You are on page 1of 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS

(POST OP LAPARATOMY)

Siklus Keperawatan Medikal Bedah II

Disusun oleh:

ANNISA FITRIANI NASUTION

1641312027

Kelompok L2017

PRAKTEK PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
PERITONITIS

A. Anatomi Fisiologi Peritoneum

Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum parietal yang


melapisi dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi
semua organ yang berada dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat
diantara dua lapisan ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada
laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur
yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum, di dalam peritoneum banyak
terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat
lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor)
meliputi hati, kurvaturan minor, dan lambung berjalan keatas dinding abdomen
dan membentuk mesenterium usus halus.

Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis


(tunika serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina
parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina
parietalis.
Fungsi peritoneum:

1. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis.


2. Membentuk pembatas yang halus sehinggan organ yang ada dalam
rongga peritoneum tidak saling bergesekan.
3. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ
terhadap dinding posterior abdomen.
4. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu
melindungi terhadap infeksi.
B. Definisi Peritonitis

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum yang biasanya disebabkan oleh


infeksi selaput rongga abdomen (peritoneum) di lapisan membrane serosa
rongga abdomen dan dinding abdomen bagian dalam. Peritonitis sering
disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi
usus seperti rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis
merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh
materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau
empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat
dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba
falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani
dapat berakibat fatal.

C. Etiologi Peritonitis
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial
Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi
intra abdomen,tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi
kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri
munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi
penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang
kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko
terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang
rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering
menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella
pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan
bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus
lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob
dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi
disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam
dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram
positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi
karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau
peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada
pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa
fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi
terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan
substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam
(Misalnya penyakit Crohn).
Secara umun etiologi dari peritonitis dikelompokkan menjadi beberapa
bagian yaitu:
1. Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak peptik (lambung / dudenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukan disentri amuba / colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus dan
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya
adalah clostridium wechii.
2. Secara langsung dari luar
a. Operasi yang tidak steril
b. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa
serta merupakan peritonitis lokal.
c. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
d. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

D. Klasifikasi peritonitis
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen
pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus
atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
Spesifik : misalnya Tuberculosis
Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis Dan Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya
malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik,
gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis
dengan asites.
2. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal
tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel
organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob,
khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob
dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
a. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke
dalam cavum peritoneal.
b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang
disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari
usus.
c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal,
misalnya appendisitis.
3. Peritonitis tersier, misalnya:
a. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
b. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti
misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
4. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
a. Aseptik/steril peritonitis
b. Granulomatous peritonitis
c. Hiperlipidemik peritonitis
d. Talkum peritonitis

E. Manifestasi klinis peritonitis


Menurut Corwin (2000), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah
sebagai berikut :

1. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang.


2. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena
perpindahan cairan kedalam peritoneum.
3. Mual dan muntah.
4. Abdomen yang kaku.
5. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot
terhadap trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis.
6. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah
putih dan takikardia.
7. Rasa sakit pada daerah abdomen
8. Dehidrasi
9. Lemas
10. Nyeri tekan pada daerah abdomen
11. Bising usus berkurang atau menghilang
12. Nafas dangkal
13. Tekanan darah menurun
14. Nadi kecil dan cepat
15. Berkeringat dingin
16. Pekak hati menghilang

F. Patofisiologi peritonitis
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak
dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan
agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator,
seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius,
sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak
organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi
cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu
terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal
dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan
hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan
perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-
lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan
usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan
ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan
peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat
berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi
obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang
akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi
usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis.

G. WOC peritonitis

Terlampir

H. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pemeriksaan


diagnostic pada peritonitis adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat kadang-kadang lebih

dari 20.000 /mm3. Sel darah merah mungkin meningkat menunjukan


hemokonsentrasi.
2. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindaahan cairan.
3. Amylase serum biasanya meningkat.
4. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.
5. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat/sekret
atau cairan asites.
6. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila
perforasi visera sebagai etiologi, udara bebas akan ditemukan pada
abdomen.
7. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.
8. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat,
amilase, empedu, dan kreatinin.

