You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN

ADHF (Acute Decompensated Heart Failure)

TANGGAL: 24 APRIL 2017

DISUSUN OLEH:

FAROH NINGRUM WIDIASTUTIK


NIM: 16.14901.002

PRODI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

TAHUN AKADEMIK 2017


Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan
1
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Gagal jantung adalah pemberhentian sirkulasi normal darah dikarenakan
kegagalan dari ventrikel jantung untuk berkontraksi secara efektif pada saat systole.
Akibat kekurangan penyediaan darah, menyebabkan kematian sel dari kekurangan
oksigen (Kasuari, 2015).
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk
metabolisme jaringan tubuh, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih
cukup tinggi (Arif Mansjoer, 2007).
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen
(Suyono, 2011).
Kesimpulannya Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) atau gagal jantung
adalah Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung
gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.

2. Anatomi Fisiologi

Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida terbalik
dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas. Beratnya 250-
350 gram pada orang dewasa. Jantung terletak pada rongga dada (cavum thorax)
tepatnya pada rongga mediastinum diantara paru-paru kiri dan kanan (Kausari, 2015).
Lapisan Jantung

2
Lapisan jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan
endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri dari
fibrosa dan serosa dan berfungsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan perikardium
terdiri dari perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan perikardium visceral
(lapisan yang langsung menempel pada jantung). Antara perikardium parietal dan
visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi cairan serosa berjumlah 15-50 ml dan
berfungsi sebagai pelumas.
Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung.
Selanjutnya adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional jantung
yang memungkinkan jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium mempunyai sifat
istimewa yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari otot
rangka dan mampu berkontraksi secara ritmik.
Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda.
Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena mempunyai
beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang mempunyai
tahanan aliran darah lebih besar.
Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi
mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium atrium dan
sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus yang merupakan
tempat masuknya serabut internodal dari atrium ke ventrikel. Lapisan endokardium
merupakan lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan merupakan lapisan
endotel yang sangat licin untuk membantu aliran darah (Kasuari, 2015)
Katup-Katup Jantung
Katup jantung ada dua macam yaitu katup AV (atrioventrikular) dan katup SL
(semilunar). Katup AV terletak antara atrium dan ventrikel, sedangkan katup SL terletak
antara ventrikel dengan pembuluh darah besar pada jantung. Katup AV antara atrium
dekstra dan ventrikel dekstra adalah katup trikuspidalis dan antara atrium sinistra dan
ventrikel sinistra adalah katup bikuspidalis (mitral). Katup AV hanya membuka satu
arah (ke arah ventrikel) karena berfungsi mencegah aliran balik dari ventrikel ke atrium
pada saat sistol. Secara anatomi katup AV hanya membuka ke satu arah karena terikat
oleh korda tendinae yang menempel pada muskulus papilaris pada dinding ventrikel.
Katup SL terdiri dari katup pulmonal yang terdapat antara ventrikel kanan dengan arteri
pulmonalis dan katup aortik yang terletak antara ventrikel kiri dan aorta (Kasuari, 2015)
Pembuluh Darah Besar Pada Jantung
Ada beberapa pembuluh darah besar yang berdekatan letaknya dengan jantung yaitu :
3
a. Vena Cava Superior
Vena cava superior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari tubuh
bagian atas menuju atrium kanan.
b. Vena Cava Inferior
Vena cava inferior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
bawah diafragma ke atrium kanan.
c. Sinus Conaria
Sinus coronary adalah vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantung sendiri.
d. Trunkus Pulmonalis
Pulmonary trunk adalah pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis dibagi menjadi 2 yaitu
kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-
paru.
e. Vena Pulmonalis
Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah
bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
f. Aorta Asendens
Ascending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari
ventrikel kiri ke arkus aorta (lengkung aorta) ke cabangnya yang bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian atas.
g. Aorta Desendens
Descending aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian bawah (Kausari, 2015)
Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal. Sirkulasi pulmonal adalah peredaran darah antara jantung dengan paru-paru.
Sirkulasi pulmonal diawali dengan keluarnya darah dari ventrikel kanan ke paru-paru
melalui arteri pulmonalis dan kembali ke atrium kiri melalui vena-vena pulmonalis.
Sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh
(kecuali paru-paru). Sirkulasi sistemik dimulai dari keluarnya darah dari ventrikel kiri
ke aorta kemudian ke seluruh tubuh melalui berbagai percabangan arteri. Selanjutnya
kembali ke jantung (atrium kanan) melalui vena cava. Darah dari tubuh bagian atas
kembali ke jantung melalui vena cava superior dan darah dari tubuh bagian bawah
kembali ke jantung melalui vena cava inferior (Kausari, 2015).

3. Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
1) Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)

4
Ketidakmampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan
isi sekuncup (stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) menurun.
2) Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel atau isi sekuncup.
3) Beban volum berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload)
akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel
meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat
sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah
sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun
kembali.
4) Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan
(demand overload) Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan
daya kerja jantung di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi
keadaan gagal jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.

5) Gangguan pengisian (hambatan input).


Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam
ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
6) Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
7) Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.
8) Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung.
9) Peradangan dan Penyakit Miokardium

5
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
10) Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
11) Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas
elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung (Kasuari, 2015).

4. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
b. Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
c. Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
d. Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk
e. Berdebar-debar
f. Lekas lelah serta batuk-batuk
g. Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan
sesak nafas.
h. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum
dan penambahan berat badan (Kasuari, 2015)

5. Patofisiologi
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat menurunkan
kontraktilitas otot jantung sehingga menurunkan isi sekuncup dan kekuatan kontraksi
otot jantung sehingga terjadi penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit
sistemik (misal : demam, tirotoksikosis, anemia, asidosis) menyebabkan jantung
berkompensasi memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Bila terjadi terus menerus,
pada akhirnya jantung akan gagal berkompensasi sehingga mengakibatkan penurunan
curah jantung. Penurunan curah jantung ini mempunyai akibat yang luas yaitu:
a) Menurunkan tekanan darah arteri pada organ vital
- Pada jantung akan terjadi iskemia pada arteri koroner yang akhirnya
menimbulkan kerusakan ventrikel yang luas dan Pada otak akan terjadi
hipoksemia otak.
- Pada ginjal terjadi penurunan haluaran urine.
6
Semua hal tersebut akan menimbulkan syok kardiogenik yang merupakan
stadium akhir dari gagal jantung kongestif dengan manifestasi klinis berupa
tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, konfusi dan agitasi, penurunan
haluaran urine serta kulit yang dingin dan lembab.
b) Menghambat sirkulasi dan transport oksigen ke jaringan sehingga menurunkan
pembuangan sisa metabolisme sehingga terjadi penimbunan asam laktat. Pasien
akan menjadi mudah lelah.
c) Tekanan arteri dan vena meningkat
Hal ini merupakan tanda dominan ADHF. Tekanan ini mengakibatkan
peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler ke
alveoli dan terjadilah odema paru. Odema paru mengganggu pertukaran gas di
alveoli sehingga timbul dispnoe dan ortopnoe. Keadaan ini membuat tubuh
memerlukan energy yang tinggi untuk bernafas sehingga menyebabkan pasien
mudah lelah. Dengan keadaan yang mudah lelah ini penderita cenderung
immobilisasi lama sehingga berpotensi menimbulkan thrombus intrakardial dan
intravaskuler. Begitu penderita meningkatkan aktivitasnya sebuah thrombus akan
terlepas menjadi embolus dan dapat terbawa ke ginjal, otak, usus dan tersering
adalah ke paru-paru menimbulkan emboli paru. Emboli sistemik juga dapat
menyebabkan stroke dan infark ginjal. Odema paru dimanifestasikan dengan batuk
dan nafas pendek disertai sputum berbusa dalam jumlah banyak yang kadang
disertai bercak darah. Pada pasien odema paru sering terjadi Paroxysmal Nocturnal
Dispnoe (PND) yaitu ortopnoe yang hanya terjadi pada malam hari, sehingga
pasien menjadi insomnia.
d) Hipoksia jaringan
Turunnya curah jantung menyebabkan darah tidak dapat mencapai jaringan dan
organ (perfusi rendah) sehingga menimbulkan pusing, konfusi, kelelahan, tidak
toleran terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin dan haluaran urine
berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan
renin dari ginjal yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron,
retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.
e) Kegagalan ventrikel kanan mengosongkan volume darah, yang mengakibatkan
beberapa efek yaitu:

7
- Pembesaran dan stasis vena abdomen, sehingga terjadi distensi abdomen yang
menyebabkan terjadinya gerakan balik peristaltik, terjadi mual dan anoreksia.
- Pembesaran vena di hepar, menyebabkan nyeri tekan dan hepatomegali
sehingga tekanan pembuluh portal meningkat, terjadi asites yang juga
merangsang gerakan balik peristaltik.
- Cairan darah perifer tidak terangkut, sehingga terjadi pitting odema di daerah
ekstrimitas bawah (Kausari, 2015).

