You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, penyakit yang ditularkan

oleh vektor nyamuk masih merupakan masalah kesehatan yang penting. Misalnya

nyamuk Aedes aegypti dan Anopheles sundaicus yang merupakan vektor utama

penyebab penyakit demam berdarah (DBD) dan malaria. Berdasarkan data

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 2012,

terdapat 90.245 penderita demam berdarah dengan angka kematian mencapai 816

orang. Sedangkan penyakit malaria sebanyak 417.000 kasus positif malaria

(Panghiyangani et.al., 2009). Di Indonesia sendiri khususnya Indonesia bagian

Timur pada tahun 2013 dilihat dengan menggunakan indicator API (Annual

Parasite Incidence) daerah Papua memiliki angka tertinggi penderita malaria

sebesar 42,65% (Kemenkes RI, 2014).

Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan untuk menurunkan kasus

malaria antara lain perbaikan sanitasi lingkungan, penanggulangan pada penderita

malaria dengan pemberian obat anti malaria, menurunkan populasi larva dengan

larvasida serta pemberantasan sarang nyamuk. Cara lain yang digunakan untuk

mengontrol malaria secara mudah, murah dan ramah lingkungan adalah dengan

melakukan upaya proteksi diri dan keluarga terhadap gigitan nyamuk penular

malaria dan demam berdarah yaitu dengan cara pengembangan dan penggunaan

tumbuhan yang memiliki fungsi sebagai penolak atau repellent bagi vektor.

1
2

Salah satu usaha untuk mencegah penyakit akibat gigitan nyamuk antara lain

dengan memutus rantai penularan, dengan cara membunuh nyamuk secara

langsung dengan atau tanpa bahan kimia atau menghindarkan diri dari gigitannya

dengan penggunaan repellent (anti nyamuk). Penggunaan anti nyamuk merupakan

tindakan yang praktis dan ekonomis untuk mencegah penyakit-penyakit yang

dibawa oleh nyamuk ke manusia. Tetapi kebanyakan formula produk anti nyamuk

yang beredar di pasaran mengandung DEET (N,N-dietil-meta-toluamid).

Penggunaan DEET dengan konsentrasi yang tinggi dilaporkan banyak memiliki

efek samping seperti gejala hipersensitifitas, iritasi dan urtikaria. Setelah

penggunaan yang berulang dan dalam jangka waktu lama, absorbsi melalui kulit

dapat menyebabkan keracunan sistemik. Hal ini terutama terjadi pada anak-anak

(Qiu et.al., 1998).

Berbagai dedaunan dan aneka herbal lainnya juga telah dikembangkan untuk

penolak gigitan nyamuk atau repellent. Salah satu repellent yang perlu

dikembangkan adalah bunga kamboja. Bunga kamboja merupakan salah satu jenis

bunga yang banyak di tanam di Indonesia, khususnya pulau Jawa dan Bali. Bunga

kamboja merupakan bunga yang berbau sangat harum dan cukup awet (Kumari

et.al., 2012). Bunga ini sering digunakan pada acara-acara adat dan keagamaan

karena mengeluarkan aroma yang khas dan warnanya yang indah. Bunga kamboja

ada yang berkelopak besar atau juga berkelopak kecil dan ada yang berwarna

putih, kuning, dan merah. Bunga kamboja mempunyai beberapa senyawa atsiri

yang menjadi penyebab utama bunga tersebut berbau harum (Zaheer et.al., 2010).
3

Senyawa-senyawa atsiri yang terdapat dalam kamboja diantaranya geraniol,

sitronelol dan lianalool. Senyawa-senyawa atsiri tersebut sangat bermanfaat,

antara lain dapat memberi efek relaksaksi, mengurangi stress, dan mengusir

nyamuk untuk menghindari penyakit malaria (Rejeki, 2011). Kandungan linalool

dan geraniol dalam minyak atsiri inilah yang beraktivitas sebagai repellent. Dari

hasil analisis komponen minyak atsiri bunga kamboja putih menggunakan GC-

MS menunjukkan 5 senyawa utama yang merupakan penyusun terbesar minyak

atsiri kamboja putih yaitu nonadecana (4,87-7,71%), patchouli alkohol (4,87-

15,23%), octadecenal (2,82-15,93%), octadecana (6,35-6,39%) dan eicosane

sebesar (6,35-19, 39%) (Wartini et.al., 2014).

Penggunaan minyak atsiri sebagai repellent secara langsung kurang efektif

karena sifat minyak atsiri yang mudah menguap, maka perlu dibuat dalam bentuk

sediaan yang sesuai agar mudah dipakai dan lebih tahan lama. Dalam penelitian

ini minyak atsiri bunga kamboja diformulasikan dalam sediaan lotion. Lotion

merupakan sediaan atau preparat cair yang dimaksudkan segera kering pada kulit

setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada

permukaan kulit. Minyak atsiri bunga kamboja cendana diformulasikan dalam

sediaan lotion karena lebih mudah digunakan pada kulit dan penyebaran lotion

lebih merata. Serta bertujuan agar minyak atsiri dapat lebih lama menempel pada

kulit sehingga memberikan daya tolak nyamuk yang lebih lama jika dibandingkan

dengan penggunaan minyak atsiri secara langsung karena minyak atsiri bersifat

mudah menguap (Dewi, 2009).


