You are on page 1of 20

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU KA UMUR 31 TAHUN

P1001 Post SC HARI II DENGAN IMPENDING EKLAMSIA

PARSIAL HELLP SYNDROME

DI RUANG BAKUNG TIMUR RSUP SANGLAH

TANGGAL 20 SEPTEMBER 2013

oleh:

Kelompok VII

Luh Putu Prastika Utami (P 07124212 009)

Ni Made Duniasih (P 07124212 011)

Ni Kadek Desy Ariyuni (P 07124212 030)

Ni Putu Eka Jayati Devi (P 07124212 031)


KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

D IV JURUSAN KEBIDANAN KLINIK

DENPASAR

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin, nifas adalah masalah besar

dinegara berkembang, kesalahan perawatan pada masa-masa tersebut dapat menimbulkan

komplikasi-komplikasi antara lain perdarahan, infeksi dan eklampsia post partum, tingginya

AKI di Indonesia (SDKI, 2003), yaitu di ASEAN, menempatkan upaya penurunan AKI

sebagai program prioritas.

Komplikasi post partum dapat terjadi pada pertolongan persalinan yang tidak

memperhatikan syarat asepsis-antisepsis, partus lama, ketuban pecah dini, atonia uteri,

personal higiene yang kurang, oleh karena itu asuhan pada masa nifas sangat diperlukan

karena masa nifas adalah masa kritis baik bagi ibu maupun bayinya, diperkirakan bahwa
kematian ibu 60% akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 40% kematian masa nifas

terjadi dalam 24 jam pertama.

Dalam masa nifas terjadi perubahan-perubahan yang dialami ibu dan kita harus

melakukan pemantauan yang tepat pada ibu dan bayi. Apakah perubahan-perubahan yang

terjadi termasuk fisiologis atau partologis, sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang

tepat dan sesuai untuk memberikan asuhan kebidanan.

Adapun yang harus diperiksa pada ibu nifas ialah: keadaan umum, keadaan payudara

dan putingnya, dinding perut, keadaan perineum, kandung kencing, rektum, flour albus.

Keadaan serviks, uterus dan adrexa. Adanya erosi, radang atau kelainan-kelainan. Pre-

eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan protein uria yang timbul

karena kehamilan. Tidak jarang walaupun pada kehamilan normal bisa saja terkena pre-

eklampsia. Pre-eklampsia bisa saja berlangsung pada saat persalinan.Untuk itu dalam

penanganannya harus lebih hati-hati dan teliti.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu memberikan asuhan kebidanan patologi terhadap ibu nifas dengan pre eklamsia

berat.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan identifikasi tentang data subyektif kasus nifas dengan PEB

b. Mampu melakukan identifikasi tentang data obyektif kasus nifas dengan PEB

c. Mampu melakukan analisa dan interpretasi data pada kasus nifas dengan PEB

d. Mampu mengidentifikasi penatalaksanaan terhadap kasus nifas dengan PEB


BAB II

KAJIAN TEORI

PRE-EKLAMSIA DAN EKLAMSIA POSTPARTUM

A. Pengertian

Pre-Eklampsia Post Partum merupakan kelanjutan dari antenatal dengan trias gejala

pokoknya hipertensi, protein uria dan edema lanjut. (Manuaba, 2008). Eklamsia adalah

terjadinya kejang pada seorang wanita dengan pre eklamsia yang tidak dapat disebabkan oleh

hal lain. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama, atau setelah

persalinan. Namun, kejang yang timbul yang lebih dari 48 jam post partum, terutama pada

nuli para, dapat dijumpai sampai 10 hari post partum. (Brown dkk., 1987; Lubarsky dkk.,

1994).

Pada Ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh

koma. Menurut saat timbulnya dibagi dalam:

1. Eklampsi Gravidarum : 50 %

2. Eklampsi Perturien : 40 %

3. Eklampsi Perperium : 10 %

Angka kejadian eklampsi bervariasi diberbagai negara. Makin maju suatu Negara,

tambah tinggi kesadaran masyarakatnya terhadap pentingnya arti antenatal care, tambah

rendah angka kejadian eklampsinya.

