You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan reproduksi dapat didefinisikan sebagai keadaan kesejahteraan
fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem,
fungsi-fungsi dan proses reproduksi, bukan hanya terbebas dari suatu penyakit
ataupun kecacatan. Pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan hal yang
penting dan sebaiknya dilakukan sejak dini yaitu pada usia remaja.
Masa remaja adalah masa transisi antara kanak-kanak dengan dewasa yang
relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial. Pada masa ini,
remaja mulai memasuki tahap kematangan biologis disertai adanya dorongan seks
meningkat yang dapat menempatkan remaja pada kondisi yang rawan seperti
kebiasaan berperilaku seksual berisiko tinggi, apabila mereka tidak dibekali
dengan informasi yang benar.
Menurut survei penduduk tahun 2000, di Indonesia, remaja usia 15-19
tahun berjumlah sekitar 22,3 juta, dimana sebagian besar tidak memiliki
pengetahuan mengenai masalah reproduksi yang sehat secara benar dan
bertanggungjawab. Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dessiana pada tahun 2010 terhadap siswa SMA di perkotaan (Kota Bandung) dan
pedesaan (Kabupaten Bandung) yaitu rendahnya tingkat pengetahuan remaja
terhadap kesehatan reproduksi, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat
perbedaan tingkat pengetahuan antara siswa SMA di perkotaan dan pedesaan
mengenai kesehatan reproduksi remaja. Modernisasi, globalisasi, teknologi dan
informasi serta berbagai faktor lain turut mempengaruhi perubahan perilaku
kehidupan remaja yang kemudian berpengaruh pada perilaku kehidupan kesehatan
reproduksi mereka.
Berdasarkan fakta yang didapat dari survey kesehatan reproduksi remaja
Indonesia (SKRRI) tahun 2002-2003, terungkap bahwa remaja usia 15-24 tahun
yang pernah melakukan hubungan seksual untuk remaja perempuan adalah
sebesar 1%, remaja laki-laki adalah sebesar 5%. Begitu pula tentang pengetahuan
penyakit menular ternyata sebesar 65,5% perempuan dan 60% laki-laki tidak
mengetahui gejala penyakit menular seksual. Menurut deskripsi singkat kasus

1
konseling dan medis Divisi Youth Clinic MCR (Bandung) PKBI Jawa Barat
tahun 2005 menunjukkan bahwa hubungan seks pranikah menempati urutan
pertama dari masalah kesehatan reproduksi yaitu sebesar 206 kasus.
Banyaknya permasalahan yang dihadapi remaja, khususnya mengenai
kesehatan reproduksi maka dirasakan perlunya pendekatan secara komprehensif
dan multidisiplin. Orang tua, teman sebaya, sekolah atau lembaga pendidikan,
pemuka agama maupun pemuka masyarakat turut berpengaruh terhadap upaya
peningkatan kesadaran reproduksi remaja. Untuk mewujudkan peningkatan
pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi tersebut dibutuhkan suatu
tindakan nyata. Oleh karena itu, penulis telah melaksanakan kegiatan berupa
penyuluhan dan sesi tanya jawab mengenai kesehatan reproduksi kepada santri
remaja perempuan Pondok Pesantren Mambaul Ulum, Gugut, Rambipuji.

1.2 Rumusan Masalah


Kuatnya norma sosial yang menganggap seksualitas adalah tabu akan
berdampak pada kuatnya penolakan terhadap usulan agar pendidikan seksualitas
terintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan. Sekalipun sejak reformasi
bergulir hal ini telah diupayakan oleh sejumlah pihak seperti organisasi-organisasi
non pemerintah (NGO), dan juga pemerintah sendiri (khususnya Departemen
Pendidikan Nasional), untuk memasukkan seksualitas dalam mata pelajaran
Pendidikan Reproduksi Remaja; namun hal ini belum sepenuhnya mampu
mengatasi problem riil yang dihadapi remaja. Faktanya, masalah terkait
seksualitas dan kesehatan reproduksi masih banyak dihadapi oleh remaja.
Masalah-masalah tersebut antara lain:
Perkosaan
Free Sex
Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)
Aborsi
Pernikahan dan Kehamilan Dini
Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS

Adapun rumusan masalah yang penulis usulkan adalah:


1. Apa yang dimaksud dengan remaja dalam konsep kesehatan masyarakat?
2. Apa saja faktor yang mempengarui kesehatan reproduksi pada remaja?