4

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, diketahui bahwa bunga kamboja

mempunyai banyak manfaatnya, namun belum diketahui seberapa besar manfaat

bunga kamboja memiliki efek repellent terhadap nyamuk Anopheles sp. maupun

Culex sp., oleh sebab itu penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul

Formulasi Lotion Minyak Atsiri Bunga Kamboja Cendana (Plemuria alba)

Sebagai Repellent.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah bunga kamboja cendana dapat diformulasi dalam bentuk lotion

repellent dan mempunyai mutu fisik yang baik ?


2. Apakah formulasi lotion bunga kamboja memiliki efek repellent terhadap

gigitan nyamuk Anopheles sp. dan Culex sp.?


3. Berapa waktu efektif formulasi lotion bunga kamboja memiliki efek

repellent terhadap nyamuk Anopheles sp. dan Culex sp.?


C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dapat tidaknya bunga kamboja diformulasikan ke dalam

sediaan lotion dan mempunyai mutu fisik yang baik.


2. Mengetahui efek repellent formulasi lotion bunga kamboja terhadap

nyamuk Anopheles sp. dan Culex sp.


3. Menghitung waktu efektif efek repellent formulasi lotion bunga kamboja

terhadap nyamuk Anopheles sp. dan Culex sp.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat umum, sebagai bahan informasi bahwa formulasi lotion

bunga kamboja memiliki efek repellent terhadap nyamuk Anopheles sp.

dan Culex sp.


5

2. Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dapat menambah khasanah ilmu

dalam pemberantasan penyakit malaria.


3. Bagi Peneliti, untuk menambah pengetahuan mengenai proses pembuatan

bunga kamboja untuk dijadikan lotion sebagai repellent terhadap nyamuk.


4. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi bahan acuan/referensi untuk

penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Kamboja Cendana (Plumeria alba)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
6

Class : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)


Ordo : Gentianales
Famili : Apocynaceae
Genus : Plumeria
Spesies : Plumeria alba

(Adrian dan Sulistyorini, 2009)

Gambar 1. Bunga Kamboja (Plumeria alba)

Bunga kamboja merupakan salah satu jenis bunga yang banyak di tanam di

Indonesia, khususnya pulau Jawa dan Bali. Bunga kamboja merupakan bunga

yang berbau sangat harum dan cukup awet (Kumari et.al., 2012). Bunga ini sering

digunakan pada acara-acara adat dan keagamaan karena mengeluarkan aroma

6
yang khas dan warnanya yang indah. Bunga kamboja ada yang berkelopak besar

atau juga berkelopak kecil dan ada yang berwarna putih, kuning, dan merah.

Bunga kamboja mempunyai beberapa senyawa atsiri yang menjadi penyebab

utama bunga tersebut berbau harum (Zaheer et.al., 2010).

Senyawa-senyawa atsiri yang terdapat dalam kamboja diantaranya geraniol,

sitronelol dan lianalool. Senyawa-senyawa atsiri tersebut sangat bermanfaat,

antara lain dapat memberi efek relaksaksi, mengurangi stress, dan mengusir

nyamuk untuk menghindari penyakit malaria (Rejeki, 2011). Kandungan linalool


7

dan geraniol dalam minyak atsiri inilah yang beraktivitas sebagai repellent. Dari

hasil analisis komponen minyak atsiri bunga kamboja cendana menggunakan GC-

MS menunjukkan 5 senyawa utama yang merupakan penyusun terbesar minyak

atsiri kamboja cendana yaitu nonadecana (4,87-7,71%), patchouli alkohol (4,87-

15,23%), octadecenal (2,82-15,93%), octadecana (6,35 -6,39%) dan eicosane

sebesar (6,35- 19, 39%) (Wartini et.al., 2014).

2. Kandungan Kimia Bunga Kamboja Cendana

Tanaman kamboja cendana (Plumeria alba) mengandung senyawa agoniadin,

plumierid, asam plumerat, lipeol, dan asam serotinat. Plumierid merupakan suatu

zat pahit beracun. Tumbuhan ini mengandung fulvoplumierin yang

memperlihatkan daya mencegah pertumbuhan bakteri, selain itu juga mengandung

minyak atsiri antara lain geraniol, farsenol, sitronelol, fenetilalkohol dan linalool

(Sulistyorini et.al., 2009).

3. Daya Repellent

Repellent adalah bahan yang digunakan untuk melindungi manusia, hewan

dan tumbuhan dari serangga dengan cara membuat penolakan terhadap serangga

pengganggu karena adanya pengaruh aroma yang kuat dari suatu senyawa.

Repellent yang mempunyai zat aktif tunggal atau lebih pada umumnya berada

dalam bentuk cairan, lotion, pasta, krim, stik, atau berbentuk semprotan.

Kebanyakan repellent mengurangi serangan nyamuk dan gigitan serangga selama

30 menit - 2 jam (Perdana et.al., 2013). Mekanisme daya repellent nyamuk terjadi

saat bau dalam repellent yang mampu meresap kedalam pori-pori kulit, dengan
8

adanya panas pada tubuh dan lingkungan, minyak atsiri akan menguap ke udara,

sehingga bau tersebut akan terdeteksi oleh reseptor kimia nyamuk yang terdapat

pada antena, selanjutnya diteruskan ke impuls saraf, lalu direspon pada otak. Hal

ini yang mengakibatkan nyamuk menghindar (Shinta, 2010).

Analisis uji repellent menggunakan rumus daya proteksi atau daya tolak.

Rumus yang digunakan adalah :

K-R
DP = ---------- x 100%
K

Keterangan :

DP = Daya Proteksi
K = Kontrol (tangan tidak diolesi repellent).
R = Perlakuan (tangan diolesi repellent).

