Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Fakhrun Nisa Fiddaroini, S.Kep.
NIM 122311101064
Mahasiswa
(................................................)
NIM
Mengetahui,
(...........................................................) (........................................................)
NIP. NIP
LAPORAN PENDAHULUAN: LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
2. Vaskularisasi Kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan
subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis,
tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada
epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis
melalui membran epidermis
3. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan,
sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan
metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi
kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada
daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan
keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus.
Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible
loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan
dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi
vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur
dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh
darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.
4. Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki
kerusakan yang terjadi. Komponen utama dalam proses penyembuhan luka adalah
kolagen disamping sel epitel. Fibroblas adalah sel yang bertanggung jawab untuk
sintesis kolagen. Fisiologi penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase-
fase seperti dibawah ini :
a. Fase inflamasi
Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Segera setelah
terjadinya luka, pembuluh darah yang putus mengalami konstriksi dan retraksi
disertai reaksi hemostasis karena agregasi trombosit yang bersama jala fibrin
membekukan darah. Komponen hemostasis ini akan melepaskan dan
mengaktifkan sitokin yang meliputi Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like
Growth Factor (IGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming
Growth Factor beta (TGF-) yang berperan untuk terjadinya kemotaksis netrofil,
makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas. Keadaan ini disebut fase
inflamasi. Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi lekosit
Polymorphonuclear (PMN). Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator
inflamasi Transforming Growth Factor beta 1 (TGF -1) yang juga dikeluarkan
oleh makrofag. Adanya TGF 1 akan mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis
kolagen.
b. Fase proliferasi atau fibroplasi
Fase ini disebut fibroplasi karena pada masa ini fibroblas sangat menonjol
perannya. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen
yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada
fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi
c. Fase remodeling atau maturasi
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka. Terjadi proses yang dinamis berupa remodelling kolagen,
kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen
berada dalam keseimbangan. Fase ini berlangsung mulai 3 minggu sampai 2 tahun
. Akhir dari penyembuhan ini didapatkan parut luka yang matang yang
mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal Tiga fase tersebut diatas berjalan
normal selama tidak ada gangguan baik faktor luar maupun dalam.
5. Jenis-jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara
mendapatkan luka itu dan menunjukan derajat luka
(Taylor,1997):
a. Luka bersih: luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi,
yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka
tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak
dengan orofaring,traktus respiratorius maupun traktus
genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam
Universitas Universitas Sumatera Sumatera Utara keadaan
bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi: luka pembedahan dimana
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran
perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan
luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda
infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
c. Luka terkontaminasi: luka yang berpotensi terinfeksi spillage
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih.
Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan
pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka
laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi.
Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Luka kotor: luka lama, luka kecelakaan yang mengandung
jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan
purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang
sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera,
abses dan trauma lama.
2. Epidemiologi
Berdasarkan WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004
diperkirakan 310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan
30% pasien berusia kurang dari 20 tahun. Luka bakar karena api
merupakan penyebab kematian ke-11 pada anak berusia 1 9
tahun. Anak anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat luka
bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi.
Luka bakar dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup (WHO,
2008). Di Amerika Serikat, luka bakar menyebabkan 5000
kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari 50.000 pasien
di rawat inap (Kumar et al., 2007). Secara global, 96.000 anak
anak yang berusia di bawah usia 20 tahun mengalami kematian
akibat luka bakar pada tahun 2004.
Frekuensi kematian lebih tinggi sebelas kali di negara
dengan pendapatan rendah dan menengah dibandingkan dengan
negara dengan pendapatan tinggi sebesar 4,3 per 100.000 orang
dan 0,4 per 100.000 orang. Kebanyakan kematian terjadi pada
daerah yang miskin, seperti Afrika, Asia Tenggara, dan daerah
Timur Tengah. Frekuensi kematian terendah terjadi pada daerah
dengan pendapatan tinggi, seperti Eropa dan Pasifik Barat (WHO,
2008). Di Indonesia, prevalensi luka bakar sebesar 0,7%
(RISKESDAS, 2013).
