Professional Documents
Culture Documents
oleh:
Kelompok VII
DENPASAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin, nifas adalah masalah besar
komplikasi-komplikasi antara lain perdarahan, infeksi dan eklampsia post partum, tingginya
AKI di Indonesia (SDKI, 2003), yaitu di ASEAN, menempatkan upaya penurunan AKI
Komplikasi post partum dapat terjadi pada pertolongan persalinan yang tidak
memperhatikan syarat asepsis-antisepsis, partus lama, ketuban pecah dini, atonia uteri,
personal higiene yang kurang, oleh karena itu asuhan pada masa nifas sangat diperlukan
karena masa nifas adalah masa kritis baik bagi ibu maupun bayinya, diperkirakan bahwa
kematian ibu 60% akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 40% kematian masa nifas
Dalam masa nifas terjadi perubahan-perubahan yang dialami ibu dan kita harus
melakukan pemantauan yang tepat pada ibu dan bayi. Apakah perubahan-perubahan yang
terjadi termasuk fisiologis atau partologis, sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang
Adapun yang harus diperiksa pada ibu nifas ialah: keadaan umum, keadaan payudara
dan putingnya, dinding perut, keadaan perineum, kandung kencing, rektum, flour albus.
Keadaan serviks, uterus dan adrexa. Adanya erosi, radang atau kelainan-kelainan. Pre-
eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan protein uria yang timbul
karena kehamilan. Tidak jarang walaupun pada kehamilan normal bisa saja terkena pre-
eklampsia. Pre-eklampsia bisa saja berlangsung pada saat persalinan.Untuk itu dalam
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan patologi terhadap ibu nifas dengan pre eklamsia
berat.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan identifikasi tentang data subyektif kasus nifas dengan PEB
b. Mampu melakukan identifikasi tentang data obyektif kasus nifas dengan PEB
c. Mampu melakukan analisa dan interpretasi data pada kasus nifas dengan PEB
KAJIAN TEORI
A. Pengertian
Pre-Eklampsia Post Partum merupakan kelanjutan dari antenatal dengan trias gejala
pokoknya hipertensi, protein uria dan edema lanjut. (Manuaba, 2008). Eklamsia adalah
terjadinya kejang pada seorang wanita dengan pre eklamsia yang tidak dapat disebabkan oleh
hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah
persalinan. Namun, kejang yang timbul yang lebih dari 48 jam post partum, terutama pada
nuli para, dapat dijumpai sampai 10 hari post partum. (Brown dkk., 1987; Lubarsky dkk.,
1994).
Pada Ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh
1. Eklampsi Gravidarum : 50 %
2. Eklampsi Perturien : 40 %
3. Eklampsi Perperium : 10 %
Angka kejadian eklampsi bervariasi diberbagai negara. Makin maju suatu Negara,
tambah tinggi kesadaran masyarakatnya terhadap pentingnya arti antenatal care, tambah
Sebab eklampsia belum diketahui pasti, tapi ada beberapa teori mencoba menjelaskan
perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai
Pada preeklampsia dan eklampsia terdapat kerusakan pada endotel vaskuler sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal meningkat. Aktivasi
Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan
berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna
a. Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian PE-E antara
lain:
b. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.
c. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anakanak dari ibu
C. Tanda gelaja
Ibu dalam 48 jam sesudah persalinan yang mengeluh nyeri kepala hebat, penglihatan
kabur dan nyeri epigarstik perlu dicurigai adanya preeklampsi berat atau preeklampsi pasca
persalinan. Preeklampsi berat dapat ditegakkan diagnosisnya jika ada gejala tekanan diastolic
110 mmHg dan protein urine +++, kadang hiperrefleksia, nyeri kepala hebat, penglihatan
kabur, oliguria < 400 ml/24 jam, nyeri abdomen atas / epigastrik dan edema paru. Jika ibu
mengalami kejang disertai tekanan diastolic 90 mmHg dan protein urin ++ kadang
disertai hiperrefleksia, nyeri kepala hebat, penglihatan kabur, oliguria < 400 ml/24 jam, nyeri
abdomen atas / epigastrik, edema paru dan koma diagnosisnya eklampsia. (Sujiyatini, 2010)
D. Patofisiologi
peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga
akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,
kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu, adanya
merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri
Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan
keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan,
maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif. Pada PEE serum anti oksidan
kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan
pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang
berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah
melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang
dilewati termasuk selsel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya selsel endotel tersebut.
trombosit.
4. Produksi prostasiklin terhenti.
5. Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
6. Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak
E. Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu. Berikut adalah beberapa komplikasi yang
eklampsia
4. Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama
seminggu.
5. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung.
