Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
bahan kimia atau penggunaan zat adiktif serta gangguan pada kontrol impuls.
Society of Addiction Medicine (2011: 01) menjelaskan bahwa addiction merupakan suatu
keadaan penyakit kronis atau disfungsi pada saraf yang mengontrol penghargaan,
motivasi, ingatan dan saraf terkait lainya, hal ini menyebabkan perubahan dengan
karakateristik biologis, psikologis, sosial, dan beberapa manifestasi spiritual. Hal ini
terhadap orang lain dan hubungan interpersonal, dan disfungsional respon emosi.
Corral dan Echeburua (2010: 91) menyatakan bahwa istilah addiction semakin
sehingga istilah addiction tidak selalu melekat pada obat-obatan akan tetapi juga
berlaku untuk kegiatan atau suatu hal tertentu yang dapat membuat seseorang
konteks klinis dan diperhalus dengan perilaku berlebihan. Konsep addiction dapat
9
10
informasi (ICT).
aspek perilaku yang kompulsif, adanya ketergantungan, dan kurangnya kontrol. Malat,
et al, (2010: 41) menyatakan bahwa addiction merupakan perilaku ketergantungan pada
suatu hal yang disenangi. Individu biasanya secara otomatis akan melakukan hal yang
disenangi pada kesempatan yang ada. Sesorang dikatakan addiction apabila dalam satu
hari melakukan kegiatan yang sama sebanyak lima kali atau lebih. Menurut
Andreassen, et al, (2012: 501), perkembangan media baru yang berpotensi terhadap
perilaku addiction, misalnya video game online, smartphone, seks online, shopping, workhilism
adiktif seperti narkoba dan alkohol, namun pada banyak kasus perilaku addiction yang
tidak diakibatkan oleh zat tertentu, secara umum addiction terdiri atas beberapa jenis,
yaitu:
a. Gambling addiction
memberikan dampak dan akibat yang sama dari pengguna zat adiktif dan
b. Sex addiction
bahwa sex addiction sebagai kondisi yang dapat didiagnosis, tapi penelitian
tersebut menunjukan bahwa terdapat prevalensi yang jelas dari perilaku sex
c. Shopping addiction
patologis dan komplusif yang muncul pada orang yang merasa bahwa
yang mengakibatkan keadaan psikis, fisik, sosial, dan juga kerusakan otak
e. Food addiction
lezat dilidah memicu zat kimia otak untuk menimbulkan suasana hati yang
berhubungan dengan transmisi dopamin yang lebih besar dalam jalur reward
otak karena makan makanan tertentu, hal ini akan mendorong seseorang
untuk makan dalam waktu singkat. Pusat kebahagiaan dan kepuasan diotak
kandungan tinggi lemak, garam dan gula. Terdapat masalah lain bagi
orang-orang yang food addiction, yaitu sinyal reward dari makanan lezat bisa
menghilangkan sinyal rasa puas dan rasa kenyang, yang berarti akan terus
makan, meskipun sudah tidak lapar lagi Pentz, et al, (2011, dalam
f. Internet addiction
dalam jumlah yang sama akan menimbulkan respon minimal, jumlah harus
dan terganggunya kehidupan sosial (menurun atau hilang sama sekali, baik
Menurut Andreassen dan Pallesen (2012, dalam Satici & Uysal, 2015: 185),
facebook merupakan substansi dari social network yang cukup terkenal dengan lebih dari
13
satu miliar diseluruh dunia terdaftar dan 864 juta pengguna aktif menggunakannya
setiap hari. Nadkarni dan Hofmann (2012: 08) menyatakan bahwa facebook diciptakan
dengan memanfaatkan berbagai fitur seperti, chating, berbagi foto, group untuk
sebuah kelompok diskusi sehingga diharapkan interaksi yang sama seperti kehidupan
nyata. Selain itu menurut Sheldon (2008: 50) penggunaan facebook di Amerika dan
93% dari mahasiswa mempunyai akun facebook dan beberapa pengguna mempunyai
resiko addiction untuk selalu mengakses akun facebook karena tidak sedikit pengguna
facebook yang menganggap jejaring sosial facebook lebih baik dibandingkan dunia nyata.
