You are on page 1of 71

PEMBUATAN ALAT PRAKTIKUM

AYUNAN BALISTIK

Eksperimen Fisika II
Oleh :
Indah Arsita Sari
K2309034

Distributed by:
Pakgurufisika
www.pakgurufisika.blogspot.com

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
AYUNAN BALISTIK

Oleh :
Indah Arsita Sari
K2309034

Eksperimen Fisika II
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam
Menempuh Mata Kuliah Eksperimen Fisika II
Program Pendidikan Fisika
Jurusan P. MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013

ii
iii
iv
ABSTRAK

Indah Arsita Sari. AYUNAN BALISTIK. Eksperimen Fisika II, Surakarta:


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Juni 2013.

Pembuatan Eksperimen Fisika II bertujuan untuk: (1) mengetahui proses


pembuatan alat percobaan ayunan balistik dan (2) menghitung kecepatan awal
peluru dengan percobaan ayunan balistik.
Metode penelitian dalam Eksperimen Fisika II adalah metode eksperimen.
Pada eksperimen ini dilakukan percobaan ayunan balistik dengan menggunakan
alat yang telah dirancang. Dalam penentuan ketidakpastian relatif digunakan
metode standar deviasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
besarnya kecepatan awal peluru tiap variasi jarak adalah sebagai berikut

Variasi Ketinggian Kecepatan



No Jarak Balok (h) awal peluru ( v1 )
(cm) h h m v v m s -1

1. 1 99,53 1,791 10-4 348,8 3,274 10-2

2. 2 175,6 6,478 10-4 463,3 6,478 10-2

3. 3 290,0 3,699 10-4 595,4 6,478 10-2

4. 4 394,1 7,810 10-4 694,1 7,123 10-2

Hasil dari penelitian menunjukkan pola keteraturan simpangan ayunan

Kata kunci : ayunan balistik

v
MOTTO

Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila telah selesai
(dari suatu urusan) , kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan
hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap. (Q.S. Al Insyirah : 6-8 )

vi
PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:


Keluarga besarku yang sangat kucintai

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Makalah Eksperimen Fisika II ini yang
berjudul : Ayunan Balistik.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Makalah
Eksperimen Fisika II ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya
kesulitan yang timbul dapat diatasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk
bantuannya disampaikan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Drs. Supurwoko, M. Si. Ketua Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dwi Teguh Rahardjo, S.Si, M.Si. Koordinator mata kuliah Eksperimen Fisika
II Program Fisika jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
UNS
3. Drs. Trustho Raharjo, M.Pd. Dosen Pembimbing yang telah membimbing
penulis sehingga penyusunan makalah Eksperimen Fisika II ini dapat
diselesaikan.
4. Semua pihak yang telah memperlancar dalam penyelesaian tugas Makalah
Eksperimen Fisika II ini.
Penulis menyadari bahwa dalam Makalah Eksperimen Fisika II ini masih
ada kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga makalah Eksperimen
Fisika II ini bermanfaat.

Surakarta, Juni 2013


Penulis

viii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................. v
HALAMAN MOTTO ................................................................................. vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................ 3
C. Pembatasan Masalah ........................................................... 3
D. Perumusan Masalah ............................................................. 3
E. Tujuan Penelitian ................................................................. 3
F. Manfaat Penelitian ............................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 5
A. Ayunan Sederhana ............................................................... 5
B. Momentum Linier dan Impuls ............................................. 7
C. Tumbukan ............................................................................ 10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 16
A. Subyek Penelitian ................................................................ 16
B. Alat dan Bahan .................................................................... 16
C. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 16
D. Prosedur Penelitian .............................................................. 16
E. Skema Rancangan Alat Percobaan ...................................... 18
ix
F. Prosedur Percobaan ............................................................. 19
G. Teknik Analisis Data ........................................................... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 24
A. Perancangan Alat ................................................................. 24
B. Deskripsi Data ..................................................................... 29
C. Analisis Data ....................................................................... 30
D. Pembahasan ......................................................................... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 47
A. Kesimpulan .......................................................................... 47
B. Saran .................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 48
LAMPIRAN ................................................................................................ 49

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Tabulasi Data Hasil Pengamatan


Tabel 4.1. Rincian Ukuran Alat dan Bahan yang Digunakan
Tabel 4.2. Data Pengamatan Sudut Simpangan
Tabel 4.3. Sudut Simpangan Rata-Rata
Tabel 4.4. Sudut Simpangan
Tabel 4.5. Rangkuman Hasil Analisis Data

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Ayunan Sederhana


Gambar 2.2. Grafik Hubungan Gaya dengan Waktu
Gambar 2.3. Benda A dan B Sebelum Tumbukan
Gambar 2.4. Benda A dan B Saat Tumbukan
Gambar 2.5. Benda A dan B Sesudah Tumbukan
Gambar 2.6. Analisis Tumbukan Lenting Sebagian
Gambar 2.7. Ayunan Balistik
Gambar 3.1. Penembak Peluru
Gambar 3.2. Rancangan Alat Percobaan
Gambar 3.3. Kepala Penendang Arah Horisontal
Gambar 3.4. Penjabaran Nilai h
Gambar 3.5. Ayunan Balistik
Gambar 4.1. Penembak Peluru
Gambar 4.2. Rancangan Alat Percobaan
Gambar 4.3. Ayunan Balistik

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Aturan Angka Penting


Lampiran 2. Penjabaran Persamaan Orde Dua Linier

xiii
www.pakgurufisika.blogspot.com

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Fisika sebagai bagian dari sains berupaya menemukan kebenaran melalui
proses ilmiah dengan gejala alamiah yang mendasarinya. Kecenderungan ini
mengharuskan untuk melakukan kegiatan penelitian secara intensif dengan
harapan diperoleh solusi permasalahan dan wujud penerapan teori.
Kegiatan penelitian dalam fisika dapat diwujudkan dengan menggunakan
kegiatan eksperimen, maupun kajian teoritis berdasarkan metode ilmiah. Dari
rangkaian kegiatan itu akan dapat dihasilkan suatu kebenaran berupa konsep, asas,
teorema ataupun hukum serta tetapan yang dapat diakui secara umum.
Dalam Fisika, pengakuan kebenaran suatu teori tidaklah bersifat mutlak.
Sebagai contoh, ketika seorang ilmuan yang menemukan suatu teori baru, tidak
secara langsung diakui tetapi membutuhkan suatu bukti terkait teorinya, salah
satunya dengan penelitian yang bersifat praktik, seperti praktikum. Sebuah teori
dapat dikatakan valid jika teori tersebut dapat dipraktikkan begitu pula sebaliknya.
Sudah menjadi pendapat umum bahwa Fisika merupakan salah satu
pelajaran yang kurang diminati. Salah satu penyebabnya adalah Fisika banyak
tersusun dari konsep-konsep yang bersifat abstrak sehingga sukar dipahami.
Menurut beberapa penelitian, apabila konsep-konsep yang bersifat abstrak dapat
dibuat konkret maka pelajaran Fisika akan menjadi lebih menarik dan mudah
dipahami.
Pada materi tumbukan SMA kelas XI, tumbukan dibagi menjadi tiga
macam, yaitu tumbukan lenting sempurna, tumbukan lenting sebagian, dan
tumbukan tidak lenting sama sekali. Pada tumbukan tidak lenting sama sekali
dibahas tentang percobaan ayunan balistik. Percobaan ayunan balistik digunakan
untuk menghitung kecepatan awal peluru. Selama ini penyampaian materi ini
hanya bersifat ceramah dan hanya sekedar pemberiaan contoh, sehingga pelajaran
fisika terkesan abstrak. Hal ini karena alat ayunan balistik masih jarang dibuat dan
digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
1
2

Melakukan tindakan secara langsung merupakan salah satu metode


pembelajaran yang dianggap baik. Salah satu pengalaman langsung itu adalah
dengan melakukan eksperimen. Tetapi karena melakukan eksperimen dianggap
terlalu membuang waktu, membutuhkan ketrampilan khusus dan terkadang sulit
untuk dilaksanakan sehingga kegiatan percobaan jarang dilaksanakan di bangku
sekolah. Padahal melalui eksperimen dapat melatih sifat kejujuran, ketelitian dan
kerjasama dalam kelompok. Selain itu yang menjadi kendala untuk melakukan
eksperimen adalah harus merancang peralatan yang akan digunakan, merancang
cara menganalisis data yang diperoleh dan membandingkan data hasil percobaan
dengan referensi yang ada untuk mengetahui seberapa valid alat yang dibuat dan
percobaan yang dilakukan.
Ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan dalam
kegiatan praktikum, salah satunya yaitu penggunaan alat praktikum. Dalam
kegiatan praktikum perlu adanya kecermatan dalam penggunaan alat. Secara garis
besar kegiatan praktikum diantaranya mempersiapkan alat dan bahan praktikum,
melaksanakan praktikum sesuai prosedur, mengambil data praktikum,
menganalisis data dan menghubungkan hasil praktikum dengan teori yang ada,
kemudian menyimpulkan data hasil praktikum. Dengan kegiatan pembelajaran
melalui praktikum, diharapkan dapat memberikan dorongan untuk mempelajari
sains.
Dalam Eksperimen Fisika II ini, penulis membuat suatu alat praktikum
yang dapat digunakan untuk menghitung kecepatan awal peluru dengan
menggunakan percobaan ayunan balistik. Sistem kerja dari alat ini adalah
menggunakan pegas yang dijadikan sebagai pelontar peluru dengan variasi jarak
tertentu serta dari percobaan ini dapat digunakan untuk menganalisis perubahan
energi yang terjadi ketika peluru menumbuk balok. Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, maka penulis mengambil judulAyunan Balistik.

www.pakgurufisika.blogspot.com
3

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat diidentifikasikan masalah-masalah
sebagai berikut:
1. Penyampaian materi fisika melalui metode ceramah terkesan abstrak.
2. Masih belum adanya alat percobaan untuk menjelaskan konsep tumbukan
pada ayunan balistik.
3. Kegiatan eksperimen yang masih jarang dilaksanakan di bangku sekolah.

