You are on page 1of 27

PORTOFOLIO FAMILY HEALTH CARE PROJECT

KEPANITERAAN KLINIK MADYA DOKTER KELUARGA FKUB

Judul

Liken Planus pada Wanita Buruh Pabrik Usia 55 tahun dengan Faktor Resiko
Paparan Zat Pewarna Tekstil dan Komorbid hipertensi Serta Compliance yang
Buruk Akibat Presbikusis

Dokter Muda Pembina


Muhammad Bilal Saifulhaq
NIM 115070107111077
Puskesmas Kendalsari
Periode 02 April 2017 - 30 April 2017

Pembimbing:

dr. Siswanto, M.Sc

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya


MALANG
2017

1
Tanggal kunjungan pasien ke Puskesmas : 17 April 2017

Identitas Pasien:

Nama : Ny. Mulyati


Umur / tanggal lahir : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Candi Mendut Rt 02/Rw 02
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Status perkawinan : Menikah
Sistem pembayaran : Umum

Anamnesis:
Autoanamnesis
Keluhan Utama / Alasan Kedatangan:

Kesemutan pada telapak tangankanan

Riwayat keluhan saat ini

Pasien datang ke Puskesmas Kedungkandangpada tanggal 18 Maret2017 dengan


keluhan kesemutan pada telapak tangan kanan yang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu
namun memberat 3 hari ini. Kesemutan yang dirasakan pasien pada jari jempol, jari telunjuk
dan jari tengah yang menjalar hingga lengan bawah kanan pasien. Kesemutan bersifat
hilang timbul sepanjang hari. Kesemutan juga dirasakan terasa lebih berat dirasakan di
tangan kanan, juga lebih berat pada malam hari. Pasien mengaku, kesemutan terasa
berkurang bila pasien mengibas-ngibaskan tangannya atau meluruskan tangannya terjuntai
ke bawah.
Pasien tidak pernah memeriksakan keluhan tersebut sebelumnya. Oleh pasien, keluhan
pada kedua tangan dibiarkan begitu saja karena pasien menganggap keluhan tersebut
biasa muncul akibat pekerjaannya yaitu melinting rokok dan sering mengangkat berat
dipabrik rokok.

Keluhan lain yang dirasakan saat ini dan riwayat perjalanannya:

Pasien mengatakan keluhan kesemutan sering disertai rasa tebal pada tangan kanannya,
nyeri dan pegal di lengan kanan bawah. Terkadang keluhan disertai rasa panas pada

2
tangan.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien belum pernah mengalami keluhan kesemutan seperti ini sebelumnya. Riwayat
trauma disangkal.

Riwayat Keluarga (Family History)

Pasien mengaku terdapat riwayat keluarga dengan Diabetes Mellitus yaitu ayah kandung
pasien.

Riwayat sosial (eksplorasi faktor risiko internal dan eksternal)

Pasien merupakan seorang melinting rokok dan mengangkat berat di pabrik


rokok, mempunyai seorang suami dan5orang anak yaitu 4 anak perempuan dan
1 anak laki-laki. Kesibukan sehari-hari pasien adalah melinting rokok,
mengangkat berat pasien juga mengaku mengerjakan pekerjaan rumah tangga
seperti menyapu, mengepel dan mencuci baju. Pekerjaan melinting rokok sudah
dilakukan selama 13 tahun terakhir. Pasien sudah lama menghindari makanan
dan minuman yang terlalu manis, asin, maupun kacang-kacangan.

Riwayat pengobatan

Pasientidak pernah menggunakan obat apapununtuk keluhan saat ini

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum dan Tanda Vital dan Status Gizi
Keadaan : Tampak sakit ringan Suhu : 36,5C
Umum

Tekanan : 140/80 mmHg TB : 148 cm


Darah

Frek. Nadi : 82 x/menit, reguler, kuat BB : 48 kg

Frek. Nafas : 18 x/menit Status Gizi : BB normal

IMT : 21,91 kg/m2

3
Status Generalis
KEPALA
Inspeksi Anemis (-)/(-) ; Ikterik (-)/(-) ; pupil bulat isokor (3 mm/3
mm), reflek cahaya (+)/(+)
LEHER
Inspeksi Simetris, Edema (-), Massa (-), Inflamasi (-)
Palpasi Pembesaran kelenjar limfe (-)/(-),
THORAX
a. Pulmo
Inspeksi : Gerakan D=S
statis & dinamis
Palpasi: Stem D=S
Fremitus
Perkusi : sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
Auskultasi : V V Rh - - Wh - -
V V - - - -
V V - - - -
b. Jantung
Inspeksi Iktus invisible
Palpasi Iktus palpable at ICS V MCL S
Perkusi LHM ~ Ictus, RHM ~ sternal line D
Auskultasi S1S2 normal, regular, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi flat, jar. parut (-),radang umbilikus (-), rash (-), massa (-)
BU(+) Normal
Auskultasi Liver span 8 cm, traubes space timpani, shifting dullness
Perkusi (-)
Palpasi Soefl, nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak
teraba