2
3. Dampak apa yang terjadi pada remaja ketika melakukan hubungan seks
pranikah?
4. Bagaimana solusi yang tepat mengatasi masalah kesehatan reproduksi pada
remaja?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman remaja mengenai kesehatan
reproduksi sehingga remaja mampu menjaga dan mempertahankan kesehatan
reproduksi secara mandiri.
1.3.1 Tujuan Khusus
1. Memberikan informasi mengenai anatomi organ reproduksi pria dan
wanita
2. Memberikan informasi mengenai proses menstruasi
3. Memberikan informasi mengenai tanda-tanda bahaya pada keputihan,
pencegahan serta penanggulangannya.
4. Memberikan informasi mengenai proses kehamilan
5. Memberikan informasi mengenai persiapan pranikah

1.4 Manfaat
Penulis berharap hasil penyuluhan ini dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat khusunya remaja mengenai kesehatan reproduksi sehingga mampu
menghindari penyakit-penyakit pada organ reproduksi yang diakibatkan karena
berhubungan seksual yang tidak sehat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 DEFINISI
Remaja
Definisi mengenai remaja ternyata mempunyai beberapa versi sesuai
dengan karakteristik biologis ataupun sesuai dengan kebutuhan penggolongannya.
Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai masaperalihan dari masa kanak-
kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (badan PBB untuk
kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja
seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi
remaja. Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung
pada orang tua (tidak mandiri), maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja.
Masa remaja merupakan peralihan masa kanak-kanak menjadi dewasa
yang melibatkan perubahan berbagai aspek seperti biologis, psikologis, dan
sosial-budaya. WHO mendefinisikan remaja sebagai perkembangan dari saat
timbulnya tanda seks sekunder hingga tercapainya maturasi seksual dan
reproduksi, suatu proses pencapaian mental dan identitas dewasa, serta peralihan
dari ketergantungan sosioekonomi menjadi mandiri. Secara biologis, saat seorang
anak mengalami pubertas dianggap sebagai indikator awal masa remaja. Namun
karena tidak adanya petanda biologis yang berarti untuk menandai berakhirnya
masa remaja, maka faktor-faktor sosial, seperti pernikahan, biasanya digunakan
sebagai petanda untuk memasuki masa dewasa.
Rentang usia remaja bervariasi bergantung pada budaya dan tujuan
penggunaannya. Di Indonesia berbagai studi pada kesehatan reproduksi remaja
mendefinisikan remaja sebagai orang muda berusia 15-24 tahun. Sedangkan
menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) remaja
berusia 10-24 tahun. Sementara Departemen Kesehatan dalam program kerjanya
menjelaskan bahwa remaja adalah usia 10-19 tahun. Di dalam kehidupan sehari-
hari masyarakat menganggap remaja adalah mereka yang belum menikah dan
berusia antara 13-16 tahun, atau mereka yang bersekolah di sekolah menengah
pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).
Reproduksi
Secara sederhana reproduksi berasal dari kata re = kembali dan produksi =

4
membuat atau menghasilkan, jadi reproduksi mempunyai arti suatu proses
kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup.
Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial
yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem
reproduksi (Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, 1994).
Sedangkan menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan fisik,
mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan
dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta
prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan
seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara
sehat dan aman.
Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut
sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat
disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun
juga sehat secara mental serta sosial kultural.
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi
yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada
disekitarnya. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap
dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.

2.2 ANATOMI DAN FUNGSI ORGAN REPRODUKSI WANITA


Organ reproduksi wanita terbagi menjadi organ reproduksi bagian luar dan
organ reproduksi bagian dalam.
Organ reproduksi bagian luar:
a. Vulva, yaitu daerah organ kelamin luar pada wanita yang meliputi
labia majora, labia minora, mons pubis, bulbus vestibuli, vestibulum
vaginae, glandula vestibularis major dan minor, serta orificium
vaginae.
b. Labia majora, yaitu berupa dua buah lipatan bulat jaringan lemak
yang ditutupi kulit dan memanjang ke bawah dan ke belakang dari
mons pubis.