C. Pembatasan Massalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut
diatas maka dalam makalah Eksperimen Fisika II ini dibatasi pada :
1. Pembuatan alat percobaan ayunan balistik terbatas pada pencarian sudut ()
dan tinggi simpangan (h)
2. Percobaan ayunan balistik dimaksudkan untuk menghitung kecepatan awal
peluru secara eksperimen dan menganalisis perubahan energi yang terjadi
ketika terjadi tumbukan antara peluru dan balok.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah rancangan alat yang digunakan dalam percobaan ayunan
balistik?
2. Berapakah besar kecepatan awal peluru menggunakan percobaan ayunan
balistik?

E. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui proses pembuatan alat percobaan ayunan balistik.
2. Menghitung kecepatan awal peluru dengan percobaan ayunan balistik.

www.pakgurufisika.blogspot.com
4

F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :
1. Memvisualisasikan suatu teori yang abstrak menjadi kongkret
2. Membantu meningkatkan kualitas kinerja ilmiah mahasiswa
3. Menambah wawasan mahasiswa tentang kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga meningkatkan semangat belajar mahasiswa.
4. Menambah jumlah alat praktikum Fisika Dasar di laboratorium P. Fisika FKIP
UNS
5. Memberikan masukan kepada pembaca untuk melakukan penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

www.pakgurufisika.blogspot.com
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Ayunan Sederhana
Ayunan sederhana adalah ayunan yang terdiri dari bola kecil bermassa m
yang digantung pada ujung tali sepanjang l yang massanya dapat diabaikan tanpa
gesekan udara (gambar 2.1)

Gambar 2.1. Ayunan Sederhana


(sumber: Serway, 2009: 468).
Gaya yang bekerja pada beban adalah beratnya m g dan tegangan T pada tali. Bila
tali membuat sudut terhadap vertikal, maka gaya berat m g akan memiliki dua
komponen yaitu komponen searah tali m g cos dan komponen searah dengan
penambahan sudut sepanjang lintasan s yaitu m g sin . Komponen m g sin
menjadi gaya pemulih,dapat dituliskan sebagai berikut:
d 2s
Fs m 2 m g sin (2.1)
dt
atau
d 2s s
g sin g sin (2.2)

2
dt
1. besar
Bila sudut simpangan besar maka nilai sin tidak dapat didekati dengan
nilai , sehingga penyelesaian persamaan (2.1) menggunakan persamaan
diferensial orde dua linier. Besar periode untuk besar adalah sebagai berikut

5
6

1 2 1 9 4 1
T 2 1 sin sin ... (2.5)
g 4 2 64 2
Penjabaran persamaan diferensial orde dua linier untuk periode besar dapat
dilihat pada Lampiran 2.
2. kecil
s
Sudut ( dinyatakan dalam radian) jika kecil maka dipenuhi sin

s s
. Dengan menggunakan sin dalam persamaan (2.1) akan diperoleh hasil

sebagai berikut:
d 2s g
2
s (2.6)
dt
Untuk sudut cukup kecil maka berlaku sin , hal ini dapat dikatakan bahwa
percepatan berbanding lurus dengan simpangan. Gerak bandul dengan demikian
mendekati gerak harmonik sederhana untuk simpangan kecil. Persamaan (2.6)
dapat ditulis
d 2s
2
2 s (2.7)
dt
dengan,
g
2 (2.8)

Penyelesaian persamaan (2.7) adalah s so cos t , dengan s o adalah

simpangan maksimum diukur sepanjang busur lingkaran. Besaran t


disebut fase osilasi, fase awal (tetapan nilai dapat sembarang), t waktu dan
frekuensi sudut. Nilai simpangan maksimum ditentukan oleh nilai cos t
yaitu 1, sehingga didapatkan besar periode gerak harmonik tersebut adalah
2
T 2 (2.9)
g
7

B. Momentum Linear dan Impuls


1. Momentum
Momentum dimiliki oleh benda yang bergerak. Momentum adalah
kecenderungan benda yang bergerak untuk melanjutkan gerakannya pada kelajuan
yang konstan. Momentum merupakan besaran vektor yang searah dengan
kecepatan benda.Momentum sebuah partikel didefinisikan sebagai hasil kali
massa partikel dan kecepatannya:

p mv (2.10)
dengan,

p = momentum partikel (kg m s-1)
m = massa partikel (kg)

v = kecepatan partikel (m s-1)


Semakin besar massa suatu benda, maka semakin besar momentumnya, dan
semakin cepat gerak suatu benda, maka semakin besar pula momentumnya.
Momentum adalah besaran vektor yang arahnya sama dengan arah kecepatannya.
Berdasarkan Hukum II Newton, maka momentum linier partikel dapat
dihubungkan dengan resultan gaya yang bekerja pada partikel.

dv
a
dt


m v
dv d
F m
dt dt
dp
F dt (2.11)

2. Impuls
Untuk membuat suatu benda yang diam menjadi bergerak diperlukan
sebuah gaya yang bekerja pada benda tersebut selama interval waktu tertentu.
Gaya yang diperlukan untuk membuat sebuah benda tersebut bergerak dalam
interval waktu tertentu disebut impuls. Impuls digunakan untuk menambah,
mengurangi, dan mengubah arah momentum dalam satuan waktu.
8

Hukum II Newton:
dp
F
dt

dp F dt (2.12)
Berdasarkan hukum II Newton di atas untuk momentum partikel yang

berubah dari p1 pada waktu t1 menjadi p 2 pada waktu t2, diberi bentuk
persamaan sebagai berikut:
t2

p p 2 p1 F dt (2.13)
t1

Ruas kanan persamaan (2.4) disebut impuls dari gaya F , yang bekerja pada

partikel dalam selang waktu t t 2 t1 . Impuls ( I ) merupakan besaran vektor
yang dinyatakan sebagai berikut:
t2
I F dt (2.14)
t1

Untuk kasus khusus yaitu jika F konstan, maka penyelesaian persamaan
di atas menjadi:

I F t (2.15)

p F t
p
F
t
Besarnya impuls dapat dihitung dari luas daerah di bawah grafik
hubungan antara gaya dengan waktu, sebagai berikut:

Gambar 2.2. Grafik Hubungan Gaya dengan Waktu


9

a. Hubungan Impuls dan Momentum


Impuls sama dengan perubahan momentun, atau impuls dari gaya yang
bekerja pada sebuah partikel sama dengan perubahan momentum partikel oleh
gaya tersebut.

I p (2.16)
b. Hukum Kekekalan Momentum


vA vB
A B

Gambar 2.3. Benda A dan B Sebelum Tumbukan


F BA A B F AB

Gambar 2.4. Benda A dan B Saat Tumbukan


v 'A A B
v 'B

Gambar 2.5. Benda A dan B Sesudah Tumbukan


Pada Gambar 2.3, dua benda A dan B yang masing-masing massanya mA

dan mB, bergerak lurus segaris masing-masing dengan kecepatan v A dan v B ,
kemudian bertumbukan. Pada saat bertumbukan (Gambar 2.4), tidak ada gaya luar

yang bekerja, yang bekerja hanya gaya F BA pada benda A yang dilakukan oleh

benda B dan gaya F AB pada benda B yang dilakukan benda A. Kedua gaya
tersebut merupakan pasangan aksi-reaksi, sesuai Hukum III Newton.

F aksi F reaksi (2.17)
10

F AB F BA

F AB t F BA t

p B p A

p B p A 0 (2.18)

Karena total momentum sistem p S p A p B , maka dari persamaan di

atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan momentum sistem pada peristiwa


tumbukan adalah nol.

p S p A p B = konstan (2.19)
Persamaan (2.19) menunjukkan bahwa momentun total sistem adalah
konstan atau kekal, yang dikenal sebagai hukum kekekalan momentum, atau
jumlah momentum sebelum tumbukan sama dengan jumlah momentum sesudah
tumbukan. Hukum kekekalan momentum tidak hanya berlaku pada peristiwa
tumbukan saja, tetapi berlaku secara umum untuk interaksi antara dua benda.
Jika tidak ada gaya eksternal yang bekerja, maka tumbukan tidak
mengubah momentum total sistem.
Catatan : selama tumbukan gaya eksternal (gaya grvitasi, gaya gesek)
sangat kecil dibandingkan dengan gaya impulsif, sehingga gaya eksternal
tersebut dapat diabaikan.

