You are on page 1of 12

Laporan Resmi Praktikum Kimia Koordinasi

STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN-TEMBAGA (II)

Nama / NIM : Muhamad. Syaiful Ampri.(652015011)


Judul : STOIKIOMETRI KOMPLEKS AMMIN-TEMBAGA (II)

Tanggal Praktikum : 16 Maret 2017

Landasan teori
Senyawa kompleks telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu tahapan-tahapan
reaksi (mekanisme reaksi) dengan menggunakan ion-ion logam serta ligan yang berbeda-
beda. Salah satu keistimewaan dari reaksi kompleks adalah reaksi pergantian ligan melalui
efek trans (Basset, 1994).
Senyawa ion logam yang berkoordinasi dengan ligan disebut dengan senyawa
kompleks. Sebagian besar ligam zat netral atau anionik tetapi kation, seperti kation tropilium
juga dikenal. Ligan netral, seperti amoniak, NH3, atau karbon monoksida, CO, dalam keadaan
bebas pun merupakan molekul yang stabil, sementara ligan anionik, seperti Cl - atau C5H5,
distabilkan hanya jika dikoordinasikan ke atom logam pusat. Ligan repsentatif di daftarkan di
tabel menurut unsur yang mengikatnya. Logam umum atau yang dengan rumus kimia rumit
diungkapkan dengan singkatannya. Logam dengan satu atom pengikat disebut ligan
monodentat, dan yang memiliki lebih dari satu atom pengikat disebut ligan polidentat, yang
juga disebut ligan khelat. Jumlah atom yang diikat pada atom pusat disebut dengan bilangan
koordinasi (Saito, 1996).
Salah satu keistimewaan dari reaksi kompleks adalah reaksi pergantian ligan melalui
efek trans. Reaksi pergantian ligan ini terjadi dalam kompleks octahedral dan segi empat.
Ligan-ligan yang menyebabkan gugus yang letaknya trans terhadapnya bersifat labil,
dikatakan mempunyai efek trans yang kuat. Beberapa ligan dapat dideretkan dalam suatu
deret spektrokimia berdasarkan kekuatan medannya, yang tersusun sebagai berikut : I- < Br-2 <
S2- < SCN- < Cl- < NO3- < H2O < NCS- < NH3 < en < bipi < fen < NO 2-< CN- < F- < OH- <
Ox < CO, dengan Ox = oksalat, en = etilendiamin, bipi = 2,2-bipiridin dan fen = fenantrolin (
Rilyanti et al, 2008).
Muatan senyawa ion akan mempengaruhi arah pergerakan senyawa ion itu. Semakin
tinggi valensi, pergerakan akan semakin cepat, begitu juga pengaruh konsentrasi larutan