5
c. Mons pubis, yaitu bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan
anterior simfisis pubis. Setelah pubertas, kulit mons pubis akan
ditutupi oleh rambut ikal yang membentuk pola tertentu. Payudara /
kelenjar mamae yaitu organ yang berguna untuk menyusui.
Organ reproduksi bagian dalam:
a. Labia minora, yaitu merupakan labia sebelah dalam dari labia majora,
dan berakhir dengan klitoris, ini identik dengan penis sewaktu masa
perkembangan janin yang kemudian mengalami atrofi. Di bagian
tengah klitoris terdapat lubang uretra untuk keluarnya air kemih saja.
b. Hymen, yaitu merupakan selaput tipis yang bervariasi elastisitasnya
berlubang teratur di tengah, sebagai pemisah dunia luar dengan organ
dalam. Hymen akan sobek dan hilang setelah wanita berhubungan
seksual (coitus) atau setelah melahirkan.
c. Vagina, yaitu berupa tabung bulat memanjang terdiri dari otot-otot
melingkar yang di kanankirinya terdapat kelenjar (Bartolini)
menghasilkan cairan sebagai pelumas waktu melakukan aktifitas
seksual.
d. Uterus (rahim), yaitu organ yang berbentuk seperti buah peer, bagian
bawahnya mengecil dan berakhir sebagai leher rahim/cerviks uteri.
Uterus terdiri dari lapisan otot tebal sebagai tempat pembuahan,
berkembangnya janin. Pada dinding sebelah dalam uterus selalu
mengelupas setelah menstruasi.
e. Tuba uterina (fallopi), yaitu saluran di sebelah kiri dan kanan uterus,
sebagai tempat melintasnya sel telur/ovum.
f. Ovarium, yaitu merupakan organ penghasil sel telur dan
menghasilkan hormon esterogen dan progesteron. Organ ini
berjumlah 2 buah.

Fungsi organ:
Organ-organ reproduksi tersebut mulai berfungsi saat menstruasi pertama
kali pada usia 10-14 tahun dan sangat bervariasi. Pada saat itu, kelenjar hipofisa
mulai berpengaruh kemudian ovarium mulai bekerja menghasilkan hormon
esterogen dan progesteron. Hormon ini akan mempengaruhi uterus pada dinding
sebelah dalam dan terjadilah menstruasi. Setiap bulan pada masa subur, terjadi

6
ovulasi dengan dihasilkannya sel telur / ovum untuk dilepaskan menuju uterus
lewat tuba uterina. Produksi hormon ini hanya berlangsung hingga masa
menopause, kemudian tidak berproduksi lagi. Kelenjar payudara juga dipengaruhi
oleh hormon ini sehingga payudara akan membesar.

1.3 PERKEMBANGAN MASA REMAJA


Perubahan-perubahan yang terjadi pada saat seorang anak memasuki usia
remaja antara lain dapat dilihat dari 3 dimensi yaitu dimensi biologis, dimensi
kognitif dan dimensi sosial.
1. Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri atau pun mimpi basah pada remaja putra,
secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan
seorang anak memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada saat memasuki
masa pubertas, anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda
bahwa sistem reproduksinya sudah aktif.
Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang,
panggul mulai membesar, timbul jerawat dan tumbuh rambut pada daerah
kemaluan. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, tumbuhnya
kumis, jakun, alat kelamin menjadi lebih besar, otot-otot membesar, timbul
jerawat dan perubahan fisik lainnya. Bentuk fisik mereka akan berubah secara
cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
Perubahan fisik pada remaja perempuan :
Mulai menstruasi.
Payudara dan panggul membesar.
Indung telur membesar.
Kulit dan rambut berminyak dan tumbuh jerawat.
Vagina mengeluarkan cairan.
Mulai tumbuh bulu di ketiak dan sekitar vagina.
Tubuh bertambah tinggi (Lengan dan Tungkai kaki bertambah
panjang)
Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga tidak
terlihat seperti anak kecil lagi.
Kaki dan tangan bertambah besar
Keringat bertambah banyak