C. Tumbukan
Untuk sistem dua benda yang bertumbukan, momentum linier sistem
adalah tetap asalkan pada sistem tidak bekerja gaya luar. Namun, energi kinetik
sistem dapat berkurang karena sebagian energi kinetik diubah ke bentuk energi
kalor dan energi bunyi pada saat terjadi tumbukan, sehingga Hukum kekekalan
energi kinetik tidak berlaku. Peristiwa tumbukan akan terjadi jika sebuah benda
yang bergerak mengenai benda lain yang diam atau bergerak. Misalnya, tumbukan
antara koin-koin karambol, tumbukan antara bola dengan lantai, tumbukan antara
motor dengan sepeda, dan sebagainya.
Bahasan ini dibatasi pada tumbukan sentral lurus, yaitu tumbukan antar
dua benda yang arah geraknya berimpit dengan garis penghubung titik berat
11

kedua benda, sehingga arah kecepatan benda-benda yang bertumbukan berimpit


dengan garis penghubung tersebut. Tumbukan sentral lurus dibagi menjadi tiga
macam, yaitu tumbukan lenting sempurna, tumbukan lenting sebagian, dan
tumbukan tidak lenting sama sekali.
1. Tumbukan Lenting Sempurna
Tumbukan lenting sempurna adalah tumbukan antara dua benda yang
jumlah energi kinetiknya tetap, sehingga berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Hukum Kekekalan Momentum

F BA F AB

m v A m v B

t t
'
mA vA vA



m B v 'B v B
t t



m A v A v 'A m B v 'B v B (2.20)
b. Hukum Kekekalan Energi Kinetik
E k, A E k, B E k, A E k, B
' '

1 1 1 1
m A v 2A m B v 2B m A v 'A2 m B v 'B2
2 2 2 2
2 2 ' 2 ' 2
mA vA mB vB mA vA mB vB




m A v 2A v 'A2 m B v '2B v 2B





m A v A v 'A v A v 'A m B v 'B v B

v '
B

vB (2.21)
Dari persamaan (2.20) dan (2.21), diperoleh:





m B v 'B v B v A v 'A m B v 'B v B v 'B v B

v A v 'A v 'B v B


v A v B v 'A v 'B

v 'A v 'B
1
vA vB

v 'A v 'B
1
vA vB
Faktor e menyatakan koefisien restitusi (koefisien tumbukan sama

dengan koefisien kelentingan, yang besarnya antara 0 - 1), v A dan v B
12

menyatakan besarnya kecepatan benda A dan benda B sebelum tumbukan, serta



v 'A dan v 'B menyatakan besarnya kecepatan benda A dan B sesudah tumbukan.

v 'A v 'B
e (2.22)
vA vB
2. Tumbukan Lenting Sebagian
Pada tumbukan lenting sebagian berlaku hukum kekekalan energi
kinetik. Namun, karena adanya energi yang tidak bisa diraih lagi maka sering kali
tumbukan lenting sebagian tidak berlaku hukum kekekalan energi kinetik. Hal ini
disebabkan sesudah tumbukan ada sebagian energi kinetik yang hilang berubah
menjadi energi panas, energi bunyi, energi cahaya, dan sebagainya. Jadi, pada
tumukan lenting sebagian hanya berlaku Hukum kekekalan momentum,
sedangkan koefisien restitusi untuk tumbukan lenting sebagian adalah 0 < e < 1.
Sebuah bola karet dijatuhkan dari ketinggian h1 di atas lantai. Setelah
menumbuk lantai, bola terpantul vertikal ke atas hingga mencapai ketinggian
maksimum h2. Bola karet yang jatuh merupakan peristiwa tumbukan lenting
sebagian sehingga analisis terhadap bola dan lantai adalah sebagai berikut:

Gambar 2.6. Analisis Tumbukan Lenting Sebagian


Kecepatan bola sesaat sebelum tumbukan ditentukan melalui hukum
kekekalan energi mekanik:

Em A Em B
Ek A E p A Ek B E p B
13

E p A Ek B
2
m v A
1
m g h1
2
2
v A 2 g h1

v A 2 g h1 (2.23)
Tanda (-) menunjukkan arah ke bawah.
Kecepatan bola sesaat setelah tumbukan ditentukan melalui hukum
kekekalan energi mekanik:
Em A Em B
Ek A E p A Ek B E p B

Ek A E p B
1 '
2

m vA
2
m g h2

v
'
A
2
2 g h2

v 'A 2 g h2 (2.24)
Tanda (+) menunjukkan arah ke atas.
Kecepatan lantai sesaat sebelum tumbukan sama dengan besar kecepatan

lantai sesaat sesudah tumbukan, yaitu nol, v B v 'B 0 . Koefisien restitusi (e)
ditentukan melalui langkah berikut:

v 'A v 'B
e
vA vB
2 g h2 0
e
2 g h 0
1

h2
e (2.25)
h1
14

3. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali


Tumbukan tidak lenting sama sekali terjadi jika setelah tumbukan, kedua
benda bergerak bersama-sama dengan kecepatan yang sama besar dan koefisien
restitusi, e = 0. Pada tumbukan jenis ini, berlaku hukum kekekalan momentum:

m1 v1 m2 v2 m1 m2 v1 (2.26)
Dengan demikian, pada tumbukan tidak lenting sama sekali, energi sistem
berkurang.

Gambar 2.7. Ayunan Balistik


Gambar 2.7 merupakan gambar ayunan balistik untuk mengukur laju
peluru. Ayunan terdiri dari sebuah balok kayu bermassa m1 yang digantungkan
vertikal dengan dua utas tali. Peluru bermassa m2 ditembakkan secara mendatar
mengenai balok dan tertanam di dalamnya sehingga balok berayun. Karena kedua
benda bersatu sesudah tumbukan, maka berlaku hubungan kecepatan sesudah
tumbukan:

m1 v1 m2 v2 m1 v1' m2 v2'

v2' v1' v '

m1 v1 m2 v2 m1 m2 v ' (2.27)
Untuk kasus tumbukan khusus di mana salah satu bendanya mula-mula
diam, dapat memperoleh hubungan rasio antara energi kinetik akhir sistem dan
energi kinetik awal sistem dalam bentuk momentum. Misalnya, benda yang

datang bermassa m1 dengan besar kecepatan v1 dan benda kedua yang diam
bermassa m2. Momentum awal sistem kedua benda:
15

p m1 v1 m2 v2 m1 v1 (2.28)
Energi kinetik awal sistem:

1 m v 2
Ek m1 v12 1 1 (2.29)
2 2 m1
Dengan mensubstitusi persamaan (2.28) dan (2.29):

p2
Ek (2.30)
2 m1

Setelah tumbukan, kedua benda bersatu dan bergerak dengan besar kecepatan v ' .
Besarnya momentum akhir sistem kedua benda:

p' m1 m2 v '

p m1 m2 v
Energi kinetik akhir sistem tersebut:

'
E m1 m2 v '
1 2m m v
1

2 m m 2
' 2

k
2 1 2


p2
E
'
(2.31)
2 m1 m2
k

Dari persamaan 2.30 dan persamaan 2.31, tampak bahwa energi akhir lebih kecil
daripada energi awal. Rasio antara energi kinetik akhir dan awal sistem:

p2
E k' 2 m1 m2

Ek p2
2 m1
'
Ek p 2 2 m1
2
Ek p 2 m1 m2

E k' m1
(2.32)
E k m1 m2
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah kecepatan awal peluru

B. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam pembuatan alat eksperimen ini adalah :
1. Pegas dengan konstanta pegas 500 N m-1
2. Peluru (gotri) dengan diameter 1,6 cm bermassa 16,5 gram
3. Balok dengan ukuran 8 cm x 3,9 cm x 4 cm bermassa 83,5 gram
4. Stick besi ringan
5. Busur derajat
6. Papan percobaan

C. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian dilaksanakan di Bengkel FKIP Fisika, Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni
2013, yang meliputi tahap merangkai alat, pengambilan data dan penyusunan
makalah.

D. Prosedur Penelitian
Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi:
1. Analisis Kebutuhan
Dalam penelitian ini, langkah awal yang dilakukan peneliti adalah
identifikasi masalah yang berupa menganalisis kebutuhan. Dengan adanya
identifikasi masalah, dapat diketahui seberapa besar kebutuhan terhadap
penggunaan alat percobaan yang dibuat.
2. Perancangan Desain Alat Percobaan
Setelah tahap analisis kebutuhan, tahap selanjutnya adalah rancangan
desain alat percobaan. Pada tahap ini, peneliti menentukan alat dan bahan yang
16
17

digunakan dalam proses pembuatan alat percobaan. Selain itu, pada tahap ini
bertujuan untuk mendapatkan suatu bentuk alat percobaan yang sesuai, yaitu
percobaan ayunan balistik untuk menghitung kecepatan awal peluru. Dalam
tahap perancangan ini, peneliti sudah membuat produk awal (prototype) atau
rancangan produk.
3. Pembuatan Alat Percobaan
Pada tahap sebelumnya telah ada perancangan pembuatan alat
percobaan, yang berfungsi sebagai barometer dalam pembuatan alat percobaan
ini. Dalam pembuatan desain alat percobaan ayunan balistik dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
b. Mencari besar konstanta pegas pada pelontar peluru dengan menghitung
pertambahan panjang pegas yang digantung ketika diberi beban.
c. Membuat alat penembak peluru dengan menggunakan solder atraktor yang
kemudian dimodifikasi dengan menambahkan variasi jarak (1 cm, 2 cm, 3
cm dan 4 cm), seperti pada gambar dibawah ini

Gambar 3.1. Penembak Peluru


d. Membuat balok yang terbuat dari kayu yang berukuran 8 cm x 3,9 cm x 4
cm bermassa 83,5 gram sebanyak satu buah
e. Membuat lubang pada balok untuk tempat bersarangnya peluru dengan
diameter 1,6 cm.
f. Memasang besi ringan dengan panjang 30 cm pada balok yang digunakan
untuk menggantung balok seperti pendulum pada statif.
g. Membuat jarum penunjuk yang digunakan untuk menunjukkan besar sudut
simpangan.
18

h. Membuat busur sesuai dengan jari-jari 30 cm dan tempat penyangga busur


yang menggunakan akrilik.
i. Membuat alat dari kayu dan besi yang digunakan untuk mengeluarkan
peluru dari balok.
j. Meletakan semua alat dan bahan pada papan percobaan sesuai dengan
desain alat yang telah dibuat.
4. Validasi
Dalam pembuatan alat percobaan, validasi sangat penting. Sebab
validasi adalah suatu proses kegiatan untuk menilai suatu media apakah
memenuhi kriteria baik atau tidak. Validasi dapat dilakukan oleh ahli yang
berkecimpung dalam hal yang sesuai. Saran-saran yang diberikan digunakan
untuk memperbaiki media pembelajaran yang telah disusun.
5. Revisi
Setelah proses validasi, tahap selanjutnya adalah revisi. Jika ahli
menilai bahwa media ada kekurangan, maka peneliti harus merevisi medianya
sesuai dengan saran dan koreksi validator sebelum pengambilan data
eksperimen. Namun, jika ahli menyatakan baik, maka tidak diperlukan proses
revisi itu. Apabila proses revisi dari ahli sudah selesai, maka media tersebut
siap digunakn untuk proses pengambilan data.