1 | KIMIA KOORDINASI
elektrolit atau penyangga. Semakin lama waktu elektroforesis, kation dan anion akan semakin
mendekati elektroda atau lintasan yang ditempuh semakin jauh. Muatan senyawa ion akan
mempengaruhi arah pergerakan senyawa ion itu. Semakin inggi valensi, pergerakan akan
semakin cepat, begitu juga pengaruh konsentrasi larutan elektrolit atau penyangga. Semakin
lama waktu elektroforesis, kation dan anion akan semakin mendekati elektroda atau lintasan
yang ditempuh semakin jauh (Sulaiman et al, 2007).
Proses membuat perhitungan yang didasarkan pada rumus-rumus dan persamaan-
persamaan berimbang dirujuk sebagai stoikiometri (dari kata Yunani: stoicheion, unsur dan
metria, ilmu pengukuran). Suatu rumus molekul menyatakan banyaknya atom yang
sebenarnya dalam suatu molekul atau satuan terkecil suatu senyawa (Basset, 1994).
Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada
1038C. Karena potensial elektrode standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan Cu/Cu 2+), ia
tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa
larut sedikit. Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan dari
tembaga(I) oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu+. Senyawa-
senyawa ini tak berwarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut dalam air, perilakunya
mirip senyawa perak(I). Mereka mudah dioksidasi menjadi senyawa tembaga(II), yang dapat
diturunkan dari tembaga(II) oksida, CuO, hitam. Garam-garam tembaga(II) umumnya
berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air. Garam-garam
tembaga(II) anhidrat, seperti tembaga(II) sulfat anhidrat CuSO 4, berwarna putih (atau sedikit
kuning). Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks tetraakuo (Beran, 1996).
Tembaga memiliki elektron s tunggal di luar kulit 3d yang terisi. Ini agak kurang
umum dengan golongan alkali kecuali stoikiometri formal dalam tingkat oksidasi +1. Kulit d
yang terisi jauh kurang efektif daripada kulit gas mulia dalam melindungi elektron s dalam
muatan inti, sehingga potensial pengionan pertama Cu lebih tinggi daripada golongan alkali.
Karena elektron-elektron pada kulit d juga dilibatkan dalam ikatan logam, panas penyubliman
dan titik leleh tembaga juga jauh lebih tinggi daripada alkali. Faktor-faktor ini bertanggung
jawab bagi sifat lebih mulia tembaga. Pengaruhnya adalah membuat lebih kovalen dan
memberi energi kisi yang lebih tinggi (Cotton, 1989).
Kebanyakan senyawaan CuI cukup mudah teroksidasi menjadi CuII, namun oksidasi
selanjutnya menjadi CuIII adalah sulit. Terdapat kimiawi larutan Cu 2+ yang dikenal baik, dan
sejumlah besar garam berbagai anion didapatkan, banyak diantaranya larut dalam air,
menambah perbendaharaan kompleks (Cotton, 1989).

2 | KIMIA KOORDINASI
Tujuan

Alat dan bahan


a Alat-alat yang diperlukan :
Buret 50 ml , mikroburet 5 ml
Corong pemisah 250 ml
Erlenmeyer
Pipet gondok 10 ml
Beker glass
Alat gelas lain

b Bahan yang diperlukan :


Larutan standar H2C2O4 0.1 M
Dibuat dengan melarutkan 0,63 gr H2C2O4 H2Odalam air sedemikian sehingga
volume mencapai 50 ml.
Larutan ammonia 1M
Dibuat dengan melarutkan 18,7 ml larutan NH 3 25% , massa jenis 0,91 kg/L dalam
air hingga volume menjadi 250 ml
Larutan ion Cu2+ 0,1 M
Dibuat dengan melarutkan 6,242 gr CuSO 45H2O dalam air sehingga volume
menjadi 250 ml.
Larutan HCl 0,055 M
Larutan NaOH 0,1 M
Kloroform
Indikator phenolptalin (PP)
Indicator metyl orange (MO)

Metode
1 Standarisasi beberapa larutan
a Larutan NaOH
Disiapkan buret 50 ml dan diisi larutan NaOH yang akan distandarisasi.
Disiapkan 3 buah Erlenmeyer dan diisi masing masing dengan 10 ml larutan
standart H2C2O4 dan ditambah masing masing indicator pp kemudian dititrasi
dengan larutan NaOH .
Hitung konsentrasi NaOH.
b Larutan HCl
Dilakukan standarisasi larutan HCl dengan menggunakan larutan standar NaOH
hasil standarisasi langkah a.
c Larutan NH3

3 | KIMIA KOORDINASI
Dilakukan standarisasi larutan NH3 dengan menggunakan larutan HCl hasil
standarisasi langkah b.

2 Penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform


a Ditambahkan 10 ml larutan NH3 1 M (hasil standarisasi) dan 10 ml larutan air ke
dalam corong pemisah. Dikocok agar homogen, ditambahkan 25 ml kloroform ke
dalam corong pemisah dan kocok selama 5-10 menit. (perhatikan cara
mengocok).
b Didiamkan sebentar sehingga tampak jelas ada dua lapisan. Kemudian dipisahkan
kedua lapisan tersebut.
c Dipindahkan 10 ml larutan kloroform ke dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml air
dan ditambahkan indicator metyl orange.
d Dititrasi secara pelan pelan larutan itu dengan larutan standar HCl 0,055 M
menggunakan buret mikro 5 ml. Titik ekivalen ditandai dengan terjadinya
perubahan warna.
e Diulangi titrasi untuk 10 ml kedua dan kemudian untuk sisanya.
f Dihitung koefisien distribusi ammonia dengan menggunakan persamaan :
[ ammonia ] kloroform
Kd = [ ammonia ] air