7
Indung telur mulai membesar dan berfungsi sebagai organ reproduksi
2. Dimensi Kognitif
Perkembangan kognitif, remaja dalam pandangan Jean Piaget (2007)
(seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi
dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada
periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir
para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat
membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat
atau hasilnya.
Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga
mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi
menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu
serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu
mengintegrasikan pengalaman lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi
konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan.
3. Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya
mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar
bagi pembentukan nilai diri mereka. Para remaja mulai membuat penilaian
tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan
lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dan
sebagainya. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana,
dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai
mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih
banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan
pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini
diajarkan dan ditanamkan kepadanya.
Perubahan psikis terjadi pada remaja perempuan maupun remaja laki-laki,
mengalami perubahan emosi, pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan dan
tanggung jawab, yaitu :
a. Remaja lebih senang berkumpul diluar rumah dengan kelompoknya.
b. Remaja lebih sering membantah atau melanggar aturan orang tua.

8
c. Remaja ingin menonjolkan diri atau bahkan menutup diri.
d. Remaja kurang mempertimbangkan maupun menjadi sangat tergantung
pada kelompoknya.
Hal tersebut diatas menyebabkan remaja menjadi lebih mudah terpengaruh
oleh hal-hal yang negatif dari lingkungan barunya.

1.4 MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA


Masalah kesehatan reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat
perhatian yang cukup. Ada beberapa kemungkinan mengapa hal itu terjadi:
1. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa masalah kesehatan
reproduksi, seperti juga masalah kesehatan lainnya, semata-mata
menjadi urusan kalangan medis, sementara pemahaman terhadap
kesehatan reproduksi (apalagi kesehatan reproduksi remaja) di
kalangan medis sendiri juga masih minimal. Meskipun sejak
konperensi Kairo definisi mengenai kesehatan reproduksi sudah
semakin jelas, diseminasi pengertian tersebut di kalangan medis dan
mahasiswa kedokteran agaknya belum memadai.
2. Banyak kalangan yang beranggapan bahwa masalah kesehatan
reproduksi hanyalah masalah kesehatan sebatas sekitar poses
kehamilan dan melahirkan, sehingga dianggap bukan masalah kaum
remaja. Apalagi jika pengertian remaja adalah sebatas mereka yang
belum menikah. Di sini sering terjadi ketidak konsistensian di antara
para pakar sendiri karena di satu sisi mereka menggunakan istilah
remaja dengan batasan usia, tetapi di sisi lain dalam pembicaraan
selanjutnya mereka hanya membatasi pada mereka yang belum
menikah.
3. Banyak yang masih mentabukan untuk membahas masalah kesehatan
reproduksi remaja karena membahas masalah tersebut juga akan juga
berarti membahas masalah hubungan seks dan pendidikan seks.
Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
kebersihan alat-alat genital, akses terhadap pendidikan kesehatan, hubungan
seksual pranikah, penyakit menular seksual (PMS), pengaruh media massa, akses
terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang terjangkau, dan hubungan yang
harmonis antara remaja dengan keluarganya.

9
1. Kebersihan organ-organ genital
Kesehatan reproduksi remaja ditentukan dengan bagaimana remaja
tersebut dalam merawat dan menjaga kebersihan alat-alat genitalnya. Bila alat
reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu
memudahkan pertumbuhan jamur. Remaja perempuan lebih mudah terkena
infeksi genital bila tidak menjaga kebersihan alat-alat genitalnya karena organ
vagina yang letaknya dekat dengan anus
2. Akses terhadap pendidikan kesehatan
Remaja perlu mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan
reproduksi sehingga remaja mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan dan
hal-hal yang seharusnya dihindari. Remaja mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi dan informasi tersebut harus
berasal dari sumber yang terpercaya. Agar remaja mendapatkan informasi yang
tepat, kesehatan reproduksi remaja hendaknya diajarkan di sekolah dan di dalam
lingkungan keluarga. Hal-hal yang diajarkan di dalam kurikulum pendidikan
kesehatan reproduksi remaja mencakup tentang tumbuh kembang remaja, organ-
organ reproduksi, perilaku berisiko, Penyakit Menular Seksual (PMS), dan
abstinesia sebagai upaya pencegahan kehamilan, Dengan mengetahui tentang
kesehatan reproduksi remaja secara benar, kita dapat menghindari dilakukannya
hal-hal negatif oleh remaja. Pendidikan tentang kesehatan reproduksi remaja
tersebut berguna untuk kesehatan remaja tersebut, khususnya untuk mencegah
dilakukannya perilaku seks pranikah, penularan penyakit menular seksual, aborsi,
kanker mulut rahim, kehamilan diluar nikah, gradasi moral bangsa, dan masa
depan yang suram dari remaja tersebut.
3. Hubungan seksual pranikah
Kehamilan dan persalinan membawa risiko morbiditas dan mortalitas yang
lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang berusia lebih dari 20
tahun. Remaja putri yang berusia kurang dari 18 tahun mempunyai 2 sampai 5
kali risiko kematian dibandingkan dengan wanita yang berusia 18-25 tahun akibat
persalinan yang lama dan macet, perdarahan, dan faktor lain. Kegawatdaruratan
yang berhubungan dengan kehamilan juga sering terjadi pada remaja yang sedang