E. Skema Rancangan Alat Percobaan

1 3
6
2
Gambar 3.2. Rancangan Alat Percobaan
19

Keterangan Gambar:
1 = Pelontar peluru
2 = Peluru (gotri)
3 = Balok
4 = Stick besi ringan
5 = Busur derajat
6 = Papan percobaan

F. Prosedur Percobaan
Prosedur percobaan untuk menentukan besarnya kecepatan awal peluru
sebagai berikut:
1. Sediakan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk percobaan ayunan balistik!
2. Susunlah alat seperti pada gambar 3.2!
3. Tekan kepala penendang arah horisontal kedalam hingga berbunyi klik pada
variasi jarak 1 cm dan lepaskan, seperti pada gambar 3.3

Gambar 3.3. Kepala Penendang Arah Horisontal


4. Letakkan peluru pada bagian tempat peluru meluncur!
5. Tekan tombol peluncur peluru, hingga peluru menyatu dengan balok dan
menyimpang pada sudut tertentu!
6. Catatlah besar sudut yang ditunjuk oleh jarum penunjuk
7. Keluarkan peluru dari balok dengan alat khusus yang dibuat.
8. Ulangi percobaan 3-7 sampai 10 kali !
9. Memasukkan data pengamatan kedalam tabel 3.1 !
20

Tabel 3.1. Tabualasi Data Hasil Pengamatan


No. Variasi jarak peluru ( o)
1 1 cm

dst

10. Ulangi langkah 2-9 dengan variasi jarak yang berbeda, yaitu 2 cm, 3 cm dan 4
cm !

G. Teknik Analisis Data


Untuk menganalisis data, digunakan analisis kuantitatif yaitu dengan
menggunakan penghitungan sesuai hukum kekekalan momentum dan dengan
metode standar deviasi dan metode penurunan parsial.
1. Menghitung sudut rata-rata balok saat menyimpang
Menghitung sudut rata-rata balok saat menyimpang dapat menggunakan
rumus:
1 2 3 ... n i

n n
dengan ralat

n 2
2
1

n n 1
2. Menghitung ketinggian balok saat menyimpang
Untuk menghitung ketinggian balok saat menyimpang dapat dijelaskan
sebagai berikut :
21

Gambar 3.4. Penjabaran Nilai h


sehingga rumus ketinggian balok adalah
h - cos
1 - cos
dengan ralat

h h
2 2

h

3. Menentukan kecepatan awal peluru

Gambar 3.5. Ayunan Balistik


Gambar 3.5 membantu konseptualisasi situasi ayunan balistik. Konfigurasi A
adalah peluru dan kayu sebelum tumbukan, dan konfigurasi B adalah peluru
dan balok sesaat setelah tumbukan. Peluru dan balok membentuk sistem yang
terisolasi, sehingga prinsip dari tumbukan ini menggunakan kekekalan
momentum. Ayunan balistik termasuk dalam tumbukan tidak lenting
sempurna. Analisis tumbukan ini menggunakan persamaan (2.27)
22

' m1 v1 m2 v2
v
m1 m2

karena v2 0 , maka

m1 v1
v'
m1 m2 (3.1)
Proses selama peluru dan balok terayun setinggi h (berhenti pada konfigurasi
C), pada sistem ini berlaku hukum kekekalan energi mekanik.
Ek B E p Ek C E p (3.2)
B C

Energi kinetik total sistem tepat setelah tumbukan adalah


1 2
Ek B (m1 m2 ) v ' (3.3)
2
Dengan mensubtitusi persamaan (3.1) ke dalam persamaan (3.3),
menghasilkan
2 2
m1 v1
Ek B
2 m1 m2 (3.4)

Persamaan (3.4) disubtitusikan ke dalam persamaan (3.2), dengan energi potensial


pada konfigurasi B adalah nol dan energi potensial pada konfigurasi C adalah
(m1+m2) g h (g = 10 m s-2). Berdasarkan prinsip kekekalan energi, diperoleh
2 2
m1 v1
0 0 m1 m2 g h
2 m1 m2
2 2
m1 v1 2 m1 m2 m1 m2 g h
2 2
m1 v1 2 m1 m2 g h
2

2 m m
2

v1 1 2 2 2 g h
m1
m m2
v1 1 2gh
m1 (3.5)
23

dengan ralat
2 2
v v v
2

v m1 m2 h
m1 m2 h
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Perancangan Alat

Penelitian ini menghasilkan produk berupa kit percobaan penentuan


kecepatan awal peluru dengan menggunakan percobaan ayunan balistik. Setelah
melalui beberapa tahapan, maka diperoleh data sebagai berikut :
1. Tahap Analisis Kebutuhan
Tahap ini dilakukan dengan survei lapangan yang bertujuan
mengumpulkan informasi. Pengumpulan informasi diperoleh dari hasil
pengamatan dan wawancara tentang pembelajaran fisika tingkat SMA di SMA
Negeri 2 Surakarta. Pengamatan ini dilakukan ketika peneliti masih PPL di
SMA Negeri 2 Surakarta. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara,
didapatkan hasil bahwa pembelajaran fisika di SMA Negeri 2 Surakarta masih
diajarkan secara konvensional. Materi fisika hanya disampaikan dengan
metode ceramah dan jarang sekali melaksanan percobaan atau eksperimen di
laboratorium, sehingga siswa cenderung pasif dan tidak dapat mengikuti
pembelajaran dengan baik. Karena aktivitas siswa yang cenderung pasif
tersebut, mengakibatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika
cenderung rendah dan mengalami kesulitan terutama pada bab materi yang
memerlukan hitungan atau analisis.
Seperti halnya, pada materi tumbukan tidak lenting sama sekali. Guru
hanya bisa menyampaikan materi dengan metode ceramah dan ketika
memasuki materi ayunan balistik, guru hanya bisa memberi contoh saja. Hal
ini dikarenakan, tidak ada alat peraga pada sekolah tersebut untuk menjelaskan
materi tumbukan pada ayunan balistik.
Melakukan tindakan secara langsung merupakan salah satu metode
pembelajaran yang dianggap baik. Salah satu pengalaman langsung itu adalah
dengan melakukan eksperimen. Tetapi karena alat percobaan yang tidak
mendukung dan melakukan eksperimen dianggap terlalu membuang waktu,
membutuhkan ketrampilan khusus serta terkadang sulit untuk dilaksanakan
24
25

sehingga kegiatan percobaan jarang dilaksanakan di bangku sekolah. Padahal


melalui eksperimen dapat melatih sifat kejujuran, ketelitian dan kerjasama
dalam kelompok. Selain itu yang menjadi kendala untuk melakukan
eksperimen adalah harus merancang peralatan yang akan digunakan,
merancang cara menganalisis data yang diperoleh dan membandingkan data
hasil percobaan dengan referensi yang ada untuk mengetahui seberapa valid
alat yang dibuat dan percobaan yang dilakukan.
Alternatif media yang dapat lebih memudahkan pemahaman siswa
dalam proses pembelajaran yaitu media alat eksperimen yang mudah dipahami
dan sederhana dan tidak mengandung banyak resiko. Sebagai contoh percobaan
ayunan balistik untuk menghitung kecepatan awal peluru, siswa tidak dapat
secara langsung menghitung kecepatan awal peluru secara kongkrit karena
belum ada alat yang mendukung. Atas dasar permasalahan tersebut, maka
dalam penelitian ini dibuat media pembelajaran yang nantinya dapat digunakan
guru dalam kegiatan praktikum menghitung kecepatan awal peluru dengan
menggunakan percobaan ayunan balistik. Selain untuk menghitung kecepatan
awal peluru, dalam percobaan ini dapat untuk menganalisis kekekalan
momentum dan kekekalan energi yang terjadi sesaat setelah tumbukan.