Ryan, et al, (2014: 135) menyatakan bahwa facebook addiction pada umumnya
mempunyai gejala yang sama seperti internet addiction namun aktivitas dan fitur yang
503), hasil penelitian yang dilakukan terhadap 423 siswa menunjukkan enam tanda
seseorang addiction yakni, menghabiskan banyak waktu berpikir tentang facebook atau
menggunakan facebook untuk melupakan persoalan pribadi. Selain itu merasa gelisah
namun tidak berhasil, dan menggunakan facebook terlalu sering hingga berdampak
membesarnya pupil mata. Kesimpulan dari analisis statistik dari data psikofisiologis
berbeda dengan situasi yang biasanya terjadi dalam situasi di bawah tekanan atau
sedang santai. Kemudian lebih lanjut, sinyal biologis menunjukan facebook dapat
Menurut Griffiths dan Kuss (2011: 68), facebook addiction merupakan suatu
gangguan mental terhadap kecemasan dan memikirkan sesuatu terlalu berlebihan dan
ciri-ciri fisik dan psikofisiologis dan lebih berbahaya dibandingkan dengan addiction
terhadap merokok dan minuman keras. Jika telah mengalami facebook addiction maka
pikiran sesorang dipenuhi dengan pemikiran yang menetap, kurang dan tidak adanya
Griffiths, et al, (2014: 121), terdapat enam dimensi untuk menentukan apakah
individu sudah digolongkan facebook addiction dalam jejaring sosial. Dimensi tersebut
a. Salience
b. Mood modification
Griffiths, et al, (2014: 121) menyatakan bahwa keterlibatan yang tinggi saat
c. Tolerance
d. Withdrawal symptoms
facebook dikurangi atau tidak dilanjutkan dan hal ini berpengaruh pada fisik
seseorang, perasaan dan efek antara perasaan dan fisik (seperti, pusing,
e. Conflict
Menurut Griffiths, et al, (2014: 121), konflik yang terjadi antara pengguna
tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik yang
16
terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa kurangnya kontrol)
facebook.
f. Relaps
dengan intensitas yang lebih tinggi. Saat individu belum sembuh dari perilaku
berakibat buruk dan akan sulit untuk diatasi jika tidak dilakukan penanganan
Denti, et al, (2012, dalam Satici & Uysal, 2015: 186) menyatakan bahwa
lower subjective well-being (rendahnya kesehatan secara subjektif), depresi berat dan
kecemasan yang berlebihan. Kuss dan Griffiths, (2011, dalam Satici & Uysal, 2015:
186), facebook addiction dapat berdampak pada gangguan kesehatan mental dan
membuat terganggunya fungsi psikologis, kehidupan sosial, dan pekerjaan. Selain itu
menurut pandangan Koc dan Gulyagci (2013, dalam Satici & Uysal, 2015: 186),
interkasi tatap muka dan tidak aktif bersosial didunia nyata dan masalah ini
berhubungan positif dengan tingkat kesepian Golden, et al, (2009, dalam Satici &
Uysal, 2015: 189). Al-Khadam (2013: 22) menyatakan bahwa terlibat dalam berbagi
interpersonal.
