Professional Documents
Culture Documents
REFLEKSI HASIL
PROJECT PENGENDALIAN MALARIA
TAHUN 2011 - 2015
DI
KECAMATAN NANGARORO
PROFIL LEMBAGA
*INDONESIA MALARIA CARE FOUNDATION (IMCF)*
Non Profit yang memilik kepedulian pada masalah pencegahan dan pengawasan
penyakit malaria di Indonesia pada umumnya. Sebagai salah satu lembaga sosial IMCF
independen :
Nama Lembaga : INDONESIA MALARIA CARE FOUNDATION
(YAYASAN PEDULI MALARIA INDONESIA)
Izin Usaha :
83708789
Misi :
pengawasan penyakit malaria melalui penataan lingkungan, tempat tinggal dan pola
tingkah laku (sehat) untuk mencapai masyarakat yang sehat dan sejahtera.
Kepengurusan project :
menginjak tahun ke 7 sejak berdirinya tahun 2008. Proyek proyek peningkatan dan
penyakit malaria.
A. Latar Belakang
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara
alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina (Departemen Kesehatan RI,
2006, h.3).
Malaria ditemukan hampir pada sebagian negara yang beriklim tropis dan
sub tropis dan diperkirakan sekitar 300 juta sampai 500 juta penderita malaria dengan
kematian berkisar antara 750.000 hingga 2 juta jiwa setiap tahun (Gunawan, 2000
dalam Sutatik, 2007). Pada tahun 1997, dari 17,31 juta kematian penduduk akibat
2,7 juta orang meninggal karena penyakit malaria, terutama kelompok anak-anak umur
bawah lima tahun (balita) di Afrika (Gunawan, 2000 dalam Afridah, 2009).
Dalam rangka pengendalian penyakit malaria banyak hal yang sudah
maupun sedang dilakukan baik dalam skala global maupun nasional. Malaria
merupakan salah satu indikator dari target Pembangunan Milenium (MDGs), dimana
pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator menurunnya angka kesakitan dan angka
pengendalian malaria menuju eliminasi dilakukan secara bertahap dari satu pulau atau
beberapa pulau sampai seluruh pulau tercakup guna terwujudnya masyarakat yang
hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria sampai tahun 2030(Buletin malaria
2011).
Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007
dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Hal
indikator untuk mengukur angka kejadian malaria, yaitu dengan API. Pada tahun 2007
kebijakan ini mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil
pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan pengobatan
Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk
meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi. API dari tahun 2008 2009
menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk. Bila dilihat
per provinsi dari tahun 2008 2009 provinsi dengan API yang tertinggi adalah Papua
kasus malaria cukup tinggi di Indonesia. Hal itu dapat dilihat pada grafik statistik
Kabupaten Nagekeo yang juga adalah salah satu wilayah yang berada di Propinsi
NTT dengan kasus malaria cukup tinggi. Tercatat tahun 2011 di Kabupaten Negekeo
diketahui kasus klinis sebanyak 642 kasus dengan jumlah positif kasus mencapai 83
Propinsi Nusa Tenggara Timur tepatnya di pulau Flores. Hampir keseluruhan wilayah
di Kecamatan Nangaroro merupakan daerah perbukitan dan hanya sekitar 10% daerah
persawahan (datar).
Cuaca di Kecamatan Nangaroro sangat bervariasi. Untuk beberapa tempat
di daerah pesisir pantai sampai 250 meter di atas permukaan laut bersuhu panas.
total penduduk pria sebanyak 9.707 orang, sementara wanita sebanyak 10.413 orang.
Total Kepala Rumah Tangga (KK) Kecamatan Nangaroro sebanyak 3.602 KK (data
kependudukan 2009).
Kecamatan Nangaroro terdiri dari 1 Kelurahan dan 18 Desa. Sekitar 98%
berjarak sekitar 25 Km dari desa terluar. Sedangkan pembangunan infrastruktur saat ini
pembangunan Pustu/Poskesdes di masing masing desa dengan satu atau dua orang
(kesakitan) malaria tertinggi yakni sebanyak 4.060 orang (data tahun 2008). Rekap
data ini diambil dari kunjungan penderita malaria ke Puskesmas dan Pustu/Poskesdes.