6. Nekrosis hati, nekrosis periportan pada preeklampsia, eklamsi merupakan akibat
sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain yang
F. Pemeriksaan penunjang
G. Penatalaksanaan
3) Ukur suhu
menit
2) Dosis Pemeliharaan
MgSO4 1 g / jam melalui infus Ringer Asetat / Ringer Laktat yang diberikan
j. Siapkan antidotum jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri kalsium
glukonas 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan lahan sampai pernafasan mulai
lagi.
2) Kateterisasi urine untuk pemantauan produksi urine dan pemeriksaan protein urine
kematian ibu
6) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema paru
TINJAUAN KASUS
Nama : KA GS
Telepon : -
2. Keluhan utama : menerima pasien dari ICU sudah diobservasi post SC (18-9-13 Pk.
14.38 wita) dengan Impending, ibu mengeluh pusing, nyeri uluhati, skala nyeri 2
3. Riwayat persalinan sekarang: ini merupakan persalinan pertama ibu, ibu datang ke RSUP
Sanglah rujukan dari RB Permata Hati Kelungkung dengan diagnosa rujukan PEB. Umur
kehamilan ibu saat operasi adalah 36 minggu 4 hari. Di RS sanglah ibu di diagnosa
impending eklamsia parsial Hellp Syndrome dengan IUGR dan dilakukan SC cyto. Bayi
lahir pukul 14.38 wita segera menangis, aktif, kemerahan, JK laki-laki BBL: 1650 gram,
AS 7-8. Setelah melahirkan ibu d rawat di ICU untuk diobservasi kondisinya. Ibu sudah
5. Riwayat penggunaan kontrasepsi ibu pernah memakai KB suntik 3 bulan selama 2.5
dirawat di RS, ibu tidak suka minum susu saat hamil dan sering lupa meminum vitamin
aktif)
8. Ekstremitas bawah
Tidak ada oedema, varises tidak ada.
C. ANALISA
P1001 Post SC hari II dengan impending eklamsia parsial Hellp Syndrome
1. Ibu belum tahu tentang mobilisasi
2. Ibu khawatir dengan kondisi bayinya
D. PENATALAKSANAAN
Tanggal/
Pelaksanaan dan Evaluasi Paraf
jam
19.40 1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu, dan saat
20.00 paham.
20.15
2. Memberikan KIE tentang mobilisasi yang dapat dilakukan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, dari data subjektif hasil anamnesa, pasien dirujuk dari RB Permata
Hati Klungkung karena mengalami preeklampsia berat, ini merupakan kehamilan ibu yang
pertama, HPHT tanggal 7 Januari 2013. Pasien mengatakan tidak menderita hipertensi
sebelum hamil, pasien baru menderita hipertensi sejak usia kehamilan 36 minggu 1 hari (pada
tanggal 17 september 2013). Sebelum hamil ibu menggunakan kontrasepsi suntikan 3 bulan.
Berdasarkan data subjektif, salah satu factor resiko ibu menderita pre-eklamsi berat adalah
ibu merupakan primigravida. ini sesuai dengan teori dalam saifuddin (2005) yang
mengatakan bahwa resiko preeklamsia bertambah pada ibu primigravida dengan semakin
tuanya kehamilan, pada kasus ini muncul pada umur kehamilan 36 minggu.
Penyebab terjadinya preeklamsia pada kasus diatas adalah karena iskemik pada
plasenta. Hasil konsepsi merupakan benda asing yang terdapat pada tubuh ibu, terjadi
endothelial trofoblast ke dalam arterioli miometrium yang biasanya terjadi pada kehamilan
trimester dua, sehingga terjadi iskemik region uteroplasenter. keadaan ini menghasilkan
bahan toksis yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi iskemik organ vital,
edema, nekrosis dan perdarahan dan mengakibatkan preeklamsia (Manuaba, 2007). Nuryani
(2013) menyebutkan kekurangan energy protein memiliki pengaruh yang significant untuk
terjadinya kejadian eklamsia. Ibu saat kehamilan menyatakan tidak suka minum susu dan
jarang minum vitamin dari dokter. Hal ini dapat mengidentifikasikan bahwa ibu kekurangan
berada dalam miometrium menyebabkan arterioli tidak dipengaruhi oleh system hormonal
plasenta untuk dapat mendukung tumbuh kembang janin dalam rahim sehingga ada
retardation (IUGR), dari hasil pemeriksaan kehamilan diperoleh Mc. D 25 cm dengan TBBJ
1850 gram. IUGR mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah, pada kasus ini bayi
dengan TD : 170/110 mmHg dan protein urine positif 3, ini menunjukan gejala preeklamsi
berat. Dari data subjektif ibu mengeluh nyeri kepala dan ulu hati. Pre-eklamsi berat dengan
nyeri kepala hebat, gangguan visus, nyeri epigastrium, kenaikan tekanan darah yang progresif
(Mansjoer, 2007).
