Professional Documents
Culture Documents
Judul
Liken Planus pada Wanita Buruh Pabrik Usia 55 tahun dengan Faktor Resiko
Paparan Zat Pewarna Tekstil dan Komorbid hipertensi Serta Compliance yang
Buruk Akibat Presbikusis
Pembimbing:
1
Tanggal kunjungan pasien ke Puskesmas : 17 April 2017
Identitas Pasien:
Anamnesis:
Autoanamnesis
Keluhan Utama / Alasan Kedatangan:
Pasien mengatakan keluhan kesemutan sering disertai rasa tebal pada tangan kanannya,
nyeri dan pegal di lengan kanan bawah. Terkadang keluhan disertai rasa panas pada
2
tangan.
Pasien belum pernah mengalami keluhan kesemutan seperti ini sebelumnya. Riwayat
trauma disangkal.
Pasien mengaku terdapat riwayat keluarga dengan Diabetes Mellitus yaitu ayah kandung
pasien.
Riwayat pengobatan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum dan Tanda Vital dan Status Gizi
Keadaan : Tampak sakit ringan Suhu : 36,5C
Umum
3
Status Generalis
KEPALA
Inspeksi Anemis (-)/(-) ; Ikterik (-)/(-) ; pupil bulat isokor (3 mm/3
mm), reflek cahaya (+)/(+)
LEHER
Inspeksi Simetris, Edema (-), Massa (-), Inflamasi (-)
Palpasi Pembesaran kelenjar limfe (-)/(-),
THORAX
a. Pulmo
Inspeksi : Gerakan D=S
statis & dinamis
Palpasi: Stem D=S
Fremitus
Perkusi : sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
Auskultasi : V V Rh - - Wh - -
V V - - - -
V V - - - -
b. Jantung
Inspeksi Iktus invisible
Palpasi Iktus palpable at ICS V MCL S
Perkusi LHM ~ Ictus, RHM ~ sternal line D
Auskultasi S1S2 normal, regular, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi flat, jar. parut (-),radang umbilikus (-), rash (-), massa (-)
BU(+) Normal
Auskultasi Liver span 8 cm, traubes space timpani, shifting dullness
Perkusi (-)
Palpasi Soefl, nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak
teraba
EKSTREMITAS
Superior Akral hangat, Anemis (-)/(-), Ikterik (-)/(-), Edema (-)/(-),
Sianosis (-)/(-)
Inferior Akral hangat, Anemis (-)/(-), Ikterik (-)/(-), Edema (-)/(-),
Sianosis (-)/(-),
Status Lokalis
4
Pemeriksaan Status Lokalis Jari dan Pergelangan Tangan (ekstremitas superior) :
Inspeksi (Look)
Tidak sidapatkan deformitas, bekas trauma, oedem dan kemerahan pada sendi jari dan
pergelangan tangan kanan.
Palpasi (Feel)
Tidak teraba hangat, nyeri tekan, pembengkakan, dan fraktur pada sendi jari dan
pergelangan tangan kanan.
Pergerakan sendi (Move)
Pasien dapat melakukan gerakan aktif baikpada tangan kanan.
Tidak ditemukan keterbatasan gerak pada sendi jari dan pergelangan tangan kanan
(pasien bisa melakukan ekstensi maksimal).
Pemeriksaan yang dilakukan, yaitu:
Phalens Test -/+
Tinels Sign -/+
Flicks sign -/+
Luthys sign -/+
Pressure test -/+
Pemeriksaan Penunjang
Carpal Tunnel Syndrome adalah kumpulan gejala yang timbul akibat nervus
medianus ketika yang tertekan didalam terowongan karpal (Carpal Tunnel) di
pergelangan tangan(Lehri V, 2011).American Society for Surgery of the Hand
mendefinisikan CTS sebagai kompresi neuropati dari Nervus Medianus di
pergelangan tangan dimana saraf melewati bawah ligamentum karpal
transversus(Muhtadi, 2013).