3 Penentuan rumus kompleks Cu-ammin


a Langkah ini dilakukan serupa dengan langkah penentuan koefisien distribusi
ammonia , hanya 10 ml air yang ditambahkan ke dalam corong pemisah diganti
dengan 10 ml larutan ion Cu2+ 0.1 M.
b Dari langkah ini dengan menggunakan harga koefisien distribusi , dapat dihitung
jumlah ammonia yang dalam air dan kloroform.
c Banyaknya amonia yang terkompleksikan dapat dihitung dengan mengurangkan
jumlah ammonia dalam kloroformdan air pada jumlah total ammonia awal.
Dengan membandingkan jumlah mol ion Cu2+ dengan ammonia terkompleks
dapat ditentukan rumus kompleksnya.

Hasil pengamatan

1 Standarisasi beberapa larutan


Standarisasi NaOH + H2C2O4

Volume H2C2O4 (ml) Volume NaOH (ml)


10 21,9

4 | KIMIA KOORDINASI
10 18,2
10 18,1
Volume yang dipakai = (18,2 + 18,1) : 2 = 18,15 ml

Standarisasi HCl + NaOH

Volume NaOH (ml) Volume HCl (ml)


10 18,3
10 18,3
10 18,3
Volume yang dipakai = 18,3 ml

Standarisasi NH3 + HCl

Volume HCl (ml) Volume NH3 (ml)


10 0,8
10 0,9
10 0,9
Volume yang dipakai = (0,8 + 0,9 + 0,9) : 2 = 0,87

2. Penentuan koefisien distribusi ammonia antara air dan kloroform

NH3 + air ---> bening +kloroform ---> 2 lapisan

Kloroform + metil orange dititrasi dengan HCl ---> orange kemerahan

Volume HCl = 2,4 ml dan 2,5 ml. Rata-rata volume HCl = 2,45 ml

3. Penentuan rumus kompleks Cu-amin

NH3 (bening) + Cu2+ (biru bening)---> larutan biru prusia + kloroform (bening)
terbentuk 2 lapisan , lapisan atas biru dan lapisan bawah bening.

Diambil 10 ml + H2O --->2 tetes metil orange = larutan berwarna peach. Larutan HCl
yang digunakan untuk titrasi 2,2 ml.

Perhitungan

5 | KIMIA KOORDINASI
1 Standarisasi larutan

NaOH

V1 x M1 = V2 x M2

10 x 0,1 = 18,15 x M2

M2 = 0,055 M

HCl

V1 x M1 = V2 x M2
10 x 0,055 = 18,3 x M2
M2 = 0,03 M

NH3

V1 x M1 = V2 x M2
10 x 0,03 = 0,87 x M2
M2 = 0,34 M
2 Penentuan koefisien distribusi ammonia dalam air

Volume HCl yang dipakai = 2,45 ml

[HCl]baku = 0.055 M

Volume NH3 dalam CHCl3 terpakai = 10 ml

[NH3]kloroform = 2,45 mL x 0.055 M x 1 / 10 mL = 0.013 M

[NH3]air = [NH3]awal - [NH3]kloroform

= (0.34 0,013) M

= 0.327 M

KD = [NH3] kloroform

[NH3] air

6 | KIMIA KOORDINASI
KD = 0.013 M = 0.04

0,327 M

3 Penentuan rumus kompleks Cu2+ ammin


Volume HCl yang dipakai = 2,2 ml
[HCl]baku = 0.055 M

Volume NH3 dalam CHCl3 terpakai = 10 ml


[NH3]kloroform = 0.012 M
[NH3]air bebas = 0.327 M
[Cu-NH3] = [NH3]air - [NH3]kloroform
= (0.327 M 0.012 M)
= 0.315 M