Nurmandia, et al, (2013: 111) berpendapat bahwa selain sisi positif terhadap
addiction memiliki dampak negatif diantaranya adalah kehilangan banyak waktu yang
bermanfaat, kebingungan antara dunia maya dan dunia nyata, kegagalan akademik,
stress jika tidak menggunakan facebook, selain itu jika tidak dilakukan pengobatan atau
merupakan bentuk yang lebih spesifik dari internet addiction. Penggunaan facebbok
yang sangat tinggi sehingga dibutuhkan sebuah alat ukur psikometrik untuk menilai
facebook addiction. Berdasarkan permasalahan ini the bergen facebook addiction scale dibuat
sebagai sebuah alat ukur untuk mecerminkan enam dimensi terhadap fecabook
conflict, dan relaps. Menurut Andreassen, et al, (2012: 505), bergen facebook addiction scale
terdiri atas 18 pertanyaan, setiap tiga pertanyaan mewakili dari enam dimensi facebook
addiction. Setiap item pertanyaan memilki 5 pilihan jawaban dengan skor 1 untuk tidak
pernah sampai dengan skor 5 untuk sering, skor yang tinggi menunjukan semakin
Menurut Tang, et al, (2015: 102), dalam penelitiannya terkait personality traits
support (dukungan sosial online) dan facebook addiction (kecanduan facebook). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab dari facebook addiction. Jumlah
partisipan dalam penelitian ini adalah 894 mahasiswa dan hanya 1% yang
(peringatan) terhadap facebook addiction. Tang, et al, (2015: 105) menyatakan bahwa
Andreassen, et al, (2012) sebagai alat ukur terhadap facebook addiction dan ditambah
dengan 2 item pertanyaan dari obsessive compulsive disorder sehingga jumlah pertanyaan
20 item dan skor akhir dengan rentang 20-100. Pada skor hasil skala facebook addiction
partisipan dibagi menjadi 3 kategori sesuai dengan tingkat addiction terhadap facebook,
yaitu addict jika hasil skor 80, alert 50-79, dan normal jika 50.
Manusia sebagai makhluk sosial merupakan salah satu ciri terhadap perilaku
komunikasi antar manusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan setiap manusia
membutuhkan orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial akan cenderung untuk
pengalaman serta bekerja sama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya
(Suranto, 2011: 1). Sedangkan menurut Nasir dkk (2011: 3), komunikasi merupakan
penyampaian informasi dalam sebuah interaksi tatap muka yang berisi ide, perasaan,
perhatian, makna, serta pikiran yang diberikan pada penerima pesan dengan harapan
perilaku.
19
cakupan, dan konteks yang beragam satu sama lain. Terdapat banyak defenisi
didalamnya, yaitu:
Menurut Nasir dkk (2011: 4), komunikasi adalah pertukaran pikiran atau
gagasan secara. Pertukaran ini merupakan bentuk transfer learning antara kedua
belah pihak dlaam rangka mencapai suatu kesepakatan bersama tentang ide,
dinamis dan secara konstan berubah sesuai dengan situasi yang berlaku.
lain. Perbedaan presepsi antara kedua belah pihak yang terlibat dalam proses
memperkuat ego Burnland (1964, dalam Nasir, dkk 2011: 4). Menurut Nasir
anggapan yang salah akibat salah prediksi dan salah pengertian. Dengan
e. Proses
pengirim pesan, penerima pesan, dan pesan yang akan disampaiakan (Nasir
benda atau orang ke benda atau orang lainnya menjadi bermakna (Nasir dkk,
2011: 4).
g. Menghubungkan
dengan bagaian lainnya dengan tujuan yang telah ditetapkan (Nasir dkk, 2011:
5).
h. Kebersamaan
Komunikasi adalah proses yang membuat sesuatu yang semula hanya dimiliki
seseorang menjadi milik dua orang atau lebih, dengan harapan terjadi
persamaan presepsi dan pemahaman, serta perilaku (Nasir dkk, 2011: 5).
Misalnya telegraf, telepon, radio, dan lain-lain (Nasir dkk, 2011: 5).
j. Replikasi memori
panjang (long therm memory) dan ingatan jangka pendek (short therm memory)
k. Tanggapan diskriminatif
Komunikasi adalah tanggapan pilihan atau terarah pada suatu stimulus. Hal
ini tidak terlepas dari konsep stimulus-respon dimana akan terjadi reaksi bila
22
seseorang melakukan aksi. Tanggapan tersebut berupa aksi yang primitif dari
l. Stimuli
m. Kesengajaan
situasi atau waktu sesuai pola yang diinginkan (Nasir dkk, 2011: 5).