EKSTREMITAS
Superior Akral hangat, Anemis (-)/(-), Ikterik (-)/(-), Edema (-)/(-),
Sianosis (-)/(-)
Inferior Akral hangat, Anemis (-)/(-), Ikterik (-)/(-), Edema (-)/(-),
Sianosis (-)/(-),

Status Lokalis

4
Pemeriksaan Status Lokalis Jari dan Pergelangan Tangan (ekstremitas superior) :
Inspeksi (Look)
Tidak sidapatkan deformitas, bekas trauma, oedem dan kemerahan pada sendi jari dan
pergelangan tangan kanan.
Palpasi (Feel)
Tidak teraba hangat, nyeri tekan, pembengkakan, dan fraktur pada sendi jari dan
pergelangan tangan kanan.
Pergerakan sendi (Move)
Pasien dapat melakukan gerakan aktif baikpada tangan kanan.
Tidak ditemukan keterbatasan gerak pada sendi jari dan pergelangan tangan kanan
(pasien bisa melakukan ekstensi maksimal).
Pemeriksaan yang dilakukan, yaitu:
Phalens Test -/+
Tinels Sign -/+
Flicks sign -/+
Luthys sign -/+
Pressure test -/+

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada yang perlu dilakukan

Analisis yang mendasari penegakkan diagnosis aksis 2

Carpal Tunnel Syndrome adalah kumpulan gejala yang timbul akibat nervus
medianus ketika yang tertekan didalam terowongan karpal (Carpal Tunnel) di
pergelangan tangan(Lehri V, 2011).American Society for Surgery of the Hand
mendefinisikan CTS sebagai kompresi neuropati dari Nervus Medianus di
pergelangan tangan dimana saraf melewati bawah ligamentum karpal
transversus(Muhtadi, 2013).
Terowongan Karpal merupakan lintasan yang dibentuk oleh tulang karpal
sebagai dasar dan ligament Transverse Carpal sebagai atap, dilalui oleh tendon
dan nervus Medianus. Nervus Medianus berperan sebagai komponen sensori
rangsangan pada pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4, komponen sensori
kulit telapak tangan, serta komponen motorik otot thenar. (Moch, 2011)
Patogenesis CTS kompleks dan masih belum jelas. Namun beberapa
penelitian menyatakan bahwa proses demyelinisasi yang diikuti degenerasi
akson merupakan penyebab munculnya keluhan rasa tebal atau rasa tertusuk
jarum yang kemudian meningkat menjadi rasa kesemutan atau seperti terbakar
hingga keluhan nyeri yang tajam.Sedangkan awal kerusakan saraf yang
paling sering disebabkan oleh kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular

5
vena, edema, yang berujung pada iskemia saraf. (Nigel, 2016). Kompresi
mekanik diyakini dimediasi oleh beberapa faktor seperti ketegangan, tenaga
berlebihan, hiperfungsi, ekstensi pergelangan tangan berkepanjangan atau
berulang (Bahrudin, 2011). Keluhan pada CTS secara khas akan lebih berat pada
malam hari, hal ini menurut beberapa penelitian dapat disebabkan oleh
penekanan akibat posisi tangan yang tidak tepat saat tidur atau karena faktor
hormonal. Selain itu, gejala CTS juga secara khas akan membaik dengan
manuver mengibas-ngibaskankan tangan (Rambe, 2008). Gejala CTS yang tidak
ditangani dengan tepat dapat menyebabkan atrofi otot thenar, kelemahan tangan
kronis dan muncul rasa tebal di seluruh tangan yang dilalui nervus medianus.
(Markiewitz, 2010). Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan rasa
kesemutan dan tebal pada seluruh bagian telapak tangan kanan disertai rasa
nyeri dan pegal di kedua sisi lengan bawah. Selain itu, keluhan yang memberat
di malam hari dan pasien merasa nyeri berikurang ketika pasien melakukan
gerakan manuver mengibas-ngibaskan tangan merupakan ciri yang khas pada
CTS.
Menurut Biundo J (2012) CTS mempunyai berbagai faktor risiko yang
tersering, yaitu:
1.Gender Perbandingan wanita dan pria yang sering terserang CTS, yaitu
3:1. Jadi wanita lebih sering terserang CTS karena ukuran terowongan
karpal lebih kecil dibandingkan pada laki-laki, ditambah lagi wanita pada
kondisi hamil, pada usia lanjut, dan obesitas.
2.Struktur anatomis mempunyai riwayat trauma sebelumnya yang dapat
menyebabkan fraktur atau dislokasi pergelangan tangan akan mengubah
celah terowongan karpal menjadi lebih sempit sehingga tekanan pada
nervus medianus meningkat.
3.Kerusakan saraf penyakit kronis seperti diabetes dapat menyebabkan
kerusakan saraf, salah satunya seperti saraf medianus.
4.Inflamasi keadaan inflamasi seperti Rheumatoid Arthritis, gout arthritis
dapat mempengaruhi tendon pergelangan tangan sehingga menekan nervus
medianus.
5.Perubahan keseimbangan cairan tubuh pada kondisi hamil, menopause,
terjadi penumpukan cairan yang lebih besar sehingga terjadi penekanan
pada terowongan karpal yang kemudian memengaruhi nervus medianus.
6.Kondisi lain obesitas, gagal ginjal, hypothyroid, kista ganglion dapat