KD = [NH3] kloroform

[NH3] air

KD = 0.012 M = 0.038

0,315 M

Mmol NH3 dalam Cu2+ = [NH3] dalam CuSO4 x V NH3

= 0,315 M x 10 ml = 3,15

Mmol Cu2+ = [Cu2+] x V Cu2+

= 0,1 x 10 ml = 1

Mmol Cu2+ : Mmol NH3

1 : 3,15

1 : 3

Rumus Kompleks adalah = [Cu(NH3)3]2+

7 | KIMIA KOORDINASI
Pembahasan

Prinsip dasar dari percobaan ini layaknya dalam proses ekstraksi pelarut dimana
berlaku hokum distribusi yang menyatakan apabila suatu system terdiri dari dua lapisan
campuran (solvent) yang tidak saling bercampur satu sama lain, dan ketika ditambahkan
senyawa ketiga (zat terlarut), maka senyawa itu akan terdistribusi (terpartisi) kedalam kedua
lapisan tersebut.

Pada percobaan percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan rumus molekul
kompleks ammin tembaga (II), dimana dilakukan 3 tahapan. Yang pertama yaitu standarisasi
beberapa larutan, dalam hal ini larutan NaOH, HCl dan NH3. Standarisasi ini dilakukan untuk
menentukan konsentrasi larutan yang sebenarnya. Yang kedua adalah penentuan koefisien
distribusi amoniak antara air dan Kloroform, dan yang ketiga yaitu penentuan rumus
kompleks tembaga ammin. Langkah yang pertama kali dilakukan pada percobaan ini yaitu
menstandarisasi larutan NaOH dengan menggunakan larutan H2C2O4 (larutan asam oksalat)
dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi NaOH secara akurat. 10 ml asam oksalat yang
telah diketahui konsentrasinya ditetesi dengan indikator pp sebagai penanda titik akhir titrasi
denga perubahan warna. Dalam perlakuan standarisasi ini dilakukan metode titrasi asam-basa,
oleh karena itu indikator pp yang digunakan sebagai indikator karena titik akhir titrasi berada
dalam keadaan basa dengan trayek pH 8,3-10,6. Kemudian dititrasi dengan laruta NaOH
sampai terjadi perubahan warna merah muda, sebagai penanda titik akhir titrasi. Dari hasil
titrasi didapatkan volume larutan NaOH yang digunakan untuk menitrasi yaitu 18,15 ml dan
konsentrasi yang didapatkan yaitu 0.055 M. Tujuan penggunaan larutan asam oksalat yaitu
untuk memberi suasana asam.

Langkah yang kedua yaitu menstandarisasi larutan HCl, dengan menggunakan larutan
NaOH yang telah distandarisasi. Dimana 10 ml larutan NaOH yang telah distandarisasi dan
telah diketahui konsentrasinya ditambahkan dengan indikator pp. Pada saat penambahan
indikator pp terjadi perubahan warna pada larutan NaOH yang sebelumnya berwarna bening
menjadi warna merah muda, hal ini dikarenakan larutan NaOH yang bersifat basa sehingga
setelah ditetesi dengan indikator pp larutan akan menunjukan warna merah muda sesuai
dengan trayek pH indikator pp yaitu 8,3-10.6 dimana pada suasana asam berwarna bening dan
pada suasan abasa akan nerwarna merah muda. Setelah itu larutan NaOH dititrasi denga

8 | KIMIA KOORDINASI
larutan HCl, sehingga didapatkan volume larutan HCl yang digunakan untuk menitrasi yaitu
18,3 ml, dari volume tersebut didapatkan konsentrasi larutan HCl yaitu 0.03 M.

Selanjutnya yaitu menstandarisasi larutan NH3 dengan menggunakan larutan HCl yang
telah didatndarisasi pada langkah sebelumnya. Langkah yang dilakukan yaitu mengambil 10
ml larutan HCl kemudian menetesi dengan indikator pp. Kemudian larutan diititrasi dengan
larutan NH3, sehingga didapatkan volume NH3 yaitu 0,87 ml dari volume ini didapatkan
konsentrasi NH3 yaitu 0.34 M.