10
hamil misalnya, hipertensi dan anemia yang berdampak buruk pada kesehatan
tubuhnya secara umum.
Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja seringkali berakhir dengan
aborsi. Banyak survey yang telah dilakukan di negara berkembang menunjukkan
bahwa hampir 60% kehamilan pada wanita berusia di bawah 20 tahun adalah
kehamilan yang tidak diinginkan atau salah waktu (mistimed). Aborsi yang
disengaja seringkali berisiko lebih besar pada remaja putri dibandingkan pada
mereka yang lebih tua. Banyak studi yang telah dilakukan juga menunjukkan
bahwa kematian dan kesakitan sering terjadi akibat komplikasi aborsi yang tidak
aman. Komplikasi dari aborsi yang tidak aman itu antara lain seperti yang
dijelaskan dalam buku Facts of Life yaitu:
a. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
c. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
d. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
e. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya
f. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada
wanita)
g. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
h. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
i. Kanker hati (Liver Cancer)
j. Kelainan pada placenta/ ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan
cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan
berikutnya
k. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic
Pregnancy)
l. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
m. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Selain itu aborsi juga dapat menyebabkan gangguan mental pada remaja
yaitu adanya rasa bersalah, merasa kehilangan harga diri, gangguan kepribadian

11
seperti berteriak-teriak histeris, mimpi buruk berkali-kali, bahkan dapat
menyebabkan perilaku pencobaan bunuh diri.
4. Penyalahgunaan NAPZA
NAPZA adalah singkatan untuk narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya. Contoh obat-obat NAPZA tersebut yaitu: opioid, alkohol, ekstasi,
ganja, morfin, heroin, kodein, dan lain-lain. Jika zat tersebut masuk ke dalam
tubuh akan mempengaruhi sistem saraf pusat. Pengaruh dari zat tersebut adalah
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, ketergantungan, rasa
nikmat dan nyaman yang luar biasa dan pengaruh-pengaruh lain. Penggunaan
NAPZA ini berisiko terhadap kesehatan reproduksi karena penggunaan NAPZA
akan berpengaruh terhadap meningkatnya perilaku seks bebas. Pengguna NAPZA
jarum suntik juga meningkatkan risiko terjadinya HIV/AIDS, sebab virus HIV
dapat menular melalui jarum suntik yang dipakai secara bergantian.
5. Pengaruh media massa
Media massa baik cetak maupun elektronik mempunyai peranan yang
cukup berarti untuk memberikan informasi tentang menjaga kesehatan khususnya
kesehatan reproduksi remaja. Dengan adanya artikel-artikel yang dibuat dalam
media massa, remaja akan mengetahui hal-hal yang harus dilakukan dan dihindari
untuk menjaga kesehatan reproduksinya.
6. Akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi
Pelayanan kesehatan juga berperan dalam memberikan tindakan preventif
dan tindakan kuratif. Pelayanan kesehatan dapat dilakukan di puskesmas, rumah
sakit, klinik, posyandu, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan. Dengan
akses yang mudah terhadap pelayanan kesehatan, remaja dapat melakukan
konsultasi tentang kesehatannya khususnya kesehatan reproduksinya dan
mengetahui informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi. Remaja juga
dapat melakukan tindakan pengobatan apabila remaja sudah terlanjur
mendapatkan masalah-masalah yang berhubungan dengan organ reproduksinya
seperti penyakit menular seksual.
7. Hubungan harmonis dengan keluarga
Kedekatan dengan kedua orangtua merupakan hal yang berpengaruh
dengan perilaku remaja. Remaja dapat berbagi dengan kedua orangtuanya tentang