6
meningkatkan insiden CTS.
7.Pekerjaan bekerja dengan alat yang membutuhkan gerakan fleksi dan
ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang, membutuhkan tenaga
ekstra pada pergelangan tangan, posisi pergelangan tangan tidak tepat
dapat menyebabkan penekanan yang merusak nervus medianus (Norman L,
2011). CTS merupakan salah satu penyakit yang dilaporkan badan-badan
statistic perburuhan di Negara maju sebagai penyakit yang sering dijumpai
dikalangan pekerja-pekerja industry, contohnya pabrik rokok, pekerja tekstil,
dan pengguna computer (Lehri, 2011).
Kejadian CTS sering terjadi pada wanita. Selain itu, CTS juga jarang sekali
terjadi akibat satu faktor penyebab, melainkan multifaktorial. Berdasarkan
anamnesis dengan pasien, ditemukan faktor risiko pekerjaan sebagai pelinting
rokok dipabrik, sering mengangkat barang, serta adanya aktivitas harian yang
berlebih, pasien juga mengaku adanya riwayat DM pada ayah kandung pasien.
Dapat dilihat dari pekerjaan pasien yaitu melinting rokok dan sering mengangkat
barang berat dipabrik tersebut membutuhkan kinerja ekstra pergelangan tangan.
Untuk membantu menegakkan diagnosa pasti, pasien perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah. Pada pasien
belum dilakukan pemeriksaan laboratorium darah, namun diusulkan pemeriksaan
glukosa darah puasa dan 2 jam PP, asam urat dan rheumatoid faktor.
Penegakan dianosis CTS diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Untuk tahap awal gejala CTS umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal
biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti
terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai
dengan distribusi sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang dirasakan
mengenai seluruh jari-jari (Salter, 2009). Menurut Komar dan Ford klasifikasi CTS
terdiri dari 2 bentuk, yaitu akut dan kronis. Bentuk akut mempunyai gejala
dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau tangan, tangan dingin,
atau gerak jari menurun, sedangkan kronis mempunyai gejala baik disfungsi
sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik
(Pecina, 2010). Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan rasa kesemutan
dan tebal pada seluruh bagian telapak tangan kanan yang disertai rasa nyeri dan

7
pegal di kedua lengan bawah. Selain itu, keluhan yang memberat di malam hari
sehingga terkadang pasien terbangun karena rasa sakit ditangannya, namun
pasien juga berbicara bahwa nyerinya kadang juga timbul saat pagi hari saat
bangun tidur. Menurut pasien rasa sakitnya membaik dengan manuver
mengibas-ngibaskan tangan merupakan ciri yang khas pada CTS.
Pemeriksaan Fisik
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala klinis seperti di atas
dapat diperkuat dengan pemeriksaan yang menggunakan
tes provokasi, yaitu:
a) Phalen's test
Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini mendukung diagnosa.
Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk
menegakkan diagnosa CTS.

b) Tinel's sign
Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

c) Flick's sign
Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerakkan jari-
jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan mendukung
diagnosa CTS.

8
d) Thenar wasting
Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar
.
e) Pressure test
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu
jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes
ini mendukung diagnosa.

f). Luthy's sign (bottle's sign)


Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol
atau gelas. Bila kulit tangan penderita idak dapat menyentuh dindingnya
dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.
g). Pemeriksaan sensibilitas
Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination)
pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap
positif dan mendukung diagnosa (Munir,2015).

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan provokasi yang terdiri dari :

NO Pemeriksaan Test Provokasi Interpretasi


1. Phalens test -/+
2. Tinels sign -/+
3. Flick's sign -/+
4. Thenar wasting Sde
6. Pressure test -/+
7. Luthys sign -/+
8. Pemeriksaan sensibilitas Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien jika dibandingkan


denganliteratur menurut tingkat sensitivitas dan spesifisitas 58% dan 57%, tinel
test 80% dan 40%, phalens test 80% dan 36%, flicks sign 96% dan 93%, thenar
atrophy 90% dan 16%, wrist extension 80% dan 53, sedangkan keluhan khas
malam hari 43% dan 70%. (Lusianawati, 2014) Berdasarkan teori tersebut, tes
provokatif yang dengan kuat mendukung diagnose CTS adalah tinnel test,
phalens test, Flicks sign test, dimana pada pasien didapatkan hasil positif pada
tangan kanan.

