You are on page 1of 23

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

F7- MINIPROYEK
PENYULUHAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH
DENGAN 3M PLUS DI POSYANDU LANSIA FLAMBOYAN
RAMBIPUJI

Oleh:

Dr.Melani Nindya Yanti

Pendamping:

dr. H. Moch. Husnan

PUSKESMAS RAMBIPUJI

DINAS KESEHATAN KABUPATEN JEMBER

2016

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari
seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD
setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World
Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD
tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
yang terinfeksi virus Dengue. Virus Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B
Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah
penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada
tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal
dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke
seluruh Indonesia.

Departemen Kementrian Kesehatan melaporkan sampai pertengahan tahun 2011


penyakit DBD telah menjadi masalah endemik di 122 kecamatan, 1800 desa dan menjadi
kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 2005 dengan angka kematian sekitar 2%. Pada tahun
2006, kasus DBD sekitar 104.656 kasus dengan angka kematian 1,03% dan pada tahun
2007 jumlah kasus mencapai 140.000 dengan angka kematian 1% (Depkes, 2008).

2
Banyak cara dapat diterapkan dalam upaya pencegahan penyakit DBD seperti
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD), dan peningkatan
perilaku yang sesuai seperti kebiasaantidur, penggunaan obat anti nyamuk, kelambu, serta
kebiasaan tidak menggantung baju sembarangan. Cara-cara pencegahan penyakit DBD
dapat diterapkan dengan pendekatan program-program pendidikan, pemberian bubuk abate
secara gratis serta peningkatan keterlibatan masyarakat dalam upaya peningkatankebersihan
lingkungan (WHO, 1999).

Menentukan upayaupaya pencegahan DBD menjadi hal penting yang harus


dilakukan untuk mencegah kemungkinan kejadian luar biasa dari penyakit DBD. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
dalam upaya pencegahan DBD serta mengidentifikasi hubungan antara variabel-variabel
tersebut.

1.2 Pernyataan Masalah


1. Tigkat pengetahuan masyarakaat, Kecamatan Rambipuji mengenai bahaya demam
berdarah dan 3M plus secara umum masih kurang.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memberikan pengertian dan kesadaran kepada masyarakat mengenai pentingnya
meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya mencegah demam berdarah dengan 3M plus

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Memberikan pengertian mengenai demam berdarah dengue
2. Memberikan pengetahuan mengenai terapi demam berdarah dengue
3. Memberikan edukasi mengenai 3M plus sebagai cara mencegah terjadinya demam
berdarah dengue.
1.4 Manfaat

3
Penulis berharap penyuluhan ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
mengenai demam berdarah dan bagaimana pencegahan dengan 3M plus dan
penanganannya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau
dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia,
dan diatesis hemoragik (Suhendro, 2006). Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue
yang ditandai oleh renjatan/syok.

2. Epidemiologi

Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar di daerah
tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di daerah endemik
(Gubler, 2002).

4
Secara umum,
demam dengue
menyebabkan angka
kesakitan dan kematian
lebih besar dibanding
dengan infeksi arbovirus
yang lainnya pada
manusia. Setiap tahun
diperkirakan terdapat 50-
100 juta kejadian infeksi
dengue yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah dengue terjadi, tergantung dari
aktifitas epidemiknya (WHO, 2000).

Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat 14.875 orang
terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI
Jakarta, Bali,dan NTB.
3. Faktor Risiko

Infeksi virus dengue pada manusia menyebabkan gejala dengan spektrum luas,
berkisar dari demam biasa sampai penyakit perdarahan yang serius. Pada area endemik,
infeksi dengue memiliki gejala klinis yang tidak spesifik, terutama pada anak-anak. Gejala
yang tampak hanya seperti infeksi virus pada umumnya.

Faktor risiko yang penting dan berpengaruh terhadap proporsi pasien yang
mengalami gejala yang berat selama transmisi endemik di antaranya strain dan serotipe
virus yang menginfeksi, status imunitas dari setiap individu, usia penderita, faktor genetik
dari pasien (WHO, 1997; Gubler, 1998).
4. Etiologi

Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus
Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm

5
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 6 (Suhendro, 2006).
Virus ini termasuk genus flavivirus dari family Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan
dengan kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan
kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain.
Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak
4 kali seumur hidupnya.

Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor risiko penting
pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan
predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah
perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti
adalah :

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih


Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC,
tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, pot tanaman,
tempat minum burung, dan lain lain.
Jarak terbang 100 meter
Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena sebelum
nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)
Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi
5. Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue
(Suhendro, 2006).