I. Komplikasi Peritonitis

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana


komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:

A. Komplikasi dini.

1. Septikemia dan syok septic.

2. Syok hipovolemik.

3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan


kegagalan multisystem.

4. Abses residual intraperitoneal.

5. Portal Pyemia (misal abses hepar).

B. Komplikasi lanjut.

1. Adhesi.

2. Obstruksi intestinal rekuren.

J. Penatalaksanaan
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah
sebagai berikut :
1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga
diperlukan.
6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi ( appendiks ), reseksi ,
memperbaiki (perforasi ), dan drainase ( abses ).
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal

K. Pencegahan
Pencegahan peritonitis adalah dengan menjaga kebersihan diri yang baik
L. Prognosis
Menurut Sylvia Price dan Lorraine (2005) penyakit ini baik pada
peritonitis lokal dan ringan sedangkan prognosisinya buruk (mematikan) pada
peritonitis generalisata yang disebabkan oleh organisme virulens.

Dampak Peritonitis terhadap Sistem Tubuh

a. Sistem Pernafasan

Pernafasan dangkal dan takipnea sering ditemukan pada klien dengan


peritonitis (Doengoes, 2000). Cairan dalam rongga abdomen dapat
menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan
distress pernafasan (Brunner & Suddarth, 2002).

b. Sistem Kardiovaskuler
Takikardi, berkeringat, pucat dan hipotensi ditemukan sebagai indikasi
terjadinya syok (tanda syok) (Doengoes, 2000). Syok hipovolemik terjadi
karena sejumlah besar cairan dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler
(Brunner & Suddarth, 2002). Kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam
rongga abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia,
trauma / perforasi tumor, dapat menyebabkan edema jaringan dan dalam waktu
singkat terjadi eksudasi cairan (Brunner & Suddarth, 2002).
c. Sistem Gastrointestinal
Respon segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus
paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus. Selain itu proses
inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus, yang terutama berhubungan
dengan terjadinya perlekatan usus (Brunner & Suddarth, 2002 ).
d. Sistem Perkemihan
Perpindahan sejumlah besar cairan dan elektrolit dari lumen usus ke
rongga peritoneal dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler menyebabkan
penurunan haluaran urine dan warna urine menjadi pekat / gelap.
e. Sistem Muskuloskeletal
Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi akibat nyeri berat di abdomen
yang menyebabkan kekakuan pada otot.
f. Sistem Neurologi
Nyeri dirasakan pada awalnya menyebar dan sangat terasa, menjadi
cenderung konstan, terlokalisasi, lebih terasa didekat sisi inflamasi dan
biasanya diperberat oleh gerakan. Nyeri dirasakan lebih apabila ditekan
(Brunner & Suddarth, 2002).

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

Meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur, alamat, jenis kelamin,
agama, pendidikan, asal suku bangsa, nama orang tua dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut dan
menjalar ke pinggang.

b. Riwayat penyakit sekarang

Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal


diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites.

c. Riwayat penyakit dahulu

Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post


operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada
kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.

d. Riwayat penyakit keluarga

Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini


disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan
diturunkan ada.

3. Pola Fungsional Gordon

a. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan.

Pasien mengatakan bahwa sakit adalah suatu keadaan yang tidak


menyenangkan. Apabila sakit, pasien membeli obat di warung, memeriksakan
ke Puskesmas atau dokter tergantung jenis sakit yang diderita.
b. Pola Aktivitas dan Latihan.

Selama sakit, pola aktivitas dan latihan pasien terganggu

c. Pola Nutrisi dan Metabolik.

Selama sakit pasien mengalami penurunan nafsu makan, anoreksia, mual dan
muntah, serta mengalami kehausan.

d. Pola eliminasi.

Selama sakit pasien jarang BAB dan tidak mampu dalam hal defekasi. Terjadi
penurunan keluaran urine, warna urine gelap.

e. Pola tidur dan istirahat.

Selama sakit pasien mengalami gangguan pola tidur akibat nyeri pada daerah
abdomen.

f. Pola kognitif perseptual

Selama sakit pasien mampu berkomunikasi dengan baik dan mengerti apa yang
dibicarakan. Pasien terkadang terlihat meringis.

g. Pola toleransi diri-kopingstress

Apabila memiliki masalah pasien selalu mengatakan kepada keluarganya.