9
Pemeriksaan Penunjang
Selain itu terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang terdiri dari:
a) Pemeriksaan Neurofisiologi / Neuro Konduksi
Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan hantaran yang melalui saraf,
adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah
motor unit pada otot-otot thenar. Pada 15-25% kasus, KHS (Kecepatan
Hantar saraf) bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan
masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya
gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten
sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik (Latov, 2007).
b) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu
melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis.
Menggunakan USG, CT-scan dan MRI dilakukan pada kasus yang
selektif terutama yang akan dioperasi. USG dilakukan untuk mengukur
luas penampang dari saraf median di carpal tunnel proksimal yang
sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel syndrome (Maureen, 2010).
c) Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah
lengkap (Rambe, 2008).
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan laboratorium darah, namun
diusulkan pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam PP, asam urat
mengingat terdapat riwayat DM yaitu ayah kandung pasien dan pasien
mengeluhkan nyeri pada tangannya.
Diagnosis Banding
Gejala tangan kesemutan pada CTS ini menyerupai gejala awal pada pasien
dengan Diabetes Mellitus yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer sehingga
berujung pada neuropati. Pada pasien dapat ditemukan riwayat keluarga dengan
Diabetes Mellitus, serta didukung dengan pola hidup pasien kurang baik dan
pasien dengan berat badan berlebih, disertai keluhan polidpsi, polifagi dan
poliuri, maka dapa dilakukan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah
untuk memeriksa gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP. Penegakan
diagnosis Diabetes Mellitus dengan pemeriksaan gula darah (Rambe , 2008).

10
Namun pada pasien ini, didapatkan riwayat ayah kandung mengalami diabetes
mellitus, tidak didapatkan gejala lain yang mengarah pada Diabetes Mellitus,
begitu pula dengan pola hidup pasien yang menghindari makanan manis. Pada
pasien ini, belum pernah melakukan pemeriksaan laboratorium darah untuk
melihat kadar gula darah pasien. Untuk menyingkirkan diagnosis banding
Diabetes Mellitus diperlukan pemeriksaan gula darah.
Selain itu, gejala kesemutan pada tangan juga dikaitkan dengan kejadian
rheumatoid arthritis, dimana mekanisme autoimun yang terjadi pada sendi
menyebabkan inflamasi dan pembengkakan daerah sekitar sendi sehingga dapat
menekan nervus medianus. Jika seseorang menderita rheumatoid arthritis
biasanya pada anamnesa akan ditemukan gejala lain berupa kaku di sendi jari
tangan atau kaki terutama pada pagi hari dan teraba bengkak maupun panas
pada sendi. Jika dilakukan pemeriksaan maka akan dapat ditemukan gambaran
swan neck yaitu hiperekstensi PIP dan fleksi DIP yang khas akibat adanya
pembengkakan yang mempengaruhi otot di sekitar sendi jari. Untuk menegakkan
diagnosis rheumatoid arthritis diperlukan pemeriksaan laboratorium darah
rheumatoid factor sebagai penanda aktivitas autoimun (Rambe, 2008). Namun,
pada pasien ini tidak ditemukan keluhan kaku sendi jari, pembengkakan, maupun
teraba panas pada sendi jari. Pasien hanya merasakan kesemutan saja pada
tangan. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan tanda-tanda inflamasi pada
tangan dan kaki yang merupakan respon cepat tubuh apabila terdapat aktivitas
autoimun di tubuh, tidak ditemukan pula gambaran swan neck. Namun
pemeriksaan Rheumatoid factor tidak dapat dilakukan. Untuk dapat
menyingkirkan diagnosis banding rheumatoid arthritis perlu dilakukan
pemeriksaan rheumatoid factor.
Gout arthritis juga memiliki keluhan nyeri tajam yang khas seperti tertusuk
jarum dan keluhan kesemutan. Keluhan kesemutan pada gout arthritis juga dapat
dijadikan diagnosis banding CTS. Pasien dengan gout arthritis akan ditemukan
gejala nyeri khas yang hilang timbul dan pada pemeriksaan fisik ditemukan tofus
pada sendi jari, yang tampak sebagai benjolan keras yang disertai tanda
inflamasi. Untuk menegakkan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan kadar asam
urat dalam darah, begitu pula untuk menyingkirkan gout arthtritis dari diagnosis
CTS. Pada pasien ini memang ditemukan gejala nyeri yang hilang timbul, namun
pada pemeriksaan tidak didapatkan tofus. Namun pada pasien ini, belum
dilakukan pemeriksaan kadar asam urat dalam darah.

11
Sedangkan keluhan lengan nyeri atau myalgia dapat merupakan bagian dari
keluhan CTS, namun juga dapat memunculkan diagnosis lain berupa
fibromyalgia. Namun untuk menegakkan diagnosis fibromyalgia harus memenuhi
kriteria sebagai berikut(Rambe, 2008) :

Tatalaksana
Klasifikasi CTS berdasarkan keluhan terdiri dari ringan, sedang dan berat.

Tatalaksana CTS yang dipilih berdasarkan derajat keluhan pasien. Klasifikasi


CTS berdasarkan keluhan terdiri dari ringan, sedang dan berat.
Terapi konservatif untuk CTS ringan selama 6 minggu-3 bulan bulan (Rambe,
2008) :
1. Mengurangi aktivitas repetitive dan bekerja dengan posisi ergonomis
2. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.
Namun beberapa penelitian tidak menunjukkan hasil yang signifikan pada
rehabilitasi mandiri, hanya saja cukup membantu mengurangi keluhan.
Berikut adalah contoh latihan sederhana yang dapat dilakukan oleh pasien
di rumah untuk meringankan gejala CTS (Rambe, 2008).