3. Etiologi
Menurut Wong (2003), luka bakar dapat disebabkan oleh
beberapa sumber diantaranya:
a) Panas : basah (air panas, minyak) kering (uap, metal, api)
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas, atau bahan-bahan panas lainnya
b) Kimia : Asam kuat seperti Asam Sulfat, Basa kuat seperti
Natrium Hidroksida
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat diantaranya asam hidrokloride atau alkali. Luka bakar
kimia juga dapat terjadi karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga seperti pembersih cat dan
desinfekta
c) Listrik : Voltage tinggi, petir
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energy listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage, dan cara gelombang
elektrik sampai mengenai tubuh
d) Radiasi : termasuk X-ray dan sinar UV
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injury ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industry
atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik. Terbakar oleh sinar
matahari akibat terpapar terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar
radiasi.
4. Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebab
- Luka bakar karena api
- Luka bakar karena air panas
- Luka bakar karena bahan kimia
- Luka bakar karena listrik
- Luka bakar karena radiasi
- Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
b) Berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan
menurut Moenadjat (2009) adalah sebagai berikut:
1) Luka bakar derajat I: kerusakan jaringan terbatas pada
lapisan epidermis (superficial), kulit kering, hiperemik
memberikan floresensi berupa eritema, tidak dijumpai bulae.
Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-7 hari.
Karena derajat kerusakan yang ditimbulkannya tidak
merupakan masalah klinik yang berarti dalam kajian
terapetik, luka bakar derajat satu tidak dicantumkan dalam
perhitungan luas luka bakar.
Derajat tiga (Full Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka Pembentukan
Thickness) keseluruhan syok, hematuria bakar berwarna eskar, diperlukan
Terbakar nyala api dermis dan dan kemungkinan putih seperti pencangkokan,
Terkena cairan kadang- hemolisis, bahan kulit pembentukan
mendidih dalam kadang kemungkinan atau gosong, parut dan
waktu yang lama jaringan terdapat luka kulit retak hilangnya kontour
Tersengat arus subkutan masuk dan keluar dengan bagian serta fungsi kulit,
listrik (pada luka bakar lemak yang hilangnya satu jari
listrik) tampak, edema tangan atau
ekstremitas bisa
terjadi
Gambar 5: Luka bakar derajat III
Sumber : Smeltzer (2001), Keperawatan Medikal Bedah
c) Berdasarkan Penderita
Menurut Moenadjat (2009), luka bakar dapat dikategorikan
berdasarkan berat dan ringan luka bakar adalah:
1) Luka bakar ringan: kriteria luka bakar derajat II, derajat
III<10% pada kelompok usia <10 th/ >50th, luka bakar
derajat II dan derajat III <15% pada kelompok usia lain; luka
bakar derajat 320% pada kelompok usia50th, luka bakar
derajat II dan derajat III<10% pada semua kelompok usia,
tanpa cedera pada tangan, kaki dan perineum
2) Luka bakar sedang atau moderat dengan kriteria luka bakar
derajat II dan derajat III 10-20% pada kelompok usia<10 th/
>50th; luka bakar derajat II dan derajat III 15-25% pada
kelompok usia lain; luka bakar derajat III<10% pada semua
kelompok usia tanpa cedera pada tangan, kaki, dan perineum
3) Luka bakar kritis atau luka bakar berat dengan kriteria luka
bakar derajat II dan derajat III>20% pada kelompok usia50th,
luka bakar derajat II dan derajat III>25% pada kelompok usia
lain, terjadi trauma inhalasi serta luka bakar akibat tegangan
tinggi, luka bakar pada populasi resiko tinggi, luka bakar pada
tangan, kaki, dan perineum
d) Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,
yaitu:
Luka bakar mayor
- LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total) lebih dari 25% dengan derajat partial
thickness pada orang dewasa dan lebih dari 20%dengan derajat partial
thickness pada anak-anak.
- LPTT 10% dengan derajat fullthickness tanpa disertai komplikasi lain.
- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat
dan luasnya luka.
- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
- Luka bakar yang berkaitan dengan masalah-maslah ringan, seperti cedera pada
jaringan lunak, fraktur, trauma lainnya, atau masalah-masalah kesehatan lain
yang sudah ada sebelumnya.
Luka bakar moderat
- LPTT 15-25% dengan derajat partial thickness pada orang dewasa
- LPTT 10% - 20% dengan derajat partial thickness pada anak-anak
- LPTT 10% dengan derajat fullthicknesstanpa komplikasi lain.
5. Patofisiologi/ Patologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari
sumber panas ke tubuh. Panas dapat dipindahkan melalui
konduksi atau radiasi elektromagnetik. Kulit akan mengalami
kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan
tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan
sumber panas (Smeltzer & Bare, 2002). Kedalaman luka bakar
mempengaruhi kerusakan integritas kulit dan kematian sel.