Hasil = 60 % Tidak efektif

60 % Efektif

4. Mutu Fisik

Mutu fisik adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk yang

tergantung waktu (periode penyimpanan). Contoh dari perubahan fisika antara

lain migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau, perubahan tektur

atau penampilan. Evaluasi daru uji mutu fisika meliputi : pemeriksaan

organoleptik, homogenitas, pH (Vadas, 2000).

Mutu fisik dipengaruhi oleh banyak faktor seperti suhu, kelembaban, cahaya,

udara, dan lain sebagainya. Mutu fisik terkait dengan kadaluarsa, baik secara

kimia (kadar/kandungan zat aktif yang masih tersisa) dan secara fisik (bentuk,
9

warna, bau dan lain-lain) (Sulaiman 2008). Pengujian mutu fisik lotion bunga

kamboja cendana (Plumeria alba) meliputi :

a. Pengamatan Organoleptik
Pemeriksaan dan deskripsi dari tampilan sediaan merupakan tes yang

paling mudah dipraktekkan dan yang paling utama. Pemeriksaan ini biasa

dilakukan secara makroskopik dengan mendeskripsikan warna, kejernihan,

transparansi, kekeruhan, dan bentuk sediaan. Pemeriksaan ini dapat pula

dilakukan secara mikroskopik yang dilakukan dengan mengambil gambar

microphotographs yang berguna untuk dokumentasi (Nugraha, 2012

dikutip dari Paye, 2001).


b. Uji Homogenitas
Pemeriksaan homogenitas dalam banyak kasus dilakukan secara visual.

Pengendapan dalam suatu larutan atau pemisahan fase dalam suatu emulsi

dapat dengan mudah dideteksi. Sistem campuran tak transparan dan

multifase sangat sulit untuk diperiksa. Pemeriksaan sistem campuran yang

demikian dilakukan secara mikroskopik dari sampel yang ada, bersamaan

dengan pengujian kuantitatif zat aktif (homogenitas isi) (Nugraha, 2012

dikutip dari Paye, 2001).


c. Uji pH
Pengukuran pH (konsenstrasi dari ion hidrogen) dalam sediaan encer

(larutan, suspensi, emulsi M/A, dan gel) merupakan pemeriksaan yang

penting. Nilai pH dalam rentang fisiologis biasanya telah disesuaikan,

idealnya sama dengan pH kulit atau tempat pemakaian spesifik untuk

menghindari iritasi. Banyak reaksi dan proses yang bergantung pada nilai

pH, antara lain keefektifan pengawet, stabilitas dan degradasi dari bahan,
10

dan kelarutan. Oleh karena itu, pemeriksaan pH merupakan hal wajib

yang dapat dilakukan dengan mudah menggunakan alat yang sesuai

(Nugraha, 2012 dikutip dari Paye, 2001).


d. Uji daya lekat
Uji daya lekat merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui

kemampuan maksimal daya lekat lotion pada kulit saat digunakan.

Tujuannya untuk mengetahui seberapa kuat sediaan lotion dapat melekat

pada daerah aplikasi yaitu kulit dan untuk melapisi permukaan kulit secara

kedap, tidak menyumbat pori-pori dan fungsi fisiologis kulit (Putri, 2010).

e. Uji daya sebar


Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan sediaan lotion

untuk dapat dioleskan dengan mudah pada kulit. Parameter yang diukur

pada uji ini adalah diameter penyebaran lotion. Semakin besar diameter

yang dihasilkan oleh suatu sediaan lotion, maka semakin mudah pula

sediaan lotion tersebut untuk dioleskan pada kulit.


f. Uji proteksi
Uji proteksi dilakukan untuk mengetahui kemampuan sediaan topical

untuk melindungi kulit dari pengaruh zat-zat lain dari luar yang

mengurangi efektifitas dari lotion. Pengujian daya proteksi menggunakan

larutan reagen phenol ptalein dan kalium hidroksida yang diteteskan pada

lotion yang telah dioleskan pada suatu bidang kertas saring (Nugraha,

2012).
5. Uji Aktivitas
Hewan uji dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok kontrol dan

kelompok bahan uji. Tangan panelis dibersihkan dengan air kemudian diolesi

lotion secukupnya, didiamkan selama 2-3 menit, kemudian dimasukkan ke dalam


11

sangkar yang telah berisi nyamuk. Kontrol negatif diberi perlakuan dengan

memasukkan tangan panelis yang telah dioleskan basis. Sedangkan kontrol

positif (pembanding), menggunakan produk lotion yang mengandung DEET.

Pengamatan dan perhitungan dilakukan untuk mengetahui lamanya nyamuk

menghindari tangan yang telah diolesi lotion antinyamuk. Waktu dimulai pada

saat tangan yang telah dioleskan lotion antinyamuk dimasukkan ke dalam sangkar,

dan waktu dihentikan pada saat terdapat nyamuk yang hinggap dan menggigit

tangan tersebut (Gozali et.al., 2009).