2. Tahap Perancangan Desain Alat Percobaan


Tahap Perancangan desain kit percobaan ayunan balistik untuk
menghitung kecepatan awal peluru ini dimulai dengan menentukan alat dan
bahan yang tepat dalam pembuatan media dan bentuk rancangan yang aman
bagi siswa.
Untuk membuat penembak peluru menggunakan solder atraktor.
Tujuan pemilihan solder atraktor sebagai penembak peluru pada percobaan
ayunan balistik ini yaitu untuk memperoleh bentuk rancangan percobaan yang
aman bagi siswa ketika digunakan dalam percobaan, selain itu pada solder
atraktor ini sudah terdapat tempat yang dapat digunakan untuk lintasan peluru.
Rancangan awal penembak peluru dengan menggunakan solder atraktor dapat
dilihat pada gambar 4.1.
26

Gambar 4.1. Penembak Peluru

Peluru yang digunakan dalam percobaan ini adalah gotri dengan


diameter 1,6 cm bermassa 16,5 gram. Balok yang digunakan sebagai tempat
bersarangnya peluru pada percobaan ayunan balistik ini menggunakan kayu.
Busur yang digunakan untuk menghitung sudut simpangan balok saat
menyimpang pada percoban ini dicetak pada kertas mika. Proses
penggambaran dikerjakan pada master corel draw X4. Penggambaran busur ini
tidak serta merta hanya menggambar saja, tetapi diperlukan skala agar sudut
yang ditunjuk nantinya memiliki keakuratan yang tinggi. Pemilihan bahan ini
dipertimbangkan atas dasar keamanan ketika digunakan dalam percobaan.
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan media
pembelajaran berupa kit percobaan ayunan balistik yang digunakan untuk
menghitung kecepatan awal peluru adalah sebagai berikut
a. Pegas dengan konstanta pegas 500 N m-1
b. Peluru (gotri) dengan diameter 1,6 cm bermassa 16,5 gram
c. Balok dengan ukuran 8 cm x 3,9 cm x 4 cm bermassa 83,5 gram
d. Stick besi ringan
e. Busur derajat
f. Papan percobaan

3. Tahap Pembuatan Alat Percobaan


Tahap pembuatan merupakan hasil pengembangan dari tahapan
perancangan. Rancangan awal perangkat alat percobaan ayunan balistik pada
tahap sebelumnya disempurnakan sampai tercapai bentuk yang paling sesuai.
Produk percobaan ayunan balistik ini terdiri dari seperangkat alat percobaan
yang dapat digunakan untuk menghitung kecepatan awal peluru.
27

Solder atraktor yang digunakan sebagai penembak peluru ini


dimodifikasi untuk memperoleh variasi jarak tertentu. Hal ini bertujuan untuk
membandingkan hasil kecepatan yang akan diperoleh ketika melakukan
percobaan. Konstanta pegas dalam solder atraktor ini adalah 500 N m-1. Balok
pada percobaan ini dibuat dengan ukuran 8 cm x 3,9 cm x 4 cm bermassa 83,5
gram sebanyak satu buah. Setelah pembuatan balok selesai, hal yang dilakukan
selanjutnya adalah membuat lubang pada balok untuk tempat bersarangnya
peluru dengan diameter 1,6 cm.
Pada balok diberi besi ringan tepat di pusat massanya, hal ini
digunakan untuk menggantung balok agar balok berfungsi sebagai pendulum
dengan panjang besi 30 cm. Besi penunjuk sudut juga terbuat dari besi ringan,
dan diletakkan tepat pada muka balok. Massa total balok dihitung dari jumlah
massa balok, massa besi penggantung dan besi penujuk sudut. Massa total ini
digunakan untuk perhitungan mencari kecepatan awal peluru.
Langkah pembuatan alat selanjutnya adalah membuat busur, busur
pada percobaan ayunan balistik ini berjari-jari 30 cm. Busur ini ditempatkan
pada penyangga yang terbuat dari bahan akrilik. Setelah itu membuat alat yang
digunakan untuk mengeluarkan peluru dari balok. Setelah semuat alat semua
sudah siap langkah selanjutnya adalah memasang dan meletakkannya pada
papan percobaan.
Adapun bentuk akhir dari alat percobaan ayunan balistik, adalah
sebagai berikut:

1 3
6
2
Gambar 4.2. Alat Percobaan Ayunan Balistik
28

Keterangan Gambar:
1 = Pelontar peluru
2 = Peluru (gotri)
3 = Balok
4 = Stick besi ringan
5 = Busur derajat
6 = Papan percobaan

4. Tahap Validasi
Dalam pembuatan alat percobaan, validasi sangat penting. Sebab
validasi adalah suatu proses kegiatan untuk menilai suatu media apakah
memenuhi kriteria baik atau tidak. Validasi dapat dilakukan oleh ahli yang
berkecimpung dalam hal yang sesuai. Saran-saran yang diberikan digunakan
untuk memperbaiki media pembelajaran yang telah disusun.
Validasi alat percobaan ini dilakukan oleh validasi ahli. Meliputi
validasi ahli materi dan validasi ahli media. Validasi ahli materi mencakup
kesesuaian alat untuk percobaan penghitungan kecepatan awal peluru,
sedangkan validasi ahli media mencakup mencakup bentuk (dimensi dan aspek
mobilitas), ketepatan skala ukur, kesesuaian dengan alat ukur standar (acuan),
kemudahan menggunakan, dan keamanan pengguna.
Dari hasil validasi diperoleh beberapa penilaian dan saran, antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Modifikasi jarak yang dilakukan pada penembak peluru sudah baik.
b. Ketepatan skala ukur media ini cukup baik dan layak digunakan.
c. Mengatur besi penggantung balok agar ideal atau tidak menimbulkan
gesekan yang besar.
d. Mengatur jarum penunjuk agar gesekan kecil
e. Letak jarum penunjuk harus sama dengan balok, yaitu tepat pada pusat
massa.
29

f. Alat ini harus dikembangkan lebih lanjut, salah satunya yaitu


mengembangkan agar alat ini bisa secara otomatis menghitung ketinggian
balok saat menyimpang.

5. Revisi
Setelah proses validasi, tahap selanjutnya adalah revisi. Jika ahli
menilai bahwa media ada kekurangan, maka peneliti harus merevisi medianya
sesuai dengan saran dan koreksi validator sebelum pengambilan data
eksperimen. Namun, jika ahli menyatakan baik, maka tidak diperlukan proses
revisi itu. Apabila proses revisi dari ahli sudah selesai, maka media tersebut
siap digunakan untuk proses pengambilan data.
Pada awalnya gesekan yang ditimbulkan pada jarum penunjuk sangat
besar, setelah melakukan beberapa revisi pada alat percobaan tersebut maka
didapatkan gesekan pada jarum penunjuk relatif kecil dan dapat diabaikan serta
letak jarum penunjuk sudah tepat di muka pusat massa balok. Setelah dirasa
sudah memenuhi kriteria baik dan layak digunakan maka langkah selanjutnya
adalah pengambilan data sesuai prosedur percobaan.

B. Deskripsi Data

Percobaan ini bertujuan untuk menghitung besar kecepatan awal peluru


pada masing-masing variasi jarak. Pada percobaan ini memiliki beberapa
komponen penting, yaitu variasi jarak dan sudut simpangan balok setelah
tumbukan. Adapun prinsip kerja dari percobaan ini adalah menembakkan peluru
agar tepat bersarang pada balok, sehingga balok dan peluru sama-sama bergerak
dengan kecepatan yang sama besar dan menunjuk sudut simpangan. Hal ini sesuai
dengan konsep tumbukan tidak lenting sama sekali.
Kelemahan dari alat ini yaitu ketinggian simpangan balok tidak terukur
secara otomatis. Pada percobaan ini yang bisa diukur hanya sudut simpangan dan
ketinggian balok saat menyimpang dihitung secara matematis. Peneliti
mengetahui beberapa kelemahan pada alat ini namun kelemahan-kelemahan yang
ada masih sulit untuk dieliminasi, sehingga peneliti hanya bisa memberikan saran,
30

agar alat ini dapat dikembangkan dengan penghitung ketinggian otomatis (sistem
mikro)
Proses pengambilan data dilakukan di bengkel fisika FKIP UNS. Dari
penelitian yang telah dilakukan dapat ditabulasikan datanya sebagai berikut:
1. Rincian ukuran alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ayunan balistik
Tabel 4.1. Rincian Ukuran Alat dan Bahan yang Digunakan
No. Alat dan Bahan Ukuran
1. Massa peluru m m 16,5 0,05 gram
2. Massa total balok m m 112,5 0,05 gram
3. Panjang besi 30 0,05 cm

2. Data pengamatan sudut simpangan pada masing-masing jarak


Tabel 4.2. Data Pengamatan Sudut Simpangan
No. ( o)
1 cm 2 cm 3 cm 4 cm
1 14 20 25 29
2 15 22 26 29
3 15 20 25 30
4 15 21 26 30
5 15 19 25 30
6 15 19 26 30
7 15 18 26 28
8 15 19 25 29
9 14 19 25 31
10 15 20 25 31

C. Analisis Data

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data yang berupa sudut


simpangan balok ( o). Setelah itu, dilakukan analisis untuk menentukan tinggi
31

berdasarkan data yang telah didapatkan. Analisis data yang digunakan adalah
metode standar deviasi dan metode penurunan parsial seperti yang tertulis dalam
Bab III. Berikut ini sampel analisis data menentukan ketinggian balok saat
menyimpang dan kecepatan awal peluru berdasarkan percobaan.
Tabel 4.3. Sudut Simpangan Rata-Rata
No. ( o)
1 cm 2 cm 3 cm 4 cm
1 14 20 25 29
2 15 22 26 29
3 15 20 25 30
4 15 21 26 30
5 15 19 25 30
6 15 19 26 30
7 15 18 26 28
8 15 19 25 29
9 14 19 25 31
10 15 20 25 31
148 197 254 297