sehingga dapat mengarahkan seseorang pada suatu hal sesuai dengan yang
hanya terdiri atas tiga unsur yaitu siapa yang bicara, apa yang dibicarakan, dan siapa
yang mendengarkan. Sedangkan menurut Cangara (2004, dalam Nasir dkk, 2011: 32)
menurut Miller & Fleur (dalam Nasir dkk, 2011: 32) menambahkan unsur efek atau
umpan balik sebagai pelangkap dalam komunikasi yang efektif. De Vito (1997, dalam
Nasir dkk, 2011: 32) menambahkan bahwa faktor lingkungan merupakan unsur yang
a. Source (pengrim)
atau pengirim informasi (Suranto, 2011: 7). Menurut Purwoastuti dan Walyani
(2015: 6) pengirim yang dimaksud adalah orang yang masuk dalam hubungan,
baik interpersonal dengan diri sendiri, interpersonal dengan orang lain dalam
kelompok kecil dan dalam kelompok besar. Nasir, dkk (2011: 32)
karakteristik komunikan.
b. Message (pesan)
lambang yang menjalankan ide atau gagasan, sikap, perasaan, praktik, atau
dua orang, diantara beberapa orang, atau banyak orang (Nasir dkk, 201: 33).
dilakukan.
c. Channel (media)
Nasir dkk (2011: 33) menyatakan bahwa media merupakan sarana yang
dapat disampaiakan melalui channel (media). Media dapat berupa lisan, tertulis
a) Media lisan
disertai nada ata warna suara, gerak-garik tubuh atau raut wajah, dan dapat
b) Media tertulis
c) Media elektronik
Menurut Suranto (2011: 8), media digunakan saat dalam situasi dan kondisi
muka, maka akan lebih efektif jika komunikasi dilakukan secara tatap
muka.
d. Receiver (penerima)
Purwoastuti dan Walyani (2015: 7), penerima pesan merupakan pihak yang
menerima pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima pesan dapat disebut
a) Karakteristik
b) Budaya
d) Tingkat pemahaman
e) Waktu
g) Tingkat kebutuhan
Cangara (2004, dalam Nasir dkk, 2011: 35) mendefinisikan bahwa efek
penerima pesan sebelum dan sesudah menerima pesan. Menurut Nasir dkk
(2011: 35), efek atau pengaruh ini dapat terjadi pada pengetahuan, sikap,
dan tingkah laku seseorang. Pengaruh dapat diartikan sebagai hal yang
diinginkan oleh sumber pesan, yaitu perubahan sikap dan tingkah laku
diharapkan adalah tidak hanya penerima pesan tahu dan mengerti, namun
sungguh-sungguh.
f. Lingkungan
Purwoastuti dan Walyani (2015: 7), lingkungan atau situasi (tempat, waktu,
berikut:
b) Lingkungan fisik
c) Lingkungan psikologis
d) Dimensi waktu
Nasir dkk (2011: 11) menyatakan bahwa setiap pelaku komunikasi akan
membentuk pesan yang menciptakan ide atau gagasan. Menurut Purwoastuti dan
Walyani (2015: 10) berpendapat bahwa dalam proses komunikasi terdapat dua
dengan bahasa (encoding) hasil encoding berupa pesan yang ditransmisikan kepada
atau yang disebut decoding. Kedua yaitu perspektif mekanis, pesan yang disampaikan
menggunakan tangan atau lisan. Proses komunikasi ini berlangsung kompleks karena
proses komunikasi, yaitu perkembangan, persepsi, nilai, latar belakang sosial budaya,
emosi, jenis kelamin, pengetahuan, peran dan hubungan, serta lingkungan dan jarak.
Sedangakan menurut Potte dan Perry (1993, dalam Purwoastuti & Walyani, 2015: 11)
28
menjelaskan lebih detail terkait faktor yang mempengaruhi komunikasi, yaitu sebagai
berikut:
a. Perkembangan
pengaruh perkembangan usia, baik dari sisi bahasa maupun proses berpikir
b. Persepsi
c. Nilai
Bahasa dan cara komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya.
ini tercerminkan dalam berbagi contoh mislanya, budaya dan logat seseorang
29
2015: 11).
e. Emosi
terpengaruh oleh emosi alam bawah sadar (Purwoastuti & Walyani, 2015: 12).