Pasien selalu terbuka dalam mengutarakan masalahnya. Pasien sangat optimis
terhadap masa depan dan yakin akan segera sembuh.

h. Pola persepsi diri-konsep diri,

Adanya perasaan takut dan cemas terhadap penyakit yang di derita.

i.Pola peran hubungan

Hubungan pasien dengan keluarga, suami, anak dan tetangganya baik.

j. Pola seksual-reproduktif
Pola seksual kurang terpenuhi karena dalam masa inkubasi

k. Pola nilai kepercayaan

Selama sakit pasien tidak bisa mengerjakan ibadah seperti biasanya

Menurut Doengoes, Moorhouse, dan Geissler (1999), pengkajian pada


penderita dengan peritonitis adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan.
Tanda : Kesulitan ambulasi.
b. Sirkulasi
Gejala :Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok),
edema jaringan.
c. Eliminasi
Gejala : Ketidakmampuan defekasi dan flatus, diare (kadang-kadang).
Tanda : Cegukan ; distensi abdomen, abdomen diam.
Penurunan haluaran urin, warna gelap.
Penurunan/tak ada bising usus (ileus), bunyi keras hilang timbul, bising
usus kasar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan.
Hiperesonan/timpani (ileus), hilang suara pekak diatas hati (udara bebas
dalam abdomen).

d. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah, haus.
Tanda : Muntah proyektil.
Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau lokal, menyebar ke
bahu, terus menerus oleh gerakan.
Tanda : Distensi, kaku, nyeri tekan.
Otot tegang (abdomen), lutut fleksi, perilaku distraksi, gelisah, fokus pada
diri sendiri.
f. Pernapasan
Gejala : Pernapasan dangkal, takipnea.
g. Keamanan
Gejala : Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis), infeksi pasca
melahirkan, abses peritoneal.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

No DIAGNOSA NOC NIC


1 Ketidakefektifan Pola 1. Status Pernapasan: 1. Manajemen jalan
Nafas
Kepatenan Jalan napas
Batasan Karakteristik Napas 2. Penurunan ansietas
a. Napas dalam 2. Status Pernapasan: 3. Terapi oksigen
b. Perubahan gerakan
Ventilasi 4. Relaksasi otot
dada
c. Mengambil posisi 3. Status Tanda-Tanda secara progresif
tiga titik Vital 5. Pemantauan
d. Bradipneu
respirasi
e. Penurunan tekanan
ekspirasi 6. Bantuan ventilasi
f. Penurunan tekanan 7. Pemantauan tanda-
inspirasi tanda vital
g. Penurunan ventilasi
semenit
h. Penurunan kapasitas
vital
i. Dispneu
j. Peningkatan diameter
anterior-posterior
k. Napas cuping hidung
l. Ortopneu
m. Fase ekspirasi yang
lama
n. Pernapasan pursed-
lip
o. Takipneu
p. Penggunaan otot-otot
bantu untuk bernapas

2. Nyeri Akut 1. Kontrol Nyeri 1. Manajemen nyeri


2. Nyeri: efek
2. Pemberian Analgesic
Batasan Karakteristik: menggangu
3. Pemberian obat
a. Melaporkan nyeri 3. Tingkat Kenyamanan
secara verbal dan 4. Tingkatan nyeri penenang
nonverbal
b. Menunjukkan
kerusakan
c. Posisi untuk
mengurangi nyeri
d. Gerakan untuk
melindungi
e. Tingkah laku berhati-
hati
f. Muka topeng
g. Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek,
sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
h. Fokus pada diri sendiri
i. Fokus menyempit
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan
proses berfikir,
penurunan interaksi
dengan orang dan
lingkungan )
j. Tingkah laku distraksi
(jalan-jalan, menemui
orang lain, aktifitas
berulang)
k. Respon otonom
(diaporesis, perubaha
tekanan darah,
perubahan nafas, nadi
dilatasi pupil)
l. Perubahan otonom
dalam tonus otot
(dalam rentang lemah
ke kaku)
m. Tingkah laku ekspresif
(gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang,
mengeluh)
n. Perubahan dalam
nafsu makan