12
masalah keremajaan yang dialaminya. Keluarga merupakan tempat pendidikan
yang paling dini bagi seorang anak sebelum ia mendapatkan pendidikan di tempat
lain. Remaja juga dapat memperoleh informasi yang benar dari kedua orangtua
mereka tentang perilaku yang benar dan moral yang baik dalam menjalani
kehidupan. Di dalam keluarga juga, remaja dapat mengetahui hal-hal yang perlu
dilakukan dan yang harus dihindari. Orang tua juga dapat memberikan informasi
awal tentang menjaga kesehatan reproduksi bagi seorang remaja.
8. Penyakit Menular Seksual
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual. Cara penularannya tidak hanya terbatas secara genital-
genital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital, atau ano-genital. Sehingga
kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak hanya terbatas pada daerah
genital saja, tetapi juga pada daerah-daerah ekstra genital. Penyakit menular
seksual juga dapat terjadi dengan cara lain yaitu kontak langsung dengan alat-alat
seperti handuk, pakaian, termometer dan lain-lain. Selain itu penyakit menular
seksual dapat juga ditularkan oleh ibu kepada bayinya ketika di dalam kandungan.
Penyakit menular seksual yang umum terjadi di Indonesia antara lain:
gonore, vaginosis bakterial, herpes simpleks, trikomoniasis, sifilis,
limfogranuloma venerium, ulkus mole, granuloma inguinale, dan Acquired
immune deficiency syndrom (AIDS).

2.5. KEBUTUHAN RIIL REMAJA


Kebutuhan riil remaja terkait hak mendapatkan informasi akurat
tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi ini kadang juga dibedakan
berdasarkan variasi kelompok. Misalnya, kebutuhan remaja desa berbeda dengan
remaja kota. Kerentanan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) antara remaja
jalanan (anak jalanan) dan remaja sekolah juga berbeda. Remaja yang bekerja
sebagai buruh pabrik juga mempunyai karakteristik dan masalah- masalah yang
berbeda dengan remaja yang bekerja di sektor informal, dan sebagainya.
Sehingga pemenuhan kebutuhan ini butuh disesuaikan dengan konteks sosial dan
budaya yang dihadapi masing-masing remaja. Namun demikian, secara umum

13
kebutuhan riil menyangkut hak dasar remaja akan informasi terkait seksualitas
dan kesehatan reproduksi itu, antara lain sebagai berikut :
Penyediaan layanan yang ramah dan mudah diakses bagi remaja, tanpa
memandang usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan situasi keuangan
mereka.
Adanya dukungan terpenuhinya hak setiap remaja untuk menikmati seks
dan ekspresi seksualitas mereka dalam cara-cara yang mereka pilih
sendiri.Penyediaan informasi dan pemberian hak mendapatkan
pendidikan mengenai reproduksi dan seksualitas. Informasi dan
pendidikan yang diberikan ini harus mendorong terjadinya independensi
dan keyakinan diri remaja, dan memberikan pengetahuan agar mereka
bisa membuat keputusan sendiri terkait reproduksi dan seksual mereka.
Adanya jaminan kerahasiaan dalam relasi sosial dan seluruh aspek
dari seksualitas mereka.
Penyediaan informasi yang bisa diakses sesuai dengan perkembangan
remaja.
Setiap remaja yang aktif secara seksual atau tidak; dan yang
memiliki keragaman orientasi seksual bisa mendapatkan informasi
agar mereka merasa nyaman dengan tubuh dan seksualitas mereka
sendiri.
Setiap remaja mendapatkan persiapan untuk memiliki ketrampilan
melakukan negosiasi dalam relasi sosialnya, termasuk dalam masa pacaran
dan dalam melakukan tindakan seks yang lebih aman (bagi yang seksual
aktif).