12
3. Pemasangan bidai pada posisi netral untuk memfiksasi sendi
metacarpophalangeal dengan pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari minimal selama 2-3 minggu.
Pilihan terapi ini dinyatakan efektif mengurangi keluhan CTS, sehingga
dapat digunakan sebagai terapi awal karena biayanya murah dan risiko
sangat minimal.
4. Obat nonsteroidal anti inflamasi kortikosteroid (NSAID) dapat diberikan
lebih dahulu untuk meringankan keluhan nyeri pada pasien. Menurut
American family physician (2015) terapi kortikosteroid oral telah terbukti
efektif daripada NSAID untuk pengobatan jangka pendek, dengan
pemberian prednisolone 20mg/hari selama 1 minggu kemudian dilanjutkan
pemberian 10mg/hari selama 2 minggu berikutnya didapatkan hasil yang
signifikan.
5. Injeksi steroid terbukti dapat menghilangkan keluhan selama rentang waktu
yang cukup lama. Terapi ini patut dipertimbangkan apabila dengan terapi
konservatif tidak terdapat perbaikan.Triamcinolon acetonide 20mg atau
Deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon
20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan
menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat
pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus
(Rambe, 2008). Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2
minggu atau lebih (Moch, 2011).
6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu
penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan
pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa

13
penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat
bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar.
Namun pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.

Terapi operatif untuk keluhan berat :


Tindakan operasi pada CTS hanya dilakukan pada kasus yang tidak
mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi ganggua
sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Operasi CTS biasanya
disebut carpal tunnel decompression atau carpal tunnel release surgery pada
pergelangan tangan.Teknik yang dilakukan adalah memotong ligament karpal
yang merupakan atap dari terowongan karpal sehingga mengurangi
penekanan nervus medianus yang berada di dalam terowongan(American
Academy of Orthopaedic Surgeons, 2008).
Pada pasien ini mendapat terapi Natrium diclofenac 3x1 tablet untuk
meringankan keluhan nyeri lengan kanan bawahnya, kemudian diberikan
prednisone 5mg dengan pemberian 3-4xsehari, diberikan selama 1 minggu.
Pasien juga diberikan obat amitriptilin 25mg yang diminum1x1/2 tablet untuk
mengobati gejala neuropatik.Pasien juga diberikan vitamin (Nutralix) yang
diminum 1x1 tab. Lini pertama obat CTS adalah anti inflamasi oral yang
disarankan adalah kortikosteroid (American family physician, 2015).
Sedangkan pemberian amitriptilin merupakan lini pertama untuk mengatasi
nyeri neuropatik selama bertahun-tahun (Moore, 2012).Berdasarkan
penelitian, menyatakan bahwa penggunaan NSAID, maupun vitamin B6 tidak
lebih efektif dibandingkan efek placebo(Moch, 2011).

Diagnosis Holistik
Aksis 1 - Aspek Personal
Alasan Kedatangan
Pasien datang ke Puskesmas dengan alasan kesemutan padatelapak tangan
kanannya selama 3 bulan terakhir, namun memberat 3 hari terakhir.
Persepsi

14
Pasien merasa penyakitnya disebabkan karena melakukan pekerjaannya
sebagai pelinting rokok dan suka mengangkat barang berat di pabrik rokok.
Harapan
Pasien ingin keluhan tangannya tersebut berkurang, sehingga tidak
mengganggu saat dia bekerja dan melakukan aktivitasnya.
Kekhawatiran
Pasienkhawatir keluhan kesemutan di telapak tangan akan meluas, sehingga
tidak dapat bekerja kembali.
Upaya
Pasien datang ke Puskesmas untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Aksis 2 - Aspek Biomedis


Carpal tunnel syndromeDextra adalah terjepitnya nervus medianus saat
melewati terowongan karpal yang disusun oleh tulang-tulang karpal dan
ligamentum karpal transversum.

Aksis 3 - Aspek Risiko Internal


Pasien memliki pekerjaan yang membutuhkan pergerakan dan kekuatan
pergelangan tangan setiap hari, memiliki riwayat keluarga DM tipe II yaitu
ayah kandungnya. Suami pasien tidak bekerja dan hanya dirumah saja
sehingga pasien yang harus membiayai kehidupan sehari-hari dan pasien
yang melakukan pekerjaan sehari-hari dirumah.

Aksis 4 - Aspek Risiko Eksterna


Pasien bekerja sebagai melinting rokok dipabrik sehingga pasien jarrang
memeriksakan dirinya ke Puskesmas dan pengetahuan tentang kesehatan
kurang.