6. Menurut Syamsuni (2006), terdapat tiga cara untuk memperoleh minyak atsiri,

yaitu sebagai berikut:


a. Cara pemerasan
Cara pemerasan, yaitu cara yang termudah dan masih dikatakan

primitif. Cara ini hanya dapat dipakai untuk minyak atsiri yang

mempunyai kadar tinggi dan untuk minyak atsiri yang tidak tahan

pemanasan.
b. Cara penyulingan (destilasi)

Terdapat dua cara yang digunakan dalam cara penyulingan (destilasi),

yaitu:

1) Cara langsung (menggunakan api langsung)

Bahan yang akan diolah dimasukkan ke dalam sebuah bejana di atas

pelat yang berlubang dan bejana berisi air. Uap air yang naik melalui

lubang dan melalui sebuah pendingin, kemudian minyak yang keluar

dengan uap air ditampung. Cara ini hanya dapat digunakan untuk

jumlah bahan bakal (bahan yang terkandung dalam simplisia, dalam hal
12

ini adalah minyak atsiri) yang sedikit, karena jumlah air yang akan

menjadi uap dan membawa serta minyak terbatas jumlahnya.

2) Cara tidak langsung (destilasi uap)


Bahan yang akan diolah dimasukkan ke dalam sebuah bejana dan

ditambah dengan air. Alirkan ke dalamnya uap air yang berasal dari

bejana lain. Cara ini dapat digunakan untuk bahan bakal yang

mempunyai kadar minyak atsiri yang rendah. Dari kedua cara di atas,

pada bejana penampungan akan terdapat dua lapisan, yaitu air dan

minyak atsiri. Kedua lapisan ini dapat dipisahkan dan setelah

dipisahkan sisa air dapat dikeringkan dengan menggunakan zat-zat

pengering, contoh: Na2SO4 eksikatus. Jika lapisan air dan minyak sukar

dipisahkan, NaCl jenuh dapat ditambahkan untuk menarik airnya.


c. Cara enfleurage
Biasanya untuk minyak atsiri yang berasal dari daun bunga yang

digunakan untuk kosmetik. Daun bunga disebarkan di atas keping gelas

yang lebih dulu dilapisi dengan lemak atau gemuk kemudian dibiarkan

beberapa lama, tergantung pada jenis daun yang diolah. Kemudian daun

bunga diangkat, diganti dengan yang segar sampai beberapa kali, sampai

lemak itu benar-benar jenuh denga minyak atsiri. Kemudian lapisan lemak

dikerok dilarutkan dalam alkohol absolut, minyak atsiri akan larut,

sedangkan lemaknya tidak larut sehingga lemaknya dapat dipisahkan

dengan minyak atsiri. Minyak atsiri yang ada dalam alkohol disuling

secara vakum (dengan alat evaporator vakum). Cara ini digunakan untuk

bahan bakal dengan kandungan minyak atsiri yang rendah dan tidak tahan

pemanasan.
13

7. Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak eterik, minyak esensial,

minyak terbang adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan

kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma

yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak

gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan, hasil destilasi minyak

atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi.


8. Cara Memperoleh Minyak Atsiri

Untuk mendapatkan minyak atsiri dari bunga kamboja cendana (Plumeria

alba) yaitu dengan penyulingan uap (steam destilation). Uap yang digunakan

memiliki tekanan yang lebih besar dari tekanan atmosfir dan dihasilkan dari

penguapan air yang berasal dari suatu pembangkit uap air (Astuti, 2006).

B. Emulsi

Emulsi adalah sistem dua fase, salah satu cairannya terdispersi dalam cairan

lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi ada dua yaitu oil in water (O/W) atau

minyak dalam air (M/A), dan water in oil (W/O) atau air dalam minyak (A/M).

Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan surfraktan bahan pengemulsi yang

disebut emulgator atau surfaktan yang dapat mencegah koalesensi, yaitu

penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase

tunggal yang memisah (Syamsuni, 2006).

C. Kulit
Kulit adalah suatu pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan

organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat

tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9 meter

persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5-6 mm tergantung dari letak, umur dan
14

jenis kelamin. Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai pelindung,

penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan (Perdana kusuma, 2007).

Gambar 2. Lapisan kulit

Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan tetapi pada

umumnya kulit terbagi dalam tiga lapisan jaringan, yaitu epidermis, dermis, dan

lapisan lemak di bawah kulit. Kandungan dan penopang dermis adalah sejumlah

pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf, dan juga bagian-bagian

kulit seperti kantung rambut, kelenjar sebaseus, dan kelenjar keringat. Lapisan

dermis merupakan lapisan kulit kedua setelah lapisan epidermis yang memegang

peranan penting dalam elastisitas dan ketegangan dari kulit. Lapisan

subcutaneous berada dibawah lapisan dermis. Lapisan ini berperan dalam

mengatur temperatur kulit. Lapisan terluar adalah stratum corneum atau lapisan

tanduk yang terdiri dari sel-sel padat, mati, dan sel-sel keratin yang berlapis-lapis.

Stratum corneum merupakan suatu pembatas yang menahan keluar-masuknya


15

zat-zat kimia (Adhi, 2011). Bagian atas stratum corneum terdapat mantel asam

yang merupakan lapisan permukaan film pelindung. Mantel asam terdiri dari asam

laktat dan asam amino yang merupakan hasil dari sekresi kelenjar keringat serta

asam lemak bebas yang merupakan hasil sekresi dari kelenjar sebaseus. Hasil

sekresi kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus mempertahankan pH kulit tetap

asam (Siegenthaler, 2005).

Bawab dan Friberg (2004) mengemukakan bahwa lapisan mantel terdiri dari

zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan kuman dan bakteri,

salah satunya adalah garam yang berasal dari kelenjar keringat. Garam yang

terdapat pada mantel asam menyebabkan kondisi yang hiperosmosis sehingga

dapat memusnahkan bakteri karena konsentrasi garam yang tinggi menyebabkan

air dari dalam bakteri tertarik dan bakteri mengalami dehidrasi.