2 21904 38809 64516 88209

14,8 19,7 25,4 29,7


32

Tabel 4.4. Sudut Simpangan


No. 2 ( o)
1 cm 2 cm 3 cm 4 cm
1
196 400 625 841
2
225 484 676 841
3
225 400 625 900
4
225 441 676 900
5
225 361 625 900
6
225 361 676 900
7
225 324 676 784
8
225 361 625 841
9
196 361 625 961
10
225 400 625 961
2
2192 3893 6454 8829

1. Menghitung kecepatan awal peluru variasi jarak 1 cm


a. Sudut simpangan rata rata

1 2 3 ... n i

n n
14,8 o

ralat:

n 2
2
1

n n 1



1 10 2,192 10 3 1,48 10 2
2

10 10 1
1 16

10 9
1
1,777777778
10
1
1,333333333
10
0,133 o
2,327 10 -3 radian
33


KR 100%

0,133
KR 100%
14,8
KR 0,89 %

Sehingga diperoleh sudut simpangan rata-rata variasi jarak 1 cm adalah

1,48 0,0133 10 1o

b. Ketinggian simpangan balok


h cos
h 30 30 cos 14,8

h 30 30 9,668 10 -1
h 30 29,004
h 9,953 10 -1 cm
h 9,953 10 -3 m
ralat:

h h
2 2

h

cos cos
2 2

h

h 1 cos 2 sin 2
h 1 cos 14,8 5 10 30 sin 14,8 2,327 10
-2 2 -3 2

h 1,659 10 1,783 10
-3 2 -2 2

h 2,752 10 -6 3,810 10 -4
h 3,208 10 -4
h 1,791 10 -2 cm
h 1,791 10 -4 m
Sehingga diperoleh ketinggian balok variasi jarak 1 cm adalah
h h 99,53 1,791 10-4 m
34

c. Kecepatan awal peluru


m = 16,5 g = 1,650 x 10-2 kg; m = 0,05 g = 5,000 x 10-5 kg
m = 112,5 gram = 1,125 x 10-1 kg; m = 0,05 gram = 5,000 x 10-5 kg
g = 10 m s-1
h h 99,53 1,791 10-4 m
m m2
v 1
1 2gh
m1

v1

1,650 10 -2 11,25 10 -2 210 99,53 10 -4

1,650 10 -2

v1 7,818 4,462 10 -1

v1 3,488 m s -1
ralat
2 2
v v v
2

v m1 m2 h
m1 m 2 h
2 2 2
m2 m2 m2
1 2 g h 1 2 g h 1 2 g h
m1 m1 m1
v m1 m2 h
m 1 m 2 h


2
m
2
m 1
2
1 2g
v - 22 2 g h m1 2 g h m2 1 2 h
m m1
1 m1 2 h
2
11,25 10 -2
- 210 99,53 10 -4
5,000 10 -5


1,650 10 -2 2



2

v
1
210 99,53 10 -4 5,000 10 -5
1,650 10
-2

210
2
11,25 10 -2
1
1 1,791 10 -4

1,650 10 -2 2 99,53 10 -4

v 8,498 10 -5 1,828 10 -6 9,850 10 -4
v 1,072 10 -3
v 3,274 10 -2 m s -1

Sehingga diperoleh kecepatan awal peluru variasi jarak 1 cm adalah


v v 348,8 3,274 10-2 m s -1
35

2. Menghitung kecepatan awal peluru variasi jarak 2 cm


a. Sudut simpangan rata rata

1 2 3 ... n i

n n
1,97 10 1o

ralat:

n 2
2
1

n n 1



1 10 3,893 10 3 1,97 10 2
2

10 10 1
1 120

10 9
1
13,3333
10
1
3,667
10
3,667 10 -1
o

6,400 10 -3 radian


KR 100%

3,667 10 -1
KR 100%
1,97 101
KR 1,86 %

Sehingga diperoleh sudut simpangan rata-rata variasi jarak 2 cm adalah

1,97 0,037 10 1o

b. Ketinggian simpangan balok


h cos
h 30 30 cos 19,7

h 30 30 9,415 10 -1
h 30 28,245
h 1,756 cm
h 1,756 10 -2 m
36

ralat:

h h
2 2

h

cos cos
2 2

h

h 1 cos 2 sin 2
h 1 cos 19,7 5 10 30 sin 19,7 2,327 10
-2 2 -3 2

h 2,926 10 6,472 10
-3 2 -2 2

h 8,564 10 -6 4,188 10 -3
h 4,197 10 -3
h 6,478 10 -2 cm
h 6,478 10 -4 m
Sehingga diperoleh ketinggian balok variasi jarak 2 cm adalah
h h 175,6 6,478 10-4 m

c. Kecepatan awal peluru


m = 16,5 g = 1,650 x 10-2 kg; m = 0,05 g = 5,000 x 10-5 kg
m = 112,5 gram = 1,125 x 10-1 kg; m = 0,05 gram = 5,000 x 10-5 kg
g = 10 m s-1
h h 175,6 6,478 10-4 m
m m2
v 1
1 2gh
m1

v1

1,650 10 -2 11,25 10 -2 210 175,6 10
-4

1,650 10 -2

v1 7,818 5,926 10 -1

v1 4,633 m s -1
37

ralat
2 2
v v v
2

v m1 m2 h
m1 m2 h
2 2 2
m2 m2 m2
1 2 g h 1 2 g h 1 2 g h

m1
m1
m1
v m1 m2 h
m1 m2 h


2 2
m m 1 2 g
2
1
v - 22 2 g h m1 2 g h m2 1 2 h
m
1 1
m m1 2 h
2
11,25 10- 2
- 210 175,6 10 -4
5,000 10 -5


1,650 10- 2 2



2

v
1
210 175,6 10 -4
5,000 10 -5

1,650 10
-2

210
2
11,25 10- 2 1
1 6,478 10- 4
1,650 10- 2 2 175,6 10 -4

v 1,499 10- 4 3,225 10- 6 7,305 10-3
v 7,458 10-3
v 8,636 10- 2 m s -1

Sehingga diperoleh kecepatan awal peluru variasi jarak 2 cm adalah


v v 463,3 6,478 10-2 m s -1

3. Menghitung kecepatan awal peluru variasi jarak 3 cm


a. Sudut simpangan rata rata

1 2 3 ... n i

n n
2,54 10 1o
38

ralat:

n 2
2
1

n n 1



1 10 6,454 10 3 2,54 10 2
2

10 10 1
1 24

10 9
1
2,66667
10
1
1,633
10
1,633 10 -1
o

2,850 10 -3 radian


KR 100%

1,633 10 -1
KR 100%
2,54 101
KR 0,64 %

Sehingga diperoleh sudut simpangan rata-rata variasi jarak 3 cm adalah

2,54 0,163 10 1o

b. Ketinggian simpangan balok


h cos
h 30 30 cos 25,4

h 30 30 9,033 10 -1
h 30 27,10
h 2,9 cm
h 2,900 10 -2 m
39

ralat:

h h
2 2

h

cos cos
2 2

h

h 1 cos 2 sin 2
h 1 cos 25,4 5 10 30 sin 25,4 2,850 10
-2 2 -3 2

h 4,833 10 3,668 10
-3 2 -2 2

h 2,336 10 -5 1,345 10 -3
h 1,368 10 -3
h 3,699 10 -2 cm
h 3,699 10 -4 m
Sehingga diperoleh ketinggian balok variasi jarak 3 cm adalah
h h 290,0 3,699 10-4 m

c. Kecepatan awal peluru


m = 16,5 g = 1,650 x 10-2 kg; m = 0,05 g = 5,000 x 10-5 kg
m = 112,5 gram = 1,125 x 10-1 kg; m = 0,05 gram = 5,000 x 10-5 kg
g = 10 m s-1
h h 290,0 3,699 10-4 m
m m2
v 1
1 2gh
m1

v1

1,650 10 -2 11,25 10 -2 210 290,0 10
-4

1,650 10 -2

v1 7,818 7,616 10 -1

v1 5,954 m s -1
40

ralat
2 2
v v v
2

v m1 m2 h
m1 m2 h
2 2 2
m2 m2 m2
1 2 g h 1 2 g h 1 2 g h

m1
m1
m1
v m1 m2 h
m1 m2 h


2 2
m m 1 2 g
2
1
v - 22 2 g h m1 2 g h m2 1 2 h
m
1 1
m m1 2 h
2
11,25 10- 2
- 210 290,0 10 -4
5,000 10 -5


