You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai penyakit saat ini yang menjadi masalah dunia terutama karena
menyerang anak-anak dan bias menyebabkan kematian adalah diare. Diare adalah
buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah
padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24
jam. Dengan kata lain diare yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari.
Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Penyakit diare
yang kebanyakan dianggap sepele oleh orang ternyata berujung pada kematian
apabola tidak mendapatkan penanganan dengan cepat dan tepat. Diare yang sering
kita ketahui kemungkinan hanya diare biasa tetapi ada juga diare yang disebut diare
akut. Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang
dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi, dan penyebab diare yang
terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan
parasit.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di
negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam
waktu yang singkat. Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang
datang kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,
Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak
adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V.
Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan
Salmonella paratyphi A.

1
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian diare?
2) Bagaimana mekanisme terjadinya diare?
3) Apa saja faktor penyebab diare?
4) Bagaimana cara pencegahan penyakit diare?
1.3 Tujuan
1) Untuk Mengetahui pengertian diare.
2) Untuk mengetahui mekanisme terjadinya diare.
3) Untuk mengetahui beberapa faktor penyebab diare.
4) Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit diare.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Diare

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak


atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.
Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja
>10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10
g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010). Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air
besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat),
kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24
jam. Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit
yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada
umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200
g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator
untuk volume tinja.
Menurut Guarrant LR, Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria
frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Definisi lain diare atau mencret adalah
buang air besar yang lebih sering (lebih dari 3 kali sehari) dan tinja yang dikeluarkan
lebih lunak dari biasanya (dianggap tidak normal oleh ibu).
2.2 Mekanisme Terjadinya Diare
Menurut Suraatmaja, 2007. Berdasarkan mekanisme patofisiologik diare terbagi
atas dua yaitu:

a) Diare sekresi (secretory diarrhea)

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,
menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare

3
dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun
dilakukan puasa makan/minum (Simadibrata, 2006).

b) Diare osmotic (osmotic diarrhea)

Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus
halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (antara lain MgSO 4,
Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal pada
defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006).

Teori lain mengatakan bahwa mekanisme terjadinya diare yang akut maupun
yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan
gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap
meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga
terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau
akibat garam magnesium. Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit
baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi
akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam
empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon
intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat
menyebabkan diare sekretorik. Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan
kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat
terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive
enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain
adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi
lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau
diabetes melitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling
tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi
di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang
menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan
atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat

4
kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa
kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri
dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus. Mekanisme tersebut terdiri dari :
a. Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer
fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel.
Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen
(CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli
(ETEC). Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli
(EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan
perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah
membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi
EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga
adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang
berbeda dari ETEC atau EHEC.
b. Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus.
Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya.
Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel
epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien,
interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga
yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik
seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif
misalnya Salmonella.
c. Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh
Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin
adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan

5
kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V.
Parahemolyticus.
d. Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang
secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera
terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas
adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi
absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3
pada sel kripta mukosa usus. ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang
mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan
meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein
membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.
2.3 Penyebab Terjadinya Diare
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,
etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab :
1) Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas, dll.
2) Virus berupa Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
3) Parasit berupa Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium
coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis
4) Non infeksi yang terdiri dari malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan
motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.
a. Infeksi non-invasif.
1) Stafilococcus aureus
Keracunan makanan karena stafilococcus disebabkan asupan makanan yang
mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara
pengawetannya karena enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas. Gejala terjadi
dalam waktu 1 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien
mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak

6
68 %. Demam sangat jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah
putih tidak terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari
24 jam.
2) Bacillus cereus
B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk spora.
Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala
muntah lebih dominan. Gejala dapat ditemukan pada 1 6 jam setelah asupan
makanan terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.
Gejala akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10
jam. Gejala diare terjadi pada 8 16 jam setelah asupan makanan terkontaminasi
dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi.
3) Clostridium perfringens
C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk spora.
Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan
biasanya sembuh sendiri. Gejala berlangsung setelah 8 24 jam setelah asupan
produk-produk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium,
kemudian diikuti dengan mual, dan muntah. Demam jarang terjadi. Gejala ini akan
berakhir dalam waktu 24 jam.
4) Vibrio cholerae
V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan
menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah
3 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi
transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan
menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan air yang
terkontaminasi.
5) Escherichia coli patogen
E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme
patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu :
Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterophatogenic E. coli (EPEC), Enteroadherent E.