Menurut Levin dan Maibach (2007), tingkat keasaman atau kebasaan

permukaan kulit dipengaruhi oleh substansi yang mengenai kulit dan kemampuan

kulit dalam mempertahankan keasaman. Ketika suatu produk asam atau basa

mengenai kulit, maka perubahan pH kulit akan terjadi sementara tetapi pH kulit

secara cepat dapat diperbaiki dengan adanya mantel asam. Mantel asam memiliki

tiga fungsi, yaitu mendorong pembentukan lemak epidermis, memberikan

perlindungan dalam menahan serangan mikroorganisme, dan berperan dalam

penetral basa. Kerusakan mantel asam akibat perubahan pH menyebabkan kulit

menjadi kering, pecah-pecah, sensitif, mudah terinfeksi bakteri dan penyakit kulit.

Semakin jauh perubahan pH, maka kulit akan semakin teriritasi.


16

D. Lotion

Lotion merupakan sediaan atau preparat cair yang dimaksudkan untuk

pemakaian luar pada kulit. Lotion merupakan kosmetik pelindung yang

dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai pelindung atau pelembab atau

untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Lotion dimaksudkan segera kering pada

kulit setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada

permukaan kulit (Ansel, 1989).

Konsistensi lotion memungkinkan pemakaian yang cepat pada permukaan

kulit, sehingga mudah menyebar dan dapat segera kering setelah pengolesan serta

meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit (Lachman et.al., 1994). Selain

itu lotion lebih mudah digunakan pada kulit, lebih ekonomis dan penyebarannya

lebih merata dari pada krim. Namun penyimpanan untuk lotion tidak dapat

bertahan terlalu lama.

Lotion atau obat gosok adalah sediaan cair berupa suspensi atau dispersi,

digunakan sebagai obat luar. Dapat berbentuk suspensi bahan padat dalam bentuk

halus dengan bahan pensuspensi yang cocok atau tipe emulsi minyak dalam air

(M/A) dengan surfaktan yang cocok. Pada penyimpanan mungkin terjadi

pemisahan. Dapat ditambahkan zat warna, zat pengawet, dan zat pewangi yang

cocok (Syamsuni, 2006).

Lotion umumnya berupa suatu emulsi, namun selain itu juga bisa berupa suatu

suspensi atau larutan, dengan atau tanpa obat untuk penggunaan topical. Sebagai

medium dispers biasanya digunakan air. Apabila lotion mengandung bahan yang

tidak larut, maka sebaiknya digunakan untuk membantu pendispersiannya.


17

Berbagai macam bahan tambahan ditambahkan pada formula lotion, misalnya

alkohol untuk memperoleh efek dingin setelah lotion diaplikasikan di kulit dan

gliserin untuk menjaga kulit tetap lembab. Selain itu juga ditambahkan pengawet

dan stabilizer (Sulaiman, 2008).

E. Klasifikasi Nyamuk Anopheles sp.


Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Sub family: Anophelini
Genus : Anopheles
Spesies : Anopheles sp.
(Boror, 1992).
1. Morfologi dan Siklus Hidup Anopheles sp.
Telur Anopheles sp. berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks

dan bagian atasnya konkaf dan diletakkan satu per satu di atas permukaan air serta

memiliki sepasang pelampung yang terletak di bagian lateral. Pada nyamuk jantan

palpi pada bagian apikal berbentuk gada yang disebut club form sedangkan pada

nyamuk betina ruas itu mengecil. Bagian posterior abdomen agak sedikit lancip.

Kosta dan vena 1 atau sayap pada bagian pinggir ditumbuhi sisik-sisik yang

berkelompok sehingga membentuk belang-belang hitam putih (Safar, 2010).

Anopheles mengalami metamorfosis sempurna yaitu stadium telur, larva,

kepompong, dan dewasa yang berlangsung selama 7-14 hari. Oleh sebab itu,

keberadaan air sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup nyamuk, terutama

masa larva dan pupa. Nyamuk Anopheles betina dewasa meletakkan 50-200 telur

satu persatu di dalam air atau bergerombol tetapi saling lepas. Lama stadium pupa

pada nyamuk jantan antara 1 sampai 2 jam lebih pendek dari pupa nyamuk betina,

karenanya nyamuk jantan akan muncul kira-kira satu hari lebih awal daripada
18

nyamuk betina yang berasal dari satu kelompok telur. Stadium pupa ini memakan

waktu lebih kurang 2 sampai dengan 4 hari.


F. Klasifikasi Nyamuk Culex Sp.
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Culex
Spesies : Culex quinquefasciatus Say.
(Romoser dan Stoffolano, 1998).
1. Morfologi dan Siklus Hidup Culex Sp.

Kepala Culex umumnya bulat atau sferik dan memiliki sepasang mata,

sepasang antena, sepasang palpi yang terdiri atas 5 segmen dan 1 probosis

antena yang terdiri atas 15 segmen. Panjang palpus maxillaries nyamuk jantan

sama dengan proboscis. Bagian toraks nyamuk terdiri atas 3 bagian yaitu

protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Bagian metatoraks mengecil dan terdapat

sepasang sayap yang mengalami modifikasi menjadi halter. Abdomen terdiri atas

8 segmen tanpa bintik putih di tiap segmen. Ciri lain dari nyamuk Culex

adalah posisi yang sejajar dengan bidang permukaan yang dihinggapi saat

istirahat atau saat menusuk dengan kaki belakang yang sedikit terangkat

(Setiawati, 2000).