f. Jenis kelamin
(1990, dalam Purwoastuti & Walyani, 2015: 12) menyebutkan bahwa wanita
dan laki-laki mempunyai perbedaan gaya komunikasi. Dari usia tiga tahun,
wanita bermain dengan teman baiknya atau dalam group kecil, menggunakan
g. Pengetahuan
berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberi asuhan yang tepat
Gaya dan komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antarorang yang
peran. Demikian juga antara orang tua dan anak (Purwoastuti & Walyani,
2015: 12).
i. Lingkungan
dari satu tempat ke tempat lainnya (Purwoastuti & Walyani, 2015: 12).
j. Jarak
k. Citra diri
l. Kondisi fisik
Menurut Cangara (2004, dalam Nasir dkk, 2011: 36) berpendapat bahwa terdapat
Klasifikasi tipe komunikasi didasarkan atas sudut pandang dan bidang studi masing-
masing, akan tetapi beberapa macam tipe atau bentuk komunikasi yang sering
digunakan terdiri atas empat macam antara lain komunikasi dengan diri sendiri
a. Intrapersonal communication
terdiri atas sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Menururt Nasir dkk (2011:
b. Interpersonal communication
Menurut Liliweri (1994, dalam Nasir dkk, 2011: 37), interpersonal communication
merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau
sekelompok kecil orang dengan berbagai efek dan umpan balik. Komunikasi
c. Public communication
Cangara (2004, dalam Nasir 2011: 43) menyatakan bahwa public communication
oleh pembicara dalam situasi tatap muka didepan khalayak yang lebih besar
yang terlibat berusaha untuk menjadi bagian dari kelompok tersebut dan
penerimanya.
d. Mass communication
Menurut Berlo (1960, dalam Nasir dkk, 2011: 44), mass diartikan sebagai
semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-
orang yang berada diujung saluran. Menurut Cangara (2004, dalam Nasir,
berlangsung dimana pesan yang dikirim dari sumber yang melembaga kepada
khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis. Unsur
orang atau lebih dengan efek dan feedback langsung. Komunikasi interpersonal
secara timbal balik (Nasir dkk, 2011: 37). Pace (197, dalam Purwoastuti & Walyani,
terjadi antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Komunikasi interpersonal
34
bersifat dua arah yang berarti melibatkan dua orang dalam situasi interaksi, terdapat
unsur dialogis dan ditujukan kepada sasaran terbatas dan dikenal. Mulyana (2008,
setiap pelaku komunikasi menangkan reaksi reaksi pelaku komunikasi lain secara
Person (1983, dalam Nasir dkk, 2011: 38) berpendapat bahwa komunikasi
interpersonal bukan sesuatu yang statis tetapi bersifat dinamis, sehingga segala yang
tercakup dalam komunikasi interpersonal selalu dalam keadaan berubah baik pelaku,
berbagi informasi mengenai realita diantara dua partisipan komunikasi atau lebih agar
realitas fisik maupun psikologis dalam menanggapi sebuah informasi. Baik pengirim
secara tatap muka (dyadic communication). Sifat dyadic communication yaitu: spontan dan
35
fleksibel. Sedangkan menurut Cangara (2004, dalam Nasir, 2011: 38) menggambarkan
tentang komunikasi interpersonal yang dibedakan menjadi dua macam, yaitu dyadic
a. Dyadic communication
orang secara tatap muka yang berbentuk percakapan, dialog, dan wawancara.
sedangkan dialog berlangsung dalam keadaan lebih dalam, dan lebih personal,
sedangkan wawancara sifatnya lebih serius dengan pihak dominan pada posisi
bertanya dan pihak lain pada posisi menjawab. Perawat melakukan pengkajian
yang merupakan aplikasi dari dyadic communication (Nasir dkk, 2011: 39).
komunikasi dengan kelompok kecil antara tiga atau lebih yang dilakukan
dengan cara tatap muka. Dasar dalam small group communication adalah setiap
anggota yang terlibat dalam komunikasi dengan tatap muka dapat berbicara
dalam kedudukan yang sama sehingga tidak ada pembicara tunggal yang
pesan dan penerima pesan baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi
36
interpersonal merupakan salah satu keterampilan yang sangat penting bagi siapapun.