2.6 HAK REMAJA TERKAIT KESEHATAN REPRODUKSI


Selain kebutuhan-kebutuhan tersebut, remaja juga memiliki hak-hak
mendasar terkait kesehatan reproduksinya. Hak-hak itu juga harus terpenuhi
sebagai kebutuhan dasar mereka. Hak-hak itu adalah :
Hak hidup. Ini adalah hak dasar setiap individu tidak terkecuali remaja,
untuk terbebas dari resiko kematian karena kehamilan, khususnya bagi
remaja perempuan.
Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan. Termasuk dalam hal ini
adalah perlindungan privasi, martabat, kenyamanan, dan kesinambungan.

14
Hak atas kerahasiaan pribadi. Artinya, pelayanan kesehatan reproduksi
bagi remaja dan setiap individu harus menjaga kerahasiaan atas pilihan-
pilihan mereka.
Hak atas informasi dan pendidikan. Ini termasuk jaminan kesehatan dan
kesejahteraan perorangan maupun keluarga dengan adanya informasi dan
pendidikan kesehatan reproduksi yang memadai tersebut.
Hak atas kebebasan berpikir. Ini termasuk hak kebebasan berpendapat,
terbebas dari penafsiran ajaran yang sempit, kepercayaan, tradisi,
mitos-mitos, dan filosofi yang dapat membatasi kebebasan berpikir
tentang pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual.
Hak berkumpul dan berpartisipasi dalam politik. Hal ini termasuk
mendesak pemerintah dan parlemen agar menempatkan masalah kesehatan
reproduksi menjadi prioritas kebijakan negara.
Hak terbebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk. Hal ini terutama
bagi anak-anak dan remaja untuk mendapatkan perlindungan dari
eksploitasi, pelecehan, perkosaan, penyiksaan, dan kekerasan seksual.
Hak mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan terbaru. Yaitu hak
mendapatkan pelayan kesehatan reproduksi yang terbaru, aman, dan dapat
diterima.
Hak memutuskan kapan punya anak, dan punya anak atau tidak.
Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi. Ini
berarti setiap individu dan juga remaja berhak bebas dari segala bentuk
diskriminasi termasuk kehidupan keluarga, reproduksi, dan seksual.Hak
untuk memilih bentuk keluarga. Artinya, mereka berhak merencanakan,
membangun, dan memilih bentuk keluarga (hak untuk menikah atau tidak
menikah).
Hak atas kebebasan dan keamanan. Remaja berhak mengatur kehidupan
seksual dan reproduksinya, sehingga tidak seorang pun dapat
memaksanya untuk hamil, aborsi, ber-KB dan sterilisasi.

15
BAB III
METODE

3.1 Sasaran
Sasaran pada penyuluhan ini adalah remaja wanita pada Pondok Pesantren
Mambaul Ulum, Gugut, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember.

3.2 Metode Pelaksanaan


Penulis memilih bentuk penyuluhan kesehatan sebagai mini project dengan
judul Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Santri Remaja
Wanita Di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Rambipuji yang dilanjutkan
dengan diskusi sehingga efektif dalam menyampaikan maksud penulis terhadap
peserta penyuluhan.
1. Tanggal : 18 November 2015
2. Waktu : 09.00-12.00 WIB
3. Tempat : Pondok Pesantren Mambaul Ulum, Gugut
4. Peserta : Santri Reamaja Wanita

16
3.3 Kerangka Konseptual

17
3.4 Kerangka Operasional

18
3.5 Hasil dokumentasi dan Pelaksanaan

19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Remaja berhasil dilaksanakan


tanpa kendala berarti dan mencapai tujuan yang diinginkan yakni memberikan
informasi kepada remaja mengenai kesehatan reproduksi yaitu pengenalan alat
reproduksi wanita, penjelasan perkembangan masa remaja, penjelasan masalah
kesehatan reproduksi remaja, kebutuhan rill remaja dan hak remaja terkait
kesehatan reproduksi.

Indikator Keberhasilan
Peserta yang hadir > 80% yaitu sebanyak
Acara yang diselenggarakan berlangsung tepat waktu yaitu pukul 09.00
dan selesai pukul 12.00
Antusias peserta cukup baik, dapat dilihat dari jumlah pertanyaan pada
saat diskusi grup yang diajukan >3 pertanyaan.