Terowongan Karpal merupakan lintasan yang dibentuk oleh tulang karpal
sebagai dasar dan ligament Transverse Carpal sebagai atap, dilalui oleh tendon
dan nervus Medianus. Nervus Medianus berperan sebagai komponen sensori
rangsangan pada pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4, komponen sensori
kulit telapak tangan, serta komponen motorik otot thenar. (Moch, 2011)
Patogenesis CTS kompleks dan masih belum jelas. Namun beberapa
penelitian menyatakan bahwa proses demyelinisasi yang diikuti degenerasi
akson merupakan penyebab munculnya keluhan rasa tebal atau rasa tertusuk
jarum yang kemudian meningkat menjadi rasa kesemutan atau seperti terbakar
hingga keluhan nyeri yang tajam.Sedangkan awal kerusakan saraf yang
paling sering disebabkan oleh kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular
5
vena, edema, yang berujung pada iskemia saraf. (Nigel, 2016). Kompresi
mekanik diyakini dimediasi oleh beberapa faktor seperti ketegangan, tenaga
berlebihan, hiperfungsi, ekstensi pergelangan tangan berkepanjangan atau
berulang (Bahrudin, 2011). Keluhan pada CTS secara khas akan lebih berat pada
malam hari, hal ini menurut beberapa penelitian dapat disebabkan oleh
penekanan akibat posisi tangan yang tidak tepat saat tidur atau karena faktor
hormonal. Selain itu, gejala CTS juga secara khas akan membaik dengan
manuver mengibas-ngibaskankan tangan (Rambe, 2008). Gejala CTS yang tidak
ditangani dengan tepat dapat menyebabkan atrofi otot thenar, kelemahan tangan
kronis dan muncul rasa tebal di seluruh tangan yang dilalui nervus medianus.
(Markiewitz, 2010). Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan rasa
kesemutan dan tebal pada seluruh bagian telapak tangan kanan disertai rasa
nyeri dan pegal di kedua sisi lengan bawah. Selain itu, keluhan yang memberat
di malam hari dan pasien merasa nyeri berikurang ketika pasien melakukan
gerakan manuver mengibas-ngibaskan tangan merupakan ciri yang khas pada
CTS.
Menurut Biundo J (2012) CTS mempunyai berbagai faktor risiko yang
tersering, yaitu:
1.Gender Perbandingan wanita dan pria yang sering terserang CTS, yaitu
3:1. Jadi wanita lebih sering terserang CTS karena ukuran terowongan
karpal lebih kecil dibandingkan pada laki-laki, ditambah lagi wanita pada
kondisi hamil, pada usia lanjut, dan obesitas.
2.Struktur anatomis mempunyai riwayat trauma sebelumnya yang dapat
menyebabkan fraktur atau dislokasi pergelangan tangan akan mengubah
celah terowongan karpal menjadi lebih sempit sehingga tekanan pada
nervus medianus meningkat.
3.Kerusakan saraf penyakit kronis seperti diabetes dapat menyebabkan
kerusakan saraf, salah satunya seperti saraf medianus.
4.Inflamasi keadaan inflamasi seperti Rheumatoid Arthritis, gout arthritis
dapat mempengaruhi tendon pergelangan tangan sehingga menekan nervus
medianus.
5.Perubahan keseimbangan cairan tubuh pada kondisi hamil, menopause,
terjadi penumpukan cairan yang lebih besar sehingga terjadi penekanan
pada terowongan karpal yang kemudian memengaruhi nervus medianus.
6.Kondisi lain obesitas, gagal ginjal, hypothyroid, kista ganglion dapat
6
meningkatkan insiden CTS.
7.Pekerjaan bekerja dengan alat yang membutuhkan gerakan fleksi dan
ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang, membutuhkan tenaga
ekstra pada pergelangan tangan, posisi pergelangan tangan tidak tepat
dapat menyebabkan penekanan yang merusak nervus medianus (Norman L,
2011). CTS merupakan salah satu penyakit yang dilaporkan badan-badan
statistic perburuhan di Negara maju sebagai penyakit yang sering dijumpai
dikalangan pekerja-pekerja industry, contohnya pabrik rokok, pekerja tekstil,
dan pengguna computer (Lehri, 2011).