7
coli (EAEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) dan Enteroinvasive E. Coli (EIHEC).
Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan yang
terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi, dimana
pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini
rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat
jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang terjadi.
ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak ada gejala
sisa.
b. Infeksi Invasif
1) Shigella
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air.
Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons
inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri. Secara klasik,
Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah, dan
feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa
darah, kemudian feses berdarah setelah 3 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata
pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 4
minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis
dapat terjadi.
2) Salmonella nontyphoid
Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di Amerika
Serikat. Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan penyebab.
Awal penyakit dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan mual,
muntah, dan kejang abdomen. Occult blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung
biasanya kurang dari 7 hari. Kultur darah positip pada 5 10 % pasien kasus dan
sering ditemukan pada pasien terinfeksi HIV.
3) Salmonella typhi
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid.
Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium,

8
nyeri abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu
penyakit sistemik dan memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus
gastrointestinal. Sumber organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.
Setelah bakterimia, organisma ini bersarang pada sistem retikuloendotelial,
menyebabkan hiperplasia, pada lymph nodes dan Peyer pacthes di dalam usus halus.
Pembesaran yang progresif dan ulserasi dapat menyebabkan perforasi usus halus atau
perdarahan gastrointestinal.
4) Campylobakter
Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus,
sering ditemukan pada pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin
dan invasi pada mukosa. Manifestasi klinis infeksi Campylobakter sangat bervariasi,
dari asimtomatis sampai sindroma disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah
organisme masuk. Diare dan demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan
feses berdarah hingga 50-70%. Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam,
mual, muntah dan malaise. Masa berlangsungnya penyakit ini 7 hari.
5) Vibrio non-kolera
Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya
gastroenteritis. V parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah
dihubungkan dengan konsumsi kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir
kurang 5 hari. Diagnosa ditegakkan dengan membuat kultur feses yang memerlukan
media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit dan cairan. Antibiotik tidak
memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun pasien dengan diare parah atau
diare lama, direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.
6) Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)
EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi
akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah
asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan penyebab utama
diare infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat dihubungkan dengan perkembangan
Hemolytic Uremic Syndrom (HUS). Centers for Disease Control (CDC) telah

9
meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai penyebab diare berdarah akut atau
HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan toksin shiga, yang menyebabkan
kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan kerusakan ginjal.
7) Aeromonas
Spesies Aeromonas adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Aeromonas
menghasilkan beberapa toksin, termasuk hemosilin, enterotoksin, dan sitotoksin.
Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses berdarah.
Penyakit sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan kotoran.
Antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan diare panjang atau kondisi yang
berhubungan dengan peningkatan resiko septikemia, termasuk malignansi, penyakit
hepatobiliar, atau pasien immunocompromised. Pilihan antibiotik adalah trimetroprim
sulfametoksazole.
8) Plesiomonas
Plesiomanas shigelloides adalah gram negatif, anaerobik fakultatif.
Kebanyakan kasus berhubungan dengan asupan kerang mentah atau air tanpa olah
dan perjalanan ke daerah tropik, Gejala paling sering adalah nyeri abdomen, demam,
muntah dan diare berdarah. Penyakit sembuh sendiri kurang dari 14 hari. Diagnosa
ditegakkan dari kultur feses. Antibiotik dapat memperpendek lamanya diare. Pilihan
antibiotik adalah tritoprim sulfametoksazole.
2.4 Cara Pencegahan Penyakit Diare
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci
tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran
manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga
dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini
harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk
membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan
diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan
yang diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum

10
dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak
menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang
bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau
hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan
sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang
dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan
dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel
terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia
adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu
efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih
efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama
hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru
juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek
samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1
kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua
vaksin lainnya.
a. Obat anti diare
1) Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam millennium ini adalah mulai tersedianya secara luas
racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase
sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan
menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat
dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama hidrasec
sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih
aman pada anak.

11
2) Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3x
sehari, loperamid 2 4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan
sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare. Bila
diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi
frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom
disentri obat ini tidak dianjurkan.
3) Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau
toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung
dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
4) Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya
(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan
cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi
tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10
cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
5) Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna
akanmemiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor
saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare
harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

BAB III

12
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Diare
merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara
maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena
infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian
dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan
simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai
dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan
mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang baik merupakan
pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan penulis sangat
mengharapkan setelah membaca makalah ini para pembaca dapat memahami tentang
Penyakit Diare, serta dapat mengkaji lebih dalam lagi materi ini dengan mencari
sumber-sumber yang ada.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM,


Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.

Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia.


Available from: http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf

Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akibat infeksi (Infectious Diarrhoea). Dalam:


Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi
Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik
Infeksi. Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 40.

14

You might also like