Hasil laboratorium tgl 18 September 2013, ibu mengalami peningkatan pada enzim
hati yaitu LDH 613,83 u/l dengan kadar normal yaitu 240-450 u/l, tidak terjadi hemolisis dan
penurunan pletelet pada kasus ini dimana kadar Hb. 13,2 gr%, dan HCT 37,9 %, PLT 137
10e3/ul, bilirubin total 0,30 mg/dl dalam batas normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium ibu mengalami komplikasi preeklamsia yaitu Partial Hellp Syndrome. Hellp
syndrome yaitu komplikasi yang disertai dengan mikroangiopatik destruktif sel darah merah
(bilirubin total lebih dari 1,2 mg/dl), sel trombosit kurang dari 100.000 u/l serta lactic
diencerkan dalam 20 cc aquadestilata, MgSO4 10 gram 40% secara IM. dilanjutkan dengan
pemberian MgSO4 5 gram 40% setiap 6 jam sampai dengan 24 jam post partum.
Penatalaksanaan ini berbeda dengan PONEK atau PONEK, dimana pemberian MgSO4 dosis
awal diberikan 4 gram 40% IV selama 5 menit, dilanjutkan dengan MgSO4 6 gram 40%
dalam larutan RL selama 6 jam. Jika kejang berulang dapat diberikan MgSO4 2 gram 40%
selama 5 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan MgSO4 1 gram/jam dalam infuse RL
yang diberikan sampai 24 jam post partum. Penatalaksanaan ini sudah sesuai denga protap
partum tanggal 21 september 2013 menunjukan TD 169/101 mmHg, protein urine positif 3,
LDH 843 U/l, tidak ada nyeri kepala dan nyeri epigastrium.
Dalam perkembangan nifasnya kondisi ibu menunjukan progress yang sangat baik.
pada hari ke V keluhan impending eklamsia sudah tidak ada, hanya saja dari hasil
pemeriksaan obyektif, ibu masih mengarah pada PEB. Namun, kejang yang timbul yang lebih
dari 48 jam post partum, terutama pada nuli para, dapat dijumpai sampai 10 hari post partum.
(Brown dkk., 1987; Lubarsky dkk., 1994). Untuk itu perawatan ibu dilakukan dengan ketat.
Dan dari hasil laboratorium kondisi ibu semakin membaik sampai hari ke VII ibu sudah
putih telur, dari kolaborasi dengan ahli gizi, menyatakan nutrisi ibu cukup tidak memerlukan
tambahan protein. Dalam Raja (2009) disebutkan pemberian ektra protein minyak astiri
memilki pengaruh yang significant terhadap kadar albumin tikus. Dalam kasus ini kadar
albumin ibu (24/9/13) menunjukan 3.04, dalam Lintang (2003) menyebutkan kadar albumin
normal adalah diatas 3, tetapi dalam Martin (1993) disebutkan rentangan 3.5 5.5 gr/dl. Diet
ektra protein diberikan saat ibu mengalami hipoalbumin akan tetapi hal ini tidak disarankan
karena asupan protein tinggi dapat merancukan hasil protein urine ibu.
Pengaruh psikologi sangat banyak mendukung kemajuan kondisi ibu. Sejak
dipindahkan dari ICU ibu sering mengeluh khawatir dengan kondisi bayinya, saat diberikan
kesempatan untuk langsung menjenguk dan menyusui bayinya, ibu tampak lebih tenang, dan
data obyektif juga menunjukan progress yang baik. dukungan emosional juga sangat intense
.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
kehamilan, persalinan dan nifas. Asuhan yang diberikan pada ibu KA di Ruang Bakung
Timur dalam proses nifas merupakan asuhan kuratif dan pengawasan setelah dilakukan
tindakan operatif dalam persalinannya. Dari hasil pemeriksaan progress kondisi ibu sangat
baik.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa praktek disarankan untuk lebih banyak membekali diri dengan pengetahuan
b. Mahasiswa disarankan lebih banyak berdiskusi dengan dokter, pembimbing lapangan dan
a. Memberikan waktu bimbingan yang lebih banyak untuk penyusunan laporan kasus
DAFTAR PUSTAKA
Bagian SMF Obgyn, 2008, Prosedur Tetap Bagian Obstetri Ginekologi, Denpasar : Fakultas
Kedokteran Udayana
Depkes RI, 2008, Buku Acuan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar, Jakarta :
Depkes
Lintang, L. S., 2013, Gambaran Fraksi Protein Darah Pada Preeklampsia Dan Hamil
Albumin Plasma Pada Tikus Yang Diberi Diet Kuning Telur, Undergraduate thesis,
Medical faculty.
Nuryani, dkk., 2013, Hubungan Pola Makan, Sosial Ekonomi, Antenatal Care Dan