Aksis 5 - Derajat Fungsional : Derajat 2(a little bit of difficulty)

Intervensi Komprehensif

15
Diagnosis Intervensi Komprehensif
Holistik
Aksis 1 Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit tersebut
baik dari pengertian, penanganan, pentingnya kontrol,
faktor resiko, komplikasi, upaya yang dapat dilakukan dan
prognosis.
Mengevaluasi keluhan lain yang muncul dari pasien,
seperti terasa tebal dan nyeri di tangan.
Aksis 2 Mengedukasi pasien mengenai tatalaksana carpal tunnel
syndrome dan faktor-faktor yang dapat membantu proses
penyembuhan.
Penatalaksaanterutama ditujukan pada
pengendalian/menghilangkan rasa nyeri padatelapak
tangan kanan dengan pemberian obatprednisone 3-
4x5mg/hari, Amitriptilin 25mg 1x1/2 tablet, Natrium
diklofenac 3x 1 tablet dan Nutralix 1x1 tablet.
Mengedukasi pasien untuk kontrol 7 harike depan untuk
melihat perkembangan dari keluhan pasien.
Aksis 3 Melakukan diskusi bersama suami pasien dan pasien
untuk membahas penyakit pasien sehingga suami turut
memotivasi pasien untuk memeriksakan diri ke dokter
yang lebih ahli dan rutinmelakukan rehabilitasi mandiri
serta memperbaiki pola melakukan pekerjaan.
Memberikan KIE dengan bahasa yang mudah dimengerti
oleh pasien dan keluarga pasien, menanyakan kembali
informasi yang telah diberikan untuk melihat apakah sudah
mengerti pada pasien dan keluarga atau belum dapat
dimengerti.
Aksis 4 Mengedukasi pasien tentang pemantauan kondisi
keluhannya dan memotivasi untuk mendapat terapi yang
tepat tanpa khawatir komplikasi yang dapat diminimalisir

Alasan pembinaan keluarga pada kasus ini:

Alasan pada pasien ini perlu dilakukan pembinaan keluarga mengacu pada tatalaksana
dokter keluarga yang holistik dan komprehensif dimana keadaan kesehatan individu akan
berdampak pada keluarga dan juga sebaliknya. Pasien dengan Carpal Tunnel Syndrome

16
yang mana penyakit ini berhubungan dengan kerja. Oleh karena itu, perlunyamengetahui
pola kerja pasien yang bertujuan untuk dapat memperbaiki cara melakukan aktivitas.

Kunjungan Rumah Pertama


Tanggal 19 Maret 2017

Family Genogram
Keluarga Ny. Mujiati

Ny.D
Tn.J

Tn.S/64thNy.M/63th Tn.T/624thNy. Z/60th Tn.F/59thNy.W/58th

Keterangan:
45th /Buruh
47th/Ibu Rumah Tannga44th/IRT 43th/ 41th/IRT
: Pasien
Petani

: Tinggal satu rumah

: Laki-Laki

: Wanita

Family Apgar

No Pertanyaan Sering Kadang- Jarang


. kadang
1. Saya puas karena saya dapat

17
bercerita kepada keluarga saat saya
memiliki masalah
2. Saya puas dengan cara keluarga
bermusyawarah untuk memecahkan

masalah
3. Saya puas karena diberikan
kesempatan bertumbuh sesuai arah

kehidupan yang saya inginkan
4. Saya puas dengan kasih sayang
yang terjalin di antara keluarga saya

5. Saya puas dengan keluarga
membagi antara waktu pribadi dan

waktu bersama
Penilaian nilai total:
8-10 : Fungsi keluarga baik (Highly Functional Family)
4-7 : Fungsi keluarga kurang baik (Moderately Functional Family)
0-3 : Fungsi keluarga tidak fungsional (Severely Disfuctional Family)

Skor Family APGAR = 8Fungsi keluargabaik (highly Functional Family)

Family SCREEM

Social Keluarga tersebut bersosialisasi dengan lingkungan dengan baik.


Cultural (-)
Religion (-)
Economic Kehidupan didalam keluarga pasien bergantung pada
penghasilanpasien yang bekerja sebagai melinting rokok dengan
penghasilan sebesar Rp.500.000-700.000/bulan, tergantung target
pabrik rokok tersebut.
Education Pasien merupakan lulusan SMP dengan tingkat pengetahuan
kesehatan yang agak rendah
Medical Pasien tidak mengonsumsi obat selain yang disarankan oleh dokter

Bentuk Keluarga: keluarga inti


Tahapan Keluarga (sesuai DUVAL):tahap VII

Mandala of Health

18
Life Style

Pasien sering mengangkat


berat

Family
Psycho, socio, economic
Personal behavior environment
Suami mendukung penuh
Pasien melakukan kesehatan pasien Faktor ekonomi keluarga
menengah kebawah
pekerjaan rumah tangga Anak-anak pasien
sehari-hari dan melinting
tidak memahami
- Pasien khawatir keluhannya
rokok meluas dan mempengaruhi
pasien kemampuan bekerja
Sick Care System
Pasien Work
Jarak rumah ke puskesmas 1 km
Pasien takut pengobatan definitive Wanita, 63 tahun Pasien bekerja melinting
(injeksi kortikosteroid dan pembedahan) Bekerja melinting rokok, mengangkat rokok dan mengkat berat
menimbulkan komplikasi yang merugikan barang berat dan mempunyai riwayat dipabrik rokok selama 3
keluarga Diabetes Melitus. tahun
Human Biology

Pasien memiliki Physical Environment


riwayat keluarga
dengan DM tipe II Persepsi yang salah dari masyarakat
yaitu ayah tentang gejala CTS sebagai linu-linu
kandungnya biasa yang dapat hilang sendiri.