20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompok remaja
adalah sekitar 22%yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja
perempuan. Masa remaja, yakni usia antara usia 11 20 tahun adalah suatu
periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa
peralihan. Memasuki masa remaja yang ditandai dengan perubahan fisik primer
maupun sekunder, maka remaja akan dihadapkan pada keadaan yang
memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima perubahan-perubahan yang
terjadi. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh sangat
berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja. Keterbatasan akses dan informasi
yang kurang tepat mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi remaja di
Indonesia dapat berdampak negatif dalam kehidupannya, misalnya banyaknya
kasus free seks, KTD, aborsi remaja, dan lain- lain. Bila remaja dibekali
pengetahuan kesehatan reproduksi yang komprehensif, maka remaja dapat
lebih bertanggung jawab dalam berbuat dan mengambil keputusan
sehubungan dengan kesehatan reproduksinya. Peran keluarga, sekolah,
lingkungan maupun dinas terkait sangat penting agar tercipta generasi remaja
yang berkualitas.

5.2 SARAN
Ruang lingkup masalah kesehatan reproduksi perempuan dan laki-
laki menggunakan pendekatan siklus kehidupan. Berdasarkan masalah
yang terjadi pada setiap fase kehidupan, maka upaya-upaya penanganan
masalah kesehatan reproduksi remaja sebagai berikut :
1. Gizi seimbang.
2. Informasi tentang kesehatan reproduksi.
3. Pencegahan kekerasan, termasuk seksual.
4. Pencegahan terhadap ketergantungan NAPZA.
5. Pernikahan pada usia wajar.
6. Pendidikan dan peningkatan ketrampilan.

21
7. Peningkatan penghargaan diri.
8. Peningkatan pertahanan terhadap godaan dan ancaman.

22
DAFTAR PUSTAKA

Atun, dkk. 2004. IMS atau Penyakit Kelamin, dalam Kesehatan Reproduksi
Remaja, Kerjasama Jaringan Khusus Kesehatan untuk Anak Jalanan Perempuan
di Yogyakarta, bersama PKBI-DIY. Yogyakarta.

Caesarina Ancah. 2009. Kespro Remaja, disampaikan pada Seminar Nasional


Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi Remaja di PP. Nuris. Juni 2009. Jember-
Jawa Timur.

Eriyani Linda Dwi. Kesehatan Reproduksi Remaja: Menyoal Solusi. 2006,


disampaikan pada Seminar Nasional Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi
Remaja di PP. Nuris, Juni 2009. Jember-Jawa Timur.

Habsjah, dkk. 1995. Peranan Ayah vis-a-vis Ibu dan Pranata Sosial Lainnya
dalam Pendidikan Seks Remaja. The Population Council and The Atma Jaya
Research Centre, Jakarta.

Khisbiyah, dkk. 1996. Kehamilan tak Dikehendaki di Kalangan Remaja, Pusat


Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Mukhatib MD. 2009. Problem Kesehatan Reproduksi Remaja: Tawaran Solusi,


disampaikan pada Seminar Nasional Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi
Remaja di PP. Nuris, Juni 2009. Jember-Jawa Timur.

Pinem, Saroha. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Trans Info Media,
Jakarta. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Sagung Seto.Jakarta.

Tim Mitra Inti. 2009. Mitos Seputar Masalah Seksualitas dan Kesehatan
Reproduksi, Yayasan Mitra Inti. Jakarta.

Utomo Iwu Dwisetyani. 2009. Panduan Materi Dasar untuk Guru, dapat
Menjadi Dasar untuk Dikembangkan dan Disesuaikan dengan Keadaan dan
Kondisi Kebudayaan Lokal. Australian Demographic and Social Research
Institute, Australian National University, Konsultan Kesehatan Reproduksi
Remaja UNFPA. Jakarta.

Widyastuti, Yani dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta.

Widaninggar. 2004. Pedoman Pelatihan dan Modul Pendidikan Kecakapan


Hidup (Life Skills Education) untuk Pencegahan HIV dan AIDS. Pusat
Pengembangan Kualitas Jasmani Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

23

You might also like