Kejadian CTS sering terjadi pada wanita. Selain itu, CTS juga jarang sekali
terjadi akibat satu faktor penyebab, melainkan multifaktorial. Berdasarkan
anamnesis dengan pasien, ditemukan faktor risiko pekerjaan sebagai pelinting
rokok dipabrik, sering mengangkat barang, serta adanya aktivitas harian yang
berlebih, pasien juga mengaku adanya riwayat DM pada ayah kandung pasien.
Dapat dilihat dari pekerjaan pasien yaitu melinting rokok dan sering mengangkat
barang berat dipabrik tersebut membutuhkan kinerja ekstra pergelangan tangan.
Untuk membantu menegakkan diagnosa pasti, pasien perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah. Pada pasien
belum dilakukan pemeriksaan laboratorium darah, namun diusulkan pemeriksaan
glukosa darah puasa dan 2 jam PP, asam urat dan rheumatoid faktor.
Penegakan dianosis CTS diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Untuk tahap awal gejala CTS umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal
biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti
terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai
dengan distribusi sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang dirasakan
mengenai seluruh jari-jari (Salter, 2009). Menurut Komar dan Ford klasifikasi CTS
terdiri dari 2 bentuk, yaitu akut dan kronis. Bentuk akut mempunyai gejala
dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau tangan, tangan dingin,
atau gerak jari menurun, sedangkan kronis mempunyai gejala baik disfungsi
sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan trofik
(Pecina, 2010). Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan rasa kesemutan
dan tebal pada seluruh bagian telapak tangan kanan yang disertai rasa nyeri dan
7
pegal di kedua lengan bawah. Selain itu, keluhan yang memberat di malam hari
sehingga terkadang pasien terbangun karena rasa sakit ditangannya, namun
pasien juga berbicara bahwa nyerinya kadang juga timbul saat pagi hari saat
bangun tidur. Menurut pasien rasa sakitnya membaik dengan manuver
mengibas-ngibaskan tangan merupakan ciri yang khas pada CTS.
Pemeriksaan Fisik
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala klinis seperti di atas
dapat diperkuat dengan pemeriksaan yang menggunakan
tes provokasi, yaitu:
a) Phalen's test
Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini mendukung diagnosa.
Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk
menegakkan diagnosa CTS.
b) Tinel's sign
Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
c) Flick's sign
Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerakkan jari-
jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan mendukung
diagnosa CTS.
8
d) Thenar wasting
Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar
.
e) Pressure test
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu
jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes
ini mendukung diagnosa.
9
Pemeriksaan Penunjang
Selain itu terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang terdiri dari:
a) Pemeriksaan Neurofisiologi / Neuro Konduksi
Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan hantaran yang melalui saraf,
adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah
motor unit pada otot-otot thenar. Pada 15-25% kasus, KHS (Kecepatan
Hantar saraf) bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan
masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya
gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten
sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik (Latov, 2007).
b) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu
melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis.
Menggunakan USG, CT-scan dan MRI dilakukan pada kasus yang
selektif terutama yang akan dioperasi. USG dilakukan untuk mengukur
luas penampang dari saraf median di carpal tunnel proksimal yang
sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel syndrome (Maureen, 2010).
c) Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah
lengkap (Rambe, 2008).
Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan laboratorium darah, namun
diusulkan pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam PP, asam urat
mengingat terdapat riwayat DM yaitu ayah kandung pasien dan pasien
mengeluhkan nyeri pada tangannya.