Kondisi sumberdaya manusia, geografis, ekonomi sosial dan budaya di
pada tahun 2011 menetapkan Kecamatan Nangaroro sebagai program project dalam
upaya partisipatif bersama masyarakat Nangaroro membangun kesadaran dan aksi
2011 2014
1.1. Design Kegiatan Awal Project Matigasi di Kecamatan Nangaroro Tahun
2011 - 2014
Aktivitas utama Program Pilot Project Intensifikasi Mitigasi Malaria
menghasilkan informasi yang akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan sebagai
dasar untuk melaksanakan tindakan penanggulangan yang cepat dan tepat disesuaikan
dalam pencarian penderita malaria berdasarkan gejala klinis dan gejala khas daerah
program ini dilakukan pendekatan secara structural dan lintas sektoral dalam bentuk
Nangaroro.
Tujuan kegiatan kegiatan tersebut adalah tercapainya koordinasi dan
sosialisasi tentang rencana program yang mampu melibatkan semua unsur masyarakat
baik pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat sehingga hasil yang dicapai yakni
kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dalam lingkungan yang
politik dari hasil kerjasama berbagai sector di dalam maupun di luar pemerintahan
termasuk masyarakat untuk berperan aktif mewujudkan lingkungan yang terbebas dari
penularana malaria.
Umumnya kegiatan kegiatan promosi dalam Gebrak Malaria ditujukan untuk
Gebrak Malaria dilakukan dengan beberapa metode antara lain sebagai berikut :
Promosi Luar Ruangan (Spanduk dan Billbord Gebrak Malaria di semua desa sasaran).
Promosi Dalam Ruangan (Penyebaran Stiker, mini striker dan brochure malaria di
tempat tempat umum dan rumah rumah penduduk sasaran program malaria.
Promosi Media (Live Takkshow Malariadi RRI, penulisan artikel di surat kabar, dan
melahirkan.
Melakukan sosialisasi PHBS di desa-desa untuk pencegahan malaria difasilitasi oleh
Kepala Desa.
Kunjungan rutin ke kampung-kampung/dusun dengan melibatkan kepada
kampung/dusun.
Penyuluhan ke sekolah sekolah.
Mengadakan perlombaan dengan tema Malaria.
program sesuai rencana dan adanya keseragaman proses pelaksanaan program dari
pemberantasan vektor).
Pengendalian vektor merupakan salah satu kegiatan utama dalam program
berkesinambungan sampai pada tingkat penularan paling rendah dan biaya paling
murah.
Acceptable : Metode yang digunakan dapat diterima masyarakat dan masyarakat
malaria.
Rencana kegiatan- kegiatan tersebut diatas dapat berjalan dengan baik jika
2011 2014
Jenis-jenis kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga Indonesia Malaria Care
lembaga
Pengambilan data (Profil desa,Geografi,Demografi,dll)
Sosialisasi
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Malaria
Sosialisasi Tanaman Pengusir Nyamuk
Pembentukan Community Malaria Care (CMC)
Pelacakan Kasus Malaria
Pengerjaan SPAL dan Pembersihan Lingkungan
Roll Back To School
Pembagian Bactivecd
Pembagian Kelambu
Fogging
Indoor Residual Sprying (IRS)
Belajar 2 Jam
B. DINAMIKA FLUKTUASI ANNUAL PARASITE INCIDENCE (API) DAN
fluktuasi dan sebaran kasus malaria yang terjadi setiap tahun cukup tinggi, secara
umum telah mengalami penurunan angka kasakitan yang dinyatakan dalam API selama
kurang lebih 3 tahun terakhir sejak tahun 2012 sampai tahun 2014. Hal itu tidak dapat
dijadikan dasar pokok bahwa wilayah tersebut telah bebas dari penyebaran penyakit
malaria, hal itu ditandai dengan munculnya beberapa kecamatan baru yang mengalami
peningkatan kasus yang cukup signifikan dan dipengaruhi oleh kecilnya upaya
pelacakan kasus malaria melalui pelacakan aktif pada waktu yang sama melalui
kegiatan yang harusnya dapat dilakukan lebih efisien seperti Mass Blood Survey(MBS)
dan desa di Nagekeo dapat diamati dengan jelas melalui grafik dan tabel sebagai
berikut:
Kabupaten Nagekeo mengalami penurunan kasus yang cukup tinggi sejak tahun 2012
dari API 24.1 0/00 hingga 5.60/00 di tahun 2014. Hal itu tidak dapat di jadikan dasar
utama karena upaya pelacakan kasus positif yang dipastikan melalui pemeriksaan
selama 3 tahun. Pada tahun 2012 ABER 11.74% menentukan penemuan API 24.1 0/00 ,
tahun 2013 ABER yang dilakukan di Kabupaten tersebut menurun 9.31% dengan
penemuan kasus positif API 20.970/00 , sedangkan tahun 2014 ABER hanya mencapai
9,52% dengan penemuan kasus positif di tahun tersebut hanya sebesar 5.6 0/0
resiko penularan yaitu High Case Incidence(HCI) dimana API >50/00 , Midle Case
kasus yang cukup tinggi di beberapa kecamatan di tahun 2014. Kecamatan Mauponggo
2014 API mencapai puncak peningkatan yang sangat tinggi mencapai 17.46 0/00 dengan
kesenjangan yang cukup jauh di bandingkan tahun sebelumnya dimana API hanya
mencapai 12.810/00. Hal tersebut juga terjadi di Kecamatan Danga, Boawae, Maunori
yang merupakan daerah dengan resiko penularan malaria tinggi (HCI:High Case
Incidence).
