You are on page 1of 11

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR DENGAN NANDA, NOC, NIC

A. Pengertian:
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. Fraktur
digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi .

B. Klasifikasi fraktur :
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks
tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
b. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
c. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya,
misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
b. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur
5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :
a. Tertutup
b. Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a. Garis patah melintang.
b. Oblik / miring.
c. Spiral / melingkari tulang.
d. Kompresi
e. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
At axim : membentuk sudut.
At lotus : fragmen tulang berjauhan.
At longitudinal : berjauhan memanjang.
At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.

C. Etiologi:
Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh namun cukup mempunyai
kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat disebabkan oleh
- Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,
kontraksi otot ekstrim.
- Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
- Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.

D. Patofisiologis :
Jenis fraktur :
Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran
Fraktur inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
Fraktur tertutup (fraktur simple), tidak menyebabkan robekan kulit.
Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit
atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi : Grade
I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya dan sakit jelas, Grade II luka lebih luas
tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan Grade III, yang sangat terkontaminasi dan
mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi, merupakan yang paling berat.
Penyembuhan/perbaikan fraktur :
Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari
tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut.
Bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang premitif
(osteogenik) berdeferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi
fosfat yang akan merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus disekitar lokasi
fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapian kalus dari fragmen
yang satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya
trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi
fraktur.Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani
transformasi metaplastikuntuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan
mengalami re-modelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru sementara osteoklas
akan menyingkirkan bagian yanng rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang
menyerupai keadaan tulang aslinya

E. Manifestasi klinis:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah
cedera.

F. Komplikasi fraktur
- Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
- Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal.
- Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
- Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di
dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
- Shock,
- Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko
terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam
pai 80 fraktur tahun.
- Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil
dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada
perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah
ortopedil
- Infeksi
- Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
- Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik
abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik
dan vasomotor instability.

G. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat
perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam darah.
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang
kompleks.

Penanganan fraktur
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi
dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
- Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang
masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung
saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi
internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.
- Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau di
pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat
dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur.
Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24
minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
- Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada penyembuhan
tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
Memantau status neurologi.
Mengontrol kecemasan dan nyeri
Latihan isometrik dan setting otot
Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
- Imobilisasi fragmen tulang.
- Kontak frgmen tulang minimal.
- Asupan darah yang memadai.
- Nutrisi yang baik.
- Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
- Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
- Potensial listrik pada patahan tulang.

FRAKTUR FEMUR

A. Pengertian
Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat : bagian kaput, kolum atau trochanter,
batang femur dan daerah lutut /suprakondiler.

B. Klasifikasi

Ada 2 tipe utama fraktur pinggul :

1. fraktur kolum femur : intra kapsuler

2. fraktur trokhenter : ekstrakapsuler.

Fraktur kolum femur : penyembuhan akan lebih sulit disbandingkan dengan fraktur
trokhenter, karena system pembuluh darah yang memasok darah kekaput dan kolum femur
mengalami kerusakan karena fraktur.

C. Manifestasi Klinik

1. tungkai mengalami pemendekan


2. adduksi dan rotasi eksterna
3. nyeri ringan selangkangan atau sisi medial lutut

D. Penanganan Fraktur

1. Traksi kulit sementara untuk mereduksi spasme otot, untuk mengimobilisasi ekstremitas dan
mengurangi nyeri.
2. ORIF

E. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)


2. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, tekanan dan disuse
3. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan
aktivitas.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur
invasive
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap
informasi, terbatasnya kognitif

RENPRA FRAKTUR

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut b/d Setelah Manajemen nyeri :
agen injuri dilakukan Kaji nyeri secara
fisik, fraktur Asuhan komprehensif termasuk
keperawatan . lokasi, karakteristik, durasi,
jam tingkat frekuensi, kualitas dan
kenyamanan faktor presipitasi.
klien Observasi reaksi
meningkat, nonverbal dari ketidak
tingkat nyeri nyamanan.
terkontrol dg Gunakan teknik
KH: komunikasi terapeutik
Klien untuk mengetahui
melaporkan pengalaman nyeri klien
nyeri berkurang sebelumnya.
dg scala 2-3 Kontrol faktor lingkungan
Ekspresi wajah yang mempengaruhi nyeri
tenang seperti suhu ruangan,
klien dapat pencahayaan, kebisingan.
istirahat dan Kurangi faktor presipitasi
tidur nyeri.
v/s dbn Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.

Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian
analgetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi.
Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal.
Monitor TV
Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul.
Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
efek samping.