1,650 10- 2 2



2

v
1
210 290,0 10 -4
5,000 10 -5

1,650 10
-2

210
2
11,25 10- 2 1
1 3,669 10- 4
1,650 10- 2 2 290,0 10 -4

v 2,476 10- 4 5,326 10- 6 1,442 10-3
v 1,695 10-3
v 4,117 10- 2 m s -1

Sehingga diperoleh kecepatan awal peluru variasi jarak 3 cm adalah


v v 595,4 6,478 10-2 m s -1

4. Menghitung kecepatan awal peluru variasi jarak 4 cm


a. Sudut simpangan rata rata

1 2 3 ... n i

n n
2,97 10 1o
41

ralat:

n 2
2
1

n n 1



1 10 8,829 10 3 2,97 10 2
2

10 10 1
1 80

10 9
1
8,88889
10
1
2,981
10
2,981 10 -1
o

5,236 10 -3 radian


KR 100%

2,981 10 -1
KR 100%
2,97 101
KR 1,00 %

Sehingga diperoleh sudut simpangan rata-rata variasi jarak 4 cm adalah

2,97 0,298 10 1o

b. Ketinggian simpangan balok


h cos
h 30 30 cos 29,7

h 30 30 8,686 10 -1
h 30 26,059
h 3,941 cm
h 3,941 10 -2 m
42

ralat:

h h
2 2

h

cos cos
2 2

h

h 1 cos 2 sin 2
h 1 cos 29,7 5 10 30 sin 29,7 5,236 10
-2 2 -3 2

h 6,568 10 7,783 10
-3 2 -2 2

h 4,314 10 -5 6,057 10 -3
h 6,100 10 -3
h 7,810 10 -2 cm
h 7,810 10 -4 m
Sehingga diperoleh ketinggian balok variasi jarak 4 cm adalah
h h 394,1 7,810 10-4 m

c. Kecepatan awal peluru


m = 16,5 g = 1,650 x 10-2 kg; m = 0,05 g = 5,000 x 10-5 kg
m = 112,5 gram = 1,125 x 10-1 kg; m = 0,05 gram = 5,000 x 10-5 kg
g = 10 m s-1
h h 394,1 7,810 10-4 m
m m2
v 1
1 2gh
m1

v1

1,650 10 -2 11,25 10 -2 210 394,1 10
-4

1,650 10 -2

v1 7,818 8,878 10 -1

v1 6,941 m s -1
43

ralat
2 2
v v v
2

v m1 m2 h
m1 m2 h
2 2 2
m2 m2 m2
1 2 g h 1 2 g h 1 2 g h

m1
m1
m1
v m1 m2 h
m1 m2 h


2 2
m m 1 2 g
2
1
v - 22 2 g h m1 2 g h m2 1 2 h
m
1 1
m m1 2 h
2
11,25 10- 2
- 210 394,1 10 -4
5,000 10 -5


1,650 10- 2 2



2

v
1
210 394,1 10 -4
5,000 10 -5

1,650 10
-2

210
2
11,25 10- 2 1
1 7,810 10- 4
1,650 10- 2 2 394,1 10 -4

v 3,365 10- 4 7,238 10- 6 4,730 10-3
v 5,074 10-3
v 7,123 10- 2 m s -1

Sehingga diperoleh kecepatan awal peluru variasi jarak 4 cm adalah


v v 694,1 7,123 10-2 m s -1

5. Perhitungan Hukum Kekekalan Energi

Gambar 4.3. Ayunan Balistik


EM A EM C
EK A EPC
1
mp v 2 mp b g h
2
44

a. Variasi jarak 1 cm
EK A EPC
1
mp v 2 mp b g h
2
1
2

1,65 10 -2 3,488 1,290 10 -2 10 9,953 10 -3
2

1,004 10 -1 0,1284 10 -1
EK A 1,004 10 -1

EPC 0,1284 10 -1
EK A 7,81 EPC

b. Variasi jarak 2 cm
EK A EPC
1
mp v 2 mp b g h
2
1
2

1,65 10 -2 4,633 1,290 10 -2 10 1,756 10 -2
2

1,771 10 -1 0,2265 10 -1
EK A 1,771 10 -1

EPC 0,2265 10 -1
EK A 7,81 EPC

c. Variasi jarak 3 cm
EK A EPC
1
mp v 2 mp b g h
2
1
2

1,65 10 -2 5,954 1,290 10 -2 10 2,900 10 -2
2

2,925 10 -1 0,3741 10 -1
EK A 2,925 10 -1

EPC 0,3741 10 -1
EK A 7,81 EPC
45

d. Variasi jarak 4 cm
EK A EPC
1
mp v 2 mp b g h
2
1
2

1,65 10 -2 6,941 1,290 10 -2 10 3,941 10 -2
2

3,975 10 -1 0,5084 10 -1
EK A 2,925 10 -1

EPC 0,5084 10 -1
EK A 7,81 EPC

D. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, hasil ketinggian


balok dan kecepatan awal peluru pada masing-masing jarak adalah seperti pada
Tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5.Rangkuman Hasil Analisis Data

Variasi Ketinggian Kecepatan



No Jarak Balok (h) awal peluru ( v1 )
(cm) h h m v v m s -1

1. 1 99,53 1,791 10-4 348,8 3,274 10-2

2. 2 175,6 6,478 10-4 463,3 6,478 10-2

3. 3 290,0 3,699 10-4 595,4 6,478 10-2

4. 4 394,1 7,810 10-4 694,1 7,123 10-2

Berdasarkan referensi yang ada, dijelaskan bahwa pada tumbukan


berlaku hukum kekekalan energi yaitu besar energi sebelum tumbukan harus sama
dengan besar energi sesudah tumbukan. Namun, dari hasil perhitungan percobaan
masing-masing jarak didapatkan besar besar energi adalah EK A 7,81 EPC . Hal
46

ini menunjukkan bahwa tumbukan tidak lenting sama sekali (ayunan balistik)
tidak berlaku Hukum Kekekalan Energi. Seperti yang sudah dijelakan pada bab II,
bahwa pada tumbukan tidak lenting sama sekali, energi sistem berkurang. Energi
kinetik sistem dapat berkurang karena sebagian energi kinetik diubah ke bentuk
energi kalor dan energi bunyi pada saat terjadi tumbukan, sehingga Hukum
kekekalan energi kinetik tidak berlaku.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari percobaan ayunan balistik, diperoleh


kesimpulan sebagai berikut:
1. Telah berhasil dibuat alat percobaan ayunan balistik untuk menghitung
kecepatan awal peluru.
2. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai
berikut:

Variasi Ketinggian Kecepatan



No Jarak Balok (h) awal peluru ( v1 )
(cm) h h m v v m s -1

1. 1 99,53 1,791 10-4 348,8 3,274 10-2

2. 2 175,6 6,478 10-4 463,3 6,478 10-2

3. 3 290,0 3,699 10-4 595,4 6,478 10-2

4. 4 394,1 7,810 10-4 694,1 7,123 10-2

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ayunan balistik yang telah dilakukan maka


untuk mendapatkan hasil pengukuran yang lebih akurat disarankan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Memvariasi jarak yang lebih banyak pada penembak peluru
2. Memodifikasi jarum penunjuk yang lebih ideal agar dapat mengurangi
gesekan yang terjadi atau dengan menambahkan sensor (sistem mikro) pada
balok, untuk menghitung secara otomatis ketinggian balok saat menyimpang.

47
49

Lampiran 1

Aturan Angka Penting

Hasil pengukuran berupa angka-angka atau disebut sebagai hasil numerik


selalu merupakan nilai pendekatan. Menurut kelaziman hasil pengukuran sebuah
benda mengandung arti bahwa bilangan yang menyatakan hasil pengukuran tersebut.
Jika sebuah tongkat panjangnya ditulis 15,7 centimeter. Secara umum panjang batang
tersebut telah diukur sampai dengan perpuluhan centimeter dan nilai eksaknya
terletak di antara 15,65 cm hingga 15,75 cm.
Seandainya pengukuran panjang tongkat tersebut dinyatakan sebagai 15,70
cm berarti pengukuran tongkat telah dilakukan hingga ketelitian ratusan centimeter.
Pada 15,7 cm maka terdapat 3 angka yang penting sebagai hasil pengukuran. Pada
pelaporan hasil pengukuran 15,70 cm berarti terdapat 4 angka yang penting sebagai
hasil pengukuran. Dengan demikian angka penting adalah angka hasil pengukuran
atau angka yang diketahui dengan cukup baik berdasarkan keandalan alat ukur
yang dipakai. Misalnya dilaporkan hasil pengukuran massa sebuah benda 5,4628
gram dapat dinyatakan bahwa hasil pengukuran tersebut memiliki 5 angka penting.
Berikut aturan angka penting yang umum :
1. Angka yang bukan nol adalah angka penting,
misal : 14569 = 5 angka penting, 2546 = 4 angka penting
2. Angka nol di sebelah kanan tanda desimal dan tidak diapit bukan angka nol
bukan angka penting,
misal : 25,00 = 2 angka penting
25,000 = 2 angka penting
2500 = 4 angka penting ( mengapa ? sebab tidak ada tanda desimalnya)
2500,00 = 4 angka penting
3. Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka bukan nol atau setelah tanda
desimal bukan angka penting.
50

Misal : 0,00556 = 3 angka penting


0,035005 = 5 angka penting (karena angka nol diapit oleh angka bukan nol)
0,00006500 = 4 angka penting
4. Angka nol yang berada di antara angka bukan nol termasuk angka penting.
Misal : 0,005006 = 4 angka penting
5. Dalam penjumlahan dan pengurangan angka penting, hasil dinyatakan
memiliki 1 angka perkiraan dan 1 angka yang meragukan. Contoh : 1,425 +
2,56 = 3,985 dan hasilnya ditulis sebagai 3,99.
(I) 25,340 + 5,465 + 0,322 = 31,127 ditulis sebagai 31,127 (5 angka penting)
(II) 58,0 + 0,0038 + 0,00001 = 58,00281 ditulis menjadi 58,0
(III) 4,20 + 1,6523 + 0,015 = 5,8673 ditulis menjadi 5,87
(IV) 415,5 + 3,64 + 0,238 = 419,378 ditulis menjadi 419,4
Pada contoh (I) ditulis tetap karena kesemua unsur memiliki angka yang
berada di belakang tanda desimal jumlahnya sama.
Pada contoh (II) ditulis menjadi 58,0 karena mengikuti angka penting terakhir
aalah angka yang diragukan kepastiannya.
Pada contoh (III) ditulis menjadi 5,87 karena mengikuti aturan angka penting
terakhir ialah angka yang diragukan kepastiannya. Hal yang sama juga ditulis
sebagaimana contoh (IV).
6. Dalam perkalian dan pembagian, hasil operasi dinyatakan dalam jumlah
angka penting yang paling sedikit sebagaimana banyaknya angka penting dari
bilangan-bilangan yang dioperasikan. Hasilnya harus dibulatkan hingga
jumlah angka penting sama dengan jumlah angka penting berdasarkan faktor
yang paling kecil jumlah angka pentingnya.
Contoh : 3,25 x 4,005 =
3,25 = mengandung 3 angka penting
4,005 = mengandung 4 angka penting
51

