You are on page 1of 72

DAFTAR ISI

Hal.
DELINEASI WILAYAH 2

ISU DAN PERMASALAHAN 6

KEUNGGULAN WILAYAH 19

KONSEP AWAL PENGEMBANGAN 22

KETERANGAN COVER:
Tari Topeng Cirebon - http://indonesia-heritage.net
Keraton di Cirebon - http://sudutnusantara.com
Paksi Naga Liman - http://www.yptravel.com/wisata/kraton-kanoman
Tari Buyung Kab. Kuningan - http://diditds.wordpress.com/

1
DELINEASI WILAYAH
Cirebon Raya merupakan salah satu Wilayah Metropolitan yang sedang dan akan
terus berkembang di Provinsi Jawa Barat. Seperti Bodebek Karpur dan Bandung
Raya, Wilayah Metropolitan ini memiliki ciri aglomerasi jumlah penduduk, aktivitas
sosial dan ekonomi, serta persentase lahan terbangun yang lebih tinggi
dibandingkan dengan wilayah lain di sekitarnya.

Berdasarkan data-data empiris, pada tahun 2010, Metropolitan Cirebon Raya


memiliki jumlah penduduk sebesar 1,58 juta jiwa di 29 kecamatan yang terdapat di
tiga Kabupaten/Kota (Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Kuningan)
dengan luas lahan terbangun sekitar 25%.

Berdasarkan proyeksi tahun 2015, 2020, 2025 dan 2040, jumlah penduduk di
Metropolitan Cirebon Raya akan meningkat dengan pesat, begitu pula dengan luas
wilayah urban dan suburbannya. Mulai tahun 2015, ciri metropolitan telah
beraglomerasi hingga ke Kabupaten Majalengka. Pada tahun 2040, Metropolitan
Cirebon Raya diprediksikan akan meluas hingga ke Kabupaten Indramayu.

3 kabupaten/kota
29 kecamatan
1.58 juta penduduk
Luas area 57.369 Ha

Urban
Suburban

GAMBAR 1 WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2010


Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010

2
4 kabupaten/kota
30 kecamatan
2.4 juta penduduk
Luas area 60.425 Ha

Urban
Suburban

GAMBAR 2 WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2015


Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010

4 kabupaten/kota
34 kecamatan
3.9 juta penduduk
Luas area71.775 Ha

Urban
Suburban

GAMBAR 3 WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2020


Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010

3
4 kabupaten/kota
41 kecamatan
6.58 juta penduduk
luas area 98.722 Ha

Urban
Suburban

GAMBAR 4 WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2025


Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010

5 kabupaten/kota
43 kecamatan
Luas area 106.554 Ha

Urban
Suburban

GAMBAR 5 WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2040


Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010

4
Peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi masyarakat mendorong
peningkatan kebutuhan akan berbagai infrastruktur perkotaan, seperti
infrastruktur transportasi, air bersih, persampahan, listrik dan energi,
telekomunikasi, dan infrastruktur pendukung lainnya. Infrastruktur transportasi
strategis seperti jalan tol, jalur kereta api, serta pelabuhan laut dan udara juga
menjadi semakin penting untuk diperhatikan, karena ketersediaannya mampu
memberikan akses penghubung yang lebih baik antara Wilayah Metropolitan
Cirebon Raya dengan wilayah lain di sekitarnya.

Fenomena metropolitan yang terjadi di Wilayah Cirebon Raya memberikan


peluang sekaligus tantangan tersendiri. Fenomena ini memungkinkan Wilayah
Cirebon Raya berperan sebagai penghela pembangunan ekonomi, kesejahteraan,
modernisasi dan keberlanjutan bagi seluruh masyarakat Jawa Barat. Namun pada
saat bersamaan, pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk dan aktivitas sosial
ekonomi masyarakat di wilayah ini juga bisa memunculkan berbagai isu dan
permasalahan, seperti misalnya kemacetan, kurangnya ketersediaan perumahan
bagi masyarakat, pengelolaan persampahan dan air limbah, banjir, kerusakan
lingkungan, kriminalitas dan masalah-masalah lainnya yang segera membutuhkan
solusi pemecahan. Dalam rangka mengatasi isu dan permasalahan tersebut dan
dalam upaya mengoptimalkan potensi dan peluang pengembangan yang dimiliki
oleh Wilayah Metropolitan Cirebon Raya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui
tim WJPMDM menyusun konsep awal pengembangan Wilayah Metropolitan
Cirebon Raya untuk menghela percepatan pembangunan di Wilayah Jawa Barat.

5
ISU DAN PERMASALAHAN
Dalam mengembangkan metropolitan, terdapat beberapa isu dan permasalahan
yang menjadi perhatian. Beberapa isu dan permasalahan yang terdapat di
Metropolitan Cirebon Raya antara lain terkait masalah transportasi, sosial dan
kependudukan, masalah lingkungan, dan juga ketersediaan infrastruktur. Isu dan
permasalahan tersebut sebaiknya menjadi suatu pertimbangan dalam
pengembangan Metropolitan Cirebon Raya sebagai salah satu metropolitan di
Jawa Barat.

A. Transportasi
Isu dan permasalahan transportasi yang muncul antara lain kemacetan lalu lintas
yang kerap kali terjadi di beberapa ruas jalan. Ruas jalan yang sering mengalami
kemacetan yaitu jalan pantura yang menghubungkan Metropolitan Cirebon Raya
dengan wilayah lain di bagian utara dan barat. Kenyamanan dan keamanan berlalu
lintas juga menjadi salah satu perhatian karena beberapa wilayah masih rawan
kecelakaan. Begitu pula dengan sistem transportasi publik dan simpul-simpul
transportasi lainnya yang belum sepenuhnya dapat melayani para pengguna dan
mengakomodir kebutuhan masyarakat sepenuhnya.

6
GAMBAR 6 INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI METROPOLITAN CIREBON RAYA 2010
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010

GAMBAR 7 GUNA LAHAN METROPOLITAN CIREBON RAYA 2010


Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, Data: SP 2010, GIS Bappeda Jabar 2010

7
Penggunaan lahan di Metropolitan Cirebon Raya tahun 2010 yaitu seluas
13.786.478 Ha. Kawasan terbangun ini akan terus bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk di Metropolitan Cirebon Raya. Kawasan
terbangun ini sebagian besar mengikuti infrastruktur jalan yang ada di
Metropolitan Cirebon Raya.

GAMBAR 8 KAWASAN TERBANGUN METROPOLITAN CIREBON RAYA 2010


Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011, GIS Bappeda Jabar 2010

Transportasi berperan sebagai penghubung pusat kegiatan atau pusat aktivitas


penduduk seperti pusat pelayanan pendidikan, permukiman penduduk, pusat
kesehatan, pusat perdagangan, dan pusat-pusat lainnya, termasuk
menghubungkan antara pusat kegiatan internal dengan wilayah yang lebih luas
(lingkup eksternal), yang dapat dicapai dengan adanya ketersediaan bandar udara,
stasiun KA, pelabuhan, terminal, dan jalan tol. Transportasi dikatakan layak apabila
transportasi tersebut dapat menghubungkan pusat-pusat aktivitas tersebut dan
saling terintegrasi satu sama lain.

Rencana transportasi di masa yang akan datang dibuat berdasarkan proyeksi yang
dilakukan terhadap data-data yang ada sesuai dengan kondisi pada masa tersebut.

8
Proyeksi terhadap jumlah penduduk dijadikan acuan dalam membuat rencana
transportasi agar sesuai dengan kebutuhan penduduk di masa yang akan datang.
Hasil proyeksi menunjukkan bahwa pada tahun 2015, 2020, 2025 dan 2040,
Metropolitan Cirebon Raya akan mengalami perkembangan area metropolitan.
Adanya perkembangan wilayah tersebut tentunya akan berimplikasi pada
kebutuhan infrastruktur transportasi di Metropolitan Cirebon. Infrastruktur
transportasi yang ada saat ini belum sepenuhnya mengakomodir perluasan
perkembangan wilayah urban sehingga masih perlu dilakukan penambahan
infrastruktur transportasi yang menunjang.

Berdasarkan rencana pengembangan infrastruktur baik di tingkat provinsi maupun


di tingkat pusat, terdapat beberapa rencana pengembangan yang berpotensi
memberikan tarikan yang besar pada peningkatan jumlah pendatang dan aktivitas
perekonomian di Metropolitan Cirebon Raya. Dapat dikatakan bahwa peningkatan
jumlah penduduk pada tahun 2025 akan berpotensi lebih besar dibandingkan
dengan proyeksi penduduk 2025 yang telah disebutkan sebelumnya.

GAMBAR 9 KINERJA LALU LINTAS DI PKN CIREBON 2012


Sumber: Perencanaan Transportasi Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2012

Disisi lain, ketersediaan dan kondisi infrastruktur internal dan eksternal di


Metropolitan Cirebon Raya masih jauh dari kata mencukupi. Dari sisi eksternal,
terdapat beberapa koridor yang menjadi akses menuju Metropolitan Cirebon Raya,

9
antara lain jalan raya Kadipaten yang menghubungkan Cirebon dengan Bandung
dan jalan raya Cadas-Pangeran sebagai koridor utama yang menghubungan
Metropolitan Cirebon Raya dengan daerah lainnya, sementara koridor lainnya
hanya berupa jalan-jalan kecil. Sementara itu, kondisi koridor-koridor utama
tersebut sudah tidak mampu menampung pergerakan yang besar antara
Metropolitan Cirebon Raya dengan daerah sekitarnya. Sebagai contoh, jalan raya
Cadas-Pangeran sebagai koridor utama, dengan demand yang besar, tingkat
kemacetan di jalan raya tersebut sudah cukup memprihatinkan. Hal ini juga
diperparah dengan kondisi infrastruktur yang jauh dari ideal. Akibatnya, setiap
terdapat gangguan yang terjadi di jalan tersebut, maka aktivitas pergerakan akan
sepenuhnya terhambat.

Sementara itu, dari sisi internal, kondisi infrastruktur transportasi di Metropolitan


Cirebon Raya semakin lama semakin mengalami penurunan kualitas. Berdasarkan
hasil survei dari Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat di beberapa ruas jalan,
sebanyak 48% ruas jalan utama di Metropolitan Cirebon Raya memiliki level of
service B, 44% dengan level of service C, 8% dengan level of service C, dan tidak ada
ruas jalan dengan level of service A. Hal ini perlu menjadi perhatian, mengingat
potensi peningkatan pergerakan dan aktivitas perekonomian di Metropolitan
Cirebon Raya juga harus didukung dengan peningkatan kualitas dan kuantitas
infrastruktur transportasi di dalamnya.

Secara umum, terdapat beberapa isu strategis transportasi yang menjadi perhatian
khusus di wilahan BKPP III Cirebon terutama dalam lingkup Metropolitan Cirebon
Raya. Isu tersebut yaitu:

1. Perbaikan Jalan Kabupaten/Kota bersama dunia usaha


2. Jalan menuju Sentra Industri, Sentra Wisata, dan Sentra Pertanian
3. Pengembangan Transportasi Massal Perkotaan dan Terminal
4. Pembangunan Bandara Kertajati
5. Pembebasan Lahan Kertajati Sisi Darat dan Udara
6. Pembebasan Lahan Segmen: Jalan Tol Sumedang-Kertajati dan Tol
Cikopo Palimanan
7. Transportasi Multi Moda dan Reaktivasi Kereta Api

GAMBAR 10 ISU STRATEGIS SEKTOR TRANSPORTASI DI WILAYAH BKPP III CIREBON


Sumber: Musrenbang Provinsi Jawa Barat, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
Provinsi Jawa Barat, 2013

10
B. Infrastruktur Permukiman
Kebutuhan Perumahan: Perhitungan kebutuhan infrastruktur perumahan
dilakukan untuk mengetahui besarnya kebutuhan perumahan dibandingkan
dengan ketersediaannya saat ini. Adapun secara umum, perhitungan kebutuhan
perumahan di wilayah Metropolitan Cirebon Raya dilakukan secara sederhana,
dengan mempertimbangkan:

1. Jumlah rumah tangga yang ada di Metropolitan Cirebon Raya


2. Jumlah penduduk yang ada di Metropolitan Cirebon Raya
3. Jumlah rata-rata anggota keluarga di Metropolitan Cirebon Raya
4. Jumlah rumah yang telah tersedia di Metropolitan Cirebon Raya

Penentuan besar kebutuhan perumahan didasarkan pada jumlah penduduk


Metropolitan Cirebon Raya saat ini yang kemudian dihitung dalam satuan rumah
tangga. Pada tahun 2010, jumlah rumah tangga di Metropolitan Cirebon Raya
adalah sebesar 395.530 jiwa yang tersebar di 3 (tiga) Kabupaten/Kota. Adapun
jumlah rumah tangga Metropolitan Cirebon Raya dihitung dengan formula:

Jumlah Rumah Jumlah penduduk Jumlah rumah yang tersedia


Yang Dibutuhkan = 4

Dengan mengasumsikan bahwa satu rumah tangga terdiri dari 4 (empat) jiwa,
maka berdasarkan data jumlah penduduk eksisting akan dapat diketahui perkiraan
jumlah rumah tangga di Metropolitan Cirebon Raya. Berikut adalah hasil perkiraan
jumlah rumah tangga di Metropolitan Cirebon Raya beserta jumlah penduduk
eksisting tahun 2010.

TABEL 1
JUMLAH PENDUDUK DAN RUMAH TANGGA DI METROPOLITAN CIREBON RAYA 2010
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Jumlah Rumah Tangga
Kota Cirebon 304.152 76.038
Kab. Cirebon 1.253.337 313.334
Kab. Kuningan 24.630 6.158
JUMLAH 1.528.119 395.530
Sumber: Hasil Analisis, 2012

11
Sementara itu, jumlah rumah yang tersedia di Metropolitan Cirebon Raya dihitung
berdasarkan persentase jumlah rumah di Jawa Barat. Jumlah rumah di Jawa Barat
sebesar 75,67% dari jumlah rumah tangga di Jawa Barat, sehingga didapatkan
angka sebesar 8.133.251 rumah. Selanjutnya, jumlah rumah di masing-masing
Kabupaten/Kota dihitung berdasarkan persentase jumlah penduduk. Adapun
jumlah rumah yang tersedia pada masing-masing Kabupaten/Kota di Metropolitan
Cirebon Raya yaitu:

TABEL 2
JUMLAH RUMAH YANG TERSEDIA DI METROPOLITAN CIREBON RAYA 2010
Jumlah Rumah di Jawa Jumlah Rumah
Kabupaten/Kota Persentase
Barat*) yang Tersedia
Kota Cirebon 0,71 57.538
Kabupaten Cirebon 8.133.251 2,92 237.100
Kabupaten Kuningan 0,06 4.659
JUMLAH 299.297
*) 75,67%*jumlah rumah tangga di Jawa Barat
Rumah tangga di Jawa Barat = 42.993.267/4
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Berdasarkan tabel di atas, dengan membandingkan jumlah kebutuhan rumah


dengan jumlah rumah yang tersedia, maka didapat backlog perumahan di
Metropolitan Cirebon Raya. Adapun besarnya backlog perumahan di Metropolitan
Cirebon Raya adalah sebagai berikut:

TABEL 3
BACKLOG RUMAH DI METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2010
Jumlah Kebutuhan Jumlah Rumah
Kabupaten/Kota Backlog
Rumah yang Tersedia
Kota Cirebon 76.038 57.538 18.500
Kabupaten Cirebon 313.334 237.100 76.234
Kabupaten Kuningan 6.158 4.659 1.499
JUMLAH 96.233
Sumber: Hasil Analisis, 2012

Jumlah backlog perumahan di Metropolitan Cirebon Raya pada tahun 2010


sebesar 96.233. Artinya bahwa terdapat 96.233 keluarga yang belum memiliki
rumah pada tahun 2010 dan perlu segera untuk dipenuhi. Dengan menghitung
selisih antara jumlah permukiman eksisting dengan jumlah kebutuhan rumah

12
tersebut, maka akan dapat dilakukan analisis lebih lanjut terhadap luas kebutuhan
lahan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan permukiman di Metropolitan
Cirebon Raya.

Untuk menghitung jumlah tambahan lahan yang dibutuhkan dalam pemenuhan


kebutuhan rumah secara keselutuhan, maka digunakan asumsi untuk membangun
satu unit rumah sebesar 36 m2. Dasar perhitungan yang digunakan dalam asumsi
tersebut yaitu bahwa satu orang membutuhkan 9 m2 lahan. Nilai ini merupakan
nilai yang ditetapkan oleh International Covenant on Economic, Social, and Cultural
Rights (ICESCR) pasal 2 ayat (1) serta dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman. Adapun jumlah kebutuhan lahan tambahan
untuk menutupi backlog perumahan adalah sebesar 3.464.388 m2 atau 346,4 Ha.

Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, maka jumlah backlog perumahan


akan terus bertambah pula. Sementara itu, lahan untuk pengembangan
perumahan semakin terbatas. Dengan demikian, perumahan baru harus
dikembangkan secara vertikal untuk meminimalisasi penggunaan lahan. Selain itu,
dapat dilakukan pula redevelopment pada beberapa kawasan perumahan yang
tidak tertata dengan baik, misalnya permukiman kumuh dan padat. Dengan
penataan kembali menjadi perumahan vertikal, maka akan tersedia lahan untuk
perumahan yang lebih banyak sehingga dapat mengatasi backlog perumahan.

Kebutuhan Air Bersih: Sistem penyediaan air bersih merupakan salah satu
infrastruktur penunjang Perumahan dan Permukiman. Infrastruktur ini memegang
peranan penting bagi kelangsungan hidup penduduk yang mendiami suatu
kawasan perumahan dan permukiman.

Dalam upaya pemenuhan air bersih di Metropolitan Cirebon Raya, pemerintah


memiliki peran yang besar. Melalui perusahaan penyedia air minum, pemerintah
berupaya untuk memenuhi segala kebutuhan terhadap air bersih yang ada di
masyarakat. PDAM Tirta Dharma, PDAM Tirta Kamuning, dan PDAM Kabupaten
Cirebon merupakan PDAM yang mengelola air bersih di wilayah Metropolitan
Cirebon. Namun, pemanfaatan air bersih di wilayah Metropolitan Cirebon Raya
tidak hanya berasal dari PDAM, melainkan juga dari air tanah serta dari mata air.
Untuk melihat kondisi pemenuhan kebutuhan air bersih di Metropolitan Cirebon
Raya, perlu untuk menghitung bagaimana kebutuhannya saat ini, sehingga dapat
diprediksi bagaimana kebutuhan tersebut di masa akan datang. Dalam proses

13
perhitungan kebutuhan air bersih tersebut, digunakan tiga standar perhitungan
kebutuhan minimum. Adapun standar minimum air bersih tersebut antara lain:

1. Berdasarkan kesepakatan Konferensi Air PBB di Mal del Plata Argentina tahun
1977, kebutuhan dasar air bersih disarankan bagi setiap orang adalah
sebanyak 50 liter/hari;
2. Berdasarkan Permendagri no.23 tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata
Cara Pengaturan Air Minum pada Perusahaan Air Minum, kebutuhan dasar air
bersih disarankan bagi setiap orang adalah 60 liter/hari;
3. Berdasarkan standar kebutuhan air bersih menurut Ditjen Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum, kebutuhan dasar air bersih disarankan bagi
setiap orang adalah sebanyak 160 liter/hari.

Dengan memperhatikan jumlah penduduk di Metropolitan Cirebon Raya tahun


2010, maka kebutuhan air bersih untuk perumahan dan permukiman tahun 2010
adalah:

TABEL 4
KEBUTUHAN AIR BERSIH DOMESTIK METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2010
Kebutuhan Air Bersih Domestik (l/hari)
Kabupaten/Kota
Konferensi Air PBB Permendagri 23/2006 PU Cipta Karya
Kota Cirebon 15.207.600 18.249.120 48.664.320
Kabupaten Cirebon 62.666.850 75.200.220 200.533.920
Kabupaten Kuningan 1.231.500 1.477.800 3.940.800
JUMLAH 79.105.950 94.927.140 253.139.040
Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2012

Selain perhitungan kebutuhan air pada tahun 2010, dilakukan pula prediksi
kebutuhan air bersih pada tahun 2010, 2020, dan 2025 dengan menggunakan
standar kebutuhan air bersih menurut Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan
Umum, yaitu sebanyak 160 liter/hari.

14
TABEL 5
KEBUTUHAN AIR BERSIH DOMESTIK DI WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA
BERDASARKAN DPU CIPTA KARYA (160 LITER/ ORANG/ HARI)
Kebutuhan Air Bersih Domestik Berdasarkan DPU Cipta Karya
Kabupaten/ Kota (Liter/ Orang/ Hari)
2010 2015 2020 2025
Kab. Cirebon 200.533.920 304.832.218 484.314.572 753.191.373
Kota Cirebon 48.664.320 71.503.854 105.062.615 153.547.351
Kab. Majalengka - - 29.645.321 71.951.972
Kab. Kuningan 3.940.800 5.790.328 8.507.891 74.196.984
TOTAL 253.139.040 382.126.400 627.530.400 1.052.887.680
Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2012

Selain itu, dilakukan pula perhitungan kebutuhan air bersih non domestik dengan
menggunakan standar yang sama. Kebutuhan air bersih non domestik dihitung
berdasarkan asumsi sebesar 20 persen dari kebutuhan air bersih domestik.

TABEL 6
KEBUTUHAN AIR BERSIH NON DOMESTIK DI WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA
Kebutuhan Air Bersih Non Domestik Proxy 20 Persen
Kabupaten/ Kota (liter/ orang/ hari)
2010 2015 2020 2025
Kab. Cirebon 40.106.784 60.966.444 96.862.914 150.638.275
Kota Cirebon 9.732.864 14.300.771 21.012.523 30.709.470
Kab. Majalengka - - 5.929.064 14.390.394
Kab. Kuningan 788.160 1.158.066 1.701.578 14.839.397
TOTAL 50.627.808 76.425.280 125.506.080 210.577.536
Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2012

Total kebutuhan air bersih di Metropolitan Cirebon Raya yang terdiri atas
kebutuhan air bersih domestik dan non domestik dapat dilihat pada Tabel 7.

15
TABEL 7
TOTAL KEBUTUHAN AIR BERSIH DOMESTIK DAN NON DOMESTIK DI WILAYAH
METROPOLITAN CIREBON RAYA
Kebutuhan Air Bersih Domestik dan Non Domestik Proxy 20 Persen
Kabupaten/ Kota (liter/ orang/ hari)
2010 2015 2020 2025
Kab. Cirebon 240.640.704 365.798.662 581.177.487 903.829.648
Kota Cirebon 58.397.184 85.804.624 126.075.138 184.256.821
Kab. Majalengka - - 35.574.386 86.342.366
Kab. Kuningan 4.728.960 6.948.394 10.209.470 89.036.381
TOTAL 303.766.848 458.551.680 753.036.480 1.263.465.216
Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2012

Setelah mendapatkan jumlah produksi air bersih ideal berdasarkan perhitungan,


maka perlu untuk membandingkannya dengan kondisi eksisting, sehingga dapat
diketahui bagaimana kondisi pemenuhan kebutuhan air tahun 2010 di
Metropolitan Cirebon Raya. Adapun kondisi pemenuhan kebutuhan air bersih
Metropolitan Cirebon Raya adalah sebagai berikut:

TABEL 8
PERBANDINGAN KAPASITAS PRODUKSI EKSISTING DAN PRODUKSI AIR BERSIH
BERDASARKAN PERHITUNGAN METROPOLITAN CIREBON RAYA
Kapasitas Termanfaatkan Produksi Air Bersih Domestik (l/hari)
Kabupaten/Kota
l/det l/hr 2010 2025
Kabupaten Cirebon 347,5 29.980.800 240.640.704 903.829.648
Kota Cirebon 830 71.712.000 58.397.184 184.256.821
Kabupaten 141 12.182.400 - 86.342.366
Majalengka
Kabupaten 216 18.662.400 4.728.960 89.036.381
Kuningan
TOTAL - 132.537.600 303.766.848 1.263.465.216
Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2012

Berdasarkan Tabel 8, dapat disimpulkan bahwa terdapat kelebihan kapasitas


produksi eksisting dibandingkan perhitungan ideal pada dua daerah di
Metropolitan Cirebon Raya yaitu Kota Cirebon dan Kabupaten Kuningan. Apabila
dihitung secara keseluruhan, masih terdapat surplus pada produksi air bersih di
kedua wilayah tersebut pada tahun 2010. Namun, pada tahun 2025, kebutuhan air
bersih telah melebihi kondisi eksistingnya, sehingga terdapat defisit pada

16
pemenuhan kebutuhan air bersih yang cukup signifikan di Metropolitan Cirebon
Raya. Dengan melihat hal tersebut, maka perlu adanya penyediaan dan
pemeliharaan air bersih yang lebih baik lagi, termasuk pencarian sumber air bersih
alternatif lainnya, sehingga segala kebutuhan air, termasuk kebutuhan untuk
perumahan dan permukiman dapat terpenuhi dengan baik.

Kebutuhan Infrastruktur Pengelolaan Sampah: Produksi sampah di wilayah


Metropolitan Cirebon Raya diakibatkan dari adanya kegiatan industri,
perdagangan, pertanian, rumah tangga, dan sebagainya. Peningkatan produksi
sampah per harinya terutama disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk
Metropolitan Cirebon Raya serta meningkatnya aktivitas masyarakat setempat.

Untuk melihat bagaimana kebutuhan akan fasilitas pengelolaan sampah di


Metropolitan Cirebon Raya, maka dilakukan perhitungan terhadap besarnya
produksi sampah per harinya. Nilai tersebut merupakan nilai pendekatan yang
diperoleh melalui kalkulasi antara jumlah penduduk eksisting dengan nilai rata-rata
produksi sampah per jiwa per hari. Adapun nilai rata-rata standar yang digunakan
merupakan nilai yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup Republik
Indonesia, dimana ditentukan bahwa setiap orang rata-rata menghasilkan 0,8 kg
sampah domestik perhari.

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh besarnya produksi


sampah domestik per hari di Metropolitan Cirebon Raya. Adapun besar produksi
sampah domestik tersebut adalah sebagai berikut:

TABEL 9
TOTAL PRODUKSI SAMPAH METROPOLITAN CIREBON RAYA TAHUN 2010
Kabupaten/ Kota Volume Sampah (ton/ hari)
Kota Cirebon 243,3
Kab. Cirebon 1.002,7 1.265,7
Kab. Kuningan 19,7
Sumber: Hasil Analisis WJPMDM, 2012

Dengan tingginya volume sampah di Metropolitan Cirebon Raya tersebut, maka


dibutuhkan pengelolaan sampah yang baik di tingkat lokal maupun regional. Selain
itu, diperlukan juga penyediaan fasilitas pengelolaan sampah yang lebih memadai
seperti penyediaan gerobak sampah atau bak sampah kecil di tingkat RW,

17
penyediaan gerobak sampah atau bak sampah besar di tingkat kelurahan, dan
seterusnya, serta pemanfaatan yang lebih efektif TPS dan TPA yang telah tersedia.

C. Kependudukan
Penduduk menjadi salah satu isu dan permasalahan yang muncul di Metropolitan
Cirebon Raya. Jumlah penduduk yang terus bertambah menyebabkan kebutuhan
akan infrastruktur pun meningkat. Selain itu, banyaknya jumlah penduduk ini
tidaklah merata satu sama lainnya sehingga kepadatan penduduk tinggi hanya
berfokus di beberapa wilayah padahal di wilayah lain kepadatan penduduknya
rendah. Jumlah penduduk yang banyak juga dapat menimbulkan pengangguran
ketika mereka tidak memiliki pekerjaan sehingga memicu tindakan kriminalitas dan
juga munculnya masyarakat miskin perkotaan.

Isu dan permasalahan kependudukan di Metropolitan Cirebon juga dapat dilihat


dari kualitas penduduknya, yang dicerminkan dalam Indeks Pembangunan Manusia
(IPM). Apabila dibandingkan dengan IPM Jawa Barat, sebagian besar
kabupaten/kota di Metropolitan Cirebon Raya memiliki IPM yang lebih rendah
dibandingkan dengan IPM Jawa Barat, yaitu Kabupaten Indramayu, Kabupaten
Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan, sementara hanya Kota
Cirebon yang memiliki IPM lebih tinggi dari rata-rata IPM Jawa Barat. Hal ini perlu
mendapat perhatian, karena IPM mempengaruhi tingkat daya saing Metropolitan
Cirebon Raya baik dalam lingkup Jawa Barat maupun Indonesia dan Internasional.

82 79,49
80
78
76 72,82
74
72
70 68,18
68
66
64
62
Kota Banjar

Kab. Sumedang
Kab. Indramayu
Kab. Cirebon

JAWA BARAT

Kota Cimahi
Kab. Cianjur

Kab. Ciamis

Kab. Bekasi

Kota Bekasi
Kab. Karawang

Kab. Sukabumi

Kota Cirebon
Kab. Kuningan

Kota Sukabumi

Kota Bogor
Kab. Garut

Kab. Bogor
Kab. Subang

Kota Tasikmalaya

Kota Depok
Kab. Purwakarta

Kab. Tasikmalaya

Kab. Bandung

Kota Bandung
Kab. Majalengka

Kab. Bandung B

GAMBAR 11 IPM KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT TAHUN 2011


Sumber: TNP2K, 2011

18
KEUNGGULAN WILAYAH
METROPOLITAN CIREBON RAYA
Metropolitan Cirebon Raya sebagai salah satu metropolitan di Provinsi Jawa Barat
memiliki keunggulan yang berbeda dengan Metropolitan Bodebek Karpur dan
Metropolitan Bandung Raya. Keunggulan yang dimiliki tersebut juga berbeda antar
Kota dan Kabupaten yang termasuk ke dalam Metropolitan Cirebon Raya.
Metropolitan Cirebon Raya terdiri dari Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Majalengka. Meskipun demikian, keunggulan
setiap Kota/Kabupaten tersebut tentunya dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan Metropolitan Cirebon Raya secara keseluruhan.

Dalam mengindentifikasi keunggulan-keunggulan yang dimiliki masing-masing


daerah, dapat dilihat berdasarkan keunggulan absolut (absolute advantage),
keunggulan komparatif (comparative advantage), dan keunggulan kompetitif
(competitive advantage). Masing-masing keunggulan tersebut dapat berbeda satu
sama lainnya.

Secara umum, karakteristik antar Kota dan Kabupaten yang termasuk ke dalam
wilayah Metropolitan Cirebon Raya memiliki beberapa persamaan. Jika dilihat
sebagai satu wilayah metropolitan, dapat dikatakan bahwa keberadaan objek
wisata sejarah, wisata alam dan wisata budaya dapat menjadi keunggulan absolut
dari Metropolitan Cirebon Raya. Hal tersebut terlihat dari persebaran objek-objek
wisata yang cukup banyak.

Setiap potensi yang dimiliki Kota/Kabupaten di Metropolitan Cirebon Raya, dapat


pula mencerminkan keunggulan dari wilayah Metropolitan Cirebon Raya secara
umum. Untuk itu dapat dirumuskan bahwa keunggulan absolut, keunggulan
komparatif dan keunggulan kompetitif untuk Metropolitan Cirebon Raya adalah
sebagai berikut.

19
TABEL 10
KEUNGGULAN WILAYAH METROPOLITAN CIREBON RAYA
Absolute Advantage Comparative Advantage Competitive Advantage
(Keunggulan Absolut) (Keunggulan Komparatif) (Keunggulan Kompetitif)
Daerah iklim tropis berupa Letak geografis Pelabuhan Cirebon
dataran rendah, strategis berada di Jalur untuk pengangkutan
pegunungan dan pantai Pantura batu bara
Budaya Nadran (pesta Bandara Cakrabuwana, Warisan budaya
laut), Syawalan Gunung Stasiun Kejaksan, Keraton
Jati, Topeng Cirebon, Pelabuhan Perikanan Pengrajin batik
Tarling, Sintren, Sandiwara Kejawanan berpengalaman selama
Cirebonan, Debus, Ketersediaan tenaga bertahun-tahun
Kesenian Gembyung, kerja yang terampil Pengrajin rotan
Tayuban, Wayang Golek, dalam memproduksi berkelas dunia
Kuda Lumping, Ngarot, Tari batik dan rotan
Topeng Dermayon, SDA melimpah berupa
Genjring Akrobat, dll hasil laut, kayu, bahan
Keraton, Situs sejarah, galian, energi panas
Bumi Perkemahan, Taman bumi, minyak dan gas
Nasional Gunung Ciremai,
Gedung Perjanjian, dll
Perkampungan batik
Trusmi
Sungai, situ, dan waduk
Sumber: Analisis Tim WJPMDM, 2011

Metropolitan Cirebon Raya merupakan daerah iklim tropis berupa dataran rendah
dan pegunungan dengan kekhasan budaya dan sejarah yang berbeda dengan
wilayah lain. Budaya menjadi salah satu ciri khas dari Metropolitan Cirebon Raya
seperti tari topeng, kuda lumping, tayuban dan budaya-budaya lainnya.
Keanekaragaman budaya tersebut menjadi keunggulan absolut dari Metropolitan
Cirebon Raya. Selain itu, keberadaan kampung batik Trusmi juga menjadi
keunggulan absolut dari nilai segi budaya karena wilayah-wilayah lain tidak
memiliki perkampungan batik Trusmi.

Perkampungan batik di Trusmi merupakan salah satu potensi wilayah tempat


dihasilkannya produk batik. Batik yang dihasilkan memiliki ciri khas yang sangat
tinggi nilainya, baik nilai seni maupun nilai ekonomisnya. Hal tersebut sejalan
dengan adanya pengakuan dunia internasional terhadap batik sebagai salah satu
produk asli Indonesia. Batik-batik yang dihasilkan dari perkampungan batik di

20
Trusmi dapat mewakili budaya Cirebon yang mampu bersaing dengan batik hasil
produksi wilayah lain seperti Batik Tasik, Batik Pekalongan, Batik Solo, dan Batik
Yogya.

Metropolitan Cirebon Raya memiliki letak yang strategis dengan tersedianya lahan
yang cukup luas untuk investasi. Letaknya yang strategis tersebut akan
memberikan keuntungan antara lain kemudahan akses keluar dan masuk wilayah
tersebut karena berada di jalur pantura dan terhubung dengan kota lainnya seperti
Jakarta dan Bandung. Keberadaan Metropolitan Cirebon Raya yang strategis ini
dapat dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain yang berada pada lokasi strategis
pula.

Adanya industri-industri skala kecil sampai industri besar serta ketersediaan


sumber daya alam menyebabkan munculnya tenaga kerja-tenaga kerja yang
terampil. Tenaga kerja di Metropolitan Cirebon Raya sangat terampil dalam
membuat kerajinan rotan dan juga perabot rumah tangga. Selain itu, tenaga kerja
di Metropolitan Cirebon Raya terampil dalam hal membatik baik buatan tangan
ataupun dengan bantuan alat.

Keberadaaan pelabuhan laut dan bandar udara di Metropolitan Cirebon Raya telah
menjadi simpul pergerakan transportasi. Pelabuhan Cirebon merupakan pelabuhan
yang memiliki peranan yang penting sebagai akses barang dan penumpang dengan
skala pelayanan nasional. Sedangkan keberadaan Bandara Cakrabhuwana
merupakan bandara dengan fungsi khusus seperti sekolah penerbangan atau
militer dan pusat penyebaran tersier. Selain itu, adanya rencana pengembangan
Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati yang dilengkapi dengan Aerocity
Majalengka di Kabupaten Majalengka juga dapat menjadi salah satu keunggulan
yang dapat bermanfaat bagi pengembangan Metropolitan Cirebon Raya.

21
KONSEP AWAL PENGEMBANGAN
METROPOLITAN CIREBON RAYA
Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya diharapkan dapat sejalan dengan
konsep pengembangan metropolitan dan growth center sebagai penghela
percepatan pembangunan di Jawa Barat. Untuk itu diperlukan konsep
pengembangan masing-masing metropolitan di Jawa Barat dengan
mengoptimalkan pemanfaatan komponen atau faktor-faktor produksi yang
terdapat di wilayah metropolitan masing-masing. Berdasarkan potensi dan
perkembangan jumlah penduduk serta aktivitas perekonomian di Metropolitan
Cirebon Raya, maka pengembangunan Metropolitan Cirebon Raya akan diarahkan
sebagai Metropolitan Budaya dan Sejarah dengan sektor unggulan pariwisata,
industri, dan kerajinan.

Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya sebagai Metropolitan Budaya dan


Sejarah
Budaya dan sejarah menjadi hal yang sangat melekat dengan Metropolitan Cirebon
Raya. Berdasarkan keunggulan yang dimiliki Metropolitan Cirebon Raya, terdapat
berbagai macam budaya yang berkembang di metropolitan tersebut. Budaya yang
berkembang telah menjadi ciri khas Metropolitan Cirebon Raya sebagai
Metropolitan Budaya dan Sejarah.

Untuk dapat mengembangkan konsep Metropolitan Cirebon Raya sebagai


penghela percepatan pembangunan di Jawa Barat, diperlukan strategi
pengembangan yang sesuai dengan keunggulan dan permasalahan yang dimiliki
wilayah tersebut. Dalam mengembangkan konsep pengembangan Metropolitan
Cirebon Raya sebagai metropolitan budaya dan sejarah, pelestarian warisan
budaya dan kawasan cagar budaya sebagai daya tarik wisata baik skala lokal,
regional, nasional dan internasional diperlukan. Hal tersebut dilakukan mengingat
keberadaan warisan budaya tersebut perlu dijaga sebagai aset wilayah yang akan
menghela pembangunan wilayah tersebut.

Selain pelestarian budaya, prioritas pengembangan budaya dan kesenian dengan


penyediaan fasilitas memadai seperti gedung kesenian sebagai tempat pameran
dan festival, padepokan seni dan sanggar seni budaya, pusat kebudayaan serta
museum dan galeri juga diperlukan. Penyediaan fasilitas-fasilitas tersebut harus

22
pula didukung oleh penyediaan infrastruktur dasar untuk pengembangan
metropolitan secara menyeluruh seperti penyediaan perumahan vertikal skala
besar di Kota Cirebon, penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan,
peparkiran dan fasilitas dasar lainnya sesuai dengan hirarki skala pelayanan yang
melayani pusat-pusat kegiatan masyarakat serta penyediaan infrastruktur
permukiman, energi, transportasi, telekomunikasi, dan sumber daya air.

Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya dengan Sektor Unggulan Wisata


Wisata menjadi salah satu sektor yang dapat mendorong pencapaian Metropolitan
Cirebon Raya sebagai metropolitan budaya dan sejarah. Prioritas pengembangan
produk wisata dan strategi pemasaran juga perlu dilakukan sebagai salah satu
upaya preservasi warisan budaya yang memiliki nilai sejarah tinggi yang juga dapat
dijadikan potensi wisata dan penggerak pembangunan untuk meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan potensi wisata
tersebut juga harus disertai dengan peningkatan sarana dan prasarana penunjang
seperti aksesibilitas jalan yang terintegrasi antar kawasan wisata, optimalisasi
sarana dan prasarana transportasi, penyediaan hotel dan restoran di sekitar
tempat wisata, penyediaan pusat informasi wisata dan rekreasi serta fasilitas
perdagangan sebagai bagian dari pengembangan wisata.

Wisata alam, wisata budaya dan wisata budaya merupakan bagian dari wisata yang
ada di Metropolitan Cirebon Raya. Keragaman jenis wisata tersebut telah
mencirikan budaya dan sejarah di Metropolitan Cirebon Raya. Pengembangan
terhadap sektor wisata tersebut akan mendorong perekonomian Metropolitan
Cirebon Raya sehingga sektor wisata tersebut perlu dikembangkan secara optimal.
Pengoptimalan sektor wisata di Metropolitan Cirebon Raya dapat dilakukan
dengan berbagai cara mulai dari pemeliharaan, peningkatan, serta pengawasan
terhadap objek-objek wisata yang telah tersedia.

Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya dengan Sektor Unggulan Industri


Berdasarkan potensi yang dimiliki Metropolitan Cirebon Raya, sektor industri
memiliki peranan yang cukup penting dalam mengembangkan metropolitan
tersebut. Keberadaan berbagai jenis industri seperti penggalian, kimia, sampai
industri pengolahan makanan dapat menjadi sektor unggulan dalam
pengembangan Metropolitan Cirebon Raya, serta didukung pula oleh tenaga kerja
yang kompeten.

23
Untuk mengarahkan agar sektor industri dapat berperan optimal, maka
selanjutnya akan dibentuk kawasan industri yang terintegrasi di wilayah
Metropolitan Cirebon Raya, tepatnya di Aerocity Kabupaten Majalengka. Aerocity
merupaan bagian yang tidak terpisahkan dari Bandara Internasional Jawa Barat di
Kertajati. Pengembangan industri di kawasan Aerocity tersebut akan meningkatkan
perekonomian dan menyerap tenaga kerja.

Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya dengan Sektor Unggulan Kerajinan


Pengembangan kerajinan berupa kerajinan batik dan rotan yang menjadi ciri khas
Metropolitan Cirebon Raya akan menjadi salah satu ikon budaya di metropolitan
tersebut. Dalam mengembangkan konsep pengembangan Metropolitan Cirebon
Raya sebagai metropolitan budaya dan sejarah dengan sektor unggulan kerajinan,
prioritas terhadap peningkatan dan pertumbuhan kegiatan kerajinan batik dan
kerajinan rotan diperlukan sebagai bagian dari budaya Cirebonan. Selain itu,
pengembangan kegiatan kerajinan batik dan rotan sebaiknya dilakukan secara
terintegrasi, ramah lingkungan, berteknologi tinggi dan mampu membangkitkan
kegiatan ekonomi wilayah.

Pengembangan kerajinan perlu juga ditunjang dengan ketersediaan infrastruktur


yang memadai bagi kegiatan industri seperti penyediaan air baku, sistem
pengelolaan limbah yang baik dan aksesibilitas untuk jalur distribusi bahan baku
serta pemasaran hasil produksi. Keberadaan industri kerajinan yang menyerap
tenaga kerja dalam jumlah besar pun perlu ditunjang dengan penyediaan
perumahan vertikal skala besar untuk dapat menampung jumlah penduduk
metropolitan yang terus meningkat. Pengembangan perumahan vertikal skala
besar tersebut juga perlu ditunjang dengan penyediaan infrastruktur permukiman
yang memadai.

Konsep pengembangan metropolitan tersebut harus dapat meminimalisasi dan


mengantisipasi permasalahan yang kerap kali muncul di kota-kota metropolitan.
Dalam mengembangkan Metropolitan Cirebon Raya, adanya keunggulan yang
dimiliki Metropolitan Cirebon Raya tentunya harus dapat dimanfaatkan secara
optimal. Hal tersebut untuk mewujudkan pengembangan Metropolitan Cirebon
Raya sebagai penghela ekonomi, kesejahteraan, modernisasi, dan keberlanjutan
bagi seluruh Jawa Barat.

24
Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya Sebagai Penghela Ekonomi
Pada dasarnya, sebagai penghela ekonomi, pengembangan metropolitan
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, menambah lapangan
kerja, dan memperluas pasar bagi produk-produk Jawa Barat. Keberadaan
kegiatan-kegiatan seperti pariwisata, hotel dan restoran, perdagangan yang
berkembang di Metropolitan Cirebon Raya juga akan menyerap tenaga kerja,
membuka peluang investasi serta meningkatkan pendapatan masyarakat.

Industri batik merupakan salah satu industri yang berkembang di Metropolitan


Cirebon Raya yang akan dapat memperluas pasar bagi produk-produk batik yang
dihasilkan dengan ciri khas tersendiri. Sama halnya dengan industri batik, industri
kerajinan rotan di Metropolitan Cirebon Raya akan dapat menyerap tenaga kerja
yang cukup banyak sehingga produk kerajinan yang dihasilkan dalam jumlah yang
besar pula. Produk kerajinan yang dihasilkan dapat diekspor sehingga akan
mempengaruhi pendapatan daerah apalagi jika nilai ekspornya terus meningkat.
Dengan kondisi tersebut tentunya keberadaan industri kerajinan rotan ini akan
menjadi penghela ekonomi bagi Jawa Barat.

Rencana pembangunan Aerocity Kertajati di Kabupaten Majalengka akan menarik


investasi baik dalam dan luar negeri serta meningkatkan efisiensi ekonomi karena
adanya aglomerasi kegiatan industri di kawasan tersebut. Melalui kebijakan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan memanfaatkan potensi industri dan
mengembangkan industri rumah tangga menjadi skala industri lebih tinggi,
penyerapan tenaga kerja menjadi semakin tinggi dan produksi pun semakin
meningkat. Hal tersebut tentunya akan dapat mendorong pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi di wilayah Metropolitan Cirebon Raya secara khusus dan
Jawa Barat secara keseluruhan.

Selain dari segi industri, warisan budaya keraton, wisata sejarah dan wisata alam
berupa situs-situs dan taman wisata alam akan mendorong perkembangan
ekonomi wilayah. Budaya keraton ini nantinya akan menjadi daya tarik tersendiri
bagi para wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Selain itu, Kawasan Makam
Sunan Gunungjati yang diakui secara nasional maupun internasional akan menarik
wisatawan dalam dan luar negeri sehingga akan meningkatkan pendapatan
masyarakat lokal dan pendapatan daerah jika dikelola dengan baik.

25
Kawasan pesisir dengan hasil laut, tambang mineral, serta minyak dan gas yang
cukup melimpah dapat pula menjadi penghela ekonomi masyarakat. Selain dari
hasil pengolahan yang dilakukan, laut dapat menjadi sumber mata pencaharian
masyarakat pesisir yang menjadi sumber pendapatan mereka sehari-hari. Jika
sumber daya alam tersebut dapat dikelola dengan baik dan benar pasti dapat
memberikan manfaat yang nyata secara ekonomi, sehingga menarik investor
domestik dan mancanegara.

Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya Sebagai Penghela Kesejahteraan


Pengembangan metropolitan akan berdampak terhadap peningkatan kebutuhan
dasar masyarakat dan juga pada pertumbuhan wilayah sekitar metropolitan.
Keberadaan industri-industri baik skala kecil, menengah, dan besar akan
mempengaruhi kebutuhan fasilitas-fasilitas dasar seperti kebutuhan air bersih
untuk industri. Pengembangan kawasan industri di Metropolitan Cirebon Raya
tidak semata-mata hanya mengembangkan industrinya saja tetapi juga dibutuhkan
ketersediaan sarana dan prasarana pendukung lainnya. Infrastruktur strategis di
wilayah Metropolitan Cirebon Raya harus dapat terpenuhi agar pengembangan
metropolitan ini dapat menghela kesejahteraan bagi masyarakat.

Sebagai penghela kesejahteraan, pengembangan metropolitan ini akan dapat


memberikan pengaruh terhadap wilayah sekitarnya. Misalnya saja, adanya
kebutuhan bahan baku untuk industri yang berada di Metropolitan Cirebon Raya
akan mendorong keterkaitan wilayah metropolitan dengan wilayah sekitarnya
sebagai penyedia bahan baku untuk industri. Hal tersebut akan memberikan
benefit tidak hanya untuk wilayah metropolitan tetapi juga untuk wilayah
hinterland-nya yang pada akhirnya dapat memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat.

Letak Metropolitan Cirebon Raya yang strategis berada di jalur pantura dan
didukung dengan infrastruktur memadai dapat memberikan kelancaran kegiatan
ekonomi masyarakat sehingga membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Masyarakat dapat melakukan kegiatan ekonomi yang bersifat regional dengan
adanya akses keluar dan masuk Metropolitan Cirebon Raya sehingga cakupan
aktivitas kegiatan ekonomi mereka meluas.

Penyerapan tenaga kerja yang besar dari sektor industri tentunya dapat menghela
kesejahteraan masyarakat Jawa Barat. Kebutuhan tenaga kerja untuk industri

26
biasanya tidak hanya menarik tenaga kerja lokal tetapi juga tenaga kerja luar
wilayah Metropolitan Cirebon Raya. Peluang kerja ini juga sekaligus dapat
mengatasi salah satu permasalahan yang kerap kali muncul di metropolitan yaitu
masalah pengangguran yang dapat menyebabkan kriminalitas. Dengan
berkurangnya pengangguran, kesejahteraan masyarakat akan meningkat dari segi
kualitas hidup. Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan juga akan terjadi
dengan pengembangan metropolitan.

Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya Sebagai Penghela Modernisasi


Konsep pengembangan Metropolitan Cirebon Raya harus dapat menjadi penghela
modernisasi yang setidaknya akan mampu membawa perubahan dalam diri
masyarakat ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian,
pengembangan metropolitan ini akan dapat meningkatkan kualitas good
governance dan meningkatkan efisiensi serta efektivitas penggunaan sumber daya.
Dalam konteks pengembangan Metropolitan Cirebon Raya, modernisasi dapat
diterapkan melalui penggunaan alat-alat dan teknologi canggih dalam kegiatan
industri. Penggunaan alat-alat tersebut dinilai mampu meningkatkan efisiensi dan
efektivitas dari kegiatan produksi serta modernisasi penyediaan infrastruktur.
Selain itu, melalui pemahaman dan keahlian dari setiap individu yang mau berpikir
secara rasional, kegiatan industri dapat lebih dikembangkan dengan adanya
inovasi-inovasi baru dari setiap kegiatan yang dilakukan sehingga dapat pula
mengembangkan produktivitas masyarakat.

Pemikiran terhadap peninggalan budaya juga tentunya jangan sampai menjadi


penghalang modernisasi. Adanya pemikiran yang luas untuk mengembangkan
potensi warisan budaya dengan menghubungkan modernisasi dengan kearifan
lokal juga menjadi salah satu cara mempromosikan modernisasi di kalangan
masyarakat. Masyarakat seharusnya dapat lebih membuka wawasan untuk dapat
menggali potensi diri agar dapat bersaing dengan wilayah lain. Sebagai contoh,
pelestarian budaya membatik akan dapat menghela modernisasi dengan
penggunaan alat-alat berteknologi dalam produksinya.

Pengembangan Metropolitan Cirebon Raya Sebagai Penghela Keberlanjutan


Potensi-potensi yang terdapat di Metropolitan Cirebon Raya juga harus dapat
menghela pembangunan secara keberlanjutan baik secara fisik maupun secara
finansial. Keberlanjutan dapat diartikan keberlangsungan dari pengembangan
metropolitan agar nantinya dapat berkembang ke arah yang lebih baik.

27
Taman Nasional Gunung Ciremai merupakan salah satu daerah konservasi dan
dimanfaatkan pula sebagai kawasan wisata skala regional. Keberadaan taman
nasional ini di wilayah Metropolitan Cirebon Raya telah memberikan keuntungan
bagi peningkatan ekonomi wilayah metropolitan. Dengan kebijakan pemerintah
menjadikan taman nasional tersebut menjadi salah satu daerah konservasi, akan
mendukung pula terciptanya pembangunan yang berkelanjutan sehingga dapat
meningkatkan peluang mencapai target 45% kawasana lindung di Jawa Barat.
Konsep pembangunan berkelanjutan yang selama ini selalu dikaitkan dengan
lingkungan sekitar dapat pula terwujud dalam Metropolitan Cirebon Raya sehingga
pengembangannya dapat menjadi penghela keberlanjutan bagi pembangunan
Jawa Barat secara menyeluruh. Selain Taman Nasional Gunung Ciremai, kawasan
wisata alam lainnya akan dimanfaatkan sebagai daerah konservasi untuk turut
menjaga keberlanjutan pembangunan.

Masuknya para investor yang berinvestasi di Metropolitan Cirebon Raya akan


memungkinkan terjadinya kelayakan finansial bagi penyediaan infrastruktur
perkotaan dan kondisi fiskal yang berkelanjutan. Sebagai contoh, rencana
pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati dan Aerocity Majalengka
merupakan salah satu bentuk kelayakan finansial bagi penyediaan infrastruktur
yang dapat menghela keberlanjutan bagi seluruh Jawa Barat.

Konsep Pengembangan Infrastruktur dan Prasarana Wilayah Metropolitan


Cirebon Raya
Secara umum, karakteristik antar Kota dan Kabupaten yang termasuk ke dalam
wilayah Metropolitan Cirebon Raya memiliki beberapa persamaan. Jika dilihat
dalam satu wilayah metropolitan, dapat dikatakan bahwa keberadaan objek wisata
sejarah, wisata alam dan wisata budaya dapat menjadi keunggulan dari
Metropolitan Cirebon Raya.

Untuk itu, disusunlah konsep pengembangan Infrastruktur dan Prasarana Wilayah


yang sesuai dengan arah pengembangan Metropolitan Cirebon Raya, sehingga
berbagai aktvitas pergerakan dan aktivitas penduduk dapat terakomodasi dengan
optimal. Konsep pengembangan infrastruktur dan prasarana wilayah tersebut
terdiri atas 7 (tujuh) sektor, yaitu sektor transportasi, sektor perumahan, sektor
jaringan air bersih, sektor air limbah, sektor persampahan, sektor jaringan
drainase, dan sektor jaringan energi.

28
A. Sektor Transportasi
Transportasi merupakan proses pergerakan orang dan/atau barang dari satu lokasi
ke lokasi lain. Untuk mengakomodasi pergerakan yang terjadi, maka perlu
ditunjang oleh fasilitas dan layanan transportasi yang memadai, seperti fasilitas
jalan, layanan angkutan umum, bandar udara, serta fasilitas dan layanan
transportasi lainnya. Secara umum, konsep pengembangan sektor transportasi di
Metropolitan Cirebon Raya dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian utama, yaitu
sistem transportasi internal dan sistem transportasi eksternal.

1. Sistem Transportasi Internal


Pergerakan internal merupakan pergerakan yang terjadi di dalam lingkup
metropolitan Cirebon Raya. Pergerakan tersebut dapat dilihat dari, 1) pergerakan
antar pusat-pusat kegiatan; 2) pergerakan antara pusat-pusat kegiatan dengan
daerah layanannya; dan 3) pergerakan ke objek-objek pariwisata.

Pergerakan baik antar pusat kegiatan maupun pergerakan antara pusat kegiatan
dengan daerah layanannya mempengaruhi bagaimana hirarki jaringan jalan yang
sesuai untuk mengakomodasinya, Seperti dapat dilihat dalam struktur ruang,
semakin tinggi hirarki struktur ruang suatu pusat kegiatan, maka akan semakin
tinggi pula hirarki jaringan prasarana transportasi dan jenis transportasi yang dapat
digunakan, karena mempertimbangkan seberapa luas skala pelayanannya.
Berdasarkan PP 22/2009 tentang LLAJ, Kriteria Hirarki Angkutan Umum dan KM
35/2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang, kriteria hirarki jaringan
angkutan dapat dilihat sebagai berikut:

29
TABEL 11
KRITERIA HIRARKI JARINGAN ANGKUTAN UMUM
No Fungsi Hubungan Kelas Trayek Syarat Jalan Jenis Armada
1 PKN PKN Trayek utama (lintas Jalan arteri primer Kereta api
batas) Bus besar
2 PKN PKW Trayek utama (lintas Jalan arteri primer
batas)
3 PKN PKL Trayek utama (lintas Jalan kolektor primer
batas)
4 PKW PKW Trayek utama (lintas Jalan kolektor primer
batas)
5 PKW PKL Trayek utama (lintas Jalan kolektor primer
batas)
6 PPK PPK Trayek utama Jalan arteri sekunder Kereta api
7 PPK sPPK Trayek utama Jalan arteri sekunder Bus besar
8 sPPK sPPK Trayek utama Jalan arteri sekunder
9 sPPK PL Trayek feeder Jalan arteri sekunder
10 sPPK PL Trayek feeder Jalan lokal sekunder Bus besar/
(perumahan) sedang
11 PL PL Trayek feeder Jalan lokal sekunder
12 PL PL Trayek feeder Jalan lokal sekunder
(perumahan)
13 PL PL Trayek lingkungan Jalan lokal sekunder Bus sedang/
(perumahan) (perumahan) kecil
Sumber: UU no 22/2009 dan KM 35/2003

Tabel di atas menunjukkan bahwa penentuan hirarki jalan dan jenis angkutan
umum sangat dipengaruhi oleh fungsi hubungan antara hirarki pusat kegiatan.
Berdasarkan rencana tata ruang Kabupaten/Kota di Metropolitan Cirebon Raya,
maka konsep hirarki jaringan transportasi di Metropolitan Cirebon Raya tahun
2025 adalah sebagai berikut:

30
GAMBAR 12 RENCANA PUSAT KEGIATAN METROPOLITAN CIREBON RAYA
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011

31
TABEL 12
KONSEP HIRARKI JARINGAN TRANSPORTASI DI KOTA CIREBON
Hubungan Hirarki Jaringan Transportasi
No. Deskripsi lokasi Pusat Kegiatan Pusat Jaringan
Hirarki Trayek
Kegiatan Prasarana Jalan
Kel. Panjunan PPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Pekiringan PPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Sebagian Kel. Kel. Larangan PPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
1.
Kejaksan Kel. Kecapi PPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Karyamulya PPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Argasunya PPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Pekiringan sPPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Larangan sPPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
2. Kel. Panjunan Kel. Kecapi sPPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Karyamulya sPPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Argasunya sPPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Larangan sPPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Kecapi sPPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Pekiringan
Kel. Karyamulya sPPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
3. Kel. Argasunya sPPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Kecapi Kel. Karyamulya sPPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Argasunya sPPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Karyamulya Kel. Argasunya sPPK-sPPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kel. Kesenden sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Kebon Waru sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Lemahwungkuk sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Kasepuhan sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Pegambiran sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Sukapura sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Kejaksan sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Panjunan
Kel. Pekalangan sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Pekalipan sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
4.
Kel. Jagastru sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Lemahwungkuk sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Pegambiran sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Kesambi sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Drajat sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Larangan Kel. Pegambiran sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
dan Kecapi Kel. Kalijaga sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Sunyaragi sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Kel. Karyamulya
Kel. Harjamukti sPPK PL Arteri Sekunder Trayek Cabang
Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2012

32
TABEL 13
KONSEP HIRARKI JARINGAN TRANSPORTASI DI KABUPATEN CIREBON
Hubungan Hirarki Jaringan Transportasi
No. Deskripsi lokasi Pusat Kegiatan Pusat Jaringan
Hirarki Trayek
Kegiatan Prasarana Jalan
Kec. Losari PKL - PKLp Lokal Primer Trayek Utama
Kec. Pabedilan PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Pabuaran PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang
1. Kec. Ciledug Kec. Waled PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Babakan PKL PPK Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Gebang PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Pasaleman PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Astanajapura PKL PKLp Lokal Primer Trayek Utama
Kec. Mundu PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Pangenan PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Kec. Sedong PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang
2.
Lemahabang Kec. Susukanlebak PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec.
PKL PPK Lokal Primer Trayek Cabang
Karangsembung
Kec. Karangwareng PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Weru PKL - PKLp Lokal Primer Trayek Utama
Kec. Beber PKL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Greged PKL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Plered PKL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang
3. Kec. Sumber
Kec. Tengahtani PKL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Talun PKL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Kedawung PKL - PPK Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Gunungjati PKL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Kec. Plumbon PKL - PKLp Lokal Primer Trayek Utama
Palimanan Kec. Klangenan PKL - PPK Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Astanajapura
PPK - PKLp Arteri Sekunder Trayek Utama
Kab. Cirebon
Kec. Weru
PPK - PKLp Arteri Sekunder Trayek Utama
Kab. Cirebon
4. Kec.
Kec. Plumbon
Kejaksan PPK - PKLp Arteri Sekunder Trayek Utama
Kab. Cirebon
Kota Cirebon
Kec. Kapetakan
PPK - PKLp Arteri Sekunder Trayek Utama
Kab. Cirebon
Kec. Cibingbin
PPK - PKLp Arteri Sekunder Trayek Utama
Kab. Kuningan
Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2012

33
TABEL 14
KONSEP HIRARKI JARINGAN TRANSPORTASI DI KABUPATEN KUNINGAN
Hubungan Hirarki Jaringan Transportasi
No. Deskripsi lokasi Pusat Kegiatan Pusat Jaringan Prasarana
Hirarki Trayek
Kegiatan Jalan
Kec. Mandirancan PPL - PPK Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Cigugur PPL - PPK Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Dukupuntang
Kec. PPL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang
1. Kab Cirebon
Pasawahan
Kec.
Sindangwangi PPL - PPK Lokal Primer Trayek Cabang
Kab. Majalengka
Kec. Mandirancan PKL - PPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kec. Pancalang PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Jalaksana PKL PPK Lokal Primer Trayek Cabang
2 Kec. Cilimus
Kec.
PKL PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Cigandamekar
Kec. Cigugur PKL - PPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kec. Mandirancan PPL - PPK Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Cilimus PPL PKL Lokal Primer Trayek Cabang
3 Kec. Pancalang Kec. Beber PPL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kec. Talun
PPL - PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kab. Cirebon
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2013

TABEL 15
KONSEP HIRARKI JARINGAN TRANSPORTASI DI KABUPATEN MAJALENGKA
Hubungan Hirarki Jaringan Transportasi
No. Deskripsi lokasi Pusat Kegiatan Pusat Jaringan Prasarana
Hirarki Trayek
Kegiatan Jalan
Kec. Ligung PPK PPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kec. Leuwimunding PPK PPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kec.
1. Kec. Palasan PPK PPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Sumberjaya
Kec. Susukan
PPK PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kab. Cirebon
Kec. Sindangwangi PPK PPK Arteri Sekunder Trayek Utama
Kec. Kec. Palasah PPK PPK Arteri Sekunder Trayek Utama
2
Leuwimunding Kec. Ciwaringin
PPK PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kab. Cirebon
Kec. Rajagaluh PPK PKL Arteri Sekunder Trayek Utama
Kec.
3 Kec. Gempol
Sindangwangi PPK - PPL Lokal Primer Trayek Cabang
Kab. Cirebon
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2013

34
Berdasarkan tabel-tabel di atas, dapat terlihat bahwa konsep jaringan prasarana
jalan di Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan
sedikit berbeda dengan arahan jaringan prasarana jalan di Kota Cirebon. Jaringan
prasarana jalan di Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten
Kuningan lebih didominasi oleh jalan lokal, dimana hal ini disebabkan oleh struktur
ruang di Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Majalengka
yang memiliki cukup banyak Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL).

Adapun untuk moda transportasi publik, berdasarkan karakteristik hirarki jalannya,


maka Kota Cirebon sebagian besar dipenuhi dengan moda transportasi trayek
utama dan trayek cabang, seperti Kereta Api, Bus Besar, dan Bus Sedang. Untuk
itu, untuk koridor kecil hingga medium pada Kota Cirebon, transportasi publik
berbasis jalan dengan fasilitas eksklusif dapat melayani sebagai sistem transportasi
metropolitan yang efisien, seperti BRT, LRT, Bus, dan Tram. Hal ini juga berlaku
pada Kabupaten Cirebon, Majalengka, dan Kuningan.

Selain kebutuhan hirarki jaringan jalan, konsep pengembangan transportasi darat


di Metropolitan Cirebon Raya juga perlu mempertimbangkan kebutuhan akan
hirarki dan lokasi terminal. Hirarki penentuan terminal dipengaruhi oleh beberapa
hal, seperti hirarki pusat kegiatan, jaringan jalan dan moda transportasi yang
melaluinya. Berdasarkan KM 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan,
maka persyaratan penentuan lokasi terminal adalah sebagai berikut:

35
TABEL 16
PERSYARAKAT PENENTUAN LOKASI TERMINAL
No Terminal Persyaratan Teknis Lokasi
1. Terminal 1. Terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan
tipe A lalu lintas batas negara;
2. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA;
3. Jarak antara dua terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 km di
Pulau Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau lainnya;
4. Luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau
Jawa dan Sumatera, dan 3 ha di pulau lainnya;
5. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan
jarak sekurang-kurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya,
dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal.
2. Terminal 1. Terletak dalam jaringan trayek antar kota dalam propinsi;
tipe B 2. Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-kurangnya
kelas IIIB;
3. Jarak antara dua terminal penumpang tipe B atau dengan terminal
penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa dan 30 km di
Pulau lainnya;
4. Tersedia lahan sekurang-kurangnya 3 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan
Sumatera, dan 2 ha untuk terminal di pulau lainnya;
5. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan
jarak sekurang-kurangnya 50 m di Pulau Jawa dan 30 m di pulau lainnya,
dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal.
3. Terminal 1. Terletak di dalam wilayah Kabupaten daerah Tingkat II dan dalam jaringan
tipe C trayek pedesaan;
2. Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi kelas IIIA;
3. Tersedia lahan sesuai dengan permintaan angkutan;
4. Mempunyai akses jalan masuk atau keluar ke dan dari terminal, sesuai
kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal.

Sumber: KM 31/1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, Dinas Perhubungan


Provinsi Jawa Barat, 2012

Berdasarkan persyaratan penentuan lokasi terminal di atas, maka kebutuhan lokasi


terminal di Metropolitan Cirebon Raya tahun 2025 adalah:

36
TABEL 17
KEBUTUHAN LOKASI TERMINAL METROPOLITAN CIREBON RAYA 2025
No Kabupaten/Kota Kebutuhan Lokasi Terminal
1 Kota Cirebon 1. Terminal Tipe A di Kecamatan Harjamukti
2. Terminal Tipe C di Kecamatan Kesambi
3. Terminal Tipe C di Kecamatan Panjunan
4. Terminal Tipe C di Kecamatan Pekiringan
5. Terminal Tipe C Kecamatan Larangan dan Kecamatan Kecapi
6. Terminal Tipe C di Kecamatan Karyamulya
7. Terminal Tipe C di Kecamatan Argasunya
2 Kabupaten Cirebon 1. Terminal Tipe B di Kecamatan Losari
2. Terminal Tipe B di Kecamatan Arjawinangun
3. Terminal Tipe C di Kecamatan Ciledug
4. Terminal Tipe C di Kecamatan Astanajapura
5. Terminal Tipe C di Kecamatan Babakan
6. Terminal Tipe C di Kecamatan Karangsembung
7. Terminal Tipe C di Kecamatan Kedawung
8. Terminal Tipe C di Kecamatan Klangenan
9. Terminal Tipe C di Kecamatan Gegesik
10. Terminal Wisata di Kecamatan Weru
3 Kabupaten 1. Terminal Tipe A di Kecamatan Kadipaten
Majalengka 2. Terminal Tipe C di Kecamatan Ligung
3. Terminal Tipe C di Kecamatan Sumberjaya
4. Terminal Tipe C di Kecamatan Leuwimunding
5. Terminal Tipe C di Kecamatan Sindangwang
4 Kabupaten 1. Terminal Tipe A Kertawangunan
Kuningan 2. Terminal Tipe C di Kecamatan Mandirancan
Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, 2012

Selain jaringan jalan, jaringan KA juga dapat dijadikan sebagai sistem jaringan
pergerakan internal di Metropolitan Cirebon Raya. Pergerakan tersebut difasilitasi
oleh sistem Kereta Api Komuter Regional. Dengan sistem KA, maka beban
pergerakan terhadap jalan akan lebih berkurang, termasuk mampu mengurangi
tingkat kepadatan pengguna jalan di Metropolitan Cirebon Raya. Akan tetapi,
seperti yang telah diketahui bahwa baik KA komuter maupun KA antar kota berada
pada sistem jaringan rel yang sama. Hal ini menjadi masalah ketika terjadi
pertemuan antara KA Komuter dengan KA antar kota pada jalur KA single track,
dimana KA dengan level lebih tinggi akan didahulukan. Disisi lain, hal yang paling
penting pada sistem KA komuter adalah ketepatan waktu. Oleh karena itu, untuk
menampung pergerakan penumpang KA di Metropolitan Cirebon Raya, sistem
jaringan rel double track perlu untuk difungsikan kembali selain pada penyediaan
sistem KA komuter.

37
GAMBAR 13 LOKASI WISATA UNGGULAN DI METROPOLITAN CIREBON RAYA
Sumber: RIPPDA, 2005

Sebagai metropolitan dengan konsep pengembangan sektor unggulan berbasis


pariwisata, industri, dan kerajinan, kemudahan akses ke objek-objek pariwisata
menjadi faktor penting dalam mendorong pengembangan pariwisata. Kemudahan
akses tersebut dapat dilihat dari kondisi infrastruktur jalan penghubung objek-
objek wisata serta ketersediaan moda angkutan, dan terminal pariwisata sebagai
tempat pergantian moda transportasi. Untuk itu, perlu adanya penyediaan
terminal pariwisata di beberapa lokasi strategis, sebagai penunjang aksesibilitas ke
lokasi wisata unggulan di Metropolitan Cirebon Raya.

2. Sistem Transportasi Eksternal


Selain melihat Metropolitan Cirebon Raya sebagai area yang menampung
pergerakan di dalamnya (pergerakan internal), Metropolitan Cirebon Raya juga
dapat dilihat sebagai suatu nodal (titik) yang memiliki keterkaitan dengan wilayah
yang lebih luas. Keterhubungan tersebut memungkinkan adanya pergerakan
eksternal, baik yang masuk, keluar, ataupun melalui Metropolitan Cirebon Raya.
Pergerakan eksternal baik menuju maupun melalui Metropolitan Cirebon Raya
dapat diakomodasi dengan berbagai alternatif moda transportasi publik, yaitu

38
pesawat terbang, kereta api, kapal laut, maupun bus besar. Untuk itu, perlu
adanya penyediaan sarana penunjang transportasi tersebut yaitu Bandar udara,
stasiun kereta api, pelabuhan, jalan tol, dan jalan nasional atau provinsi.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah baik pada tingkat Provinsi maupun
tingkat Kabupaten/Kota, terdapat beberapa rencana pembangunan infrastruktur
strategis yang memungkinkan adanya pergerakan besar di wilayah Metropolitan
Cirebon Raya. Beberapa pembangunan tersebut antara lain:

GAMBAR 14 RENCANA PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI


METROPOLITAN CIREBON RAYA
Sumber: Analisis Tim WJP-MDM, 2011

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa pembangunan Bandara


Internasional Jawa Barat Kertajati dan Aerocity merupakan potensi dan tantangan
bagi pembangunan di Metropolitan Cirebon Raya yang perlu untuk dimanfaatkan.
Untuk mengakomodasi berbagai pergerakan yang timbul dari pembangunan
Bandar Udara Internasional tersebut, beberapa langkah perlu dilakukan, terutama
berkaitan dengan aksesibilitas antara BIJB Kertajati dan Aerocity dengan
Metropolitan Cirebon Raya.

Beberapa pembangunan yang dilakukan dalam upaya peningkatan aksesibilitas


eksternal baik dari sisi barat maupun dari sisi timur Metropolitan Cirebon Raya

39
serta mendukung besarnya potensi pergerakan yang timbul pada masing-masing
Kabupaten/Kota, antara lain:

TABEL 18
PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN
PERHUBUNGAN DI METROPOLITAN CIREBON
Jangka
Program Lokasi Sumber Dana
Waktu
Pembangunan Jalan Tol Jalan Tol Cisumdawu APBD Kab/Kota, APBD 2009-2023
Provinsi, APBN,
Swasta
Jalan Tol APBN, Swasta 2009-2023
Cikopo/Cikampek-
Palimanan
Pembangunan/Pening- Cirebon-Cikijing-Ciamis- APBD Provinsi, APBN 2009-2018
katan Jalur Jalan Poros Pangandaran
Revitalisasi Jalur KA Rancaekek-Jatinangor- APBN, Swasta 2009-2028
Tanjugsari-Kertajati-
Kadipaten-Cirebon
Pembangunan Terminal Perkotaan Cirebon APBD Kab/Kota, APBD 2009-2023
Tipe A Provinsi, APBN
Optimalisasi Fungsi Penggung (Cakrabuana) APBD Provinsi, APBN 2011-2028
Bandara Kota Cirebon
Peningkatan Kapasitas Pelabuhan Arjuna (Kota APBD Provinsi, APBN 2012-2029
dan Fungsi Pelabuhan Cirebon)
Pembangunan Sistem Perkotaan Cirebon APBD Kab/Kota, APBD 2010-2029
Angkutan Umum Provinsi, APBN,
Massal Swasta
Sumber: RTRW Provinsi Jawa Barat 2009-2029

40
TABEL 19
ARAH KEBIJAKAN TRANSPORTASI KA 2010-2014
Arah Kebijakan Target
Rehabilitasi jalur KA Jalur Cikampek-Cirebon, Jalur Semarang-
Cirebon
Peningkatan jalur KA, reaktivasi lintas Jalur Cirebon-Tegal, Jalur Semarang-Cirebon,
mati dan peningkatan spoor emplasemen Jalur Cirebon-Kroya, Jalur Cirebon-Kadipaten
Pembangunan jalur KA Jalur Cirebon-Brebes, Jalur Cirebon-Kroya
baru/shorcut/parsial double track/double
track/double double track
Peningkatan/modernisasi persinyalan Peningkatan persinyalan mekanik menjadi
perkeretaapian elektrik pada Stasiun Cirebon
Peningkatan saluran blok dengan kabel FO
pada jalur Tegal-Cirebon
Modifikasi sistem CTC/CTS pada Stasiun
Cirebon
Pembangunan/rehabilitasi bangunan Perluasan stock yard di Pekalongan dan
operasional perkeretaapian Cirebon/Jatibarang
Sumber: Renstra Kementerian Perhubungan 2010-2014

GAMBAR 15 USULAN PENGEMBANGAN JALAN DI METROPOLITAN CIREBON RAYA


Sumber: Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat, 2013

Selain menampung pergerakan manusia, pergerakan barang juga perlu


diakomodasi oleh sistem transportasi di Metropolitan Cirebon Raya. Adanya
pergerakan barang yang baik memungkinkan distribusi terutama terhadap produk-

41
produk ekonomi seperti produk pertanian, industri, kerajinan, dan sebagainya
dapat berjalan dengan lancar.

Proses distribusi barang dapat dilakukan baik menggunakan moda transportasi


darat, laut, maupun udara. Kemudahan aksesibilitas dari pusat produksi atau pusat
bahan baku ke pusat distribusi dan konsumsi menjadi faktor yang penting dalam
sistem pengangkutan barang, termasuk di dalamnya aksesibilitas antara pusat
produksi menuju stasiun, terminal, pelabuhan, dan bandara sebagai pintu gerbang
distribusi barang ke lokasi yang lebih luas.

Secara umum, perencanaan pengembangan sistem angkutan barang, terbagi


menjadi 3, yaitu:

a. Jangka Pendek: Angkutan barang dengan ukuran tertentu tidak boleh masuk
ke jalan perkotaan dan ditetapkannya rute angkutan barang; pembatasan
loading dan unloading di perkotaan, baik tempat maupun waktu
b. Jangka Menengah: Dibangun terminal angkutan barang/ dry port/ inland port;
tersedianya pergudangan yang melengkapi sistem angkutan barang
c. Jangka Panjang: Lebih terintegrasinya sistem angkutan barang antar moda
(jalan raya, kereta api, dan laut)

Berdasarkan ketiga hal di atas, beberapa hal yang direncakan dalam mendukung
sistem angkutan barang di Metropolitan Cirebon berdasarkan jangka waktu
kebutuhan, antara lain:

42
TABEL 20
PERENCANAAN SISTEM TRANSPORTASI BARANG DI METROPOLITAN CIREBON RAYA
No Jangka Waktu Perencanaan Transportasi Barang
1 Jangka Pendek - Pembangunan Jalur Lingkar di Kota Cirebon
- Pembangunan Jalur Lingkar di Kabupaten Cirebon
2 Jangka Menengah - Pembangunan pelabuhan barang di Kecamatan
Cantigi, Kabupaten Indramayu
- Pembangunan/ penataan pelabuhan perikanan di
Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu
- Peningkatan terminal truk di Kecamatan Gempol
- Peningkatan beberapa fungsi stasiun di Kota Cirebon,
Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan
Kabupaten Indramayu
- Peningkatan kapasitas dan fungsi pelabuhan Arjuna
(Kota Cirebon)
- Pembangunan Bandaran Internasional Jawa Barat
Kertajati dan Kertajati Aerocity
3 Jangka Panjang Integrasi sistem angkutan barang antar moda berupa
perbaikan dan pembangunan jalan, peningkatan status
jalan penghubung menuju bandara, pelabuhan, dan
stasiun.
Sumber: RTRW Jawa Barat, Hasil Analisis Tim WJP-MDM, 2013

B. Sektor Perumahan
Peningkatan jumlah penduduk di suatu wilayah secara umum juga akan
mempengaruhi peningkatan kebutuhan sektor perumahan. Hal ini dapat menjadi
permasalahan yang besar terutama di wilayah Metropolitan apabila tidak
dilakukan perencanaan yang matang. Aktivitas perekonomian yang semakin tinggi
mendorong banyaknya pendatang yang masuk ke dalam wilayah metropolitan.
Banyaknya potensi pendatang tersebut harus dapat diakomodasi dengan baik oleh
pemerintah. Hal ini sejalan dengan visi kebijakan dan strategi nasional perumahan
dan permukiman (KSNPP) yaitu Setiap orang (KK) Indonesia mampu memenuhi
kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau pada lingkungan yang sehat, aman,
harmonis, dan berkelanjutan dalam upaya terbentuknya masyarakat yang
berjatidiri, mandiri, dan produktif.

Di era peningkatan aktivitas ekonomi dan berbagai pembangunan infrastruktur


strategis yang ada, permintaan akan lahan di wilayah metropolitan menjadi
semakin besar. Peningkatan permintaan perumahan dan pembangunan berbagai

43
infrastruktur strategis tersebut mendorong meningkatnya nilai lahan akan
perumahan di perkotaan. Sementara di sisi lain, hingga saat ini masih terdapat
backlog yang besar di beberapa daerah di Metropolitan Cirebon Raya yang
memungkinkan semakin besarnya defisit ketersediaan perumahan di masa depan
apabila tidak segera ditindaklanjuti. Selain kebutuhan perumahan dan peningkatan
nilai lahan, persoalan penyediaan ruang terbuka di wilayah metropolitan tetap
harus menjadi perhatian besar, mengingat adanya ruang terbuka dapat menjadi
sarana interaksi, aktivitas, dan sebagai penjaga keseimbangan lingkungan.

Untuk itu, pengembangan hunian vertikal di wilayah Metropolitan Cirebon Raya


dapat menjadi salah satu alternatif yang baik dalam memenuhi segala tantangan
dan peluang yang dihadapi di wilayah Metropolitan Cirebon Raya. Mengingat
pentingnya sektor perumahan dalam pengembangan wilayah Metropolitan, maka
beberapa rencana yang telah dibuat untuk menampung kebutuhan akan
perumahan di wilayah perkotaan Metropolitan Cirebon Raya adalah sebagai
berikut:

TABEL 21
RENCANA PENGEMBANGAN SEKTOR PERUMAHAN DI METROPOLITAN CIREBON RAYA
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Infrastruktur Permukiman
1 Kota Cirebon Pengembangan hunian vertikal layak huni di kawasan
perumahan kepadatan tinggi
Penataan lingkungan perumahan disekitar badan air sungai
Kesunean dan Krian
Pengembangan kawasan perumahan berdasarkan
ketentuang luas kapling rumah
Kawasan perumahan kepadatan tinggi diarahkan di BWK I
dan BWK II; Kwasan perumahan kepadatan sedang
diarahkan di BWK III; dan Kawasan perumahan kepadatan
rendah diarahkan di BWK IV
2 Kabupaten Cirebon Pembangunan prasarana permukiman
Pembangunan dan pengembangan skala pengembang
minimal 250 unit rumah
Studi kelayakan lokasi lingkungan siap bangun
Pengembangan rumah skala besar (lisiba)
Pembangunan rumah susun sederhana (hunian vertikal)
3 Kabupaten Mengembangkan kawasan permukiman vertikal pada
Majalengka kawasan perkotaan dengan intensitas pemanfaatan ruang
menengah hingga tinggi, kawasan perkotaan yang memiliki

44
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Infrastruktur Permukiman
karakteristik intensitas pemanfaatan ruang menengah
hingga tinggi, mencakup kawasan perkotaan yang menjadi
kota inti PKW
Mengendalikan kawasan permukiman horizontal pada
kawasan perkotaan dengan intensitas pemanfaatan ruang
menengah, termasuk kota mandiri dan kota satelit dan
kawasan perkotaan yang memiliki karakteristik intensitas
pemanfaatan ruang menegah, mencakup kawasan
perkotaan selain yang berfungsi sebagai kota inti PKW
4 Kabupaten Pembangunan kawasan perumahan baru
Kuningan Perluasan dan pembangunan kawasan permukiman
swadaya
Perbaikan kualitas perumahan yang ada dan lingkungan
perumahan
Penyediaan berbagai fasilitas sosial ekonomi yang mampu
mendorong perkembangan kawasan perkotaan
Mengembalikan fasilitas ruang publik
5 Kabupaten Pengembangan kawasan permukiman perkotaan
Indramayu diupayakan tidak merambah areal pertanian lahan basah
beririgasi teknis
Permukiman perkotaan diarahkan untuk mengisi kawasan
belum terbangun di ibukota kecamatan terutama pada
pusat-pusat wilayah pengembangan pembangunan
Perbaikan lingkungan permukiman terutama pada kawasan
padat kumuh
Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka,
Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu 2011-2031

Pengembangan hunian vertikal sebagai salah satu solusi menghadapi


perkembangan metropolitan Cirebon Raya dapat dilakukan dengan
memperhatikan berbagai hal. Hunian vertikal perkotaan dapat berupa rumah
susun sederhana, apartemen, dan sebagainya yang diletakkan mengikuti jaringan
jalan utama. Pengembangan hunian bertikal dilakukan pada wilayah-wilayah
dengan konsentrasi penduduk tinggi dan memiliki lokasi strategis, dengan
dilengkapi berbagai fasilitas sosial dan fasilitas umum serta infrastruktur
pendukungnya bersamaan dengan kegiatan jasa dan perdagangan. Dengan adanya
hunian vertikal di wilayah Metropolitan Cirebon Raya, maka kebutuhan akan

45
perumahaan dapat lebih teratasi dan ruang terbuka sebagai elemen penting
kehidupan masyarakat metropolitan juga dapat dipenuhi dengan baik.

Selain memperhatikan potensi pemenuhan kebutuhan perumahan di masa akan


datang bagi masyarakat secara umum, potensi penyediaan perumahan di
Metropolitan Cirebon Raya tidak akan pernah lepas dari penyediaan hunian bagi
masyarakat kurang mampu atau masyarakat menengah ke bawah, karena
masyarakat tersebut juga merupakan bagian dari Metropolitan Cirebon Raya.
Perkembangan hunian kumuh yang tidak terawat dan tidak tertata dengan baik,
tidak hanya mempengaruhi bagaimana tampak Metropolitan Cirebon Raya, tetapi
juga mempengaruhi kualitas hidup masyarakat tersebut. Untuk itu, beberapa
langkah dapat dilakukan antara lain:

a. Penyediaan prasarana dasar (PSD) bagi kawasan RSH


b. Penataan dan peremajaan kawasan
c. Pembangunan rumah susun sederhana sewa
d. Peningkatan kualitas permukiman

Keempat langkah tersebut dapat mendorong penataan wilayah Metropolitan


Cirebon Raya yang lebih teratur dan terarah serta dapat menampung berbagai
kebutuhan akan infrastruktur perumahan dari berbagai pihak, baik kelas
menengah ke atas maupun menengah ke bawah.

C. Sektor Persampahan
Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan dengan dua tujuan:
mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis; dan mengolah
sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup.
Proses pengelolaan sampah di wilayah Metropolitan dimulai dari timbunan (hulu)
yang berasal dari permukiman, pasar, komersial, industri, perkantoran, dan
sebagainya sampai dengan pembuangan akhir.

Pengangkutan sampah dari sumber sampah (kawasan perumahan, perkantoran,


komersial, industri, dan lain-lain) ke TPA merupakan cara konvesional yang sampai
saat ini masih mendominasi pola penanganan sampah di Indonesia. Namun, sesuai
dengan Undang-undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Persampahan, paradigma pola
pengelolaan sampah tidak lagi mengandalkan pola kumpul-angkut-buang, namun

46
beralih ke pola pengurangan dan pemanfaatan sampah sejak dari sumbernya,
sehingga volume sampah yang dibuang ke TPA sudah sangat berkurang. Menurut
UU No.18 Tahun 2008, pengelolaan sampah didefinisikan sebagai kegiatan yang
sistematis, meyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah. Kegiatan pengurangan meliputi: pembatasan timbunan
sampah; pendauran ulang sampah; dan/ atau pemanfaatan kembali sampah.

Prasarana pengangkutan sampah dapat berupa gerobak/sepeda/motor sampah


atau truk terbuka. Adanya perubahan paradigma penanganan sampah tersebut,
maka diperlukan perubahan pola pengangkutan sampah baik untuk sampah
tercampur maupun sampah terpilah.

GAMBAR 16 LANDASAN PERATURAN HUKUM DAN KETENTUAN PENGELOLAAN SAMPAH


DI JAWA BARAT
Sumber: Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, 2012

Secara umum, kondisi operasional TPA di Jawa Barat dilakukan secara open
dumping karena keterbatasan sumber daya manusia dan dana. Undang-undang
No.18 Tahun 2008 mengamanatkan bahwa mulai tahun 2013 tidak diperkenankan
lagi dalam operasional TPA secara open dumping dan adanya keharusan
menerapkan sistem sanitary landfill pada TPA yang dioperasikan. Di dalam undang-
undang tersebut diamanatkan bahwa Pemerintah Daerah harus membuat
perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan

47
sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (tahun) dan diharuskan menutup
tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan
terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-undang
tersebut. Untuk itu, proses perencanaan memegang peranan penting dalam
pelaksanaan pengelolaan persampahan. Keterlibatan dalam pengelolaan
persampahan tidak hanya oleh pemangku kepentingan tetapi termasuk
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Untuk itu, perlu dilakukan
identifikasi sampah baik timbunan (berat atau volume) serta komposisinya.

TABEL 22
RENCANA PENGELOLAAN JARINGAN PERSAMPAHAN DI METROPOLITAN CIREBON RAYA
No Kabupaten/Kota Rencana Pengelolaan Persampahan
1 Kota Cirebon Reduksi dan pengolahan sampah secara terpadu di TPS
hingga di TPPAS Kopi Luhur
Pengolahan sampah buangan industri yang berbahaya
hingga layak dan tidak berbahaya untuk dibuang ke
TPPAS
Pengolahan sampah yang berasal dari rumah sakit
dengan incinerator untuk selanjutnya dibuang ke TPPAS
Penyediaan TPS pada wilayah yang tidak memiliki TPS
atau wilayah yang jarak ke TPS terdekat lebih dari 1km
TPPAS menggunakan sistem sanitary landfill
Penyediaan infrastruktur yang menunjang sistem
sanitary landfill
2 Kabupaten Cirebon Penyusunan rencana induk pengelolaan persampahan
Kabupaten
Pengembangan teknologi komposing sampah organik
pada kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan
pengembangan TPS diletakan pada pusat kegiatan
masyarakat meliputi pasar, permukiman, perkantoran,
dan fasilitas sosial berada di setiap kecamatan
Peningkatan pemanfaatan TPPAS yang ada dengan
sistem pengelolaan sampah sanitary landfill, meliputi:
TPPAS Gunung Santri, TPPAS Ciawi Japura, TPPAS
Ciledug
Pembangunan TPPAS dengan sistem pengelolaan
sampah sanitary landfill di Kecamatan Gempol
Persiapan pembangunan TPPAS Regional di Kabupaten
3 Kabupaten Pembangunan dan/atau perluasan TPPAS meliputi:
Majalengka Perluasan TPPAS Heulet dan Pembangunan TPPAS

48
No Kabupaten/Kota Rencana Pengelolaan Persampahan
Talaga
TPS ditempatkan di pusat kegiatan masyarakat di
seluruh kecamatan meliputi: pasar, permukiman,
perkantoran, fasilitas sosial lainnya
Pengembangan usaha daur ulang sampah, kertas, kaca
dan plastic dan/atau sampah kering
Penerapan penanganan akhir sampah secara sanitary
landfill
4 Kabupaten Pengembangan TPS disediakan di setiap kecamatan
Kuningan Optimalisasi TPPAS Ciniru di Kecamatan Jalaksana
Pembangunan TPPAS Karangmuncang dengan metoda
sanitary landfill di Kecamatan Cigandamekar
Peningkatan kualitas prasarana pengolahan limbah
medis dan limbah B3 mandiri, meliputi: Kecamatan
Kuningan, Kecamatan Cilimus, Kecamatan Cigugur, dan
Kecamatan Sindangagung
Pengembangan pengelolaan sampah skala lingkungan
berbasis komunitas dengan pendekatan metode 3R.
5 Kabupaten Pengembangan sistem pengangkutan diprioritaskan
Indramayu pada kawasan permukiman perkotaan dan pusat
kegiatan masyarakat
Pengembangan sistem komposting pada kawasan
perdesaan dan permukiman berkepadatan rendah
Pengembangan TPST, meliputi: TPST Pecuk, TPSK
Kebuleb, TPST Kertawinangun, TPST Mekarjati
Peningkatan sistem pengelolaan dengan sanitary
landfill pada TPST dan dengan sistem 3R
Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka,
Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Indramayu 2011-2031

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa berdasarkan amanat UU No. 18


Tahun 2008, sistem operasional TPA diharuskan untuk menerapkan sistem sanitary
landfill. Hal ini berimplikasi bagi Pemerintah Daerah di dalam pengelolaan sampah,
mengingat pembuatan maupun pengelolaan TPA dengan sistem sanitary landfill
membutuhkan biaya yang cukup besar. Biaya operasional yang mahal dimulai dari
pengadaan alat berat, penyediaan tanah penutup, operasi dan pemeliharaan,
sampai penyediaan tenaga yang terdidik dalam mengelola sanitary landfill. Di sisi
lain, kemampuan keuangan Pemerintah Pusat maupun alokasi keuangan
Pemerintah Kabupaten/Kota di dalam mengelola sampah masih sangat terbatas.

49
GAMBAR 17 SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH LOKAL DAN REGIONAL
Sumber: Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, 2012

Selain itu, penerapan sistem sanitary landfill juga membutuhkan lokasi lahan yang
cukup luas dan memenuhi persyaratan teknis tertentu. Sementara tidak semua
pemerintah daerah memiliki lahan yang cukup dan sesuai dengan persyaratan
lokasi TPA. Oleh karenanya untuk mengatasi hal tersebut, salah satu strategi yang
dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan Pengelolaan TPA Regional.

Pembangunan dan pengelolaan TPA Regional merupakan salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah di tingkat
Kabupaten/Kota. Pembangunan dan pengelolaan TPA Regional tersebut dapat
dibangun dan dikelola langsung oleh Pemerintah Provinsi ataupun kerjasama
antara Kabupaten/Kota yang terlibat.

Dalam lingkup Metropolitan Cirebon Raya, pembangunan dan pengelolaan TPA


Regional merupakan hal yang penting untuk segera dilakukan, selain revitalisasi
TPA Mandiri dan TPA Bersama di wilayah Kabupaten/Kota dan wilayah PKW dan
luar PKW. Hal ini menjadi semakin penting mengingat adanya pembangunan pusat
kegiatan baru di Metropolitan Cirebon Raya, yaitu BIJB dan Aerocity Kertajati yang
memiliki potensi penambahan jumlah timbunan sampah dengan volume yang
besar. Rencana pembangunan TPA/TPPAS Ciayumajakuning (TPPAS Regional di
Kabupaten Cirebon) sebagai respon dari potensi pertambahan penduduk dan

50
aktivitas ekonomi di Metropolitan Cirebon Raya perlu untuk segera dikaji lebih
jauh seiring dengan berbagai pembangunan infrastruktur strategis lainnya.

GAMBAR 18 Eksisting dan Lokasi Rencana TPPAS di Provinsi Jawa Barat


Sumber: Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, 2012

Dalam proses pengolahan sampah akhir, perlu disadari bahwa daya tampung
pemrosesan akhir TPPAS Regional dengan menggunakan sanitary landfill pun tidak
akan mampu untuk memenuhi jumlah timbunan sampah harian yang berasal oleh
masing-masing Kabupaten/Kota, apalagi jika dilihat dari potensi pertumbuhan
penduduk Metropolitan Cirebon Raya ke depan. Untuk itu, tidak semua sampah
yang masuk ke dalam TPPAS perlu untuk dilakukan pemrosesan akhir. Pemilahan
dan pengolahan sampah baik sampah organik maupun sampah non-organik dapat
dilakukan sehingga hanya sampah residu dari proses pengolahan yang masuk
dalam sanitary landfill. Proses pengolahan sampah organik antara lain dengan
composting yang menghasilkan kompos, metanisasi yang menghasilkan gas metan
untuk kebutuhan listrik, dan biomass to power yang dapat menghasilkan uap
panas juga untuk memenuhi kebutuhan listrik. Sementara itu, proses MRF
(Material Recovery Facility) yaitu proses dimana sampah akan dipisahkan,
diproses, dan disimpan untuk kemudian dapat didaur ulang menjadi bahan-bahan
yang bermanfaat juga dapat dilakukan pada sampah-sampah non organik, seperti
plastik, kaca, dsb sehingga dapat menghasilkan material daur ulang dan produk
daur ulang yang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Dengan adanya

51
Material Recovery Facility (MRF) maka dapat mereduksi jumlah sampah yang akan
ditimbun, sehingga sampah-sampah yang akan ditimbun merupakan sampah yang
benar-benar tidak dapat dimanfaatkan lagi.

GAMBAR 19 Alur Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah


Sumber: Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat, 2012

Seperti yang diamanatkan dalam UU No.18 Tahun 2008 bahwa pengelolaan


sampah tidak lagi mengandalkan pola kumpul-angkut-buang melainkan beralih ke
pola pengurangan dan pemanfaatan sampah sejak dari sumbernya (hulu). Hal ini
dilakukan untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA/TPPAS. Upaya
pengurangan volume sampah tersebut dapat dimulai dari tingkat rumah tangga,
RT, RW, Kelurahan hingga ke tingkat kabupaten/kota. Hal ini membutuhkan
partisipasi dari pemerintah Kabupaten/Kota berupa program atau kebijakan yang
berhubungan dengan pengolahan sampah di tingkat hulu.

Beberapa program yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah volume


sampah di TPPAS Regional antara lain:

Meminimalisir jumlah timbunan sampah dengan memilah-milah jenis sampah


organik (mudah membusuk) dan sampah anorganik (sukar membusuk)

52
Pemanfaatan pola pembakaran berteknologi (incinerator mini) yang diterapkan
di tingkat RT/RW, kelurahan dan kecamatan. Keuntungan dari incinerator mini
adalah: tidak diperlukan lahan besar; mudah dalam pengoperasian; hemat
energi; temperatur tidak terlalu tinggi (800/1.1000C); tidak terdapat asap sisa
pembakaran yang akan mencemari lingkungan; tidak bising dan kemasan
kompak per unit; tidak menimbulkan panas pada tabung pembakar; dan sisa
abu dapat dimanfaatkan menjadi produksi batu bata/batako.
Kerjasama pengelolaan sampah terpadu tingkat lokal: 1) Sampah organik
(dikelola menjadi pupuk organik berbasis komunal); 2) Sampah anorganik
(pembentukan Bank Sampah dan Industri Pengelolaan Plastik); 3) Sampah B3
dibakar di TPA

GAMBAR 20 INCINERATOR MINI GAMBAR 21 TEKNOLOGI KOMPOSTING


Sumber: Dinas Kebersihan Kota Malang, 2012

D. Sektor Jaringan Air Bersih


Sarana dan prasarana di suatu wilayah, seperti sarana dan prasarana air bersih
merupakan komponen penting yang perlu diperhatikan dan diupayakan agar
kegiatan pada wilayah tersebut dapat berjalan lancar sesuai dengan kebutuhan.
Sarana penyediaan air bersih merupakan salah satu kebutuhan bagi masyarakat,
dan pemerintah berkewajiban untuk mengupayakan pemenuhannya, mengingat
air bersih adalah faktor penting dalam kehidupan dan kesehatan masyarakat.

Pertumbuhan populasi penduduk dan berkembangnya aktifitas ekonomi di suatu


wilayah berdampak pada makin meningkatnya kebutuhan air bersih, termasuk di
wilayah Metropolitan Cirebon Raya. Perkembangan aktivitas perkotaan di wilayah
metropolitan memungkinkan pertumbuhan akan permintaan air bersih menjadi

53
meningkat tajam. Hal ini seiring dengan perkembangan aktivitas industri,
pariwisata, perdagangan, jasa, dan sebagainya.

Secara umum, sektor jaringan air bersih terbagi menjadi 2 (dua) yaitu jaringan air
baku untuk air minum dan jaringan air minum. Sektor jaringan air baku untuk air
minum yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari
sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi
baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Sementara itu, jaringan air
minum adalah jaringan air bersih (yang sudah diolah) yang menghubungkan antara
sistem pengelolaan air minum dengan para pengguna atau konsumen air minum
untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Berdasarkan pada kedua sistem jaringan tersebut, persoalan penyediaan air bersih
di Metropolitan Cirebon Raya juga dapat dilihat baik dari sistem jaringan air baku
maupun jaringan air minum. Bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan
menurunnya debit sumber air sedangkan kebutuhan akan air semakin meningkat
di beberapa sektor. Ditambah lagi dengan berkurangnya luas lahan di hutan,
beralihnya fungsi lahan menjadi tempat tinggal dan pengambilan air tanah yang
tidak terkendali. Hal ini semakin menjadi masalah apabila dihadapkan pada
pengembangan pusat kegiatan baru di Metropolitan Cirebon Raya yang
memungkinkan peningkatan akan pemanfaatan air baku. Sementara itu, produksi
air yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) masing-masing
Kabupaten/Kota di Metropolitan Cirebon Raya belum dapat memenuhi sebagian
besar kebutuhan masyarakat dan sisanya mengandalkan air sumur, air tanah
dalam (artesis) dan mata air.

54
TABEL 23
CAKUPAN PELAYANAN AIR MINUM PDAM DI METROPOLITAN CIREBON RAYA
Cakupan Cakupan Cakupan
Pelayanan Pelayanan pelayanan
No Kabupaten/Kota PDAM terhadap Terhadap terhadap
Penduduk Penduduk Penduduk
Perkotaan Wil Layanan Administrasi
PDAM Tirta
1 Kota Cirebon 91% 77% 88%
Darma
PDAM Kab.
2 Kabupaten Cirebon - 36,27% 10,81%
Cirebon
PDAM Kab.
3 Kabupaten Majalengka 6,03% 29,06% 19,64%
Majalengka
PDAM Tirta
4 Kabupaten Kuningan 46,40% 33,32% 10,26%
Kamuning
PDAM Tirta
5 Kabupaten Indramayu - 39,01% 22,18%
Darma Ayu
Sumber: Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI), 2010

Untuk mengatasi peningkatan kebutuhan akan penyediaan air baku, beberapa


rencana pengembangan jaringan air baku untuk air bersih yang dilakukan oleh
masing-masing Kabupaten/Kota di Metropolitan Cirebon Raya, antara lain:

TABEL 24
RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN AIR BAKU METROPOLITAN CIREBON RAYA
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Air Baku untuk Air Bersih
1 Kota Cirebon Meningkatkan kemampuan dalam penyediaan air baku yang
berasal dari air permukaan dan mata air
Mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim
hujan dan kemarau melalui pembangunan penampungan
dan embung/dam
Melestarikan daerah resapan air untuk menjaga
ketersediaan sumberdaya air
2 Kabupaten Cirebon Pengembangan dan pengembangan sumber air baku untuk
dimanfaatkan di kecamatan di bagian utara, meliputi: Sungai
Kumpul Kuista, Sungai Jamblang, dan Sungai Ciwaringi
Pembangunan dan pengembangan sumber air baku untuk
dimanfaatkan di kecamatan di bagian timur meliputi: Sungai
Cisanggarung, Sungai Condong, Sungai Kalijaga, Sungai
Kanci, Sungai Ciberes, dan Sungai Bangkaderes
Pelestarian 44 sumber mata air
Pemanfaatan air tanah dangkal dan artesis secara terkendali

55
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Air Baku untuk Air Bersih
Pemanfaatan air sungai, rawa, dan embung secara
proporsional
3 Kabupaten Pemanfaatan sumber air dari mata air
Majalengka Optimalisasi waduk jatigede sebagai sumber air alternative
4 Kabupaten Pengembangan jaringan air baku diarahkan untuk
Kuningan mengoptimalkan pemanfaatan air permukaan
Upaya penanganan untuk meningkatkan sediaan air baku
dilakukan dengan cara: perlindungan terhadap sumber mata
air dan daerah resapan air; dan perluasan daerah tangkapan
air
Pemanfaatan potensi air baku meliputi: Mata Air Telaga
Nilem, Mata Air Cipujangga, Mata Air Telaga Bogo, Mata Air
Cisamaya, dan Waduk Darma
5 Kabupaten Pengembangan jaringan air baku diarahkan untuk
Indramayu mengoptimalkan pemanfaatan air permukaan
Upaya penanganan untuk sediaan air baku dilakukan dengan
cara: pengembangan sistem longstorage Indramayu di
Sungai Cipanas; perlindungan terhadap daerah resapan air;
dan perluasan daerah tangkapan air
Pemanfaatan sumber air baku dilakukan dengan
memanfaatkan sungai yang berada di Kabupaten, meliputi:
Sungai Ciamanuk, Sungai Cipanas, Sungai Cipunegara,
Sungai Cilalanang, Sungai Kumpulkuista, Sungai
Pamengkang, dan Sungai Cimanis
Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka,
Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu 2011-2031

Berdasarkan tabel di atas, pemanfaatan sumber air baku dari mata air merupakan
langkah yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Metropolitan
Cirebon Raya. Pemanfaatan sumber mata air tersebut dapat dilakukan mengingat
banyaknya mata air yang tersebar di masing-masing Kabupaten/Kota terkait, selain
juga terdapat potensi aliran sungai, waduk, dan dam. Melalui pembangunan
jaringan pipa air baku, maka air baku yang berasal dari berbagai mata air potensial
tersebut dapat disalurkan dan dijadikan sumber dasar air minum di Metropolitan
Cirebon Raya. Akan tetapi, upaya pelestarian kawasan lindung harus tetap
dilakukan karena berbagai sumber air baku tersebut sangat tergantung pada
besarnya daerah tangkapan air.

56
Besarnya cakupan air bersih di Metropolitan Cirebon Raya tidak hanya disebabkan
oleh persoalan pengelolaan jaringan air baku yang mempengaruhi besarnya
potensi sumber air yang dapat dimanfaatkan, tetapi juga disebabkan oleh
persoalan sistem jaringan air minum. Adanya kebocoran dan belum terpasangnya
pipa transmisi dan pipa distribusi di wilayah pelayanan, teknologi sistem
pengaliran, jumlah dan kondisi instalasi pengolahan juga mempengaruhi besarnya
pemenuhan atas kebutuhan air minum. Untuk itu diperlukan rencana
pengembangan sistem jaringan air minum yang mampu menyelesaikan berbagai
kendala tersebut. Berbagai rencana pengembangan sistem jaringan air minum di
Kabupaten/Kota di Metropolitan Cirebon Raya antara lain:

TABEL 25
RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN AIR MINUM METROPOLITAN CIREBON RAYA
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum
1 Kota Cirebon Meningkatkan pemerataan pelayanan air minum di wilayah
kota
Mengembangka prasarana pengolahan air bersih untuk
dikonsumsi secara langsung (langsung diminum) dari
jaringan (kran)
2 Kabupaten Cirebon Peningkatan pelayanan air minum dengan menggunakan
sistem jaringan perpipaan dan pengembangan sistem baru
pada kawasan perkotaan yang belum terlayani jaringan air
bersih
3 Kabupaten Pengembangan sumber distribusi air minum perpipaan
Majalengka meliputi: Kecamatan Majalengka, Kecamatan Kadipaten,
Kecamatan Ligung, Kecamatan Rajagaluh, Kecamatan
Talaga, Kecamatan Cikijing, Kecamatan Lemahsugih
Pengembangan jaringan perpipaan air minum meliputi:
Kecamatan Majalengka, Kecamatan Kadipaten, Kecamatan
Kertajati, Kecamatan Rajagaluh, Kecamatan Talaga,
Kecamatan Ligung, Kecamatan Dawuan, Kecamatan Cikijing,
Kecamatan Maja, dan Kecamatan Cigasong
Pengembangan sarana dan prasarana air minum terhadap
wilayah yang belum terlayani
4 Kabupaten Pengembangan jaringan air minum kepada kelompok
Kuningan pengguna berupa peningkatan pelayanan dan pengelolaan
air minum
Pengembangan jaringan air minum kepada kelompok
pengguna berupa peningkatan kapasitas sambungan
langganan dengan lokasi meliputi: Kecamatan Cilimus,

57
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Air Minum
Kecamatan Japara, Kecamatan Jalaksana, Kecamatan
Cipicung, Kecamatan Kramatmulya, Kecamatan Cigugur,
Kecamatan Ciawigebang, Kecamatan Kalimanggis,
Kecamatan Cidahu, Kecamatan Luragung, Kecamatan
Maleber, dan Kecamatan Lebakwangi
5 Kabupaten Pengembangan jaringan air minum kepada kelompok
Indramayu pengguna berupa peningkatan pelayanan dan pengelolaan
air minum meliputi Peningkatan kapasitas sambungan
langganan dan pemasangan sambungan langganan baru
Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka,
Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu 2011-2031

GAMBAR 22 RENCANA PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL CIAYUMAJAKUNING


Sumber: Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, 2011

Dalam upaya penyediaan air minum, dapat disadari bahwa tidak semua
Kabupaten/Kota memiliki potensi sumber daya air yang besar. Terdapat daerah
dengan jumlah penduduk besar namun dengan potensi sumber air bersih yang
tidak mampu menampung kebutuhan penduduk tersebut, sementara di sisi lain
terdapat daerah dengan potensi sumber daya air bersih dengan demand yang

58
rendah. Oleh karena itu, kerja sama antara Kabupaten/Kota dapat dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan air semua penduduk di daerah setempat. Hal yang sama
dapat dilakukan dalam pemenuhan sistem air bersih di Metropolitan Cirebon Raya.
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Regional (SPAM) dapat menjadi
langkah yang tepat untuk memenuhi kebutuhan perkembangan demand di
Metropolitan Cirebon Raya selain daripada meningkatkan nilai efisiensi dalam
penyediaan sarana infrastruktur strategis air bersih.

E. Sektor Air Limbah


Air limbah atau air buangan adalah sisa air dibuang yang berasal dari rumah
tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya
mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan
serta mengganggu lingkungan. Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber,
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu Air buangan yang
bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water), yaitu limbah yang berasal
dari permukiman penduduk, air buangan industri (industri wastes water), yang
berasal dari berbagai jenis industri akibar proses produksi, dan air buangan
kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang berasal dari daerah:
perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat-tempat
ibadah, dan sebagainya.

Permasalahan pengelolaan air limbah di wilayah metropolitan secara umum terjadi


baik di hulu maupun di hilir. Beberapa permasalahan pengelolaan air limbah
diantaranya adalah tingkat pelayanan air limbah permukiman melalui Sistem
Perpipaan (sistem Sewerage) baru mencapai kurang dari 5% dan melalui jamban
(pribadi dan fasilitas umum) yang aman baru mencapai kurang dari 50%, jumlah
daerah yang memiliki sistem pengelolaan air limbah terpusat masih sangat rendah,
dan sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat masih belum
memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Hal ini perlu menjadi perhatian
mengingat perkembangan wilayah metropolitan harus sebanding dengan
kesediaan sistem pengolahan limbah, sehingga mampu menjamin tingkat
kebersihan dan kesehatan masyarakatnya. Adapun beberapa rencana pengelolaan
infrastruktur air limbah di Kabupaten/Kota di Metropolitan Cirebon Raya adalah
sebagai berikut:

59
TABEL 26
RENCANA PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR AIR LIMBAH
DI METROPOLITAN CIREBON RAYA
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Infrastruktur Air Limbah
1 Kota Cirebon Peningkatan Sistem pengolahan limbah secara On Site, cara
Konvensional yaitu dengan pelayanan mobil sedot tinja dan
Sistem Johkasau yaitu sistem pengolahan di tempat tanpa
melakukan pengurasan, di Kantor PDAM di Kelurahan
Pekiringan Kecamatan Kesambi, terletak di Rumah Susun
Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kelurahan Kecapi
Kecamatan Harjamukti.
Peningkatan Sistem pengolahan limbah secara Off Site yaitu
sistem pengolahan dari persil ke saluran menuju Instalasi
Pengolahan Limbah (IPAL) Kesenden di Kelurahan Kesenden
Kecamatan Kejaksan, IPAL Ade Irma di Kelurahan Panjunan
Kecamatan Lemahwungkuk, IPAL Gelatik di Kelurahan
Larangan Kecamatan Harjamukti, IPAL Rinjani di Kelurahan
Larangan Kecamatan Harjamukti.
2 Kabupaten Cirebon Limbah Domestik
pemenuhan prasarana jamban keluarga untuk setiap rumah
pada kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan;
pengembangan jamban komunal pada kawasan
permukiman padat masyarakat berpenghasilan rendah dan
area fasilitas umum;
pengembangan prasarana terpadu Instalasi Pengolahan
Limbah Terpadu (IPLT) terintegrasi dengan TPPAS Gunung
Santri Kecamatan Palimanan
Pembangunan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
Industri meliputi: IPAL industri batu alam dan IPAL industri
Batik Trusmi
Limbah B3
Pengembangan prasarana limbah industri
Pengembangan prasarana limbah medis
Pengembangan prasarana pengelolaan limbah B3
3 Kabupaten Penerapan sistem septic tank kawasan permukiman
Majalengka perkotaan
Pengembangan pengolahan limbah bergerak
Penyediaan sarana prasarana pengolahan limbah industri,
limbah medis, limbah B3
Penyusunan masterplan pengolahan limbah

60
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Infrastruktur Air Limbah
4 Kabupaten Peningkatan kualitas prasarana pengolahan limbah medis
Kuningan dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mandiri
meliputi: Kecamatan Kuningan, Kecamatan Cigugur,
Kecamatan Cilimus, dan Kecamatan Sindangagung
5 Kabupaten Non domestik, berupa pembangunan Instalasi Pengolahan
Indramayu Air Limbah (IPAL) dan Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu
(IPLT) pada kegiatan industri, rumah sakit, hotel dan
restoran yang berada di seluruh wilayah kabupaten.
Domestik, berupa pembangunan jamban umum dan mandi
cuci kakus (MCK) pada kawasan permukiman.
Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka,
Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu 2011-2031

Berdasarkan tabel di atas, pengembangan prasarana perpipaan menjadi salah satu


prioritas perbaikan sistem infrastruktur air limbah di wilayah Metropolitan Cirebon
Raya. Hal ini menjadi penting mengingat tingkat kontaminasi dengan
menggunakan prasarana perpipaan menjadi lebih dapat diminimalisir
dibandingkan dengan penggunaan prasarana air limbah terbuka. Selain
pengembangan prasarana perpipaan, revitalisasi IPAL-IPAL di Metropolitan
Cirebon Raya perlu untuk segera dilakukan. Saat ini, performance dari beberapa
IPAL di Metropolitan Cirebon Raya dapat dikatakan sudah jauh dari optimal. Laju
pertambahan penduduk yang diikuti dengan pertumbuhan ekonomi di wilayah
Metropolitan menyebabkan peningkatan aktivitas yang berdampak terhadap
peningkatan debit air yang masuk ke IPAL. Air buangan tersebut dapat
mengandung logam-logam berat yang merupakan salah satu kontaminan air
bunagan dimana pada kondisi tertentu logam-logam tersebut dapat hadir pada air
buangan domestik. Peningkatan debit dan terkandungnya logam berat pada air
buangan akan meningkatkan produksi lumpur. Hal inilah yang dapat
mempengaruhi kapasitas pengolahan IPAL di Metropolitan Cirebon Raya yang
lebih rendah dari kapasitas sebenarnya.

61
GAMBAR 23 PERUBAHAN PARADIGMA PENGELOLAAN AIR LIMBAH
Sumber: Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL), 2011

Selain pengembangan prasarana dan sarana pengolahan air limbah berbasis


institusi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perlu juga adanya perubahan
paradigma dalam pengelolaan air limbah dimana masyarakat berperan serta di
dalamnya pada tingkat lingkungan/kawasan (neighborhood). Hal ini akan
mendorong pengelolaan sistem sanitasi menjadi lebih berkelanjutan.

GAMBAR 24 PENDEKATAN DALAM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERKOTAAN


Sumber: Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL), 2011

F. Sektor Jaringan Drainase


Banjir atau terjadinya genangan di perkotaan banyak terjadi di berbagai daerah di
Jawa Barat. Genangan tidak hanya dialami oleh kawasan perkotaan yang terletak
di dataran rendah saja, bahkan dialami di kawasan yang terletak di dataran tinggi.
Banjir atau genangan terjadi apabila sistem yang berfungsi untuk menampung

62
genangan itu tidak mampu menampung debit yang mengalir. Hal ini akibat dari
tiga kemungkinan yang terjadi, yaitu: kapasitas sistem yang menurun, debit aliran
air yang meningkat, atau kombinasi dari kedua-duanya. Pengertian sistem disini
adalah sistem jaringan drainase di wilayah metropolitan. Sedangkan sistem
drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air (banjir) dari suatu
kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Jadi sistem
drainase adalah rekayasa infrastruktur di suatu wilayah untuk menanggulangi
adanya genangan banjir.

Pengembangan jaringan drainase di Metropolitan Cirebon Raya menjadi penting


untuk segera dilakukan mengingat sistem drainase yang ada saat ini sudah tidak
mampu menampung aliran air permukaan terutama ketika musim hujan. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, seperti kondisi infrastruktur drainase yang sudah
rusak, terjadinya penyempitan drainase, banyak timbunan sampah pada saluran
drainase yang menyumbat aliran air, kondisi infrastruktur pengendali banjir yang
tidak berfungsi dengan baik, dan beberapa penyebab lainnya. Berdasarkan kondisi
tersebut, maka dibuatlah rencana pengembangan jaringan drainase di
Metropolitan Cirebon Raya. Rencana pengembangan tersebut antara lain:

TABEL 27
RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN DRAINASE DI METROPOLITAN CIREBON RAYA
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
1 Kota Cirebon perbaikan dan peningkatan fungsi pelayanan sistem
drainase kota yang ada dengan pembangunan saluran baru,
rehabilitasi saluran, dan pemeliharan saluran.
penyusunan Masterplan Drainase Kota.
pembangunan Waduk Benda sebagai pengendali banjir dan
Sumber air baku air minum
pembuatan sumur resapan di kawasan peruntukan
perumahan, industri, serta perdagangan dan jasa;
pengendalian dan penertiban bangunan pada Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang ada;
pembangunan sistem pounding dilengkapi dengan pintu air
di sepanjang saluran primer dan sekunder di daerah pesisir,
yang sering terjadi backwater.
2 Kabupaten Cirebon pengembangan sistem drainase terpadu untuk kawasan
perkotaan dan perdesaan yang rentan banjir;
penyusunan rencana induk sistem drainase Wilayah

63
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
Kabupaten;
rencana penanganan sistem drainase pada Kawasan
Permukiman;
pembuatan saluran drainase sekunder tersendiri pada
setiap kawasan fungsional;
perbaikan dan normalisasi pada saluran drainase yang sudah
ada; dan
koordinasi pengelolaan saluran drainase khususnya pada
saluran drainase permanen berada di Kawasan Perkotaan.
3 Kabupaten Penyusunan rencana induk sistem drainase wilayah
Majalengka Kabupaten
Penanganan kawasan rawan banjir di Kecamatan Kertajati
dan Kecamatan Jatitujuh
Pembuatan saluran drainase tersendiri pada setiap kawasan
fungsional
Mengoptimalkan daya resap air ke dalam tanah untuk
mengurangi beban saluran drainase
Koordinasi pengelolaan saluran drainase khususnya pada
saluran drainase permanen di kawasan perkotaan
4 Kabupaten Mengembangkan saluran drainase pada kawasan terbangun
Kuningan Melakukan pemeliharaan dan pembangunan saluran primer,
sekunder, dan tersier
Mengoptimalkan dan memadukan fungsi saluran besar,
sedang, dan kecil
Penanganan sistem mikro: pembangunan tanggul penahan
banjir dan saluran baru, perbaikan inlet saluran air hujan
dari jalan ke saluran, perbaikan dan normalisasi saluran dari
endapan lumpur dan sampah, memperlebar dimensi saluran
Penanganan sistem makro berupa perbaikan dan
normalisasi badan air dari endapan lumpur dan sampah
Pengelolaan drainase diprioritaskan di sepanjang sisi jalan
dan kolektor
5 Kabupaten Mengembangkan saluran drainase pada kawasan terbangun
Indramayu Melakukan pemeliharaan dan pembangunan saluran-saluran
primer, sekunder, dan tersier
Mengoptimalkan dan memadukan fungsi saluran besar,
sedang, dan kecil
Pengembangan sistem drainase terpadu untuk kawasan
perkotaan yang rentan banjir

64
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
Penanganan sistem mikro, meliputi: pembangunan tanggul
penahan banjir dan saluran baru, perbaikan inlet saluran air
hujan dari jalan ke saluran, perbaikan dan normalisasi
saluran dari endapan lumpur dan sampah, memperlebar
dimensi saluran
Penanganan sistem makro dilakukan melalui perbaikan dan
normalisasi badan air dari endapan lumpur dan sampah
Pengelolaan drainase diprioritaskan di sepanjang sisi jalan
dan kolektor
Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka,
Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu 2011-2031

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kapasitas dari sistem drainase di
Metropolitan Cirebon Raya saat ini sangat terbatas. Permasalahan ini akan menjadi
semakin besar seiring dengan pertambahan penduduk dan aktivitas perekonomian
apabila tidak ditangani dengan baik. Pengembangan sistem drainase dengan
prinsip Integrated Water Resource Management dapat menjadi salah satu cara
untuk menangani hal tersebut, yaitu dengan cara mengintegrasikan antara Small
Action (Partisipasi masyarakat melalui teknologi lokal) dan Big Action
(infrastructure).

1. Small Actions
Domestic Raiwater Harvesting dapat menjadi salah satu cara yang baik dalam
pemanfaatan air hujan dan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih perkotaan.
Rainwater harvesting adalah sebuah cara untuk mengumpulkan dan menyiman air
hujan dari atap-atap bangunan, permukaan tanah, ataupun batuan dengan
menggunakan teknik sederhana seperti teko dan pot hingga teknis yang lebih
kompleks seperti bendungan bawah tanah. Air yang dipanen dari air hujan
tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan air tingkat 2 (dua), seperti mencuci
mobil, flushing toilet, menyiram tanaman atau memadamkan kebakaran. Hal juga
juga bermanfaat karena dapat mengurangi beban saluran drainase perkotaan
dalam menampung dan mengalirkan limpahan air hujan.

Diantara berbagai metode Rainwater Harvesting yang ada, salah satu yang dapat
dilakukan adalah pembuatan sumur resapan. Bangunan sumur resapan adalah
salah satu teknik konservasi air berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa
sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang

65
berfungsi sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah
atau daerah kedap air dan meresapkannya ke dalam tanah.

Sumur resapan berfungsi memberikan imbuhan air secara buatan dengan cara
menginjeksikan air hujan ke dalam tanah. Sasaran lokasi yang dapat dibuat sumur
resapan adalah daerah peresapan air di kawasan budidaya, seperti permukiman,
perkantoran, pertokoan, industri, sarana dan prasarana olahraga, serta fasilitas
umum lainnya.

GAMBAR 25 SUMUR RESAPAN


th
Sumber: Chiras, Daniel. Environmental Science 8 edition, 2009

2. Big Actions
Disamping tindakan dalam lingkup kecil, konsep pengembangan sistem drainase
dalam lingkup yang lebih luas juga perlu dilakukan, sebagai upaya mengantisipasi
peningkatan besarnya aliran air di permukaan. Tindakan ini termasuk ke dalam
perencanaan dan pembangunan sistem aliran permukaan (stormwater) terutama
daerah-daerah strategis di wilayah Metropolitan Cirebon Raya. Beberapa strategi
yang dapat dipertimbangkan antara lain: 1) Pembangunan saluran drainase dalam
(Deep Collector); 2) Pembangunan Kolam Retensi; dan 3) Pembangunan saluran
drainase permukaan baru.

66
Pembangunan deep collector atau pembangunan drainase sistem sub surface yaitu
sistem pematusan permukaan tanah akibat adanya curah hujan dengan cara
meresapkan ke dalam tanah untuk kemudian ditampung, disalurkan melalui pipa
berpori (dengan kedalaman tertentu) ke sistem jaringan drainase yang ada
disekitar lokasi pori tersebut. Penentuan kedalaman pipa berdasarkan pada
perbedaan muka tanah dan muka air banjir. Semakin dalam pipa maka jarak antara
pipa semakin jauh. Apabila kedalaman pipa dangkal, maka jarak pipa semakin
dekat. Pembangunan sistem jaringan drainase ini berguna untuk membantu sistem
jaringan drainase yang ada dalam menampung kelebihan aliran air di Metropolitan
Cirebon Raya.

Disamping pembangunan Deep Collector, sangat penting juga melaksanakan


tindakan lain yang berfungsi untuk meningkatkan kapasitas dari sistem drainase.
Tindakan tersebut melibatkan pembangunan stormwater collector yang
mengumpulkan dan menghubungkan aliran air ke dalam kolam retensi. Kolam
retensi digunakan untuk mengatur aliran air permukaan untuk mencegah banjir
dan erosi permukaan, serta memperbaiki kualitas air yang digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari. Dengan cara ini, maka air yang masuk dalam saluran
drainase masih akan dapat tertampung dengan baik. Hal ini juga berlaku dalam hal
penggunaan kolam retensi untuk landscape, dimana dapat memperbaiki kualitas
tampak dari perkotaan (urban image). Diantara berbagai pembangunan sistem
jaringan drainase perpipaan di atas, pemanfaatan drainase sistem gravitasi harus
dapat menjadi pertimbangan awal ketika air masih masih dapat dialirkan secara
alami, karena selain memanfaatkan topograsi yang ada, biaya yang dikeluarkan
untuk pembangunan dan pemeliharaan paling murah diantara drainase sistem lain,
seperti drainase dengan pompa.

G. Sektor Jaringan Energi


Energi telah menjadi kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi oleh
Pemerintah. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi,
maka kebutuhan akan energi juga akan semakin meningkat. Oleh karena itu,
kapasitas energi yang ada harus mampu memenuhi peningkatan kebutuhan akan
energi tersebut, baik untuk saat ini maupun di masa akan datang. Jumlah
penduduk di Jawa Barat sendiri pada tahun 2012 adalah sebesar 44,28 juta jiwa
dengan tingkat pertumbuhan mencapai 1,7% per tahun dan diprediksi akan
mencapai sekitar 54 juta jiwa pada tahun 2029. Akan tetapi, dari sisi penyediaan

67
energi, rasio elektrifikasi Jawa Barat baru mencapai 73,5% (2012) dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 5,6%.

Di sisi lain, Jawa Barat memiliki potensi energi lain seperti panas bumi terbesar di
Indonesia (6.101 MW) dan baru termanfaatkan sebesar 1.075 MW atau 17,6%.
Beberapa sumber energi panas bumi di Jawa Barat tersebut terdapat di
Metropolitan Cirebon Raya, seperti di Kecamatan Cibingbin dan Subang
(Kabupaten Kuningan), G. Kromong-Palimanan, dan Cereme-Sangkanhurip.

GAMBAR 26 KONDISI KELISTRIKAN JAWA BARAT


Sumber: Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, 2012

Berdasarkan sistem Jaringan Energi Nasional, sistem jaringan energi terdiri atas
jaringan pipa minyak dan gas bumi, pembangkit tenaga listrik, dan jaringan
transmisi tenaga listrik. Jaringan pipa minyak dan gas bumi dikembangkan untuk
menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitasi produksi ke kilang penolahan
dan/atau tempat penyimpanan serta menyalurkan minyak dan gas bumi dari kilang
pengolahan atau tempat penyimpanan ke konsumen. Adapun pembangkit tenaga
listrik dikembangkan untuk memenuhi penyediaan tenaga listrik sesuai dengan
kebutuhan yang mampu mendukung perekonomian. Sementara itu, jaringan
transmisi tenaga listrik dikembangkan untuk menyalurkan tenaga listrik
antarsistem yang menggunakan kawat saluran udara, kabel bawah tanah, atau

68
kabel bawah laut. Berdasarkan pada kebutuhan akan pengembangan energi baik
kebutuhan internal Metropolitan Cirebon Raya maupun kebutuhan energi secara
luas, maka beberapa rencana pengembangan Jaringan Energi di Metropolitan
Cirebon Raya adalah sebagai berikut:

GAMBAR 27 RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN LISTRIK JAWA-BALI


Sumber: PT. PLN (Persero), 2012

TABEL 28
RENCANA PENGEMBANGAN JARINGAN ENERGI DI METROPOLITAN CIREBON RAYA
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Energi
1 Kota Cirebon Peningkatan sistem jaringan listrik:
Pembatasan kegiatan di sekitar lokasi SUTT dan/atau SUTET
Penetapan ketentuan radius pengembangan
Pengamanan di sekitar jaringan energi listrik dengan pemasangan
tanda peringatan adanya tegangan tinggi
Pengoptimalan sumber-sumber tenaga listrik melalui pengkajian
dan penelitian terhadap sumber energi alternative
Peningkatan pelayanan listrik pada daerah permukiman baru dan
peningkatan pelayanan listrik pada daerah yang direncanakan akan
dikembangkan
Peningkatan sistem jaringan energi gas:
Pengamanan di sepanjang jalur pipa gas dengan pemasangan
tanda peringatan adanya jaringan gas;
Peningkatan pelayanan jaringan gas kota pada daerah
permungkiman baru dan peningkatan pelayanan gas pada daerah

69
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Energi
yang direncanakan akan dikembangkan
2 Kabupaten Cirebon Rencana sistem jaringan energi terdiri atas: jaringan pipa minyak
dan gas bumi, gardu induk, pembangkit tenaga listrik, dan jaringan
transmisi tenaga listrik
Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dikembangkan untuk
meningkatkan pasokan listrik jalur transmisi Sumatera - Jawa Bali
berada di Kecamatan Astanajapura
Pengembangan energi terbarukan berupa panas bumi seluas
kurang lebih 5 (lima) hektar berada di Kecamatan Gempol.
Peningkatan daya terpasang
Pengembangan jaringan dan gardu listrik
Studi pengembangan jaringan distribusi gas untuk rumah tangga
Pengembangan desa mandiri energi
Pengembangan listrik terbarukan panas bumi
Pengembangan energi alternatif lainnya
3 Kabupaten pengembangan jaringan listrik
Majalengka pengembangan sumber energi tak terbarukan
pemanfaatan sumber energi terbarukan
pengembangan gardu induk
pengamanan jaringan pipa minyak dan gas bumi
pengamanan jaringan transmisi tegangan tinggi (SUTT) 150
(seratus lima puluh) kilo volt
pengamanan jaringan transmisi tegangan tinggi (SUTT) 70 (tujuh
puluh) kilo volt
4 Kabupaten Kuningan Pembangunan pembangkit listrik tenaga surya di Kecamatan
Cimahi, Cibingbin dan Cibeureum
Pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Kecamatan
Darmma, Cibingbin, Ciniru, dan Lebakwangi
Pembangunan pembangkit listrik panas bumi
Pemanfaatan teknologi sel surya untuk penerangan jalan
Peningkatan kualitas gardu listrik
Peningkatan kualitas jaringan SUTET 500KV
Peningkatan kualitas jaringan SUTT 150 KV
Fasilitasi pemasangan listrik bagi masyarakat praKeluarga Sejahtera
5 Kabupaten Sistem jaringan energi terdiri atas: jaringan pipa minyak dan gas
Indramayu bumi, pembangkit tenaga listrik, dan jaringan transmisi tenaga
listrik
Pengembangan pembangkit tenaga listrik meliputi: Pengembangan
PLTU yang telah ada di Desa Sumuradem Timur Kecamatan Sukra,
pembangunan PLTU baru, pengembangan gardu induk listrik,
pengembangan pemanfaatan batubara untuk industri dan
pembangkit listrik, dan pengembangan instalasi dan jaringan
distribusi listrik melalui desa mandiri energi untuk meningkatkan
pasokan listrik ke seluruh wilayah

70
No Kabupaten/Kota Rencana Pengembangan Jaringan Energi
Pengembangan jaringan transmisi energi listrik meliputi: jaringan
listrik untuk penyediaan energi listrik di seluruh wilayah kabupaten
untuk kebutuhan rumah tangga dan non rumah tangga,
pengembangan SUTT 150 KVV dan sistem distribusinya, jaringan
SUTET di kecamatan sukra, jaringan SUTR di seluruh wilayah
Kabupaten, dan areal konservasi pada jaringan SUTT meliputi
kurang lebih 20m pada setiap sisi jaringan
Sumber: Rencana Tata Ruang Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka,
Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu 2011-2031

71

You might also like