2 Resiko Setelah Memberikan posisi yang


terhadap cidera dilakukan askep nyaman untuk Klien:
b/d kerusakan jam terjadi Berikan posisi yang aman
neuromuskuler, peningkatan untuk pasien dengan
tekanan dan Status meningkatkan obsevasi
disuse keselamatan pasien, beri pengaman
Injuri fisik Dg tempat tidur
KH : Periksa sirkulasi periper
Bebas dari dan status neurologi
cidera Menilai ROM pasien
Pencegahan Menilai integritas kulit
Cidera pasien.
Libatkan banyak orang
dalam memidahkan pasien,
atur posisi
3 Sindrom defisit Setelah Bantuan perawatan diri
self care b/d dilakukan akep Monitor kemampuan
kelemahan, jam pasien terhadap perawatan
fraktur kebutuhan diri
ADLs terpenuhi Monitor kebutuhan akan
dg KH: personal hygiene,
Pasien dapat berpakaian, toileting dan
makan
melakukan
aktivitas sehari- Beri bantuan sampai pasien
hari. mempunyai kemapuan
Kebersihan diri untuk merawat diri
pasien terpenuhi Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhannya.
Anjurkan pasien untuk
melakukan aktivitas sehari-
hari sesuai kemampuannya
Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara rutin

4 Risiko infeksi Setelah Konrol infeksi :


b/d imunitas dilakukan Bersihkan lingkungan
tubuh primer asuhan setelah dipakai pasien lain.
menurun, keperawatan Batasi pengunjung bila
prosedur jam tidak perlu.
invasive, terdapat faktor Intruksikan kepada
fraktur risiko infeksi pengunjung untuk mencuci
dan infeksi tangan saat berkunjung dan
terdeteksi dg sesudahnya.
KH:
Gunakan sabun anti miroba
Tdk ada tanda-
untuk mencuci tangan.
tanda infeksi
Lakukan cuci tangan
AL normal
sebelum dan sesudah
V/S dbn tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung
tangan sebagai alat
pelindung.
Pertahankan lingkungan
yang aseptik selama
pemasangan alat.
Lakukan perawatan luka,
dainage, dresing infus dan
dan kateter setiap hari.
Tingkatkan intake nutrisi
dan cairan
berikan antibiotik sesuai
program.
Jelaskan tanda gejala
infeksi dan anjurkan u/
segera lapor petugas
Monitor V/S
Proteksi terhadap infeksi
Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal.
Monitor hitung granulosit
dan WBC.
Monitor kerentanan
terhadap infeksi..
Pertahankan teknik aseptik
untuk setiap tindakan.
Inspeksi kulit dan mebran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase.
Inspeksi kondisi luka,
insisi bedah.
Ambil kultur, dan laporkan
bila hasil positip jika perlu
Dorong istirahat yang
cukup.
Dorong peningkatan
mobilitas dan latihan sesuai
indikasi
5 Kerusakan Setelah Terapi ambulasi
mobilitas fisik dilakukan askep Kaji kemampuan pasien
berhubungan jam terjadi dalam melakukan ambulasi
dengan patah peningkatan Kolaborasi dg fisioterapi
tulang Ambulasi untuk perencanaan
:Tingkat ambulasi
mobilisasi, Latih pasien ROM pasif-
Perawtan diri aktif sesuai kemampuan
Dg KH :
Ajarkan pasien berpindah
Peningkatan
tempat secara bertahap
aktivitas fisik
Evaluasi pasien dalam
kemampuan ambulasi

Pendidikan kesehatan
Edukasi pada pasien dan
keluarga pentingnya
ambulasi dini
Edukasi pada pasien dan
keluarga tahap ambulasi
Berikan reinforcement
positip atas usaha yang
dilakukan pasien.
6 Kurang Setelah Pendidikan kesehatan :
pengetahuan dilakukan askep proses penyakit
tentang . Jam Kaji pengetahuan klien.
penyakit dan pengetahuan Jelaskan proses terjadinya
perawatannya klien meningkat penyakit, tanda gejala serta
b/d kurang dg KH: komplikasi yang mungkin
paparan Klien dapat terjadi
terhadap mengungkapkan Berikan informasi pada
informasi, kembali yg keluarga tentang
keterbatan dijelaskan. perkembangan klien.
kognitif Klien Berikan informasi pada
kooperatif saat klien dan keluarga tentang
dilakukan tindakan yang akan
tindakan dilakukan.
Diskusikan pilihan terapi
Berikan penjelasan tentang
pentingnya ambulasi dini
jelaskan komplikasi kronik
yang mungkin akan muncul

You might also like