Ternyata ada perkecualian sebagaimana contoh berikut yaitu 9,84 : 9,3 = 1,06
ditulis dalam aturan angka penting sebanyak 3 angka penting seharusnya
menurut angka penting dalam perkalian/pembagian harus ditulis sebagai 1,1
(dalam 2 angka penting) tetapi perbedaan 1 di belakang tanda desimal pada
angka terakhir 9,3 yakni 9,3 + 0,1 menggambarkan kesalahan sekitar 1%
terhadap hasil pembagian (kesalahan 1% diperoleh dari 0,1:9,3 kemudian
dikali seratus persen). Perbedaan dari penulisan angka penting 1,1 dari 1,1 +
0,1 menghasilkan kesalahan 10% (didapat dari 0,1 dibagi 1,1 kemudian dikali
100 persen). Berdasarkan analisis tersebut, maka ketepatan penulisan jawaban
hasil bagi menjadi 1,1 jauh lebih rendah dibandingkan dengan menuliskan
jawabannya menjadi 1,06. Jawaban yang benar dituliskan sebagai 1,06 karena
perbedaan 1 pada angka terakhir bilangan faktor yang turut dalam unsur
pembagian (9,3) memberi kesalahan relatif sebesar (kira-kira 1%) atau dapat
ditulis sebagai 1,06 + 0,01
Alasan yang serupa juga diberikan pada soalan 0,92 x 1,13 hasilnya ditulis
sebagai 1,04 dibandingkan menjadi 1,0396 (yang sudah sangat jelas lebih dari
faktor angka penting paling sedikit yang diproses dalam pembagian tampak
jika ditulis 1,039 memiliki 4 angka penting, jika ditulis 1,0396 memiliki 5
angka penting).
Jika dikalikan, hasilnya diperoleh menjadi 13,01625 maka hasilnya ditulis
menjadi 1,30 x 101
7. Batasan jumlah angka penting bergantung dengan tanda yang diberikan pada
urutan angka dimaksud. Misal : 1256 = 4 angka penting
1256 = 3 angka penting (garis bawah di bawah angka 5) atau
dituliskan seperti 1256 = 3 angka penting (angka 5 dipertebal)
52

Catatan :
Berdasarkan buku Schaum Fisika edisi 8 karangan Bueche (1989) bilangan nol (0)
kadang-kadang dinyatakan sebagai angka penting kadang pula bukan angka penting
karena angka nol hanya menunjukkan letak tanda koma sebagai tanda desimal.
Misal: mineral beratnya 8900 gram belum menunjukkan dengan pasti ketepatan
penimbangannya. Karena itu ada aturan yang menyatakan 8900 gram hanya memiliki
angka 8 dan 9 yang dinyatakan penting (2 angka penting) akibatnya 8900 gram ditulis
dengan eksponen sebagai 8,9 x 10<sup>2</sup> gram. Seandainya kemampuan alat
ukur mampu mengukur hingga puluhan maka ditulis menjadi 3 angka penting sebagai
8,90 x 10<sup>2</sup> dan jika benda mampu diukur hingga ratusan gram maka
hasil pengukurannya ditulis sebagai 8,900 x 10<sup>2</sup>.
Sumber pembanding : Seri Buku Schaum karangan F.J. Bueche alih bahasa Budi
Darmawan, Msc (ITB) Penerbit Erlangga, 1989 (judul asli : Theory and Problem of
College Physics 8 ed)
http://fisikarudy.wordpress.com/2009/08/07/aturan-angka-penting/
53

Lampiran 2

Penjabaran Persamaan Orde Dua Linier

d 2s
Fs m 2 m g sin (2.1)
dt

Dengan mensubtitusi s , diperoleh

d 2
m m g sin
dt 2

d 2
g sin
dt 2

d 2 g
2
sin (2.2)
dt

Untuk menyelesaikan persamaan (2.2), dimisalkan sebagai berikut

d
u
dt
d 2 d u

dt 2 dt

d d

dt dt

du d

d dt

du
u
dt

Kemudian mengintegralkan persamaan (2.2)


u
du g
0 u d sin
54

u
g
u du
0
sin d
1 2 g
u cos c
2

1 d
2
g
cos c
2 dt

Nilai c dapat dicari dengan mengingat kenyataan bahwa ayunan akan membalik jika
d
simpangan maksimum ; 0u 0
dt

1 d
2
g
cos c
2 dt

g
0 cos c

g
c cos

Kembali pada persamaan berikut ini

1 d
2
g
cos c
2 dt

d g
2

2 cos cos
dt

d
2 cos cos
g

dt

d
2
g
cos cos (i)
dt
55

d g
2 dt
cos cos

d 2 2g
dt 0
dt (ii)

Waktu yang diperlukan ayunan untuk bergerak dari (+ ) menuju (- ) adalah sama
dengan setengah periode osilasi T ,sehingga persamaan (ii) menjadi

d 2g T

cos cos



2
(iii)

1 1
Dari identitas cos 2 1 2 sin 2 , cos 1 2 sin 2 , cos 1 2 sin 2 ,
2 2
maka persamaan (iii) menjadi

d d
cos cos

2 2
1 2 sin 1 2 sin
2 2

d


2 sin 2 2 sin 2
2 2

d


2 sin 2 sin 2
2 2

d
Persamaan

adalah integral eliptik.
2 sin 2 sin 2
2 2

d 2 g T



2
2 sin 2 sin 2
2 2
56

1 d g T

2 2
2
2
sin sin 2
2 2

d g T

2
2
2
sin sin 2
2 2

d g

2


T (iv)
sin sin 2
2 2

Ayunan sudut nilainya bervariasi diantara . Misal, diambil variabel baru


(nilai bebas) bervariasi antara 0 - 2. Untuk satu osilasi dapat diperoleh nilai sin
sehingga

sin
sin 2

sin
2
Atau dengan menggunakan fungsi trigonometri (Schaums) didapatkan hasil
1 1
sin sin sin
2 2
1 1 1
cos d sin cos d
2 2 2
1 1
cos 2 1 sin 2
2 2
1 1
cos 2 1 sin 2 sin 2
2 2
1 1
cos 1 sin 2 sin 2
2 2
57

Kembali lagi pada persamaan (iv)



2 sin cos d
d 2 (v)
1
cos
2

2 sin cos d
d 2 (vi)
1
1 sin sin 2
2

2

2 sin cos d
2
1
1 sin 2 sin 2
d 2
2 2
(vii)
2 2
sin sin sin sin
2 2 2 2

2 sin cos d
2
1
sin 2
1 sin 2
2


1
sin 2 sin 2 sin 2
2 2

2 sin cos d
2
1
1 sin 2 sin 2
2

sin 1 sin 2
2
2 cos d
1
1 sin 2 sin 2
2


cos
58


2 d
1
(viii)

1 sin sin 2
2

2

Dengan asumsi maka nilai dan pada nilai , sehingga
2 2
persamaan (iv) menjadi

g 2
2 d

T 1

2
1 sin 2 sin 2
2
1

2

2
g 1
T 2 d 1 sin 2 sin 2 (2.3)


2
2

Dengan menggunakan Theorema Binomial

1 x p 1 px p p 1 x 2 p p 1 ( p 2) x 3 ...
2.1 3.2.1
1
Jika p
2
1 x 2 1 1 x 1.3 x 2 1.3.5 x 3 ...
1

2 2.4 2.4.6
1
x sin 2 sin 2
2
Maka persamaan (2.3) menjadi


2
g 1 1 3 1
T 2 d 1 2 sin sin 2 sin 4 sin 4 ....
2
(2.4)


2 8 2
2

Dengan menggunakan Formula Schaums


x sin 2 ax
sin ax dx 2 4 a
2

3x sin 2 ax sin 4 ax
sin ax dx 8 4 a 32 a
4
59

Persamaan (2.4) menjadi


g 1 1 sin 2 3 4 1 3 sin 2 sin 4 2
T 2 sin 2 sin
2 2 2 4 8 2 8 4 32
2


g 1 1 sin 2 3 1 3 sin 2 sin 4
T 2 sin 2 2 2 sin 4 2 2 2
2 2 2 2 4 8 2 8 4 32



1 1 sin 2 3 1 3 sin 2 sin 4
sin 2 2 2 sin 4 2 2 2
2 2 2 2 4 8 2 8 4 32

g 1 9 1
T 2 sin 2 sin 4 . . .
4 2 64 2

g 1 1 9 1
T 2 1 sin 2 sin 4 . . .
4 2 64 2
1 2 1 9 1
T 2 1 sin sin 4 . . . (2.5)
g 4 2 64 2

You might also like