G. Monografi Bahan
1. Asam strearat

Adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian

besar terdiri dari asam oktadekanoat, C18H36O2 dan asam heksadekanoat, C18H32O2.

Nama lain asam strearat adalah Acidum Stearicum. Pemerian, zat padat keras

mengkilat menunjukkan susunan hablur; putih atau kuning pucat; mirip lemak

lilin. Kelarutan,Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian etanol (95%)
19

P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P. Penyimpanan, dalam

wadah tertutup baik. Berkhasiat sebagai emulsifying agent (Depkes, 1995).

2. Setil alkohol

Setil alkohol merupakan surfaktan nonionok dari golongan alkohol. Setil

alkohol bila dikombinasikan dengan emulsifying agent yang larut air dapat

meningkatkan stabilitas emulsi M/A. Campuran emulsifying agent membentuk

susunan yang rapat menjadi barrier monomolecular di sekeliling permukaan

tetesan yang mampu mencegah koalensensi. Pada sediaan semisolid setil alkohol

dikombinasikan dengan emulsifying agent yang larut air untuk membentuk fase

luar yang kental (Boyland, 1986).

3. Gliserin

Gliserin merupakan nama lain dari gliserol dengan pemerian cairan seperti

sirop; jernih, tidak berwarna; tidak berbau; manis diikuti rasa hangat, bersifat

higroskopik. Jika disimpan pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa

hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai 20 o. Kelarutan

dapat bercampur dengan air, dan dengan etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam

kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak. Gliserin dapat berkhasiat

sebagai humektan (Depkes, 1995).

4. Trietanolamin
Trietanolamin adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina dan

monoetanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari

107,4% dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamina, N (C2H4OH)3.

Nama latin Triethanolaminum. Pemerian, cairan kental; tidak berwarna hingga


20

kuning pucat; bau lemah mirip amoniak; higroskopik. Kelarutan, mudah larut

dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut dalam kloroform P. Khasiat sebagai

alkalizing agent (Depkes, 1979).


5. Nipagin
Nipagin disebut juga metil paraben merupakan penghambat pertumbuhan

jamur dan merupakan pengawet yang sering digunakan dalam makanan dan

kosmetik (Kim, 2005). Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan

tidak lebih dari 101,0% C8H8O3. Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air

mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P (Depkes, 1979).

6. PEG 400
PEG 400 dengan nama lain polietilenglikol-400 adalah polietilenglikol yang

bersifat cairan kental jernih, tidak berwarna, bau khas lemah, dan agak

higroskopik. Dapat larut dalam air dan dalam etanol (95%)P, praktis tidak larut

dalam eter P. dan berkhasiat sebagai basis air pada sediaan semisolid (Depkes,

1979).
7. Aquadest
Adalah air yang terdapat di alam mengandung garam, mikroorganisme, gas

dan pengotoran, misalnya partikel debu yang memerlukan pembersihan lebih

lanjut (Voigt, 1984). Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum.

Nama latin, Aqua Destillata. Nama resmi, Air Suling. Pemerian, cairan jernih;

tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa. Penyimpanan, dalam wadah

tertutup baik. Berkhasiat sebagai pelarut (Depkes, 1979).


21

H. Kerangka Teori

Bunga Kamboja Cendana


(Plumeria alba)
Simplisia Bunga Kamboja
Cendana (FlosPlumeria alba)

Destilasi Uap Air


Minyak atsiri bunga kamboja
Pembuatan Lotion Minyak Atsiri
Bunga Kamboja Cendana
Pengujian mutu fisik sediaan lotion minyak
atsiri bunga kamboja cendana (Plumeria alba)

Uji Uji Uji Uji Uji Uji Uji


Organolepti Homogenita pH Daya Daya Proteksi Repellent
Kualitas mutu fisik sediaan lotion
bunga kamboja cendana (Plumeria
alba)
Baik Tidak baik

Oleskan pada Uji Efek Repellent Efektif


pada Kolonisasi Tidak efektif
tangan
I. Kerangka Konsep
Gambar 3. Skema Pembuatan Sediaan Lotion dan Evaluasi Sediaan
Varibel Bebas Variabel Terikat

1. Lotion minyak atsiri bunga 1. Mutu fisik lotion


kamboja cendana (Plumeria minyak atsiri bunga
alba) kamboja cendana
2. Uji organoleptik, (Plumeria alba)
homogenitas, pH, daya 2. Efek repellent bunga
kamboja cendana
lekat, daya sebar, proteksi,
(Plumeria alba)
repellent

1. Kelembapan
2. Suhu
3. Bahan tambahan
22

Gambar 4. Kerangka Konsep

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

J. Definisi Operasional

Instrumen
Variabel Definisi Hasil ukur Skala
Penelitian &
Data
cara ukur
23

Lotion Adalah sediaan atau Instrumen : Lotion

minyak atsiri preparat cair yang Pengamatan minyak atsiri


Cara : Nominal
bunga dimaksudkan untuk Plumeria
Dilakukan
kamboja penggunaan pada alba dengan
berdasarkan
cendana permukaan kulit basis PEG
prosedur
(Plumeria yang mengandung 400
pembuatan
alba) minyak atsiri