Virus dengue (Aedes aegypti), setelah memasuki tubuh akan melekat pada monosit
dan masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk mekanisme aferen (penempelan
beberapa segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc). Monosit yang mengandung virus

6
menyebar ke hati, limpa, usus, sumsum tulang, dan terjadi viremia (mekanisme eferen).
Pada saat yang bersamaan sel monosit yang telah terinfeksi akan mengadakan interaksi
dengan berbagai system humoral, seperti system komplemen, yang akan mengeluarkan
substansi inflamasi, pengeluaran sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi
permeabilitas kapiler dan mengaktifasi faktor koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme
efektor.

Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun melalui system
pertahanan alamiah (innate immune system), pada system ini komplemen memegang peran
utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat memalui monnosa-binding protein, maupun
melaui antibody. Komponen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis,
dekstruksi dan lisis virus dengue.

Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks


virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akn mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator radang seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamin yang menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-
antibodi yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
6. Gambaran Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam, demam berdarah dengue, atau syndrome syok dengue
(SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase
kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi
mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat
(Suhendro, 2006). Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang disertai bintik-

7
bintik perdarahan di farings dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri
menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut.

DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya,
ditandai oleh :

demam tinggi yang terjadi tiba-tiba


manifestasi perdarahan
hepatomegali/pembesaran hati kadang-kadang terjadi syok manifestasi perdarahan pada
DHF dimulai dari tes torniquet positif dan bintik-bintik perdarahan di kulit (ptechiae).
Ptechiae ini bisa terlihat di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa
terjadi perdarahan hidung, perdarahan gusi, perdarahan dari saluran cerna dan
perdarahan dalam urin.
7. Langkah Diagnostik

Diagnosis dari infeksi dengue dapat ditegakkan melalui tes laboratorium dengan cara
mengisolasi virus, mendeteksi sequence RNA-spesifik virus dengue dengan tes amplifikasi
nukleotida, atau dengan mendeteksi antibody pada serum pasien (Guzman, 2004).

Langkah diagnostik demam dengue dapat dilakukan melalui:


a. Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru.

Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG lebih banyak.

8
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :

Leukosit

Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis relative
(>45% dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total
leukosit pada fase syok akan meningkat.

Trombosit

Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit

Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin 20% dari hematokrin awal,


umumnya dimulai pada hari ke-3 demam

Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Protein/albumin

Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma

Elektrolit

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

Serelogi

Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:


- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang setelah
60-90 hari
- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi sekunder).
NS1

9
Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari kedelapan.
Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart kultur virus. Hasil negatif
antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
b. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didpatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur
pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.

Masa inkubasi dalam tubuh mausia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbuk gejala
prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang, belakang dan perasaan lelah.
8. Diagnosis

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas, seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.

Klasifikasi derajat penyakit Infeksi Virus Dengue, dapat dilihat pada table berikut:

DD/DBD Derajat Gejala Lab


Leukopenia Serologi
DD Demam disertasi 2 Trombositopenia, tdk dengue
atau lebih tanda : ada kebocoran plasma (+)
sakit kepala, nyeri
retro-orbital,
mialgia, artralgia

DBD I Gejala diatas, Trombositopenia


ditambah dgn uji (<100.000), bukti ada
bendung (+) kebocoran plasma

II Gejala diatas, Trombositopenia

10
ditambah dgn (<100.000), bukti ada
perdarahan kebocoran plasma
spontan

III Gejala diatas Trombositopenia


ditambah dengan (<100.000), bukti ada
kegagalan sirkulasi kebocoran plasma
(kulit dingin dan
lembab, serta
gelisah)

IV Syok berat disertai Trombositopenia


dengan tekanan (<100.000), bukti ada
darah dan nadi kebocoran plasma
tidak terukur

Sementara untuk diagnosis Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah ditemukannya


semua kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang
cepat dan lemah, tekanan darah turun (20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai
umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
9. Tata Laksana

Protokol dibagi dalam 5 kategori :


1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan
hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :

11
Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24
jam berikutnya (dilakukan pemriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam)
atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.
Hb, Ht normal tetapi trombosit , 100.000 dianjurkan untuk dirawat
Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk dirawat
2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruanag Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan tanpa syok
maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus
berikut ini :

Volume cairan kristaloid / hari yang diperkukan, sesuai rumus berikut :

1500+ (20 x (BB dalam kg 20 )

Setelah pemberian cairan dilakukan dilakukan pemberian Hb, Ht tiap 24 jam:

Bila Hb, Ht meningkan 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan
tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan
sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
3. Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan


sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian
dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikkan perbaikan yang
ditandai dengan tanda-tanda hematokrin turun, frekuensi nadi turun tekanan darah
stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infuse dikurangimenjadi 5
ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
tetap menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan infuse dikurangi 3ml/KgBB/jam.