Kecamatan Nangaroro, Maunori dan Kaburea hingga tahun 2014
merupakan daerah dengan resiko penularan sedang (MCI : Midle Case Incidence)
karena API di wilayah tersebut berkisar antara 10/00 - 50/00. Hanya 1 kecamatan dengan
tingkat resiko penularan malaria rendah yaitu Kecamatan Jawakisa dimana API di
Distribusi sebaran kasus malaria perbulan sejak tahun 2012 sampai tahun 2014
wilayah tersebut. Grafik diatas menunjukkan bahwa sebaran kasus malaria tertinggi
terjadi pada bulan januari dan menurun di bulan juli sampai desember tahun 2014,
sedangkan tahun 2013 kasus hanya meningkat di awal tahun bulan januari dan kembali
meningkat di bulan desember pada tahun yang sama. Tahun 2012 kasus malaria terjadi
hampir setiap bulan meskipun menunjukkan penurunan dan peningkatan kasus positif.
kondisi wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Nagekeo selama 3 tahun terakhir.
Maunori adalah salah satu kecamatan dengan tingkat endemisitas malaria tinggi, dalam
3 tahun sejak tahun 2012 2014 kecamatan tersebut berada pada status High Case
Incidence (HCI). Kecamatan yang merupakan kecamatan dengan resiko malaria tinggi
yang cukup tinggi di tahun 2014. Kecamatan Jawakisa adalah satu satunya kecamatan
2012 2014 menunjukkan bahwa Tahun 2012 sampai tahun 2014 terjadi peningkatan
kasus yang ditunjukkan oleh meningkatnya persentase API dari 1,27 di tahun 2012
mencapai 4,52 di tahun 2014. Tingkat kebenaran perhitungan angka kesakitan tentunya
juga di pengaruhi oleh ABER sebagai salah satu indikator tolak ukur terhadap hasil
perhitungan API. Diketahui bahwa tahun 2012 ABER mencapai 13,42 namun turun di
tahun 2013 hanya mencapai 1,6 dan meningkat lagi di tahun 2014 sebesar 10,8. Hal ini
menjadi alasan mengapa di tahun 2013 kasus di kecamatan tersebut begitu rendah,
karena rendah nya pelacakan dan pencarian kasus aktif yang dilakukan oleh petugas
kesehatan.