Plumeria alba.
Uji mutu Adalah mutu fisik Instrumen :

fisik lotion Plumeria alba. uji

Berdasarkan uji laboratorium


Cara :
organoleptik, uji

homogenitas, uji pH, Uji Warna, bau Nominal

uji daya sebar, uji Organoleptik dan bentuk

daya lekat dan uji lotion


Uji 1. Homogen
proteksi 2. Tidak Nominal
Homogenitas
Homogen

Uji pH 4-6,5 Interval

Uji Daya 5-7cm Interval

Sebar
24

Uji Daya > 4 detik Rasio

Lekat

Uji Proteksi 1. Berubah


2. Tidak Nominal

berubah
Uji Efek Adalah uji untuk Instrumen :
1. Efektif
Repellent mengetahui daya uji 2. Tidak Nominal

tolak nyamuk pada laboratorium efektif


Cara : uji
lotion repellent.
aktivitas
Gambar 5. Definisi Operasional

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen yang
bertujuan mengetahui pengaruh variabel bebas (lotion bunga kamboja) terhadap
variabel terikat (jumlah nyamuk yang berkontak). Rancangan penelitian yang
digunakan adalah Postes dengan kelompok kontrol (Postest only Control Grup
Design.
Amati :

X O1a O2a O3a O4a O5a O6a


K O1b O2b O3b O4b O5b O6b
25

Keterangan :
X = Perlakuan
K = Kontrol
O1 = Observasi hasil pengamatan
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April 2016. Penelitian ini akan
dilaksanakan di Laboratorium Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura.
C. Subyek Penelitian
1) Populasi penelitian adalah bunga kamboja cendana (Plumeria alba) yang
diambil dari perumahan Rumah Sakit Dok 2, Jl. Kesehatan.
2) Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yaitu minyak atsiri
bunga kamboja cendana (Plumeria alba) dengan konsentrasi 10%.
D. Alat Penelitian
1) Alat
a. Anak timbang 100 g
b. Batang pengaduk
c. Beaker gelas 250 ml, 300 ml, dan 400 ml
d. Cawan porselen
e. Cover glass
f. Gelas ukur 25 ml, 500 ml 27
g. Jangka sorong
h. Kaca berdiameter 15 cm
i. Mortir dan stamper
j. Object glass
k. pH meter Nesco
l. Stopwatch
m. Timbangan digital (gram)
2) Bahan
a. Minyak atsiri bunga kamboja (Plumeria alba)
b. Setil alkohol
c. Asam stearat
d. PEG 400
e. Gliserin
f. Metil paraben
g. Trietanolamin
h. Aquadest
E. Langkah Kerja
1. Persiapan Bahan
Tanaman bunga kamboja segar yang diperoleh dipekarangan rumah

terlebih dahulu disortir dari bagian-bagian yang busuk serta dibersihkan


26

dari kotoran yang ikut terbawa seperti tanah, ranting, rumput dan

sebagainya. Tanaman bunga kamboja yang telah disortir lalu dilanjutkan

perajangan. Tanaman bunga kamboja dirajang menjadi potongan-potongan

kecil. Kemudian bahan baku dikeringkan. Pengeringan dilakukan untuk

menguapkan air yang terdapat pada tanaman bunga kamboja. Pengeringan

dilakukan dalam ruangan tertutup dengan mengangin-anginkan bahan

baku selama 1 hari untuk memperoleh tanaman bunga kamboja kering.


2. Penyulingan Uap Langsung
Metode penyulingan yang digunakan adalah penyulingan dengan sistem

uap langsung (steam destillation). Bahan baku dimasukkan ke dalam ketel

penyuling. Operasi penyulingan dilakukan terlebih dahulu dengan

memeriksa kelengkapan alat suling. Tutup ketel dipastikan terkunci

dengan rapat untuk menghindari kebocoran. Monitor suhu dihidupkan dan

air pendingin di alirkan dengan laju alir antara 0.08-0.5 liter/detik. Uap

dialirkan dari boiler sesuai dengan kondisi operasi. Sebelum membuka

katup uap yang dimasuk ke dalam ketel suling, katup pembuangan yang

terletak dibawah ketel dibuka untuk membuang kondesat yang masih ada

pada pipa penyalur dari ketel uap. Tekanan diamati dengan peraga yang

terdapat pada ketel dan ditentukan dengan mengatur katup antara ketel

suling kondesator. Setelah itu proses penyulingan dimulai. Perhitungan

waktu dihitung sejak kondesat menetes pertama kalinya. Penyulingan

dihentikan setelah mencapai waktu ekstraksi yang telah ditentukan.


3. Formulasi Sediaan
Tabel 1. Formulasi sediaan

Bahan Jumlah Kegunaan


27

Minyak Bunga Kamboja 10 % Repellent


Setyl alkohol 2 ml Stiffening agent
Asam Stearat 9g Pengemulsi
PEG 400 3 ml Basis
Gliserin 15 ml Humektan
Metil Paraben 0,5 g Pengawet
Trietanolamin 1 ml Alkalizing agent
Aquadest Ad 100 ml Pelarut