12
Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik cairan dapat dihentikan24-48 jam
kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam tapi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditndai dengan Ht dan nadi meningkat, tekanan nadi
menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah
cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan dikuarangi
menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka
jumlaah cairan infuse dinaikkan 15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya
kondisi menjadi memburuk dan didapatkn tanda-tanda syok maka pasien
ditananganisesuai protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok
telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan
4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan
saluran kencing ( hematuria, perdarahan otak atau perdarahan sembunyi dengan
jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/KgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan TD,
nadi, pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan
Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-
tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Taranfusi komponen darah diberikan
sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi factor-faktor pembekuan
darah (PT dan aPTT) yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10
g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD yang perdarahan spontan
dan massif dengan jumlah tromboit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID

13
5. Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah renjatan
harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan dilakukan intravaskuler
yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali lipat dibandingakan
dengan penderita DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat terjadi karena
kerelambatan penderita DBD mendapat pertolongan.

Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Penderita juga
diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan
darah perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas darah, kadar natrium, kalium
dan klorida, serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan evaluasi 15-30
menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD sistolik 100mmHg dan
tekanan nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume yang cukup,
akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat srta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah
cairan dikurangi 7 ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap
stabil pemberian cairan menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dam waktu 60-120 menit
keadaan tetap stabil pemberian cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48 jam
setelag renjatan teratasi tanda-tanda vital, hematokrin tetap stabil srta dieresis cukup
maka pemberian cairan perinfus dihentikan.

Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi renjatan.
Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik,
diperlukan pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri tekan didaerah
hipokondrium kana dan epigastrium serta jumlah dieresis (diusahakan
2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL dipergunakan untuk pemantauan perjalanan
penyakit.

14
Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan cairan
kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi
setelah 20-30 menit.

Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.

Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian


cairan koloid merupakan pilihan.
- Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan dievaluasi setelah
10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka pemantaun cairan
dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pmberian dapat ditambah
hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB ( maksimal 1-1,5/hari) dengan
sasaran tekanan vena sentral 15-18cmH2O
- Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi
terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi
sekunder.
- Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu renjatan
tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.
Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada
penderita diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang sesuai
kebutuhan.
10. Prognosis

Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi


11. Pencegahan

Gerakan 3M Plus adalah paradigma baru dalam upaya memberantas wabah DBD
atau Demam Berdarah Dengue. Tidak jauh berbeda dengan gerakan 3M yang lama, hanya
dengan sedikit modifikasi. Dulu gerakan 3M berputar pada ajakan untuk (1) menguras, (2)
menutup, dan (3) mengubur potensi sarang nyamuk Aedes Sp., yang merupakan penyebar
virus dengue penyebab demam berdarah.

Cara pertama dan kedua, yaitu menguras penampungan air dan membersihkannya
secara berkala; kemudian menutup bak-bak penampungan air sehingga nyamuk tidak

15
masuk ke sana untuk bertelur masih relevan dan digunakan. Karena di musimnya, jika
seminggu saja sebuah bak mandi tidak dibersihkan, bisa sudah penuh dengan nyamuk
jentik nyamuk; bagi yang tinggal di daerah endemis sudah tentu mengerti maksud saya.
Sehingga pembersihan berkala adalah kewajiban.

Cara ketiga yang mengalami sedikit modifikasi. Ketika menanam bahan-bahan yang
tidak mudah terurai seperti sampah plastik, walau di satu sisi mengurangi kemungkinan
sarang nyamuk muncul karena genangan air hujan, namun di sisi lain memunculkan
kekhawatiran bahwa ini akan membuat pencemaran lingkungan menjadi lebih buruk. Anda
pasti bisa menduga ketika kaleng, plastik, keramik dan banyak lainnya masuk ke dalam
tanah namun tidak bisa membusuk, alhasil menjadi masalah sendiri bagi lingkungan di situ.

Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan
seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3) Menggunakan kelambu
saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk; 5) Menanam tanaman pengusir
nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah; 7)Menghindari kebiasaan
menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-
lain. PSN perlu ditingkatkan terutama pada musim penghujan dan pancaroba, karena
meningkatnya curah hujan dapat meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk
penular DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) terutama pada
saat musim penghujan.

16
BAB 3

METODE

3.1 Metode Pelaksanaan

Penulis memilih bentuk edukasi kesehatan (penyuluhan) sebagai mini


project dengan judul Penyuluhan Pencegahan Demam Berdarah dengan 3M Plus di
Posyandu Flamboyan, Rambipuji Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember yang
dilanjutkan dengan diskusi sehingga efektif dalam menyampaikan maksud penulis
terhadap peserta penyuluhan.