Setiap orang perlu untuk menjalin hubungan harmonis dan kerjasama dengan orang
keadaan apapun sangat diperlukan sebagai upaya menjaga kualitas hubungan antar
manusia, baik secara internal maupun eksternal. Siamian (2014: 324) berpendapat
kehidupan sosial dan beberapa penelitian menyatakan peran penting komunikasi bagi
kemampuan komunikasi interpersonal juga diungkapkan oleh Ross, et al, (2014: 01),
teknik yang digunakan dalam menyampaikan dan menerima pesan antara dua orang
atau lebih. Dehaghani, et al, (2012: 294) mengungkapkan bahwa praktisi kesehatan
terutama perawat memiliki keterampilan dan pola komunikasi komunikasi yang masih
tepatnya penggunaan bahasa (verbal) baik tertulis maupun lisan dan gerak isyarat atau
bahasa tubuh. Pola komunikasi tersebut berpengaruh terhadap cara dan keterampilan
komunikasi perawat terhadap rekan kerja dan pasien. Pola komunikasi yang tidak
saling percaya.
Menurut Spitzberg dan Cupach (2011, dalam Saarane, et al, 2014: 08),
pihak lain yang saling berhubungan. Spitzberg dan Cupach (2011, dalam Saarane, et
al, 2014: 08) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi interpersonal dibentuk oleh
aspek kognitif, keterampilan berkomunikasi atau terkait lainnya dan aspek afektif.
efektif dan fungsional dalam situasi tertentu dan hubungan lainnya dalam komunikasi
interpersonal. Aspek afektif meliputi motivasi, perasaan, dan sikap atau perilaku
kerjasama dari pelaku komunikasi yang berbeda dalam interaksi dan erat kaitannya
dengan sikap saling menghormati, toleransi dalam perbedaan dan siap untuk
pengembangan kepribadian.
untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti sebagai
pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan dapat bekerja dalam
38
satu tim, baik antara guru dan mahasiswa, profesi kesehatan dan pasien (Puggina &
Silva, 2014: 111). Ross, et al,(2014: 02) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi
dengan orang lain, keterampilan untuk berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal.
Efektivitas dalam komunikasi interpersonal oleh De Vito (1997, dalam Suranto, 2011:
tersebut, Rubin dan martin (1994, dalam Ang, 2013: 221) mengembangkan skala
a. Self-disclosure
b. Empathy
Empathy adalah proses identifikasi dan merasa seperti yang lain dengan
dalam upaya untuk mengalami pikiran dan perasaan orang lain (Adler, 2014:
100).
c. Social relaxation
terdiri dari perasaan nyaman, ketakutan sosial yang rendah, dan kemampuan
untuk menangani reaksi negatif atau kritik orang lain tanpa stress (Susilowati,
2012: 27).
d. Assertiveness
e. Interaction management
2012: 27). Sedangkan menurut Puggina dan Silva (2014: 111), ineteraction
40
management melibatkan umpan balik dua arah yang menunjukan segi saling
kesepemahaman dan dalam kaitannya dengan memahami apa yang orang lain
f. Altercentrism
topik yang dimulai, perhatian penuh pada apa yang dikatakan dan bagaimana
cara mengatakan oleh komunikator. Ketertarikan ini tidak hanya dari segi
g. Expressiveness
melalui perilaku non-verbal dan verbal dari pikiran dan perasaan. Termasuk
h. Supportiveness
adalah agar perasaan yang dimiliki antra kedua orang yang berkomunikasi
sama sehingga proses komunikasi menjadi lebih mudah dan efektif (Adler,
2014: 322).
i. Immediacy
j. Environmental control
Suranto (2011: 79), komunikasi interpersonal dianggap efektif, jika orang lain
memahami pesan yang disampaikan dengan benar, dan memberikan respon sesuai
maka dapat berakibat fatal dari sekedar membuang waktu, sampai akibat buruk yang
tragis.