Faktor yang
berhubungan :
Agen cedera (biologi,
psikologi, kimia, fisika)

3. Hipertermia Termoregulasi. 1. Manajemen


Batasan karakteristik: lingkungan
a. Konvulsi 2. Pengobatan demam
b. Kulit memerah 3. Manajemen cairan
c. Peningkatan suhu 4. Pencegahan
tubuh diatas normal hipertermi malignan
d. Kejang 5. Pemberian
e. Takikardi pengobatan
f. Takipnea 6. Regulasi temperatur
g. Diraba hangat 7. Monitor tanda-tanda
vital
Faktor yang berhubungan :
a. Anestesi
b. Penurunan
keringat
c. Dehidrasi
d. Terpapar
lingkungan yang panas
e. Pakaian yang tidak
layak
f. Peningkatan
metabolisme
g. Penyakit
h. Pengobatan
i. Trauma
j. Aktivitas yang
berlebihan
4. Ketidakseimbangan 1. Status nutrisi 1. Manajem
nutrisi : kurang dari 2. Status nutrisi : en ketidakteraturan
kebutuhan tubuh asupan makanan dan makan
Batasan Karakteristik: cairan 2. Manajem
a. Kram abdomen 3. Status nutrisi : en cairan
b. Nyeri abdomen intake nutrien 3. Monitori
dengan atau tanpa 4. Pengontrolan ng cairan
penyakit berat badan 4. Konselin
c. Keengganan untuk g laktasi
makan 5. Manajem
d. Berat Badan 20 % atau en nutrisi
lebih dibawah ideal 6. Terapi
e. Kelemahan/kerapuhan nutrisi
Pembuluh kapiler 7. Konselin
f. Diare dan / atau g nutrisi
steatore 8. Monitor
g. Kehilangan rambut nutrisi
yang berlebihan 9. Bantuan
h. Bising Usus hiperaktif penambahan berat
i. Melaporkan 10. Manajem
kurangnya makanan en berat badan
j. Kerusakan / kurang
minat terhadap
makanan
k. Penurunan BB dengan
intake makanan yang
adekuat
l. Miskonsepsi
m. Misinformasi / kurang
informasi
n. Konjungtiva dan
membrane mukosa
pucat
o. Tidak mampu
mengunyah makanan
p. Tonus otot buruk
q. Melaporkan perubahan
sensasi rasa
r. Melaporkan intake
makanan yang kurang
dari kebutuhan
kecukupan gizi harian
s. Mudah merasa
kenyang sesaat setelah
mengunyah makanan
t. Lemah otot untuk
menelan dan
mengunyah
u. Luka, inflamasi pada
rongga mulut
Faktor yang
berhubungan:
Tidak mampu dalam
memasukkan, mencerna,
mengabsorbsi makanan
karena factor biologis,
psikologi atau ekonomi.

5. Kekurangan Volume 1. Keseimbangan 1. Pencegahan


Cairan elektrolit dan asam perdarahan
Batasan karakteristik : basa 2. Pengurangan
a. Perubahan status 2. Keseimbangan perdarahan
mental cairan 3. Manajemen elektrolit
b. Kelemahan
3. Hidrasi 4. Pemantauan
c. Penurunan turgor
kulit 4. Status nutrisi : elektrolit
d. Penurunan turgor intake makanan dan 5. Manajemen Cairan
lidah
cairan 6. Pemantauan Cairan
e. Kulit / membran
mukosa kering 7. Terapi Intra Vena
f. Frekuensi nadi 8. Manajemen Syok :
meningkat
Volume
g. Penurunan tekanan
darah
h. Penurunan volume
nadi
i. Penurunan tekanan
nadi
j. Penurunan
pengisian vena
k. Penurunan
haluaran urine
l. Konsentrasi urine
meningkat
m. Suhu tubuh
meningkat
n. Hematokrit
meningkat
o. Penurunan berat
badan tiba tiba

Faktor yang berhubungan


a. Kehilangan
volume cairan aktif
b. Kegagalan dalam
mekanisme
pengaturan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddar. (2002).Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Ed.8 Vol.2.Jakarta :EGC

Corwin elizabeth J. (2009).Patofisiologi. Jakarta :EGC

Doengoes, Marilynn, E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta :


EGC

You might also like