3.2 Sasaran

Sasaran penyuluhan adalah peserta posyandu lansia Koramil, Desa


Rambipuji, Kecamatan Rambipuji, Jember.
` 3.3 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan

Hari / Tanggal : Selasa, 12 April 2016

Tempat : Posyandu Lansia flamboyan, Desa Rambipuji, Kecamatan


Rambipuji, Jember
3.4 Media Yang Digunakan

Menggunakan media visual yaitu lembar balik, disertai penjelasan secara lisan.

17
3.4 Kerangka Konseptual

Posyandu
Kurangnya Pengetahuan Masyaakat mengenai penyakit DBD

Puskesmas
Mengadakan Penyuluhan Mengenal pencegahan, pengobatan DBD seluruh peserta posyandu lansia di wilayah kerja Pusesmas R

Kader
Kader Posyandu dapat menyebarkan informasi yang didapat dari seminar kepada m

Masyarakat
Kesadaran masyarakat mengenai Kebersihan,pencegahan serta pengobatan

18
3.5 KERANGKA OPERASIONAL

Faktor Environment (Lingkungan)


- Lingkungan fisik ( curah hujan,
angin, kelembaban, musim)

- Lingkungan biologis
(Keberadaan
jentik, kontainer, tanaman hias
atau
tumbuhan, indeks jentik

- Lingkungan sosial (kepadatan


penduduk, mobilisasi,sosial
ekonomi penduduk)

Intervensi Kejadian Demam


Faktor Host (Manusia) Berdarah Dengue
- Umur
- Jenis Kelamin
Penyuluhan
(DBD) Menurun
- Perilaku manusia
- Pengatahuan tentang DBD
- Sikap terhadap DBD
- Praktik atau tindakan
pencegahan
Faktor AgenDBD
( Penjamu)
- Nyamuk Aedes Aegepty
19
- Nyamuk Aedes albopictus
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan ini dilaksanakan di rumah kader, dimana peserta merupakan seluruh


lansia posyandu Flamboyan,desa Rambipuji, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember
yang hadir pada saat kegiatan Penyuluhan Pencegahan Demam Berdarah dengan 3M
Plus.

Berdasarkan laporan program pembinaan usia lanjut Puskesmas Rambipuji di


posyandu Flamboyan, jumlah sasaran usia lanjut (usila) di Posyandu Koramil, Puskesmas
Rambipuji, Kelurahan Rambipuji, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember yaitu sasaran
pra lansia usia 45-78 tahun berjumlah 82 orang, 23 orang berjenis kelamin laki-laki dan 59
orang berjenis kelamin perempuan.

Peserta diskusi tampak antusias mengenai materi yang diberikan karena sangat
terkait dengan keseharian mereka dan adanya pengetahuan baru mengenai cara mencegah
terjadinya demam berdarah. Waktu yang diberikan untuk diskusi sangat kurang untuk
menampung pertanyaan peserta seminar sehingga peserta diberi kesempatan bertanya
setelah penyuluhan selesai maupun dalam kegiatan diskusi berikutnya. Pada penyuluhan

20
ini, penulis memberikan pengertian mengenai demam berdarah dengue, penyebab, gejala,
pengobatan dan cara mencegah kejadian demam berdarah dengue. Peserta penyuluhan juga
diberi pengetahuan mengenai program 3M Plus, suatu program pencegahan penularan
demam berdarah.
Pelaksana kegiatan memiliki harapan agar para peserta yang mengikuti diskusi ini
dapat memanfaatkan ilmu yang didapat untuk keselamatan mereka sendiri dan
menyebarkan informasi kepada masyarakat disekitar sehingga dapat tercipta kesadaran
yang tinggi di masyarakat bahwa sebenarnya penyakit demam berdarah dapat dicegah.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Pengetahuan mengenai masalah penyebab, pencegahan dan terapi demam berdarah
penting untuk diketahui oleh masyarakat karena merupakan hal yang cukup
kompleks dan dapat memiliki akibat yang buruk bila tidak ditangani
2. Pencegahan dengan 3M Plus yang dilakukan secara tepat dapat mencegah terjadinya
demam berdarah dengue.
3. Peserta antusias dalam seminar kesehatan ini, dilihat dari banyak peserta yang aktif
bertanya dalam sesi diskusi

5.2 Saran

Evaluasi terhadap keberhasilan penyuluhan yang telah dilakukan dengan kegiatan PSN
sehingga akan diketahui seberapa besar angka bebas jentik

21
DOKUMENTASI

22
23

You might also like