Semakin dalam dan luas jaringan yang rusak, semakin berat
kondisi luka bakar dan semakin jelek prognosisnya (Moenadjat,
2009).
Agen cedera akan menyebabkan denaturasi protein sel.
Sebagian sel akan mengalami nekrosis traumatik. Kehilangan
ikatan kolagen juga terjadi bersama proses denaturasi sehingga
timbul gradien tekanan osmotik dan hidrostatik yang abnormal.
Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke
unit intersitisial. Cedera sel memicu pelepasan mediator
inflamasi yang turut menimbulkan peningkatan permeabilitas
kapiler secara lokal. Namun pada luka bakar yang berat,
mediator inflamasi akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011).
Hipovolemia yang timbul berbeda dengan hipovolemia yang
disebabkan oleh perdarahan. Sel darah merah dan sel lainnya
tetap di dalam intravaskuler. Hanya cairan yang meninggalkan
unit intravaskuler sehingga terjadi hemokonsentrasi.
Hemokonsentrasi dan hipovolemia menyebabkan sirkulasi
terganggu. Perfusi sel tidak terselenggara dengan baik. Kondisi
ini dikenal dengan syok hipovolemia (Moenadjat, 2009).
Respon tubuh akibat gangguan perfusi meliputi respon
sistemik. Respon kardiovaskuler, curah jantung akan menurun
sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terjadi.
Curah jantung menurun maka tekanan darah menurun. Sebagai
respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin
yang meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan
curah jantung. Resusitasi cairan yang segera dilakukan
memungkinkan dipertahankannya tekanan darah dalam kisaran
normal yang rendah sehingga curah jantung membaik (Smeltzer
& Bare, 2002).
Respon pulmonal, paru yang merupakan organ sistem
pernafasan yang menyelenggarakan pertukaran karbondioksida
dengan oksigen mengadakan kompensasi dengan peningkatan
frekuensi pernafasan. Dengan mekanisme kompensasi ini, timbul
hiperventilasi yang memiliki dampak terhadap keseimbangan
asam-basa dan metabolisme secara keseluruhan (Moenadjat,
2009). Sedangkan respon renalis ditandai dengan penurunan
sirkulasi renal menyebabkan iskemia ginjal. Manifestasi awal
yang tampak akibat kondisi iskemia ini adalah penurunan
ekskresi urin mulai dari oliguria sampai dengan anuria. Hipoksia
parenkim ginjal merupakan stimulasi dilepaskannya renin dan
angiotensin oleh sel-sel juxtaglomerulusrenalis yang merangsang
Anti Diuretic Hormone (ADH) dan kelenjar anak ginjal
memproduksi hormon kortisol dan glukagon. Rangkaian
selanjutnya adalah rangsangan pada hipofisis posterior untuk
melepaskan Adeno Cortico Tropic Hormone (ACTH) yang
merupakan stimulan bagi sistem saraf parasimpatik dan
ortosimpatik dalam teori berkembangnya stres metabolisme. Bila
tidak segera ditangani, terjadi akut tubular nekrosis dan berlanjut
dengan acute renal failure (Moenadjat, 2009)
Respon gastrointestinal, terganggunya sirkulasi
splangnikus, terjadi perubahan degeneratif bersifat akut pada
organ-organ yang diperdarahi antara lain saluran cerna bagian
atas. Gangguan perfusi menyebabkan terjadinya iskemia mukosa
saluran cerna yang mengakibatkan integritasnya terganggu
(disrupsimukosa). Dengan terjadinya disrupsi mukosa, lamina
muskularis mukosa dan kapiler submukosa terpapar pada lumen.
Kerapuhan dinding pembuluh kapiler menyebabkan pecahnya
kapiler lambung. Perdarahan dapat terjadi sedemikian masif dan
menyebabkan penderita jatuh kedalam syok (Moenadjat, 2009).
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar.
Semua tingkat respon imun akan dipengaruhi secara merugikan.
Kehilangan integritas kulit diperburuk dengan pelepasan faktor-
faktor inflamasi yang abnormal. Perubahan kadar imunoglobulin
serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, dan
penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Imunosupresi
membuat pasien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami
sepsis (Smeltzer & Bare, 2002)
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh
untuk mengatur suhu. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat
memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa jam
pertama pasca luka bakar. Namun setelah keadaan
hipermetabolisme akan mengatur kembali suhu tubuh. Pasien
luka bakar akan mengalami hipertermi selama sebagian besar
periode pasca luka bakar meskipun tidak terdapat infeksi
(Smeltzer & Bare, 2002)
Catatan:
Perbedaan tekanan onkotik dan hidrstatik
a. Tekanan osmotik adalah tekanan untuk mencegah aliran
osmotic cairan
b. Tekanan onkotik adalah gaya tarik sifat atau system koloid
agar air tetap berada dalam plasma darah di intravaskuler.