Diagnosis Banding
Gejala tangan kesemutan pada CTS ini menyerupai gejala awal pada pasien
dengan Diabetes Mellitus yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer sehingga
berujung pada neuropati. Pada pasien dapat ditemukan riwayat keluarga dengan
Diabetes Mellitus, serta didukung dengan pola hidup pasien kurang baik dan
pasien dengan berat badan berlebih, disertai keluhan polidpsi, polifagi dan
poliuri, maka dapa dilakukan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah
untuk memeriksa gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP. Penegakan
diagnosis Diabetes Mellitus dengan pemeriksaan gula darah (Rambe , 2008).
10
Namun pada pasien ini, didapatkan riwayat ayah kandung mengalami diabetes
mellitus, tidak didapatkan gejala lain yang mengarah pada Diabetes Mellitus,
begitu pula dengan pola hidup pasien yang menghindari makanan manis. Pada
pasien ini, belum pernah melakukan pemeriksaan laboratorium darah untuk
melihat kadar gula darah pasien. Untuk menyingkirkan diagnosis banding
Diabetes Mellitus diperlukan pemeriksaan gula darah.
Selain itu, gejala kesemutan pada tangan juga dikaitkan dengan kejadian
rheumatoid arthritis, dimana mekanisme autoimun yang terjadi pada sendi
menyebabkan inflamasi dan pembengkakan daerah sekitar sendi sehingga dapat
menekan nervus medianus. Jika seseorang menderita rheumatoid arthritis
biasanya pada anamnesa akan ditemukan gejala lain berupa kaku di sendi jari
tangan atau kaki terutama pada pagi hari dan teraba bengkak maupun panas
pada sendi. Jika dilakukan pemeriksaan maka akan dapat ditemukan gambaran
swan neck yaitu hiperekstensi PIP dan fleksi DIP yang khas akibat adanya
pembengkakan yang mempengaruhi otot di sekitar sendi jari. Untuk menegakkan
diagnosis rheumatoid arthritis diperlukan pemeriksaan laboratorium darah
rheumatoid factor sebagai penanda aktivitas autoimun (Rambe, 2008). Namun,
pada pasien ini tidak ditemukan keluhan kaku sendi jari, pembengkakan, maupun
teraba panas pada sendi jari. Pasien hanya merasakan kesemutan saja pada
tangan. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan tanda-tanda inflamasi pada
tangan dan kaki yang merupakan respon cepat tubuh apabila terdapat aktivitas
autoimun di tubuh, tidak ditemukan pula gambaran swan neck. Namun
pemeriksaan Rheumatoid factor tidak dapat dilakukan. Untuk dapat
menyingkirkan diagnosis banding rheumatoid arthritis perlu dilakukan
pemeriksaan rheumatoid factor.
Gout arthritis juga memiliki keluhan nyeri tajam yang khas seperti tertusuk
jarum dan keluhan kesemutan. Keluhan kesemutan pada gout arthritis juga dapat
dijadikan diagnosis banding CTS. Pasien dengan gout arthritis akan ditemukan
gejala nyeri khas yang hilang timbul dan pada pemeriksaan fisik ditemukan tofus
pada sendi jari, yang tampak sebagai benjolan keras yang disertai tanda
inflamasi. Untuk menegakkan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan kadar asam
urat dalam darah, begitu pula untuk menyingkirkan gout arthtritis dari diagnosis
CTS. Pada pasien ini memang ditemukan gejala nyeri yang hilang timbul, namun
pada pemeriksaan tidak didapatkan tofus. Namun pada pasien ini, belum
dilakukan pemeriksaan kadar asam urat dalam darah.
11
Sedangkan keluhan lengan nyeri atau myalgia dapat merupakan bagian dari
keluhan CTS, namun juga dapat memunculkan diagnosis lain berupa
fibromyalgia. Namun untuk menegakkan diagnosis fibromyalgia harus memenuhi
kriteria sebagai berikut(Rambe, 2008) :
Tatalaksana
Klasifikasi CTS berdasarkan keluhan terdiri dari ringan, sedang dan berat.
12
3. Pemasangan bidai pada posisi netral untuk memfiksasi sendi
metacarpophalangeal dengan pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang
terus-menerus atau hanya pada malam hari minimal selama 2-3 minggu.
Pilihan terapi ini dinyatakan efektif mengurangi keluhan CTS, sehingga
dapat digunakan sebagai terapi awal karena biayanya murah dan risiko
sangat minimal.
4. Obat nonsteroidal anti inflamasi kortikosteroid (NSAID) dapat diberikan
lebih dahulu untuk meringankan keluhan nyeri pada pasien. Menurut
American family physician (2015) terapi kortikosteroid oral telah terbukti
efektif daripada NSAID untuk pengobatan jangka pendek, dengan
pemberian prednisolone 20mg/hari selama 1 minggu kemudian dilanjutkan
pemberian 10mg/hari selama 2 minggu berikutnya didapatkan hasil yang
signifikan.
5. Injeksi steroid terbukti dapat menghilangkan keluhan selama rentang waktu
yang cukup lama. Terapi ini patut dipertimbangkan apabila dengan terapi
konservatif tidak terdapat perbaikan.Triamcinolon acetonide 20mg atau
Deksametason 1-4 mg atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon
20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan
menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat
pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus
(Rambe, 2008). Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2
minggu atau lebih (Moch, 2011).
6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu
penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan
pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa
13
penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat
bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar.
Namun pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
Diagnosis Holistik
Aksis 1 - Aspek Personal
Alasan Kedatangan
Pasien datang ke Puskesmas dengan alasan kesemutan padatelapak tangan
kanannya selama 3 bulan terakhir, namun memberat 3 hari terakhir.
Persepsi
14
Pasien merasa penyakitnya disebabkan karena melakukan pekerjaannya
sebagai pelinting rokok dan suka mengangkat barang berat di pabrik rokok.
Harapan
Pasien ingin keluhan tangannya tersebut berkurang, sehingga tidak
mengganggu saat dia bekerja dan melakukan aktivitasnya.
Kekhawatiran
Pasienkhawatir keluhan kesemutan di telapak tangan akan meluas, sehingga
tidak dapat bekerja kembali.
Upaya
Pasien datang ke Puskesmas untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Intervensi Komprehensif
15
Diagnosis Intervensi Komprehensif
Holistik
Aksis 1 Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit tersebut
baik dari pengertian, penanganan, pentingnya kontrol,
faktor resiko, komplikasi, upaya yang dapat dilakukan dan
prognosis.
Mengevaluasi keluhan lain yang muncul dari pasien,
seperti terasa tebal dan nyeri di tangan.
Aksis 2 Mengedukasi pasien mengenai tatalaksana carpal tunnel
syndrome dan faktor-faktor yang dapat membantu proses
penyembuhan.
Penatalaksaanterutama ditujukan pada
pengendalian/menghilangkan rasa nyeri padatelapak
tangan kanan dengan pemberian obatprednisone 3-
4x5mg/hari, Amitriptilin 25mg 1x1/2 tablet, Natrium
diklofenac 3x 1 tablet dan Nutralix 1x1 tablet.
Mengedukasi pasien untuk kontrol 7 harike depan untuk
melihat perkembangan dari keluhan pasien.
Aksis 3 Melakukan diskusi bersama suami pasien dan pasien
untuk membahas penyakit pasien sehingga suami turut
memotivasi pasien untuk memeriksakan diri ke dokter
yang lebih ahli dan rutinmelakukan rehabilitasi mandiri
serta memperbaiki pola melakukan pekerjaan.
Memberikan KIE dengan bahasa yang mudah dimengerti
oleh pasien dan keluarga pasien, menanyakan kembali
informasi yang telah diberikan untuk melihat apakah sudah
mengerti pada pasien dan keluarga atau belum dapat
dimengerti.
Aksis 4 Mengedukasi pasien tentang pemantauan kondisi
keluhannya dan memotivasi untuk mendapat terapi yang
tepat tanpa khawatir komplikasi yang dapat diminimalisir
Alasan pada pasien ini perlu dilakukan pembinaan keluarga mengacu pada tatalaksana
dokter keluarga yang holistik dan komprehensif dimana keadaan kesehatan individu akan
berdampak pada keluarga dan juga sebaliknya. Pasien dengan Carpal Tunnel Syndrome
16
yang mana penyakit ini berhubungan dengan kerja. Oleh karena itu, perlunyamengetahui
pola kerja pasien yang bertujuan untuk dapat memperbaiki cara melakukan aktivitas.
Family Genogram
Keluarga Ny. Mujiati
Ny.D
Tn.J
Keterangan:
45th /Buruh
47th/Ibu Rumah Tannga44th/IRT 43th/ 41th/IRT
: Pasien
Petani
: Laki-Laki
: Wanita
Family Apgar
17
bercerita kepada keluarga saat saya
memiliki masalah
2. Saya puas dengan cara keluarga
bermusyawarah untuk memecahkan
masalah
3. Saya puas karena diberikan
kesempatan bertumbuh sesuai arah
kehidupan yang saya inginkan
4. Saya puas dengan kasih sayang
yang terjalin di antara keluarga saya
5. Saya puas dengan keluarga
membagi antara waktu pribadi dan
waktu bersama
Penilaian nilai total:
8-10 : Fungsi keluarga baik (Highly Functional Family)
4-7 : Fungsi keluarga kurang baik (Moderately Functional Family)
0-3 : Fungsi keluarga tidak fungsional (Severely Disfuctional Family)
Family SCREEM
Mandala of Health
18
Life Style
Family
Psycho, socio, economic
Personal behavior environment
Suami mendukung penuh
Pasien melakukan kesehatan pasien Faktor ekonomi keluarga
menengah kebawah
pekerjaan rumah tangga Anak-anak pasien
sehari-hari dan melinting
tidak memahami
- Pasien khawatir keluhannya
rokok meluas dan mempengaruhi
pasien kemampuan bekerja
Sick Care System
Pasien Work
Jarak rumah ke puskesmas 1 km
Pasien takut pengobatan definitive Wanita, 63 tahun Pasien bekerja melinting
(injeksi kortikosteroid dan pembedahan) Bekerja melinting rokok, mengangkat rokok dan mengkat berat
menimbulkan komplikasi yang merugikan barang berat dan mempunyai riwayat dipabrik rokok selama 3
keluarga Diabetes Melitus. tahun
Human Biology
19
telapak Status Lokalis : dapat dilakukan dan
tangan serta Tinnel test -/+ prognosis.
nyeri pada Phalent test -/+ Memberi penjelasan
lengan Flicks sign -/+ bahwapasien tidak
bawah Luthy sign -/+ perlu khawatir pada
Pressure test -/+ penyakit yang dialami
pasien, karena pada
pencegahan secara dini
dapat mencegah
terjadinya komplikasi
dari Carpal Tunnel
Syndrome (CTS).
Aksis 2 Kesemutan Tinnel test -/+ Memberitahukan pasien
dan rasa Phalent test -/+ bahwa pasien
tebal pada Flicks sign -/+ menderita Carpal
kedua Luthys sign-/+ Tunnel Syndrome
telapak Pressure test -/+ (CTS) berdasarkan dari
tangan, nyeri gejala klinis dan tes
pada lengan provokasi.
Menjelaskan kepada
kanan bawah
pasien tentang definisi,
faktor risiko terjadinya
CTS, pengobatan,serta
komplikasi penyakit.
Memberi penjelasan
bahwa dapat dilakukan
intervensi untuk
mencegah terjadinya
Carpal Tunnel
Syndrome (CTS) yang
berat.
Mengedukasi kepada
pasien tentang proses
tatalaksana Carpal
Tunnel Syndrome
(CTS).
20
Memberikan terapi
prednisone 3x5mg,
Natrium diklofenak 3x1,
Amitriptilin 1x1/2, dan
nutralix 1x1.