4. Perhitungan Replikasi atau Pengulangan


(t 1)(r 1) > 15
Dimana : t = banyaknya kelompok perlakuan (formulasi)
r = jumlah replikasi
Pada perhitungan ini akan dibuat satu formulasi jadi perhitungannya yaitu :
(1 1)(r 1) > 15
(r 1) > 15
r > 15 + 1
r > 16
Jadi, pada formulasi ini akan dibuat 16 replikasi atau pengulangan. Tujuan
replikasi atau pengulangan ini adalah untuk memperoleh data yang akurat dan
tepat.
5. Cara Kerja
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Dipanaskan mortir dan stamper
c. Ditimbang semua bahan yang akan digunakan
d. Dimasukkan dalam cawan porselen Gliserin dan setyl alkohol, dilebur
diatas api bunsen
e. Dimasukkan dalam cawan porselen Asam stearat, PEG 400 dan Metil
paraben dan dilebur diatas api bunsen
f. Setelah bahan melebur dimasukkan dalam mortir yang sudah
dipanaskan kemudian dimasukkan Trietanolamin dan Minyak atsiri
yang sudah diperoleh dari bunga kamboja.
g. Digerus dengan kecepatan konstan hingga homogen
h. Selanjutnya, ditambah aqua destilata sedikit demi sedikit ad 100 ml
sambil digerus hingga homogen.
i. Setelah tercampur semua bahan dan suhu telah turun, dimasukkan
kedalam wadah yang sesuai.
F. Instrumen Penelitian
28

a. Uji organoleptik
Pemeriksaan organoleptik dilakukan terhadap tampilan fisik dari

sediaan lotion. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi bentuk, bau,

warna, rasa (ketika diaplikasikan pada kulit), dan pemeriksaan

mikroskopik (Nugraha, 2012).


b. Uji pH
pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. pH normal kulit

manusia berkisar antara 4,5-6,5. Pengukuran pH sediaan dilakukan

dengan menggunakan kertas pH yang diolesi dengan sedikit sediaan

lotion. Hasil pengukuran dibandingkan dengan kisaran pH sesuai

dengan perubahan warna yang terjadi pada kertas pH.


c. Uji homogenitas lotion
Uji homogenitas dilakukan dengan cara, sejumlah lotion di oleskan

tipis pada kaca objek yang kering dan bersih lalu tutup dengan cover

glass. Uji homogenitas di amati pada mikroskop. Uji homogenitas

dinyatakan baik bila lotion bertekstur rata dan tidak menggumpal.


d. Uji daya sebar
Daya sebar sediaan diuji dengan menekankan dua lempengan kaca

pada 0,5 gram sediaan, diukur daya sebarnya pada permukaan kaca

pada tiap penambahan beban, yaitu sebesar 50 gram, 100 gram, 150

gram dan 200 gram. Pengukuran luas lingkaran dilakukan setelah satu

menit penambahan beban. Daya sebar sediaan semipadat berkisar pada

diameter 5cm hingga 7 cm (Nugraha, 2012 dikutip dari Garg, 2002).


e. Uji daya lekat
Daya lekat lotion diuji dengan cara meletakkan lotion secukupnya di

atas kaca objek yang telah ditentukan luasnya. Kemudian diletakan

kaca objek yang lain di atas sediaan tersebut. Kaca objek tersebut

kemudian diberi beban sebesar 1 kg selama 5 menit. Kaca objek


29

diletakan pada alat uji. Alat uji berupa beban yang digantungkan pada

salah satu kaca objek. Waktu dicatat setelah kedua kaca objek terlepas.

Daya lekat dari sediaan semipadat adalah lebih dari 1 detik (Nugraha,

2012 dikutip dari Zats dan Gregory, 1996).


f. Uji proteksi
Daya proteksi diuji dengan menggunakan reagen phenol ptalein dan

kalium hidroksida. Sediaan diletakkan di atas kertas saring yang telah

diberi reagen phenol ptalein, kemudian ditutup menggunakan kertas

saring yang lebih kecil. Kertas saring tersebut lalu ditetesi

menggunakan kalium hidroksida untuk mengetahui perubahan warna

yang terjadi, yaitu merah muda. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali

(Nugraha, 2012).

g. Uji repellent
Pengujian aktivitas repellent untuk mengetahui daya tolak nyamuk

pada lotion repellent. Pengujian dilakukan selama 6 jam (Mutalika,

2015).
G. Sumber Cara Pengambilan Data

Cara pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara

pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer adalah

pengumpulan data yang dilakukan dengan menghitung jumlah nyamuk yang

menempel pada tangan, baik terhadap tangan yang mendapat perlakuan maupun

terhadap tangan yang menjadi kontrol setiap 10 menit/jam dalam waktu 6 jam.

Hasil penghitungan nyamuk yang menempel pada tangan probandus dimasukkan

dalam rumus daya proteksi atau daya tolak. Pengumpulan data sekunder adalah
30

pengumpulan data dilakukan dengan melihat jurnal-jurnal penelitian sebelumnya

tentang bunga kamboja (Plumeria alba), pengujian mutu fisik lotion dan

pengujian efek repellent.

H. Analisis Data
Analisa data dilakukan dengan menggunakan formula sediaan lotion minyak

atsiri bunga kamboja cendana (Plumeria alba) dengan basis PEG 400. Sediaan

lotion di uji sifat fisik meliputi uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, uji daya

lekat, uji daya sebar, uji proteksi. Dan menguji efek repellent pada probandus.

Analisis uji repellent menggunakan rumus daya proteksi atau daya tolak,

Rumus yang digunakan adalah :

K-R
DP = ---------- x 100%
K

Keterangan :

DP = Daya Proteksi
K = Kontrol (tangan tidak diolesi repellent).
R = Perlakuan (tangan diolesi repellent).

Hasil = 60 % Tidak efektif

60 % Efektif

Pelaksanaan uji repellent dilaksanakan oleh 10 orang probandus selang waktu

selama 6 jam dimulai pada pukul 18.00 dan diakhiri pada pukul 01.00 WIT.

You might also like