Arti lain dari tekanan onkotik adalah tekanan osmotic yang
dihasilkan oleh protein (albumin)
c. Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh
cairan pada dinding pembuluh darah
Tekanan osmotic koloid plasma berfungsi untuk mempertahankan
cairan agar tidak mengalir ke dalam rongga interstitial. Hal ni
terutama fungsi albumin. Albumin dihasilkan oleh hati apabila
terdapat kerusakan hati, maka dapat terjadi keadaan
hipoalbumin
6. Manifestasi Klinis
a) Superficial burn (derajat I), dengan ciri-ciri:
- Luka hanya mengenai lapisan epidermis.
- Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
- Kulit memucat bila ditekan.
- Edema minimal.
- Tidak ada blister/bula
- Kulit hangat/kering.
- Sangat nyeri dan berkurang dengan pendinginan.
- Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
- Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
b) Partial thickness (derajat II), dengan ciri.:
- Dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep
partial thickness.
- Luka tampak mengenai epidermis dan dermis.
- Luka tampak merah sampai pink.
- Luka tampak basah dan mengkilat
- Terbentuk blister/bula
- Edema
- Sangat nyeri
- Sensitif terhadap udara dingin
- Penyembuhan luka : pada superficial partial thickness penyembuhannya14
-21 hari, pada deep partial thickness penyembuhannya 21-28 hari
(penyembuhan bervariasi tergantung dari kedalaman luka dan ada tidaknya
infeksi).
c) Full thickness (derajat III)
- Luka tampak mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan dan dapat
juga mengenai permukaan otot, dan persarafan, dan pembuluh darah.
- Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat
atau hitam.
- Tanpa ada blister/bula
- Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
- Edema
- Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
- Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
- Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan
preventif
- Memerlukan skin graft karena lapisan yang rusak tidak dapat sembuh
secara spontan
7. Komplikasi
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Sel darah merah (RBC) : Dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood
Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan
oleh menurunnya produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang.
b) Sel darah putih (WBC): Dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah
putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri.
c) Gas darah arteri (AGD): Terjadi asidosis metabolic (pH turun, tekanan parsial
karbon dioksida [Pco2] naik, dan tekanan parsial oksigen [PO2] menurun.)
- Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari
tubuh; selanjutnya dapat terjadi hipernatremia.
k) Rontgen dada: Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi
Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka
bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena
(melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu
dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairanmerupakan komponen penting
karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan
karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak danmekanisme
dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar
pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema).
Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka
volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan
kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ
tubuh.Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl
0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya
dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan
yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland : 3-4 cc/kgBB/%TBSA +
cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB
dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB
untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4cc/kgBB/%TBSA)
diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16
jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat
dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam (Rosfanty, 2009).
Kebutuhan cairan yang diproyeksikan dalan 24 jam pertama dihitung
berdasarkan luas luka bakar. Resusitasi cairan yang adekuat menghasilkan
sedikit penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan
mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48
jam. Beberapa rumus telah dikembangkan untuk memperbaiki kehilangan
cairan berdasarkan estimasi persentase luas permukaan tubuh yang terbakar
dan berat badan pasien.
LUKA BAKAR
Peningkatan
Risiko kerusakan Keracunan Hemolisis evaporasi Subkutaneos Barrier kulit Metabolisme Spasme otot,
mukosa saluran nafas karbonmonoksida SDM akibat rusak rusak meningkat iritasi pembuluh
efek panas (LB>40 %) darah dan saraf
Denatutasi
protein &
Oedema mukosa dan Ikatan CO kuat Adanya SDM hilangnya Penurunan Kerusakan Katabolisme Sirkulasi
hilangnya kerja silia dengan HB terperangkap kolagen deposit integritas protein, lemak transmitter nyeri
dlm kapiler yg jaringan lemak
membengkak Korteks serebri
Tek.Onkotik turun Port de Entry
Obstruksi O2 tidak dapat masuk Tek. Hidrostatik kuman
trakeobronkial ke sel naik Ketidakefektif Nyeri Akut
PK Anemia an
Meningkatnya Risiko Infeksi Penurunan Metab.