Setelah itu selanjutnya melakukan percobaan untuk menentukan koefisien distribusi


ammonia dalam air. Langkah awal yang dilakukan yaitu menentukan koefisien distribusi
ammonia antara air dan kloroform yaitu dengan cara mengambil 10 ml larutan NH 3 1 M, dan
menambahkan 10 ml aquades kemudian di simpan ke dalam corong pisah. Setelah itu
menambahakn 25 ml larutan kloroform kedalam corong pisah tersebut. Dalam hal ini NH 3
disebut zat terlarut yang akan terdistribusi, kloroform dan air disebut sebagai zat pelarut.
kemudian mengocok campuran larutan tersebut dalam corong pisah selama 5-10 menit
dengan tujuan agar campuran tersebut dapat homogen. Setelah dikocok sampai homogen,
larutan tersebut didiamkan, hal ini bertujuan agar proses distribusi larutan NH 3 dalam air dan
kloroform berjalan maksimal atau sempurna sehingga terbentuk 2 lapisan yaitu NH 3 dalam air
dan NH3 dalam kloroform. Dari dua lapisan tersebut dapat diketahui lapisan atas yaitu NH 3
dalam air sedangkan lapisan bawah yaitu NH3 dalam kloroform, hal ini dikarenakan densitas
larutan kloroform lebih besar dibandingkan air, yaitu 1,47 kg/L, sedangkan air yaitu 1 kg/L,
sehingga yang berada pada lapisan bawah yaitu NH3 dalam kloroform. Setelah itu
memasukkan 10 ml larutan NH3 dalam kloroform ke dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml air
kemudian menetesi dengan indikator metil orange dan kemudian menitrasi dengan larutan
HCl. Fungsi dari indikator metil orange yaitu untuk sebagai penanda bahwa larutan tersebut
berada pada suasana asam karena trayek pH indikator metil orange yaitu 3,1 4,4, selain itu
metil orange digunakan karena pada proses titrasi digunakan larutan HCl dimana larutan HCl
bersifat asam. Dari hasil yang didapatkan larutan berwarna merah dan volume HCl yang
digunakan yaitu 2,45 ml, dari volume ini didapatkan konsentrasi NH 3 dalam kloroform yaitu
0.013 M. Dan dari konsentrasi NH3 dalam kloroform didapatkan konsentrasi NH3 dalam air
yaitu 0.327 M. Setelah diketahui konsentrasi NH3 dalam kloroform dan NH3 dalam air dapat
ditentukan nilai koefisien distribusi (KD) NH3 yaitu dengan perbandingan konsentrasi NH3

9 | KIMIA KOORDINASI
dalam kloroform dan konsentrasi NH 3 dalam air sehingga didapatkan nilai KD nya yaitu 0.04.
Dari nilai KD tersebut dapat dikatakan proses distribusi NH 3 dalam air terjadi dengan lebih
baik dibandingkan pada kloroform, hal ini dapat dilihat bahwa konsentrasi NH 3 lebih besar
yaitu pada air dibandingkan dengan kloroform, hal ini dapat disebabkan oleh proses
pengocokan yang kurang sempurna sehingga didapatkan nilai KD nya 0.04. Jika nilai KD
yang didapatkan kurang dari 1 hal ini berarti konsentrasi zat terarut lebih besar dalam pelarut
air, dan jika lebih dari 1 maka konsentrasi zat terlarut lebih banyak pada pelarut organik, dan
jika nilai KD yang didapatkan sama dengan 1 maka zat terlarut terdistribusi sempurna artinya
konsentrasi zat terlarut pada pelarut air sama dengan konsentrasi zat terlarut dalam perlarut
organik. Koefisien distribusi merupakan perbandingan konsentrasi zat terlarut didalam dua
fasa yaitu fasa organik dan fasa air. Menurut hukum Nernst, suatu zat terlarut akan membagi
dirinya antara dua cairan yang tak dapat campur sedemikian rupa sehingga angka banding
konsentrasi pada keseimbangan adalah kosntanta pada temperatur tertentu (Underwood,
1999). Dalam perlakuan ini, metode yang digunakan yaitu metode ekstraksi cair-cair, dan
prinsip dari metode ini yaitu distribusi zat terlarut yang merupakan zat cair ke dalam dua
pelarut cair yang tidak saling bercampur, dengan mengetahui perbandingan konsentrai zat
terlarut tersebut ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur tersebut.