kepuasaan pasien. Penelitian ini melakukan tinjauan sistematis dalam 4 database yang
memuat artikel, diantaranya pubmed, medline, embase, dan psycoinfo. Ang, et al, (2013:
communicator style measure, conversation skill rating scale, interaction involvement scale,
communication satisfaction inventory, dan self- Perceived communication competence scale. Dari 9
konten, readability dan sifat psikometrinya. Hasil yang paling sesuai berdasarkan
42
konten, readability dan sifat psikometri adalah the communication adaptability scale dan the
The interpersonal communication competence scale yang dibuat oleh Rubin dan Martin
(1994) juga digunakan oleh Ros, et al, (2014: 01) dalam penelitiannya yang bertujuan
klinis. Instrument penelitian ini berupa kuesioner dengan 10 dimensi dan terdiri 3
item pertanyaan yang mewakili 10 dimensi tersebut, sehingga terdapat 30 item jumlah
pertanyaan dengan menggunakan skala likert, mulai dari 1 untuk tidak pernah sampai
environmental control, interaction management, altercentrism dan immediacy. Ros, et al, (2014:
03) hasil dari penelitian ini, hanya 56 mahasiswa yang berpartisipasi terdiri dari 41
(73.2%) dari sarjana kesehatan darurat dan 15 (26,8%) mahasiswa dari sarjana
hasil mean dan standard deviation (SD) pada setiap item pertanyaan. Mahasiswa yang
= 4.0, SD= 0.63 yang mewakili dimensi empathy, mean =4.05, SD= 0.80 mewakili
dimensi social relaxation, mean = 4.29, SD= 0.65 mewakili immediacy, dan mean = 4.39,
interpersonal mahasiswa kesehatan dikatakan tinggi jika mean 4.0, SD 0.60 dan
terlibat dalam komunikasi, menggunakan bahasa apa, dan menggunakan media apa,
dengan berdasarkan hal tersebut seakan-akan telah diketahui seberapa besar tingkatan
komunikasi. Gunung es yang tampak dianalogikan sebagai bentuk yang teramati atau
a. Interactant
penulis, pendengar, dan pembaca dengan berbagai situasi yang berbeda (Nasir
b. Simbol
Simbol terdiri atas huruf, angka, kata-kata, tindakan dan bahasa simbol seperti
bahasa Indonesia, bahasia Inggris, dan lain-lain (Nasir dkk, 2011: 39).
c. Media
Nasir dkk (2011: 40) menyatakan invisible atau unobservable aspect yang
merupakan bagian bawah gunung es yang menjadi penyangga tidak tampak atau tidak
44
dimana tampilan komuniaksi yang teramati atau tampak di pengaruhi oleh berbagai
faktor yang tidak terlihat, namun sangat terasa pengaruhnya, yaitu sebagai barikut:
a. Pengertian
Untuk mengerti sebuah makna saat berkomunikasi, maka akan ada berbagai
gambar, dan sebagainya. Hal tersebut merupakan simbol yang mewakili suatu
makna, misalnya intonasi yang tinggi dimaknai dengan marah, kata pohon
b. Belajar
menulis, dan menghitung adalah proses belajar dari lingkungan formal dan
c. Subjektivitas
mengartikan pesan tidak ada yang sama. Interpretasi dari dua orang yang
berbeda akan terhadap objek yang sama (Nasir dkk, 2011: 40).
45
d. Negosiasi
upaya tersebut terjadi negosiasi dalam pemilihan simbol dan makna sehingga
e. Budaya
Setiap individu adalah hasil belalar dari dan dengan orang lain, individu adalah
masyarakat. Simbol dan makna adalah bagian dari lingkungan budaya yang
g. Self reference
pengalaman yang dimilikinya, yang artinya setiap kata yang kita gunakan dan
h. Self reflexivity
dkk, 2011).
i. Inevitability
melakukan apapun, tindakan diam akan tercermin dari nonverbal yang terlihat
dan itu mengungkapkan suatu makna komunikasi (Nasir dkk, 2011: 40).