Distribusi sebaran kasus malaria per desa di Kecamatan Nangaroro tahun 2012
sampai 2014 secara umum menunjukkan bahwa kasus tertinggi terjadi di Kelurahan
Tahun 2012 desa dengan kasus malaria cukup tinggi di Kecamatan Nangaroro
dan WOkodekororo dijadikan wilayah HCI karena persentase kasus yang terjadi di
wilayah tersebut di atas 5%. 18 desa yang ada di Kecamatan Nangaroro hanya 13 desa
Berbeda dengan tahun 2012, di tahun 2013 hanya 6 desa yang mengalami kasus
karena ada peningkatan yang cukup jauh di desa Nataute mencapai 16,76% meningkat
Tahun 2014 terjadi peningkatan kasus yang sangat besar jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Jumlah desa positif baru meningkat menjadi 12 desa dari
yang sebelumnya hanya berjumlah 6 desa. Sementara itu Desa Nataute terus mengalami
peningkatan API menjadi 32,39%. Status desa Nataute sudah berada di garis merah
fluktuasi kasus malaria di wilayah tersebut selama 3 tahun dari tahun 2012 sampai
tahun 2014. Kelurahan Nangaroro dan Desa Nataute mengalami peningkatan nilai API
yang cukup signifikan beberapa tahun terakhir, hal itu di tunjukan juga dengan
perbandingan ABER di tahun tersebut yang juga menurun. Kegiatan pelacakan kasus
aktif yang sangat kecil akan menyebabkan semakin sedikitnya kasus positif yang
2014
Kegiatan kegiatan yang dilakukan untuk memutus mata rantai penyakit
malaria dilakukan oleh lembaga IMCF sesuai dengan rencana awal yang telah di
lembaga
Pengambilan data (Profil desa,Geografi,Demografi,dll)
Sosialisasi
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Malaria
Sosialisasi Tanaman Pengusir Nyamuk
Pembentukan Community Malaria Care (CMC)
Pelacakan Kasus Malaria
Pengerjaan SPAL dan Pembersihan Lingkungan
Roll Back To School
Pembagian Bactivecd
Pembagian Kelambu
Fogging
Indoor Residual Sprying (IRS)
Catatan kegiatan tersebut di atas disesuaikan dengan volume kegiatan
dan luasnya wilayah sasaran di Kecamatan Nangaroro yang mencakup 18 desa dan 1
kelurahan. Menghubungkan korelasi antara tinggi nya kasus malaria sejak tahun 2012
sampai tahun 2014 dengan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga IMCF dapat
malaria di wilayah tersebut. Hal ini didasari oleh minimnya perhitungan jadwal yang
akurat dengan pola peningkatan kasus malaria, dimana kegiatan dilakukan tidak
dengan rencana jadwal yang disesuaikan dengan peningkatan kasus, sehinggat upaya
malaria adalah advokasi kepada pemerintah dan bidan desa sebagai pelayanan dasar
kesehatan di desa yang sebenarnya mampu penjadi informan utama setiap ditemukan
positif kasus malaria tidak dilakukan, sehingga lembaga IMCF terlihat melakukan
program pengendalian secara sepihak tanpa melibatkan pihak - pihak terkait program.
Kurangnya advokasi dan gagal nya perencanaan program yang akurat
untuk menempatkan lembaga IMCF sebagai faktor utama penekan kasus malaria di
menentukan program baru yang lebih baik dalam upaya penanganan penyakit malaria.
sejak tahun 2012 tahun 2014 menjadi bahan evaluasi taktis sebagai dasar utama
membangun dan menentukan rancangan strategi baru dalam upaya menekan kejadian
malaria di wilayah tersebut. Hal ini didasari atas hasil kegiatan sebelumnya yang belum
sebagai berikut :
Pelacakan Kasus Aktif
Kegiatan pelacakan kasus aktif mencakup MBS, malariometric survey dab
beberapa kegiatan lainnya. Kegiatan ini bertujuan untuk menemukan kasus sedini
penyakit malaria, tujuan kegiatan ini adalah perubahan pola perilaku masyarakat agar
adaya peran serta dari lembaga maupun satu kesatuan struktur dalam kelompok yang
lebih kecil, oleh karena itu upaya advokasi dilakukan dengan sasaran 3 objek penting
sebagai berikut :
Pemerintah Desa
Bidan Desa/ Tenaga Kesehatan Desa
Juru Malaria Desa
Besar nya keberhasilan upaya pengendalian malaria dimanapun di
Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh dukungan pihak terkait di atas, hal itu di dasari
FLuktuasi kejadian kasus yang meningkat tajam di musim penghujan dan menurun di
musim kemarau menjadi indikasi berarti dalam penentuan kewaspadaan dini kepada
aspek aspek pengendalian yang telah di jelaskan di atas. Hal ini menjadi perhatian
malaria di Kecamatan Nangaroro di tahun yang akan datang. Semua aspek yang mampu
badan tim yang solid, professional dan sesuai dengan bidang keahlian masing masing
LEMBARAN PENGESAHAN
Kecamatan Nangaroro. Laporan ini juga dibuat atas dasar kegiatan real di masyarakat
dan hasilnya dapat di tinjau dan di intervensi secara langsung oleh pihak yang terkait.
Oleh karena itu pengesahan dan audit laporan dibutuhkan oleh program
pengendalian malaria untuk dilakukan pihak managemen agar dapat dijadikan bahan