8
6. Pathway
Aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, Peningkatan laju metabolisme (demam, tirotoksikosis)
penyakit otot degenerative, inflamasi
Jantung berkompensasi untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan
Kelainan otot jantung
Menurunnya kontraktilitas Peningkatan curah jantung, tekanan arteri meningkat

Menurunnya isi Palpitasi dan takikardi


Menurunnya kekuatan
sekuncup Kegagalan jantung berkompensasi
kontraksi otot jantung

Penurunan curah jantung


Gagal ventrikel kiri
Gagal ventrikel kanan
Kongesti paru
Penurunan sirkulasi O2 ke
Kongesti visera & jaringan perifer
Cairan darah perifer jaringan & meningkatnya
Cairan terdorong ke
tidak terangkut energy yang digunakan untuk
dalam paru
Pembesaran vena di hepar bernafas

Pembesaran & sasis vena Hepatomegali Kelebihan Penimbunan


Mudah Edema pada
abdomen volume cairan cairan dalam
lelah & bronkus
alveoli
letih
Distensi abdomen Batuk
Edema paru
Acites Intoleransi
aktifitas Bersihan jalan
nafas tidak efektif Dispneu & ortopneu

Kerusakan
pertukaran gas

9
7. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan
pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen
ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular.
2) Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan
bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat
bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
3) Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan
di paru-paru atau penyakit paru lainnya.
4) Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang
pada gagal jantung akan meningkat.
5) Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
6) Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
7) Kateterisasi jantung : Tekanan normal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam
ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas
(Kausari, 2015).

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran :
1) Untuk menurunkan kerja jantung
2) Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
3) Untuk menurunkan retensi garam dan air.
a) Tirah Baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler melalui
induksi diuresis berbaring.

10
b) Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
c) Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema.
d) Revaskularisasi koroner
e) Transplantasi jantung
f) Kardoimioplasti (Kausari, 2015).

9. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis (Kausari, 2015).

10. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF


1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya benda
asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada, adanya
sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya
suara nafas tambahan.
3) Circulation

11
Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan.
pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
b. Pengkajian Sekunder
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri
dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah
pada aktivitas.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada
kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ;
mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ;
Takikardia , Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi
secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4
dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic,
Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ; pucat atau
sianotik dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat
teraba, Bunyi napas ; krekels, ronkhi, Edema ; mungkin dependen, umum
atau pitting , khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan
dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
a. Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
5. Nutrisi

12
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa
sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan
diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan
sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.

9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,
penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)

13
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Interaksi sosial
a. Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (Herdman, 2015-1017)

14
3. INTERVENSI

Diagnosa Tujuan dan


No. Intervensi
keperawatan Kriteria hasil
1. Penurunan NOC : NIC :
1. Cardiac Pump Cardiac Care
curah jantung
1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,lokasi, durasi)
effectiveness
berhubungan 2. Catat adanya disritmia jantung
2. Circulation
3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
dengan
Status 4. Monitor status kardiovaskuler
Perubahan 3. Vital Sign Status 5. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
6. Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
kontraktilitas
Setelah diberikan 7. Monitor balance cairan
miokardial/peru 8. Monitor adanya perubahan tekanan darah
asuhan keperawatan 9. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan
bahan
selama .x. antiaritmia
inotropik.
diharapkan tanda 10. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari
vital dalam batas kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
yang dapat diterima 12. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
(disritmia terkontrol 13. Anjurkan untuk menurunkan stress
atau hilang) dan
bebas gejala gagal Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
jantung. 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Kriteria Hasil: 3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
1. Tanda Vital 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
dalam rentang
aktivitas
normal (Tekanan 6. Monitor kualitas dari nadi
darah, Nadi, 7. Monitor adanya puls paradoksus
8. Monitor adanya puls alterans
respirasi) 9. Monitor jumlah dan irama jantung
2. Dapat 10. Monitor bunyi jantung
mentoleransi 11. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
12. Monitor suara paru
aktivitas, tidak 13. Monitor pola pernapasan abnormal
ada kelelahan 14. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
3. Tidak ada edema 15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
paru, perifer, dan
bradikardi, peningkatan sistolik)
tidak ada asites 17. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

15
4. Tidak ada
penurunan
kesadaran

2. Bersihan jalan NOC : NIC :


1. Respiratory Airway suction
nafas tidak
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
status :
efektif 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
Ventilation 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
berhubungan
2. Respiratory 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
dengan 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
status : Airway
penurunan memfasilitasi suksion nasotrakeal
patency
6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
reflek batuk, 3. Aspiration
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
penumpukan Control
kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
Setelah diberikan
secret. 8. Monitor status oksigen pasien
asuhan keperawatan 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
selama .x.
menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
diharapkan klien
dapat menunjukkan Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
keefektifan jalan
bila perlu
napas 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
1. Mendemonstrasi
buatan
kan batuk efektif 4. Pasang mayo bila perlu
dan suara nafas 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
yang bersih, 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
tidak ada sianosis 8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
dan dyspneu 10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
(mampu 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Menunjukkan

16
jalan nafas yang
paten (klien tidak
merasa tercekik,
irama nafas,
frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
3. Mampu
mengidentifikasi
kan dan
mencegah factor
yang dapat
menghambat
jalan nafas