Percobaan berikutnya yaitu menentukan rumus kompleks Cu-Ammin yaitu dengan


cara memasukkan 10 ml larutan NH4OH yang telah disatandarisasi ke dalam corong pisah dan
menambahakan larutan CuSO4 0,1 M, setelah itu mengocok larutan tersebut selama 5 menit,
agar larutan tersebut dapat homogen. Setelah itu menambahakan 25 kloroform dan kemudian
mengocok kembali larutan tersebut selama 5-10 menit, hal ini bertujuan agar larutan larutan
NH3 dapat terdistribusi ke dalam larutan kloroform dan air. Stelah itu kedua larutan tersebut
didiamkan sehingga terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan atas berwarna biru dan lapisan bawah
berwarna bening. Dapat diketahui bahwa lapisan bawah merupakan larutan NH3 dalam
kloroform karena densitas kloroform lebih besar dari pada air yaitu 1,47 kg/L, sedangkan air
yaitu 1 kg/L. Selanjutnya mengambil 10 ml larutan NH3 dalam kloroform kemudian
dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml air setelah itu ditambahkan indikator
metil orange hal ini betujuan agar dapat diketahui titik ekivalen dengan ditandai dengan
perubahan warna. Kemudian larutan didtitrasi dengn larutan HCl yang berisfat asam, dan titik
ekivalen ditandai dengan perubahan warna yaitu warna merah. Dari hasil ini didapatkan
volume HCl yang digunakan yaitu 2,2 ml dan konsentrasi NH3 dalam kloroform yaitu 0,012

10 | K I M I A K O O R D I N A S I
M, dari hasil konsentrasi ini didapatkan konsentrasi NH 3 dalam air yaitu 0.327 M. Setelah
konsentrasi NH3 dalam kloroform dan NH3 dalam air didapatkan dapat diketahui koefisien
distribusi NH3 dalam kloroform dan air, dengan cara mebandingkan konsentrasi NH 3 dalam
kloroform dan dalam air dan didapatkan nilai KD nya yaitu 0.038. Dari hasil ini dapat
diketahui proses distribusi NH3 tidak berjalan maksimal pada kloroform dan air, dapat
diketahui NH3 banyak terdistribusi pada larutan air, sehingga didapatkan nilai KD nya tersebut
adalah 0.038. Kemudian untuk menetukan rumus kompleks dari dari Cu-ammin yaitu dengan
cara mencari mol dari Cu2+ dengan mengalikan konsentrasi Cu2+ dengan volume Cu2+ yang
digunakan dan didapatkan yaitu 1 mmol dan kemudian menentukan mol dari NH 3 dalam Cu2+
yaitu dengan mengalikan konsentrasi NH3 dalam Cu2+ dengan volume NH3 yang digunakan
sehingga didapatkan yaitu 3 mmol. Dengan Rumus Kompleks adalah = [Cu(NH3)3]2+.
Dalam percobaan ini menunjukkan bahwa atom Cu sebagai atom pusat dan NH3 sebagai
ligannya. Cu(H2O)42+ + 3 NH3 [Cu(NH3)3]2+ + 4H2O

Kesimpulan

Daftar Pustaka

Basset, J. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC. Jakarta.


Beran, J.A. (1996). Chemistry in The Laboratory. John Willey & Sons.
Cotton and Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. UIPress.
Rilyanti Mila et al. 2008. Sintesis Senyawa Kompleks Cis-[Co(Bipi)2(CN)2] dan Uji
Interaksinya dengan Gas NO2 Menggunakan Metoda Spektrofotometri UV-Vis Dan
IR. Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung. Lampung.
Saito, Tairo. 1996. Kimia Anorganik. Permission of Iwanami Shoten. Tokyo.
Sulaiman, Hardi Adang, Anis Kundari Noor. 2007. Pemisahan dan Karakterisasi Spesi
Senyawa Kompleks Yttrium-90 dan Stronsium-90 dengan Elektroforesis Kertas. JFN
1(2).
Underwood dan Day. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

11 | K I M I A K O O R D I N A S I
12 | K I M I A K O O R D I N A S I

You might also like