Professional Documents
Culture Documents
(POST OP LAPARATOMY)
Disusun oleh:
1641312027
Kelompok L2017
C. Etiologi Peritonitis
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial
Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi
intra abdomen,tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi
kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri
munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi
penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang
kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko
terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang
rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering
menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella
pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan
bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus
lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob
dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi
disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam
dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram
positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi
karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau
peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada
pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa
fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi
terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan
substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam
(Misalnya penyakit Crohn).
Secara umun etiologi dari peritonitis dikelompokkan menjadi beberapa
bagian yaitu:
1. Infeksi bakteri
a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
b. Appendisitis yang meradang dan perforasi
c. Tukak peptik (lambung / dudenum)
d. Tukak thypoid
e. Tukan disentri amuba / colitis
f. Tukak pada tumor
g. Salpingitis
h. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus dan
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya
adalah clostridium wechii.
2. Secara langsung dari luar
a. Operasi yang tidak steril
b. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa
serta merupakan peritonitis lokal.
c. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
d. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
D. Klasifikasi peritonitis
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis Bakterial Primer
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen
pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus
atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
Spesifik : misalnya Tuberculosis
Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis Dan Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya
malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik,
gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis
dengan asites.
2. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal
tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel
organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob,
khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob
dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
a. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke
dalam cavum peritoneal.
b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang
disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari
usus.
c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal,
misalnya appendisitis.
3. Peritonitis tersier, misalnya:
a. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur
b. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti
misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
4. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
a. Aseptik/steril peritonitis
b. Granulomatous peritonitis
c. Hiperlipidemik peritonitis
d. Talkum peritonitis
F. Patofisiologi peritonitis
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan
sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila
infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak
dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan
agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator,
seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius,
sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak
organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi
cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu
terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah
kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal
dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan
hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan
perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-
lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan
usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan
ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan
peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat
berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi
obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang
akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi
usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat
terjadi peritonitis.
G. WOC peritonitis
Terlampir
H. Pemeriksaan Diagnostik
I. Komplikasi Peritonitis
A. Komplikasi dini.
2. Syok hipovolemik.
B. Komplikasi lanjut.
1. Adhesi.
J. Penatalaksanaan
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah
sebagai berikut :
1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga
diperlukan.
6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi ( appendiks ), reseksi ,
memperbaiki (perforasi ), dan drainase ( abses ).
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal
K. Pencegahan
Pencegahan peritonitis adalah dengan menjaga kebersihan diri yang baik
L. Prognosis
Menurut Sylvia Price dan Lorraine (2005) penyakit ini baik pada
peritonitis lokal dan ringan sedangkan prognosisinya buruk (mematikan) pada
peritonitis generalisata yang disebabkan oleh organisme virulens.
a. Sistem Pernafasan
b. Sistem Kardiovaskuler
Takikardi, berkeringat, pucat dan hipotensi ditemukan sebagai indikasi
terjadinya syok (tanda syok) (Doengoes, 2000). Syok hipovolemik terjadi
karena sejumlah besar cairan dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler
(Brunner & Suddarth, 2002). Kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam
rongga abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia,
trauma / perforasi tumor, dapat menyebabkan edema jaringan dan dalam waktu
singkat terjadi eksudasi cairan (Brunner & Suddarth, 2002).
c. Sistem Gastrointestinal
Respon segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh ileus
paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus. Selain itu proses
inflamasi dapat menyebabkan obstruksi usus, yang terutama berhubungan
dengan terjadinya perlekatan usus (Brunner & Suddarth, 2002 ).
d. Sistem Perkemihan
Perpindahan sejumlah besar cairan dan elektrolit dari lumen usus ke
rongga peritoneal dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler menyebabkan
penurunan haluaran urine dan warna urine menjadi pekat / gelap.
e. Sistem Muskuloskeletal
Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi akibat nyeri berat di abdomen
yang menyebabkan kekakuan pada otot.
f. Sistem Neurologi
Nyeri dirasakan pada awalnya menyebar dan sangat terasa, menjadi
cenderung konstan, terlokalisasi, lebih terasa didekat sisi inflamasi dan
biasanya diperberat oleh gerakan. Nyeri dirasakan lebih apabila ditekan
(Brunner & Suddarth, 2002).
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur, alamat, jenis kelamin,
agama, pendidikan, asal suku bangsa, nama orang tua dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut dan
menjalar ke pinggang.
Selama sakit pasien mengalami penurunan nafsu makan, anoreksia, mual dan
muntah, serta mengalami kehausan.
d. Pola eliminasi.
Selama sakit pasien jarang BAB dan tidak mampu dalam hal defekasi. Terjadi
penurunan keluaran urine, warna urine gelap.
Selama sakit pasien mengalami gangguan pola tidur akibat nyeri pada daerah
abdomen.
Selama sakit pasien mampu berkomunikasi dengan baik dan mengerti apa yang
dibicarakan. Pasien terkadang terlihat meringis.
j. Pola seksual-reproduktif
Pola seksual kurang terpenuhi karena dalam masa inkubasi
d. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah, haus.
Tanda : Muntah proyektil.
Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau lokal, menyebar ke
bahu, terus menerus oleh gerakan.
Tanda : Distensi, kaku, nyeri tekan.
Otot tegang (abdomen), lutut fleksi, perilaku distraksi, gelisah, fokus pada
diri sendiri.
f. Pernapasan
Gejala : Pernapasan dangkal, takipnea.
g. Keamanan
Gejala : Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis), infeksi pasca
melahirkan, abses peritoneal.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Faktor yang
berhubungan :
Agen cedera (biologi,
psikologi, kimia, fisika)
Brunner, Suddar. (2002).Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Ed.8 Vol.2.Jakarta :EGC