3. Gangguan NOC : NIC :


1. Respiratory Airway Management
pertukaran gas
1. Pasang mayo bila perlu
Status : Gas
berhubungan 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
exchange 3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
dengan edema
2. Respiratory 4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
paru 5. Lakukan suction pada mayo
Status :
6. Berika bronkodilator bial perlu
ventilation 7. Berikan pelembab udara
3. Vital Sign Status 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Setelah diberikan 9. Monitor respirasi dan status O2
asuhan keperawatan Respiratory Monitoring
selama .x. 1. Monitor rata rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
diharapkan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
gangguan
intercostals
pertukaran gas 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
teratasi 4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
Kriteria Hasil : hiperventilasi, cheyne stokes, biot
1. Mendemonstrasi
17
kan peningkatan 5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
ventilasi dan
7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
oksigenasi yang
adanya ventilasi dan suara tambahan
adekuat 8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
2. Memelihara
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
kebersihan paru 9. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
paru dan bebas hasilnya
dari tanda tanda
distress
pernafasan
3. Mendemonstrasi
kan batuk efektif
dan suara nafas
yang bersih,
tidak ada
sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
4. Tanda tanda vital
dalam rentang
normal

4. Kelebihan NOC : NIC :


1. Electrolit and Fluid management
volume cairan
1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
acid base balance
berhubungan 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Fluid balance
3. Pasang urin kateter jika diperlukan
dengan 3. Hydration
4. Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi cairan
menurunnya
Setelah diberikan (BUN, Hmt , osmolalitas urin )
laju filtrasi 5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP,
18
glomerulus, asuhan keperawatan dan PCWP
6. Monitor vital sign
meningkatnya selama .x.
7. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
produksi ADH diharapkan
edema, distensi vena leher, asites)
dan retensi keseimbangan 8. Kaji lokasi dan luas edema
9. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori
natrium/air. volume cairan dapat
harian
dipertahankan
10. Monitor status nutrisi
Kriteria hasil 11. Berikan diuretik sesuai interuksi
12. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi
1. Terbebas dari
dengan serum Na < 130 mEq/L
edema, efusi,
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
anaskara
memburuk
2. Bunyi nafas
bersih, tidak ada Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
dyspneu/
eliminasi
ortopneu 2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
3. Terbebas dari
seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
distensi vena
renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
jugularis, reflek 3. Monitor berat badan
hepatojugular (+) 4. Monitor serum dan elektrolit urine
4. Memelihara 5. Monitor serum dan osmilalitas urine
6. Monitor BP, HR, dan RR
tekanan vena 7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama
sentral, tekanan jantung
kapiler paru, 8. Monitor parameter hemodinamik infasif
9. Catat secara akutar intake dan output
output jantung 10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan
dan vital sign penambahan BB
dalam batas 11. Monitor tanda dan gejala dari edema
12. Beri obat yang dapat meningkatkan output urin
normal
5. Terbebas dari
kelelahan,
kecemasan atau
kebingungan
6. Menjelaskan
indikator

19
kelebihan cairan

5. Intoleransi NOC : NIC :


1. Energy Energy Management
aktivitas
1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
Conservation
berhubungan
2. Self Care : ADLs aktivitas
dengan 2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
kelemahan Setelah diberikan keterbatasan
asuhan keperawatan 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
selama .x. 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
diharapkan terjadi secara berlebihan
peningkatan 6. Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
toleransi pada klien
setelah dilaksanakan Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
tindakan
merencanakan progran terapi yang tepat.
keperawatan selama 2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
di RS dilakukan
Kriteria Hasil : 3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
1. Berpartisipasi dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
dalam aktivitas 4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber
fisik tanpa yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
disertai
kursi roda, dll
peningkatan 6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
tekanan darah, 7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
nadi dan RR
2. Mampu dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
melakukan 10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
aktivitas sehari penguatan
hari (ADLs) 11. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
secara mandiri

4. IMPLEMENTASI
20
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dilaksanakan.

5. EVALUASI
Dx 1 : tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang)
Dx 2 : kepatenan jalan nafas pasien terjaga
Dx 3 : dapat mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat
Dx 4 : keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan
Dx 5 : terjadi peningkatan toleransi pada klien

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Bulechek, G dkk. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC) .Edisi Keenam.
Missouri:Elseiver Mosby.
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 2015-2017. Oxford: Whiley Blackwell.
Kasuari, (2015) Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan
Pendekatan Patofisiology, Magelang: Poltekes Semarang PSIK Magelang.
Lynda Juall Carpenito. (2001). Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sandra M. Nettina , Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths. (2000). Textbook of Medical
Surgical Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; (2000) (Buku
asli diterbitkan tahun 1996)
Suyono, S, et al. (2011). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Moorhead, S dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC): Pengukuran Outcome
Kesehatan. Edisi Kelima. Missouri: Elsevier Saunder.

21

You might also like