Frekuensi di negara-negara maju : 0,05-0,1%

Frekuensi di negara-negara berkembang : 0,3-0,7%


B. Etiologi

Sebab eklampsia belum diketahui pasti, tapi ada beberapa teori mencoba menjelaskan

perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai

the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:

1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia terdapat kerusakan pada endotel vaskuler sehingga

terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal meningkat. Aktivasi

trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan serotonin sehingga terjadi vasospasme

dan kerusakan endotel.

2. Peran Faktor Immunologis

Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan

berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan

blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna

pada kehamilan berikutnya.

3. Peran Faktor Genetik/Familial

a. Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian PE-E antara

lain:
b. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.
c. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anakanak dari ibu

yang menderita PE-E.


d. Kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan

riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.


3. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS).

C. Tanda gelaja

Ibu dalam 48 jam sesudah persalinan yang mengeluh nyeri kepala hebat, penglihatan

kabur dan nyeri epigarstik perlu dicurigai adanya preeklampsi berat atau preeklampsi pasca
persalinan. Preeklampsi berat dapat ditegakkan diagnosisnya jika ada gejala tekanan diastolic

110 mmHg dan protein urine +++, kadang hiperrefleksia, nyeri kepala hebat, penglihatan

kabur, oliguria < 400 ml/24 jam, nyeri abdomen atas / epigastrik dan edema paru. Jika ibu

mengalami kejang disertai tekanan diastolic 90 mmHg dan protein urin ++ kadang

disertai hiperrefleksia, nyeri kepala hebat, penglihatan kabur, oliguria < 400 ml/24 jam, nyeri

abdomen atas / epigastrik, edema paru dan koma diagnosisnya eklampsia. (Sujiyatini, 2010)

D. Patofisiologi

Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE. Vasokonstriksi menimbulkan

peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga

akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,

kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu, adanya

vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter

yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan

merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri

memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu

metabolisme di dalam sel.

Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan

hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila

keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan,

maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif. Pada PEE serum anti oksidan

kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan

pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang

berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah

melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang
dilewati termasuk selsel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya selsel endotel tersebut.

Rusaknya selsel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain:

1. Adhesi dan agregasi trombosit.


2. Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
3. Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya

trombosit.
4. Produksi prostasiklin terhenti.
5. Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
6. Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak

E. Komplikasi

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu. Berikut adalah beberapa komplikasi yang

ditimbulkan pada eklampsia :

1. Hipofibrinogemia, Kadar fibrin dalam darah yang menurun.


2. Hemolisis, Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma darah

yang tidak berwarna menjadi merah.


3. Perdarahan Otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita

eklampsia
4. Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama

seminggu.
5. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung.
6. Nekrosis hati, nekrosis periportan pada preeklampsia, eklamsi merupakan akibat

vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia.


7. Sindrome Hellp, Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete.
8. Kelainan ginjal, kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakkan

sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain yang

dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.


9. Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejangkejang

preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation)


10. Subinvolusi nifas dan gangguan laktasi

F. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan tambahan ynag diperlukan untuk penegakan diagnosa adalah:


a. Darah rutin
- Eritrosit
- Leukosit
- Trombosis
- Hb
- Ht
- LED
b. Fungsi hati
- SGOT/SGPT
- Bilirubin
- Protein serum
- Aspartat aminotransferase
c. Fungsi Ginjal
- Ureum
- kreatinin
d. Rontgen atau CT_scan otak : untuk mengetahui sudah terdapat edema atau tidak

G. Penatalaksanaan

a. Menginformasikan kondisi ibu pada ibu dan keluarga

b. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk tindakan selanjutnya

c. Melakukan tindakan delegatif untuk stabilisasi keadaan umum pasien, meliputi :

1) Memasang spatel lidah untuk menghindari lidah tergigit


2) Memposisikan ibu miring dengan kepala sedikit ditinggikan untuk menghindari

aspirasi bila terjadi muntah


3) Melindungi pasien dari resiko trauma atau terjatuh
4) