You are on page 1of 34

Asuhan Keperawatan Anemia Aplastik

A. Konsep Dasar Anatomi Fisiologi Sistem Hematologi

1. Sistem Sirkulasi

a. Sistem sirkulasi adalah penghubung antara lingkungan eksternal dan


lingkungan cairan internal tubuh. Sistem ini membawa nutrien dan gas ke semua
sel, jaringan, organ, dan sistem organ, serta membawa produk akhir metabolik
keluar darinya.

b. Komponen

1) Sistem kardiovaskuler adalah bagian dari sistem sirkulasi. Sistem ini terdiri
dari jantung, pembuluh darah (arteri, kapiler dan vena) dan darah yang mengalir
didalamnya.

a) Jantung adalah pompa muskuler untuk menggerakkan darah.

b) Pembuluh darah adalah serangkaian tuba tempat darah mengalir.

c) Darah adalah cairan yang mengalir dalam pembuluh.

2) Sistem Limfatik juga bagian dari sistem sirkulasi. Sistem ini terdiri dari
pembuluh limfe dan nodus limfe yang terletak didalam pembuluh limfe besar.

3) Organ pembentuk dan penyimpan darah seperti limfe juga berhubungan


dengan sistem sirkulasi.

c. Fungsi
1) Transpor. Makanan, gas, hormon, mineral, enzim, dan zat-zat vital lainnya
dibawa darah ke seluruh sel tubuh. Zat-zat sisa di bawa darah menuju paru-paru,
ginjal, atau kulit untuk dikeluarkan dari tubuh.

2) Mempertahankan suhu tubuh. Pembuluh darah berkontriksi untuk


mempertahankan panas tubuh dan berdilatasi untuk melepaskan panas pada
permukaan kulit.

3) Perlindungan. Sistem darah dan sistem limfatik melindungi tubuh terhadap


cedera dan invasi benda asing melalui sistem imun. Mekanisme pembekuan
darah mencegah kehilangan darah.

4) Pendaparan (buffering). Protein darah memberikan sistem bufer asam-basa


untuk mempertahankan pH optimum darah.

2. Darah

Darah adalah jaringan cair yang terdiri dari bahan interseluler


adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-
unsur padat, yaitu sel darah. Volume darah kira-kira merupakan
1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar 55 % adalah cairan,
sedangkan 45 % terdiri darah angka ini dinyatakan dalam
hematokrit atau volume sel darah. didapat yang berkisar antara 40
47 (Pearce, 2000).

a. Karakteristik

1) Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya (elemen pembentuk)


tertahan dan dibawa dalam matriks cairan (plasma).

2) Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih kental. Cairan ini memiliki rasa
dan bau yang khas serta pH 7.4 ( 7.35 7.45).

3) Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan,
bergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah merah.

4) Volume darah total sekitar 5 liter pada laki-laki dewasa berukuran rata-rata
dan kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume ini bervariasi sesuai ukuran
tubuh dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan adiposa dalam tubuh.
Volume ini bervariasi sesuai perubahan cairan darah dan konsentrasi
elektrolitnya.

b. Komponen Darah

1) Plasma darah adalah cairan bening kekuningan yang unsur pokoknya sama
dengan sitoplasma. Plasma terdiri dari 92 % air dan mengandung campuran
kompleks zat organik dan anorganik.

a) Protein Plasma mencapai 7 % plasma dan merupakan satu-satunya unsur


pokok plasma yang tidak dapat menembus membran kapiler untuk mencapai sel.
Ada tiga jenis protein plasma yang utama : albumin, globulin, dan fibrinogen.

1. Albumin adalah protein plasma yang terbanyak, sekitar 55 sampai 60 % tetapi


ukuran paling kecil. Albumin disintesis dalam hati dan bertanggung jawab untuk
tekanan osmotik koloid darah.

2. Globulin membentuk sekitar 30 % protein plasma.

3. Fibrinogen membentuk 4 % protein plasma disintesis di hati dan merupakan


komponen esensial dalam mekanisme pembekuan darah.

b) Plasma juga mengandung nutrien, gas darah, elektrolit, mineral, hormon,


vitamin dan zat-zat sisa.

(Sloane, 2004)

c) Fungsi plasma adalah sebagai medium penyaluran makanan, mineral, lemak


dan glukosa serta asam amino kedalam jaringan. Albumin yang ada dalam
plasma berfungsi mempertahankan tekanan osmotik darah sebagai zat antibody
yang melindungi tubuh dari mikroorganisme dan zat asing serta menyediakan
protein untuk jaringan. Dalam keadaan normal terdapat 2-3 gr globulin dalam
setiap 100 ml darah (Pearce, 2000).

2) Elemen pembentuk darah meliputi sel darah merah (eritrosit) sel darah putih
(leukosit) dan trombosit.

1. Eritrosit atau sel darah merah


a) Karakteristik
1) Eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan lekukan pada
sentralnya dan berdiameter 7.65 m.

2) Eritrosit terbungkus dalam membran sel dengan permeabilitas tinggi.


Membran ini elastis dan fleksibel, sehingga memungkinkan eritrosit menembus
kapiler (pembuluh darah terkecil).

3) Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sejenis


pigmen pernafasan yang mengikat oksigen. Volume hemoglobin mencapai
sepertiga volume sel.

Fungsi hemoglobin :

1) Jika hemoglobin terpajan oksigen maka molekul oksigen akan bergabung


dengan rantai alfa dan beta untuk membentuk oksihemoglobin.

2) Hemoglobin berkaitan dengan karbondioksida dibagian asam amino pada


globin. Karbaminohemoglobin yang terbentuk hanya memakai 20%
karbondioksida yang terkandung dalam darah, 80% sisanya dibawa dalam
bentuk ion bikarbonat.

b) Jumlah

1) Jumlah sel darah merah pada laki-laki sehat berukuran rata-rata adalah 4.2
sampai 5.4 juta sel per milimeter kubik. Pada perempuan sehat berukuran rata-
rata jumlah sel darah merahnya antara 3.2 sampai 5.2 juta sel per milimeter
kubik.

2) Hematokrit adalah persentase volume darah total yang mengandung eritrosit.


Persentase ini ditentukan dengan melakukan sentrifugasi sebuah sampel darah
dalam tabung khusus dan mengukur kerapatan sel pada bagian dasar tabung.

a) Ht pada laki-laki berkisar antara 42% sampai 54% dan pada perempuan 38%
sampai 48%.

b) Ht dapat bertambah atau berkurang, bergantung pada jumlah eritrosit atau


faktor yang mempengaruhi volume darah, seperti asupan cairan atau air yang
hilang.

c) Fungsi
1) Sel darah merah mentranspor oksigen keseluruh jaringan melalui pengikatan
hemoglobin terhadap oksigen.

2) Hemoglobin sel darah merah berkaitan dengan karbon dioksida untuk


ditranspor ke paru-paru, tetapi sebagian besar karbon dioksida yang dibawa
plasma berada dalam bentuk ion bikarbonat.

3) Sel darah merah berperan penting dalam pengaturan pH darah karena ion
bikarbonat dan hemoglobin merupakan bufer asam-basa.

2. Leukosit atau sel darah putih


a. Karakteristik

1) Jumlah

a. Jumlah normal sel darah putih adalah 7000 sampai 9000 per mm 3.

b. Infeksi atau kerusakan jaringan mengakibatkan peningkatan jumlah total


leukosit.

2) Fungsi

Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap invasi benda asing,


termasuk bakteri dan virus.

b. Klasifikasi leukosit

Ada lima jenis leukosit dalam sirkulasi darah yang dibedakan berdasarkan
ukuran, bentuk nukleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma. Sel yang memiliki
granula sitoplasma disebut granulosit, sel tanpa granula disebut agranulosit.

1) Granulosit terbagi menjadi neutrofil, eosinofil dan basofil.

a) Neutrofil mencapai 60% dari jumlah sel darah putih.

Fungsi Neutrofil sangat fagositik dan sangat aktif. Sel ini sampai di jaringan
terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen
penyebab lainnya.

Eosinofil mencapai 1-3% jumlah sel darah putih.

(1) Struktur. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar. Dengan
pewarnaan orange kemerahan.
(2) Fungsi. Sel ini berfungsi dalam detoksikasi histamin yang diproduksi sel mast
dan jaringan yang cedera saat inflamasi berlangsung. Eosinofil mengandung
peroksidase dan fosfatase yaitu enzim yang mampu menguraikan protein.

b) Basofil mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit.

(1) Struktur. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya
tidak beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam serta
memperlihatkan nukleus berbentuk S. Diameternya sekitar 12 m sampai 15m.

(2) Fungsi Basofil menyerupai fungsi mast. Sel ini mengandung histamin, mungkin
untuk meningkatkan aliran darah kejaringan yang cedera dan juga anti koagulan
heparin, mungkin untuk membantu mencegah penggumpalan darah
intravaskuler.

2) Agranulosit adalah leukosit tanpa granula sitoplasma yaitu limfosit dan


monosit.

a) Limfosit mencapai 30% jumlah total leukosit dalam darah.

(1) Struktur. Limfosit mengandung nukleus bulat berwarna biru gelap yang
dikelilingi lapisan tipis sitoplasma.

(2) Asal dan Fungsi. Limfosit berasal dari sel-sel batang sumsum tulang merah
tetapi melanjutkan diferensiasi dan proliferasinya dalam organ lain. Sel ini
berfungsi dalam reaksi imunologi.

b) Monosit mencapai 3 sampai 8% jumlah total leukosit.

(1) Struktur. Monosit adalah sel darah terbesar, nukleusnya besar berbentuk
seperti telur atau seperti ginjal yang dikelilingi sitoplasma yang berwarna biru
keabuan pucat.

(2) Fungsi. Monosit sangat fagositik dan sangat aktif. Sel ini siap bermigrasi melalui
pembuluh darah. Jika monosit telah meninggalkan aliran darah maka sel ini
menjadi histiosit jaringan (makrofag tetap).

(Sloane, 2004)
Apabila jumlah leukosit dalam darah melebihi 10.000/mm 3 disebut leukositosis
dan jika kurang dari 6000/mm3 disebut leukopenia (Syaifuddin, 1997).

3. Trombosit
Trombosit (keping darah) berjumlah 250.000 sampai 400.000 per mm 3.
Bagian ini merupakan fragmen sel tanpa nukleus yang berasal dari megakariosit
raksasa multinukleus dalam sumsum tulang.

Trombosit adalah cakram bulat, oval, tidak berinti. Trombosit adalah


bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang dan hidup sekitar 10
hari.

(Gibson, 1997)

a. Struktur. Ukuran Trombosit mencapai setengah ukuran sel darah merah.


Sitoplasmanya terbungkus suatu membran plasma dan mengandung berbagai
jenis granula yang berhubungan dengan proses koagulasi darah.

b. Fungsi. Trombosit berfungsi dalam hemostasis (penghentian perdarahan) dan


perbaikan pembuluh darah yang robek.

(Sloane, 2004)

B. Konsep Dasar Anemia Aplastik

Konsep dasar dibuat untuk memudahkan kita dalam memahami


melaksanakan asuhan keperawatan terutama alam pengkajian dan pemberian
intervensi keperawatan. Adapun konsep dasar ini terdiri dari pengertian,
anatomi dan fisiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi narasi dan skema,
manifestsi klinis, pengertian diagnostik, penatalaksanaan anemia aplastik,
berikut ini akan diuraikan satu persatu antara lain :

1. Definisi

Anemia adalah gejala kondisi yang mendasari, seperti kehilangan


komponen darah, elemen tak adekuat, atau kurang nutrisi yang dibuahkan untuk
pembentukan sel darah yang mengakibatkan penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen darah.
a. Anemia Aplastik adalah anemia normokromik normositik yang disebabkan
oleh disfungsi sumsum tulang sedemikian sehingga sel-sel darah yang akan mati
tidak dapat diganti. Anemia Aplastik mungkin hanya mengenai sel sel darah
merah, mungkin berkaitan dengan defesiensi semua sel darah (pansitopenia)
(Corwin, 1998).

b. Anemia Aplastik adalah suatu penyakit yang jarang tetapi mengakibatkan


kekacauan serius yang diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah (www.netdoctor.cu.uk, 2000).

c. Anemia Hipoplastik (Aplastik) adalah pansitopenia (anemia, neutropenia, dan


trombositopenia) sebagai hasil dari hipoplasia sumsum tulang yang beratnya
bervariasi. Anemia hipoplastik mungkin dihasilkan dari kegagalan atau Supresi
sel induk yang pluripoten. Ini sangat jarang, cacat yang timbul hingga
mempengaruhi sel yang ditugasi sebagai eritroid saja, sewaktu dihasilkan aplasia
eritrosit yang murni (Underwood, 2000).

d. Anemia Aplastik adalah penyakit yang disebabkan oleh karena rusaknya


sumsum tulang berupa berkurangnya sel darah merah dan terhentinya
pembekuan sel hematopeutik dalam sumsum tulang aplasia dapat terjadi hanya
satu, dua atau tiga sistem hematopoutik ( Eritrupoutik, granulapoutik dan
trombopoutik ) ( Ngastiah, 1997).

Jadi Anemia Aplastik adalah kondisi dimana terbentuknya sel darah merah
sehingga sel darah merah kurang yang mengakibatkan kebutuhan tubuh akan
oksigen dan nutrisi jaringan berkurang.

2. Etiologi

Menurut Soeparman (2001) ada berapa penyebab Anemia Aplastik yaitu :

a. Faktor Genetik

Komplek ini dinamakan anemia aplastik konsitusional antara lain :

1) Anemia Fancosit suatu sindrom yang meliputi hipoplasi sumsum tulang yang
disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius miksefali
retardasi mental atau seksual, kelainan ginjal dan limfa.
2) Anemia Asteren Dahesshek anemia tanpa kelainan fisik.

3) Anemia Aplastik Konsitusional tanpa kelainan kulit atau tulang.

4) Sindrom Aplastik Parsial.

a. Sindrom black fans diamond.

b. Trombositopenia bawaan.

c. Agranulositosis bawaan.

b. Obat obatan dan bahan kimia

Anemia Aplastik terdiri atas hipersensitivitas atau posisi obat yang


berlebihan praktis semua obat dapat menyebabkan Anemia Aplastik pada
seseorang dengan periprodesisi genetik yang sering menyebabkannya ialah
kloramfenikol bahan kimia terkenal yang dapat menyebabkan Anemia Aplastik
ialah senyawa benzen.

c. Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan Anemia Aplastik sementara atau permanen


misalnya infeksi yang disebabkan oleh virus Epstein Barr, Influenza A, dengan
Tuberkulosis (millier). Setiap infeksi virus dapat menyebabkan Anemia Aplastik
sementara atau hepatitis A, hepatitis non A /non B mungkin hepatitis mungkin
dapat menyebabkan hepatitis C dapat menyebabkan Anemia Aplastik berat
sitomegalo virus dapat menekan produksi sel sumsum tulang.

d. Radiasi

Radiasi dapat menyebabkan Anemia Aplastik berat atau ringan. Bila sistem
hemopoutik yang terkena, maka terjadi Anemia Aplastik ringan. Ini terjadi akibat
pengobatan penyakit keganasan dengan sinar x.

e. Kelainan imunologis.

Zat anti terhadap sel-sel hematomik dan lingkungan makro dapat


menyebabkan anemia aplastik. Perbaikan fungsi homopoetik setelah pengobatan
dengan inmonosubresi merupakan argumen kuat terlibatnya mekanisme imun
patofisiologi anemia aplastik.

f. Anemia Aplastik pada keadaan penyakit lain.


1. Pada Leukemia Limpoblastik akut kadang-kadang ditemukan pamrositopenia
dengan hipoplesia sumsum tulang.

2. Paroxysmal Noctural Hemoglobinuria (PHN): penyakit ini dapat bermanifestasi


berupa anemia, berupa anemia aplastik, hemolisis disertai pansitopenia
termasuk kelainan (PHN).

3. Kelainan pada kehamilan kadang-kadang ditemukan pansitopenia disertai


aplasia sumsum tulang yang berlangsung sementara. Hal ini mungkin
disebabkan oleh estrogen pada seseorang dengan predisposisi genetik adanya
zat penghambat dalam darah atau tidak ada perangsang hematoplesis.

g. Kelompok idiopatik

Biasanya kelompok idiopatik tergantung dari usaha mencari faktor etiologi.

3. Klasifikasi

Menurut Soeparman (2001) Anemia Aplastik umumnya diklasifikasikan


sebagai berikut:

a. Klasifikasi menurut penyebab

1) Idiopatik bila penyebabnya tidak diketahui ditemukan pada 50 % penyebab.

2) Sekunder bila penyebabnya diketahui.

3) Konstitusional adanya kelainan DNA yang diturunkan.

b. Klasifikasi menurut prognosis.

1) Anemia Aplastik berat.

Kesempatan sembuh 10 % di defisiensi anemia aplastik berat bila :

a) Neotropil kurang dari 500/ mm3.

b) Trombosit kurang dari 20.000/ mm3.

c) Retikulosit kurang dari 1 %.

d) Sumsum tulang selulerasi kurang dari 2 % normal.

2) Anemia Aplastik sangat berat efisiensinya sama dengan anemia aplastik berat
kecuali neotrofil kurang dari 200 / mm 3.
3) Anemia aplastik bukan berat kesempatan sembuh mendekati 50 %.

4. Patofisiologi

Anemia Aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk di sumsum


tulang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel yang
dihasilkan tidak memadai.

Anemia aplastik disebabkan sel precursor dalam sum-sum tulang dan


penggantian dengan lemak dapat juga idiopatik (hal ini tanpa penyebab yang
jelas) dan merupakan penyebab utama. (Brunner and Suddarth, 2002).

Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel


darah putih dan trombosit. Secara morfologi sel-sel darah merah terlihat
normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang, dan biopsi
sumsum tulang menunjukan suatu keadaan yang disebut fungsi kering dengan
hipoplasia yang nyata dan terjadi dengan penggantian jaringan lemak.

Langkah-langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan


menghilangkan agen penyebab dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa
kasus seperti ini diduga merupakan keadan imunologis (Prince, 1998).

5. Manifestasi Klinis

Menurut Elizabeth (2000), manifestasi klinik dari Anemia Aplastik adalah :

a. Tanda-tanda sistemik yang klasik adalah :

- Peningkatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi oksigen lebih


banyak ke jaringan.

- Peningkatan kecepatan pernafasan klien karena tubuh berusaha untuk


menyediakan lebih banyak oksigen pada darah.

- Pusing akibat berkurangnya aliran darah ke otak.

- Rasa lelah karena meningkatnya oksigen berbagai organ termasuk organ,


otot jantung dan rangka.

- Kulit pucat karena berkurangnya oksigen.


- Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat.

- Penurunan kualitas rambut dan kulit.

b. Apabila trombosit dan sel darah putih terkena, maka gejala-gejala bertambah
dengan :

- Pendarahan dan mudahnya timbul memar.

- Infeksi berulang.

- Luka kulit dengan selaput lendir yang sulit sembuh.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada anemia aplastik


sebagai berikut :

a. Pemeriksaan darah

Hematokrit/ hemoglobin mengalami penurunan akibat dari penurunan sel


darah merah. Retikulosit menurun kurang dari 1%, neutrofil kurang dari 500 ml,
trombosit kurang dari 2.000/ ml kepadatan seluler sumsum tulang berkurang
20%. (Gannong, 1999).

1) Sel Darah Merah (Eritrosit)

Sel darah merah membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Pada stadium awal
penyakit pansitopenia tidak selalu ditemukan jenis anemia adalah normokom,
normositik kadang-kadang pula makrositosis, anisitosis dan polisitosis adanya
eritrosit muda atau dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik
granolosit dan tromabosit ditemukan rendah, limpositosis relatif terdapat pada
lebih dari 75 % kasus.

Persentasi retikulosit, umumnya normal atau rendah pada sebagian kecil kasus
persentasi retikulosit ditemukan lebih dari 2% akan tetapi bila nilai ini dikoreksi
terhadap anemia maka diperoleh persentasi normal atau rendahnya juga,
adanya retikulositosis setelah dikoreksi menandakan bukan anemia aplastik.

2) Laju Endap Darah


Laju endap darah umumnya meningkat penelitian menunjukkan bahwa 62 dari
70 kasus (89 %) mempunyai endapan darah lebih dari 100 mm dalam jam
pertama.

3) Faal Hemotasis

Waktu pendarahan memanjang yang disebabkan oleh trombositopenia,


sedangkan faal hematosis lainnya normal.

4) Sumsum tulang

Karena adanya sarang-sarang hematopoesis hiperaktif yang mungkin teraspirasi


maka sering diperlukan aspirasi beberapa kali.

Diharuskan melakukan biopsi sumsum tulang pada setiap kasus pada anemia
aplastik, hasil pemeriksaan sumsum tulang sesuai dengan kriteria diagnosis.

5) Virus

Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus hepatitis,


parvovirus dan sitomegalovirus.

6) Tes Hemolisis Sukrosa.

Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH (Paroxymal Noctural


Hemoglobunuria) sebagai penyebab.

7) Kromosom.

Pada anemia aplastik tidak ditemukan kromosom tetapi pada anemia aplastik
konsitusional kadar eritropoetin ditemukan meningkat.

8) Defesiensi imun.

Adanya defesiensi diketahui melalui melalui penentuan titer imunoglobin dan


pemeriksaan imunitas sel T.

b. Pemeriksaan radiologi.

1. Noclear Manetik Resonance Imaging (NMRI).

Merupakan pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya


perlemakan karena dapat membuat pemisahan darah sumsum tulang berlemak
dan sumsum selular.
2. Radio Noklid Bonemarrow Imaging (Bonemarow Skening)

Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditemukan oleh skening tubuh setelah di
suntik dengan koloic radiatif teknitum sulfur yang akan terkait pada makrofag
sumsum tulang atau indium klorida yang akan terikat pada transfering/ koma
dengan bantuan sken sumsum tulang dapat ditentukan daerah hematosis aktif
untuk memperoleh sel-sel progenitor.

7. Penatalaksanaan

Menurut Soeparman (2001) pengobatan anemia aplastik terdiri atas :

a) Identifikasi dan eliminasi penyebab.

b) Pengobatan suportif terhadap infeksi dan anemia.

c) Mempercepat penyembuhan dan mengatasi pansitopenia dapat melalui


imunosupresif, transplantasi sumsum tulang, obat-obat anabolic, dan kostenoid
pansitopenia yang relatif ringan cukup di observasi.

. Tranfusi Eritrosit

Bila terdapat keluhan seperti anemia di berikan tranfusi eritrosit berupa Paket
Red Cell (PRC) sampai kadar hemoglobin 7-8 % atau lebih pada orang tua
dengan penyakit kardiovaskuler.

. Tranfusi Trombosit

Jika trombosit kurang dari 20.000/ mm3, tranfusi trombosit diberi dapat
pendarahan atau kadar trombosit kadar acak.

. Tranfusi

Leukosit masih terdapat kontrol atau pemberian tranfusi leukosit sebagai


proferasi tidak dianjurkan karena akibat-akibat tranfusi yang lebih parah dari
pada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditranfusikan sangat berat pada
infeksi berat, khasiatnya hanya sedikit hingga pemberian antibiotik masih
diberikan.

. Kortikosteroid.
Penggunaan kortikosteroid tidak memuaskan tidak diberikan karena menentukan
angka kematian yang lebih besar 92% pada 15 kasus, hasil ini kebanyakan
dilaporkan karena kebanyakan penulis dapatkan pada perpustakaan.

. Androgen.

Androgen merangsang eritroprotein dan sel-sel progesteron sumsum tulang,


androgen terutama neotrondrotolon 1 mg/kg BB/ hari.

Pemberian androgen harus jangka panjang karena hasil biasanya baru terlihat
setelah 3 bulan. Bila tidak bermanfaat sedikitnya dihentikan.

. Imunosupresif.

Tergolong sebagai imunosupresif antara lain Antithimosit Globulin (ATG), Anti


Limposit Globulin (ALG) dan sikloporin.

. Kombinasi obat

Kombinasi obat ATG, sikloporin dan menty prednisolon, memberikan angka resmi
kombinasi dan methypredison angka resmi sebesar 46 % dosis sikloporin yang
diberikan 6 mm/ kg BB selama 3 bulan.

. Transplantasi.

Bagi klien yang berusia dibawah 20 tahun Transplantasi sumsum tulang


merupakan pilihan sedangkan pada anemia aplastik sangat berat, perlu
dilakukan transplantasi sumsum tulang.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Anemia Aplastik

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam


praktik keperawatan. Hal ini biasa disebut sebagai suatu pendekatan problem
solving yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/ keluarga. Proses keperawatan terdiri
dari lima tahap yang sequensial dan berhubungan yaitu pengkajian, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (Nursalam, 2001).

Proses keperawatan adalah metode sistemik dimana secara langsung perawat


bersama klien secara bersama menentukan masalah keperawatan sehingga
membutuhkan asuhan keperawatan, membuat perencanaan dan rencana
implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan(Gaffar, 1999).

Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam
aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan.
Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasikan proses
pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari
seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan
menggunakan metode ilmiah (Doenges, 2000).

Dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat beberapa langkah yang harus


dilakukan. Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan


merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001).

Merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan


secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/ informasi tentang klien yang
dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa
keperawatan (Gaffar, 1999).

Adapun hal hal yang harus dikaji menurut Doenges (2000) meliputi :

1) Aktvitas / istirahat

Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegia, ataxia, cara berjalan


tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera atau trauma ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastik.

2) Sirkulasi

Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan frekuensi jantung


(bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia, disritmia).
Tanda : Pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir dan
dasar kuku).

3) Integritas Ego

Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).

Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung. depresi dan impulsif.

4) Eliminasi

Gejala : Kandung kemih / usus atau mengalami gangguan fungsi.

5) Makanan / cairan

Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.

Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar dan
disphagia).

6) Neurosensori

Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,


tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstremitas, perubahan
dalam penglihatan (ketajaman, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang,
photo phobia), gangguan pengecapan dan juga penciuman.

Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh hemofilia
dan memori), perubahan pupil, defiasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti
gerakan, kehilangan pengindraan, wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak
seimbang, reflek tendon dalam tidak ada atau lemah, atraksia, hemiparese,
quadriplegia, postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang, sangat sensitive terhadap
sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam
menentukan posisi tubuh.

7) Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah meringis, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah
tidak bisa beristirahat, merintih.

8) Pernafasan

Tanda : Perubahan pola nafas (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi
stridor, tersedak, ronchi, mengi positif.

9) Keamanan

Gejala : Trauma baru / trauma karena kecelakaan

Tanda : Fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan, kulit (laserasi, abrasi), perubahan


warna seperti raccon eye, tanda betel disekitar telinga, adanya aliran cairan dari
telinga atau hidung (CSS), gangguan kognitif, gangguan rentang serak, tonus
otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan
dalam regulasi tubuh.

10) Interaksi Sosial

Tanda : Aphasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu,


keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial,
sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Nursalam, 2001 dikutip dari
Nanda, 2001).

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau


masalah kesehatan aktual atau Resiko. Adapun tujuannya adalah
mengidentifikasi adanya masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap
masalah atau penyakit, faktor-faktor penyebab serta kemampuan klien
mencegah atau menghilangkan masalah (Gaffar, 1997).

Tujuan diagnosa keperawatan adalah untuk mengidentifikasi (Nursalam,


2001) :
a. Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau
penyakit.

b. Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah (etiologi).

c. Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah.

Langkah-langkah dalam merumuskan diagnosa keperawatan dapat


dibedakan menjadi (Nursalam, 2001) :

a. Klasifikasi dan analisa data.

b. Interpretasi data.

c. Validasi data.

d. Perumusan diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi 5 kategori, yaitu :


aktual, resiko, kemungkinan, wellnes, syndrom (Nursalam, 2001 dikutip dari
Carpenito, 2001).

Menurut Doenges (2000) diagnosa keperawatan yang muncul pada klien


dengan Anemia Aplastik adalah sebagai berikut :

1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler


yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/ nutrien ke sel.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai oksigen


(pengiriman) dan kebutuhan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan


untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/ absorbsi nutrien
yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal.

4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan


neurologi (Anemia), gangguan mobilitas, defisit nutrisi.

5. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet;


perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat


(penurunan hemoglobin, leukopenia, penurunan granulasit, respon inflamasi
tertekan), pertahanan utama tidak adekuat misalnya kerusakan kulit, statis
cairan tubuh, prosedur invasif, penyakit kronis, malnutrisi.

7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis, dan


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber-sumber informasi.

3. Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah


menentukan perencanaan keperawatan. Perencanaan meliputi pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi dan mengoreksi masalah-masalah
yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan, dimana tahapan ini dimulai
setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi (Nursalam, 2001).

Tujuan perencanaan adalah mengurangi, menghilangkan dan mencegah


masalah keperawatan klien. Tahap perencanaan keperawatan adalah penentuan
prioritas diagnosa keperawatan, penetapan sasaran (goal) dan tujuan (objective),
penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan (Gaffar,
1997).

Menurut Nursalam (2001) ada beberapa komponen yang perlu


diperhatikan dalam langkah-langkah penyusunan perencanaan yaitu:
menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan
dan dokumentasi. Untuk menentukan prioritas ada dua hirarki yang dapat
digunakan, yaitu :

a. Hirarki Maslow (1943), membagi kebutuhan dalam lima tahap yaitu :


kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualisasi
diri.

Penjelasan :

1) Kebutuhan fisiologis (Physiological Need) yang merupakan kebutuhan pokok


utama. Misalnya : udara segar (O2), air (H2O), cairan elektrolit, makanan dan sex,
bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis
misalnya :
a) Kekurangan oksigen menyebabkan sesak.

b) Kekurangan cairan/ air menyebabkan dehidrasi.

2) Kebutuhan akan rasa aman (Safety Need)

Misalnya : rasa aman terhindar dari penyakit, gangguan pencurian, perlindungan


hukum.

3) Kebutuhan dicintai dan mencintai (Love Need)

Misalnya : mendambakan kasih sayang ingin dicintai/ diterima oleh kelompok.

4) Kebutuhan harga diri (Esteem Need)

Misalnya : ingin dihargai/ menghargai ; adanya respek dari orang lain. Toleransi
dalam hidup berdampingan.

5) Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization Need)

Misalnya : ingin diakui/ dipuja, ingin berhasil, ingin menonjol/ lebih dari orang
lain.

b. Hirarki Kalish, menjelaskan kebutuhan Maslow lebih mendalami dengan


membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup dan
stimulasi (Nursalam, 2001).

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan


anemia Aplastik ini, maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan antara
lain :

1) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen


seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/ nutrien ke sel.

juan : Mempertahankan suplai Oksigen dan nutrisi ke sel.

iteria hasil : Menunjukkan perfusi jaringan perifer adekuat, misal tanda-tanda vital stabil,
membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik, haluaran urine
adekuat; mental seperti biasa.

encana tindakan :
andiri :

a) Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar
kuku.

R: Memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan


membantu menentukan kebutuhan intervensi.

b) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

R: Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan


seluler. Catatan : Kontraindikasi bila ada hipotensi.

c) Awasi upaya pernafasan; auskultasi bunyi nafas perhatikan bunyi adventisius.

R: Dispnea, gemericik menunjukkan GJK karena regangan jantung lama/


peningkatan kompensasi curah jantung.

d) Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.

R: Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial resiko infark.

e) Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan


memori, bingung.

R: Dapat mengidentifikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau


defisiensi vitamin B12.

f) Orientasikan ulang pasien sesuai kebutuhan. Catat jadwal aktifitas pasien


untuk dirujuk. Berikan cukup waktu untuk pasien berpikir, komunikasi dan
aktifitas.

R: Membantu memperbaiki proses pikir dan kemampuan melakukan/


mempertahankan kebutuhan AKS.

g) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat
sesuai indikasi.

R: Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien/


kebutuhan rasa hangat seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas
berlebih pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ).
h) Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air
mandi dengan termometer.

R: Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.

Kolaborasi :

i) Awasi pemeriksaan laboratorium misal Hb/ Ht dan jumlah SDM, GDA.

R: Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/ respon terhadap terapi.

j) Berikan SDM darah lengkap/ packed, proses darah sesuai indikasi. Awasi ketat
untuk komplikasi transfusi.

R: Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki defisiensi untuk


menurunkan resiko perdarahan.

k) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

R: Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.

l) Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi.

R: Transplantasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan sumsum tulang.

2) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

ujuan : Aktifitas dapat kembali normal.

riteria hasil : Melaporkan peningkatan toleransi aktifitas (termasuk aktifitas sehari-hari),


menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misal nadi, pernafasan, dan
TD masih dalam rentang normal.

Rencana tindakan :

Mandiri

a) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/ AKS normal, catat laporan
kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.

R: Mempengaruhi intervensi/ bantuan.

b) Kaji kehilangan/ gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.


R: Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B 12 mempengaruhi
keamanan pasien/ resiko cedera.

c) Awasi TD, nadi, pernafasan, selama dan sesudah aktifitas. Catat respon
terhadap tingkat aktifitas (peningkatan denyut jantung/ TD, disritmia, pusing,
dispnea, Takipnea, dan sebagainya).

R: Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan.

d) Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Pantau


dan batasi pengunjung, Telepon, dan gangguan berulang tindakan yang tak
direncanakan.

R: Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan


menurunkan regangan jantung dan paru.

e) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.

R: Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut,


dan peningkatan resiko cedera.

f) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat. pilih


periode istirahat dengan periode aktifitas.

R: Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada sistem


jantung dan pernafasan.

g) Berikan bantuan dalam aktifitas/ ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien


untuk melakukannya sebanyak mungkin.

R: Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu
sendiri.

h) Rencanakan kemajuan aktifitas dengan pasien, termasuk aktifitas yang


dianggap pasien perlu. Tingkatkan tingkat aktifitas sesuai toleransi.

R: Meningkatkan secara bertahap tingkat aktifitas sampai normal dan memperbaiki


tonus otot/ stamina tanpa kelemahan. Meningkatkan harga diri dan rasa
terkontrol.
i) Gunakan teknik penghematan energi, misal mandi dengan duduk, duduk
untuk melakukan tugas-tugas.

R: Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi


dan mencegah kelemahan.

j) Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, nafas
pendek, kelemahan, atau pusing terjadi.

R: Regangan/ stress kardiopulmonal berlebihan/ stress dapat menimbulkan


dekompensasi/ kegagalan.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terhadap berhubungan


dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat
kesadaran).

ujuan : Mendemonstrasikan pemeliharaan kemajuan peningkatan berat badan.

riteria hasil : Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai laboratorium dalam
rentang normal.

Rencana tindakan :

a) Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi


sekresi.

R : Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien


terlindungi dari aspirasi.

b) Auskultasi bising usus.

R : Fungsi saluran cerna biasanya tak baik pada kasus cedera kepala. Jadi bising
usus membantu menentukan respon untuk makan atau berkembangnya
komplikasi seperti paralitik illeus.

c) Timbang berat badan sesuai indikasi.

R : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.


d) Berikan makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dan teratur.

R : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang


diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.

e) Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai saat makan.

R : Meningkatkan nafsu untuk makan makanan yang disediakan.

f) Kaji feses, cairan lambung, muntah darah dan sebagainya.

R : Perdarahan sub akut / akut dapat terjadi (ulkus lambung) dan perlu intervensi
dan metode alternatif pemberian makan.

g) Konsultasi dengan ahli gizi

R : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori /


nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit
sekarang ( trauma, penyakit jantung dan masalah metabolic ).

4) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi


dan neurologi (anemia), gangguan mobilitas, defisit nutrisi.

Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

Kriteria hasil : Mempertahankan integritas kulit.

Rencana tindakan :

a) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat
lokal, eritema, ekskoriasi.

R: Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat
menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.

b) Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak
bergerak atau di tempat tidur.

R: Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan/


mempengaruhi hipoksia seluler.

c) Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun.


R: Area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk
pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara
berlebihan dan meningkatkan iritasi.

d) Bantu untuk latihan rentang gerak aktif atau pasif.

R: Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.

Kolaborasi

e) Gunakan alat pelindung

R: Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah/ menurunkan tekanan terhadap


permukaan kulit.

5) Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet,


perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat.

Tujuan : Tidak terjadi konstipasi atau diare.

riteria hasil : Fungsi usus dan pola eliminasi; konstipasi kembali normal.

a) Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi, dan jumlah

R: Membantu mengindentifikasi penyebab/ faktor pemberat dan intervensi yang


tepat.

b) Auskultasi bunyi usus.

R: Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.

c) Awasi masukan cairan 2500-3000 ml/ hari dalam toleransi jantung.

R: Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam


mengidentifikasi defisiensi diet.

d) Hindari makanan yang membentuk gas.

R: Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.

e) Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan dalam kondisi kulit
atau mulai kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi
diare.

R: Mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.


Kolaborasi

f) Konsultasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan diet seimbang


dengan tinggi serat dan bulk.

R: Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air dalam alirannya


sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang
bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.

g) Berikan pelembek feses, stimulan ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema
sesuai indikasi. Pantau keefektifan.

R: Mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi

h) Berikan obat antidiare (Diflenoxilat Hidroklorida dengan atropin, dan obat


pengabsorbsi air (Metamucil).

R: Menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.

6) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat


(penurunan hemoglobin, leukopenia, penurunan granulasit, respon inflamasi
tertekan), pertahanan utama tidak adekuat misal kerusakan kulit, statis cairan
tubuh; prosedur invasif, penyakit kronis, malnutrisi.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi

riteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/ menurunkan resiko infeksi,


meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema dan
demam.

Rencana tindakan :

a) Tingkatkan cuci tangan yang baik bagi klien dan keluarga.

R: Mencegah kontaminasi silang/ kolonisasi bakterial.

b) Petahankan teknik aseptik pada prosedur/ perawatan.

R: Menurunkan kolonisasi infeksi bakteri.

c) Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.


R: Menurunkan resiko kerusakan kulit/ jaringan dan infeksi.

d) Dorong perubahan posisi/ ambulasi yang sering, latihan batuk dan nafas
dalam.

R: Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi


untuk mencegah pneumonia.

e) Tingkatkan masukan cairan adekuat.

R: Membantu dalam pengenceran sekret pernafasan untuk mempermudah


pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh.

f) Pantau/ batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.

R: Membatasi pemajanan pada bakteri/ infeksi.

g) Pantau suhu. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa
demam.

R: Adanya proses inflamasi/ infeksi membutuhkan evaluasi/ pengobatan.

h) Amati eritema.

R: Indikator infeksi lokal.

Kolaborasi

i) Ambil spesimen untuk Kultur/ sensitivitas sesuai indikasi.

R: Membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen khusus dan


mempengaruhi pilihan pengobatan.

j) Berikan aseptik topikal; antibiotik sistemik.

R: Mungkin digunakan secara profilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk


pengobatan proses infeksi lokal.

7) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi prognosis, dan


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber-sumber informasi.

Tujuan : Berpartisipasi dalam proses belajar.


teria Hasil : - Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, aturan pengobatan, potensial
komplikasi

- Memulai perubahan gaya hidup baru dan atau keterlibatan dalam program
rehabilitasi.

- Melakukan prosedur yang diperlukan dengan benar.

encana tindakan :

a) Evaluasi kemampuan dan kesiapan untuk belajar dari pasien dan keluarganya.

R : Memungkinkan untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atas kebutuhan


secara individual.

b) Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan


pengaruh sesudahnya.

R : Membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan meningkatkan


pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya.

c) Berikan kembali atau berikan penguatan terhadap pengobatan yang diberikan


sekarang.

R : Aktivitas, pembatasan, pengobatan/ kebutuhan terapi yang diberikan/ disusun


atas dasar pendekatan antar disiplin dan evaluasi yang amat penting untuk
perkembangan pemulihan atau pencegahan terhadap komplikasi.

d) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

R : Berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang didasarkan atas


kebutuhan yang bersifat individual.

e) Diskusikan dengan pasien dan orang terdekat perkembangan dan gejala


seperti munculnya tanda dan gejala yang pernah dialaminya saat trauma terjadi.

R : Dapat menjadi tanda adanya eksaserbasi respon pasca traumatik yang dapat
terjadi dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah mengalami
trauma.

f) Identifikasi sumber-sumber yang berada di masyarakat seperti kelompok


penyokong, pelayanan sosial, fasilitas rehabilitasi, program pasien di luar rumah
sakit.
R : Diperlukan untuk memberi bantuan secara fisik, penanganan di rumah,
perubahan dalam gaya hidup, baik secara emosional maupun secara finansial.

4. Pelaksanaan

Nursalam (2001), mengatakan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan


adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
(dikutip dari Lyer, et al, 1996). Tahap pelaksanaan perawatan merupakan
tindakan pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan secara nyata untuk
membantu klien mencapai tujuan pada rencana tindakan yang telah dibuat.

Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah


intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal, intervensi
harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan
fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan
dan pelaporan (Gaffar, 1999).

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan


yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Prinsip yang digunakan
dalam memberikan tindakan keperawatan adalah cara pendekatan yang efektif
dan teknik komunikasi yang terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan
yang dilakukan terhadap klien (Nursalam, 2001).

Ada tiga tahap dalam tindakan keperawatan (Nursalam, 2001), yaitu:

a. Fase persiapan meliputi :

1) Review antisipasi tindakan keperawatan.

2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.

3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul.

4) Persiapan alat ( resources ).

5) Persiapan lingkungan yang kondusif.

6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etika.


b. Fase intervensi, terdiri atas :

1) Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau


perintah doter atau tim kesehatan lainnya.

2) Interdependen : tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan


kesehatan lain ( gizi, dokter, laboratorium dan lain-lain ).

3) Dependen : berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana


tindakan medis dilaksanakan.

c. Fase dokumentasi

Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah
dilaksanakan, yang terdiri atas tiga type, yaitu :

a. Sources Oriented Records ( SOR ).

b. Problem Oriented Records ( POR ).

c. Computer Assisted Records ( CAR ).

Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan


Anemia Aplastik, perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan,
pemberi support, pendidik, advokasi, konselor dan pencatat/ penghimpun data.
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap
dan akurat terhadap proses keperawatan.

Ada tiga tipe sistem pencatatan yang digunakan pada dokumentasi:


Sources Oriented Records, Problem Oriented Records, dan Computer
Assisted Records.

Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mampu bekerja


sama dengan klien, keluarga serta anggota tim kesehatan yang lain sehingga
asuhan keperawatan yang diberikan dapat optimal dan komprehensif.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan evaluasi
adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan (Nursalam,
2001).

Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang


sistematik pada status kesehatan klien (Nursalam, 2001 dikutip dari Griffith &
Cristensen, 1986).

Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealfaan


yang terjadi selama tahap pengkajian analisa, perencanaan dan pelaksanaan
tindakan (Nursalam, 2001 dikutip dari Ignatavicius & Bayne, 1994).

Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien mencapai tujuan.


Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan,
sehingga perawat dapat mengambil keputusan :

a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang


ditetapkan).

b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk


mencapai tujuan).

c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang


lebih lama untuk mencapai tujuan) (Nursalam, 2001 dikutip dari Lyer et. al,
1996).

Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan


(Nursalam, 2001), yaitu :

a. Proses (formatif)

Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan
segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu
keefektifan terhadap tindakan.

b. Hasil (sumatif)

Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan


klien pada akhir tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada
akhir tindakan keperawatan secara paripurna.
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 (Nursalam, 2001 dikutip dari
Pinnell & Meneses, 1986 cit) yaitu:

a. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.

b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru.

c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.

d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.

e. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.

Adapun evaluasi yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan


pada klien dengan anemia aplastik :

a. Mempertahankan tingkat kesadaran biasa / perbaikan, kognisi dan fungsi


motorik / sensorik.

b. Mendemonstrasikan pemeliharaan kemajuan peningkatan berat badan.

c. Suhu tubuh klien dalam batas normal.

d. Mendemonstrasikan pemeliharaan kemajuan peningkatan berat badan.

e. Berpartisipasi dalam proses belajar

You might also like