Dx Subyektif Obyektif Planning / Intervensi


Holistik
Aksis 1 Pasien merasa Pasien tampak sakit Memberi penjelasan
terganggu ringan. kepada pasien
dalam TD : 140/80 mengenai penyakit
beraktifitas N : 78x/m yang diderita pasien,
karena RR : 20x/m baik dari pengertian,
mengeluh S : 36,6C penanganan,
kesemutan Status Generalis : pentingnya kontrol,
dan rasa Dalam batas faktor resiko,
tebal pada normal komplikasi, upaya yang

19
telapak Status Lokalis : dapat dilakukan dan
tangan serta Tinnel test -/+ prognosis.
nyeri pada Phalent test -/+ Memberi penjelasan
lengan Flicks sign -/+ bahwapasien tidak
bawah Luthy sign -/+ perlu khawatir pada
Pressure test -/+ penyakit yang dialami
pasien, karena pada
pencegahan secara dini
dapat mencegah
terjadinya komplikasi
dari Carpal Tunnel
Syndrome (CTS).
Aksis 2 Kesemutan Tinnel test -/+ Memberitahukan pasien
dan rasa Phalent test -/+ bahwa pasien
tebal pada Flicks sign -/+ menderita Carpal
kedua Luthys sign-/+ Tunnel Syndrome
telapak Pressure test -/+ (CTS) berdasarkan dari
tangan, nyeri gejala klinis dan tes
pada lengan provokasi.
Menjelaskan kepada
kanan bawah
pasien tentang definisi,
faktor risiko terjadinya
CTS, pengobatan,serta
komplikasi penyakit.
Memberi penjelasan
bahwa dapat dilakukan
intervensi untuk
mencegah terjadinya
Carpal Tunnel
Syndrome (CTS) yang
berat.
Mengedukasi kepada
pasien tentang proses
tatalaksana Carpal
Tunnel Syndrome
(CTS).

20
Memberikan terapi
prednisone 3x5mg,
Natrium diklofenak 3x1,
Amitriptilin 1x1/2, dan
nutralix 1x1.
Mengedukasi untuk
kontrol 7 hari lagi ke
puskesmas untuk
melihat perkembangan
keluhan.
Aksis 3 Wanita Pasien tidak pernah Memberikan edukasi
Pasien memeriksakan pasien agar pasien
bekerja kesehatan mengubah cara
sebagai sebelumnya melakukan pekerjaan
melinting Pasien aktif dalam atau menambah wrist
rokok dan kegiatan sehari- band
biasa hari Memberikan edukasi
mengangkat untuk bisa membatasi
barang beberapa aktivitas yang
berat memperberat Carpal
dipabrik, Tunnel Syndrome.
riwayat DM
tipe II dari
ayah
kandung.
Pasien tetap
mengerjaka
n pekerjaan
rumah
tangga dan
harus
mencari
uang untuk
membiayai
kehidupan

21
sehari-hari
bersama
suami.

Aksis 4 Faktor Pasien tidak pernah Mengedukasi pasien


pengetahua mengetahui untuk kontrol 7 hari lagi
n kesehatan penyakit yang bisa ke puskesmas untuk
yang rendah muncul akibat melihat perkembangan
bekerja dengan keluhan pasien, apakah
posisi yang kurang keluhan berkurang atau
tepat dan terlalu tidak, apakah
berat memerlukan rujukan
atau tidak.

Family coping score :5 (Full participan, independent)

Kunjungan Rumah Kedua


Tanggal: 21 Maret 2017

Dx Subyektif Obyektif Planning / Intervensi


Holistik
Aksis 1 Pasien masih Pasien tampak sakit Memberi penjelasan
terasa ringan. kepada pasien bahwa
kesemutan TD : 130/80 penyakit yang diderita
dan rasa N : 80x/m pasien membutuhkan
tebal pada RR : 20x/m terapi yang cukup lama,
telapak S : 36,5C tidak bisa langsung
tangan sembuh seketika
kanannya, Status Generalis :
pasien Dalam batas
merasa normal
terganggu Status Lokalis :
dalam Tinnel test -/+
beraktivitas, Phalent test -/+
nyeri pada Flicks sign -/+
lengan Luthys sign -/+
bawah kanan Pressure test -/+