Mengedukasi untuk
kontrol 7 hari lagi ke
puskesmas untuk
melihat perkembangan
keluhan.
Aksis 3 Wanita Pasien tidak pernah Memberikan edukasi
Pasien memeriksakan pasien agar pasien
bekerja kesehatan mengubah cara
sebagai sebelumnya melakukan pekerjaan
melinting Pasien aktif dalam atau menambah wrist
rokok dan kegiatan sehari- band
biasa hari Memberikan edukasi
mengangkat untuk bisa membatasi
barang beberapa aktivitas yang
berat memperberat Carpal
dipabrik, Tunnel Syndrome.
riwayat DM
tipe II dari
ayah
kandung.
Pasien tetap
mengerjaka
n pekerjaan
rumah
tangga dan
harus
mencari
uang untuk
membiayai
kehidupan
21
sehari-hari
bersama
suami.
22
sedikit
berkurang
Aksis 2 Kesemutan Tinnel test -/+ Memberitahukan pasien
dan rasa Phalent test -/+ bahwa apabila keluhan
tebal pada Flicks sign -/+ tidak berkurang,
kedua Luthys sign -/+ sebaiknya pasien kontrol
telapak Pressure test -/+ ke puskesmas untuk
tangan, nyeri Diagnosis tegak mendaat rujukan ke
pada kedua dengan anamnesa rumah sakit sehingga
lengan dan pemeriksaan mendapat pengobatan
bawah fisik yang khusus untuk CTS
berkurang yaitu injeksi steroid
Pasien Mengedukasi pasien
mengeluh bagaimana cara
perut sakit rehabilitasi medik
saat minum mandiri pada Carpal
asam Tunnel Syndrome (CTS).
mefenamat Mengedukasi pasien
dapat mengkompres
tangannya dengan air
hangat ketika
merasakan nyeri.
Aksis 3 Wanita Pasien tidak pernah Memberikan edukasi agar
Pasien memeriksakan pasien mengubah cara
bekerja kesehatan melakukan pekerjaan
sebagai sebelumnya, tidak atau menambah wrist
melinting pernah cek band
rokok dan laboratorium Memberikan motivasi dan
biasa darah dukungan kepada pasien
mengangkat Pasien aktif dalam agar rutin untuk
barang pekerjaan sehari- melakukan fisioterapi di
berat hari rumah rutin sebanyak 1x
dipabrik, sehari selama 7 hari.
riwayat DM Memberikan edukasi untuk
tipe II dari bisa membatasi
ayah
23
kandung. beberapa aktivitas yang
Pasien tetap memperberat Carpal
mengerjaka Tunnel Syndrome.
n pekerjaan Edukasi kontrol 7 hari lagi
rumah ke puskesmas
tangga dan
harus
mencari
uang untuk
membiayai
kehidupan
sehari-hari
bersama
suami.
Lampiran:
Ventilasi
Kelembapan rumah : agak lembab dibagian ruang kamar tidur
Bantuan ventilasi di dalam rumah: ada, cukup
24
Kebersihan di dalam rumah: cukup bersih
Sumber air
Air minum dari:PAM
Air cuci dan masak dari: PAM
Jarak sumber air dari septic tank: -
Jamban: Ada
Bentuk jamban : Jongkok tanpa pegangan
Kendaraan: 1 sepeda
Kama G Keterangan :
Ruang Kamar r
u
Tamu Tidur
mand
d : Pintu
i
a 8
n :
g
Dapu Jendela
r
4m
25
Bachrodin, Moch. Carpal Tunnel Syndrome. Malang: FK UMM. 2011. Vol.7 No.
14.
Jagga, V. Lehri, A et al. Occupation and its association with Carpal Tunnel
syndrome- A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy.
2011. Vol. 7, No. 2: 68-78.
26
Tana, Lusianawaty et al. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di
Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2014. vol. 32, no. 2: 73-82.
27