam memutus mata rantai penularan

malaria di Kecamatan Nangaroro di tahun yang akan datang. Semua aspek yang mampu

memberikan kontribusi terhadap keberhasilan program akan di rangkul dalam satu

badan tim yang solid, professional dan sesuai dengan bidang keahlian masing masing

sehingga efektifitas program yang efisien mampu mencapai target Kecamatan

Nangaroro Bebas Malaria Tahun 2030.

LEMBARAN PENGESAHAN

Demikian Laporan Revisi Program Malaria Tahun 2012 2014 di Kecamatan

Nangaroro dibuat untuk dijadikan sebagai bukti pelaksanaan program malaria di

Kecamatan Nangaroro. Laporan ini juga dibuat atas dasar kegiatan real di masyarakat

dan hasilnya dapat di tinjau dan di intervensi secara langsung oleh pihak yang terkait.
Oleh karena itu pengesahan dan audit laporan dibutuhkan oleh program

pengendalian malaria untuk dilakukan pihak managemen agar dapat dijadikan bahan

evaluasi untuk peningkatan kualitas pelayanan program lanjutan.

You might also like