Ketidakefektifan permeabilitas Hipotermia
Hipoksia sel Ketidakefek BB Anaerob
bersihanjalan nafas kapiler
tifan perfusi
jar. perifer Asam laktat
Ekstravasasi cairan (air, Edema Ketidakseimbangan
Nutrisi kurang dari Keb. meningkat
elektrolit, protein)
Stres
metabolisme
Acute renal
failure
11. Proses Keperawatan Berdasarkan Tinjauan Teori
a. Assessment/ pengkajian terkait penyakit berserta
pemeriksaan penunjang
1. Identitas: kaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan
lain-lain
2. Pengkajian Spesifik
Inspeksi
- Mukosa bibir kering
- Tanda-tanda inflamasi
- Luas luka bakar: untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah
satu metode yang ada. Berikut adalah beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menentukan luas luka bakar:
b) Rule of nine: cara yang tepat untuk menghitung luas daerah yang
terbakar. Sistem ini mengguanakan presentase kelipatan sembilan
terhadap luas permukaan tubuh.
- Kepala dan leher : 9%
- Dada depan dan belakang : 18%
- Abdomen depan dan belakang : 18%
- Tangan kanan dan kiri : 18%
- Paha kanan dan kiri : 18%
- Kaki kanan dan kiri : 18%
- Genital : 1%
d) Metode Telapak Tangan: pada banyak pasien dengan luka bakar yang
menyebar, metode yang dipakai memperkirakan prosentase luka bakar
adalah metode telapak tangan (palm methode). Lebar telapak tangan
pesien kurang lebih sebesar 1 % LPTT.
- Kedalaman luka bakar: kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi
4 macam, yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan
ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka
- Lokasi/area luka: luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu
memerlukan perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat
menimbulkan berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai daerah
wajah, leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada
yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring. Sedangkan jika
mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke
daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh
karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan
pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka
bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea,
kerusakan retina dan menurunnya tajam penglihatan.
- Ada tidaknya cedera inhalasi: letak luka bakar juga dapat menyadarkan staf
pada kemungkinan cedera inhalasi. Perawat harus mengkaji temuan-temuan
berikut ini sebagai tanda kecurigaan terhadap cedera inhalasi:
1) Bulu hidung hangus terbakar
2) Luka bakar pada oral atau membran mukosa faring
3) Luka bakar pada area perioral atau leher
4) Batuk serak atau perubahan suara
5) Riwayat pernah terbakar pada area yang terkurung
Palpasi:
- Denyut nadi (frekuensi, kuat lemahnya)
- Suhu pada luka
Auskultasi:
- Auskultasi bunyi nafas pada paru
Auskultasi bising usus
3. Pemeriksaan fisik per sistem
a. Pernafasan (B1/ Breathing)
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak, batuk/ mengi, partikel karbon dalam
sputum, ketidakmampuan menelan sekresi oral dan
sianosisindikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak
mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada,
jalan nafas stridor/mengiobstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laryngeal. Jika bunyi napas
(gemericik oedema paru, stridor oedema laryngeal,
ronkhi sekret jalan nafas dalam ).
b. Kardiovaskuler (B2/ Blood)
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT):
hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada
ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum
dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok
listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka
bakar).
c. Persyarafan ( B3/ Brain)
Gejala : area batas; kesemutan.
Tanda : perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan
refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas;
aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik);
ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
d. Perkemihan (B4/ Bladder)
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat;
warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi)
e. Pencernaan (B5/ Bowel)
Klien biasanya mual, muntah, anorexia, penurunan bising
usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih
besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
f. Tulang, otot dan integumen (B6/ Bone)
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang
gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot,
perubahan tonus.
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses
trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak
terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung
sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Adapaun penampilan luka berdasarkan kemungkinan
penyebab luka bakar adalah sebagai berikut:
- Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam
sehubungan dengan variase intensitas panas yang
dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong;
mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada
faring posterior; oedema lingkar mulut dan atau lingkar
nasal.
- Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen
penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan
tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis;
atau jarinagn parut tebal. Cedera secara umum lebih
dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan
jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
- Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih
sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi
dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka
bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup
dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian
terbakar.
- Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda
motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok
listrik).
89.
90.
91.
92.
103. Rosfanty. 2009. Luka Bakar. [online]. Diakes tanggal 11 November 2016
melalui http://dokterrosfanty.blogspot.com/2009/03/luka-bakar.html.
104. Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC
105.