22
sedikit
berkurang
Aksis 2 Kesemutan Tinnel test -/+ Memberitahukan pasien
dan rasa Phalent test -/+ bahwa apabila keluhan
tebal pada Flicks sign -/+ tidak berkurang,
kedua Luthys sign -/+ sebaiknya pasien kontrol
telapak Pressure test -/+ ke puskesmas untuk
tangan, nyeri Diagnosis tegak mendaat rujukan ke
pada kedua dengan anamnesa rumah sakit sehingga
lengan dan pemeriksaan mendapat pengobatan
bawah fisik yang khusus untuk CTS
berkurang yaitu injeksi steroid
Pasien Mengedukasi pasien
mengeluh bagaimana cara
perut sakit rehabilitasi medik
saat minum mandiri pada Carpal
asam Tunnel Syndrome (CTS).
mefenamat Mengedukasi pasien
dapat mengkompres
tangannya dengan air
hangat ketika
merasakan nyeri.
Aksis 3 Wanita Pasien tidak pernah Memberikan edukasi agar
Pasien memeriksakan pasien mengubah cara
bekerja kesehatan melakukan pekerjaan
sebagai sebelumnya, tidak atau menambah wrist
melinting pernah cek band
rokok dan laboratorium Memberikan motivasi dan
biasa darah dukungan kepada pasien
mengangkat Pasien aktif dalam agar rutin untuk
barang pekerjaan sehari- melakukan fisioterapi di
berat hari rumah rutin sebanyak 1x
dipabrik, sehari selama 7 hari.
riwayat DM Memberikan edukasi untuk
tipe II dari bisa membatasi
ayah

23
kandung. beberapa aktivitas yang
Pasien tetap memperberat Carpal
mengerjaka Tunnel Syndrome.
n pekerjaan Edukasi kontrol 7 hari lagi
rumah ke puskesmas
tangga dan
harus
mencari
uang untuk
membiayai
kehidupan
sehari-hari
bersama
suami.

Aksis 4 Faktor Pasien sering Mengedukasi pasien


pengetahua mendengar bahwa tentang pengobatan
n kesehatan terapi medis akan injeksi steroid, cara,
yang rendah menimbulkan manfaat dan tingkat
komplikasi keamanannya
merugikan

Lampiran:

Karakteristik Rumah dan Lingkungan

Luas rumah: 4x8m2

Jumlah orang dalam satu rumah: 2 orang

Luas halaman rumah: 3 m2

Lantai rumah dari: keramik

Dinding rumah dari: tembok

Penerangan di dalam rumah


Jendela: ada; Jumlah: 2buah di ruang tamu depan; 1buah di tiap kamar tidur
Listrik: ada

Ventilasi
Kelembapan rumah : agak lembab dibagian ruang kamar tidur
Bantuan ventilasi di dalam rumah: ada, cukup

24
Kebersihan di dalam rumah: cukup bersih

Tata letak barang dalam rumah: cukup teratur

Sumber air
Air minum dari:PAM
Air cuci dan masak dari: PAM
Jarak sumber air dari septic tank: -

Kamar Mandi Keluarga: ada dalam rumah


jumlah 1buah, ukuran 1,5x1m2

Jamban: Ada
Bentuk jamban : Jongkok tanpa pegangan

Tempat sampah:menggunakan tas kresek untuk menampung sampah sehari -


hari
Kesan kebersihan lingkungan pemukiman: cukup

Kendaraan: 1 sepeda

Denah rumah pasien

Kama G Keterangan :
Ruang Kamar r
u
Tamu Tidur
mand
d : Pintu
i
a 8
n :
g
Dapu Jendela
r

4m

Foto Bersama Pasien

Gambar 3. Bersama pasien dan


suami pasien

Gambar 5. melatih pasien untuk fisioterapi mandiri

25

Foto 1. Gang masuk rumah Foto 2. Halaman rumah


pasien pasien Gambar 4. Ruang Tamu rumah pasien
Gambar 6. pasien melihat sambil
DAFTAR PUSTAKA
mempraktekan

American Family Physician. (2015, 15 April). Carpal Tunnel Syndrome.21 Maret


2016.http://www.aafp.org/afp/2015/0415/p952.html

Bachrodin, Moch. Carpal Tunnel Syndrome. Malang: FK UMM. 2011. Vol.7 No.
14.

Jagga, V. Lehri, A et al. Occupation and its association with Carpal Tunnel
syndrome- A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy.
2011. Vol. 7, No. 2: 68-78.

Joseph J. Biundo, and Perry J. Rush. Carpal Tunnel Syndrome. American


College of Rheumatology. 2012.

Latov, Norman. Peripheral Neuropathy. New York: Demos Medical Publishing.


2007.

Moore, RA. Derry,S. Aldington, D et al. 2012.Amitriptyline for neuropatic pain in


adults. US National Library of Medicine National Institutes of Health.

Pecina, Marko M. Markiewitz, Andrew D. Tunnel Syndromes: Peripheral Nerve


Compression Syndromes Third Edition. New York: CRC PRESS. 2010.

Rambe, Aldi S. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. 2008

Salter RB. 2009. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal


System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co;.p.274-275.

26
Tana, Lusianawaty et al. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di
Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2014. vol. 32, no. 2: 73-82.

Wilkinson, Maureen. Ultrasound of the Carpal Tunnel and Median Nerve: A


Reproducibility Study. Journal of Diagnostic Medical Sonography. 2010
Vol. 17, No. 6.

27

You might also like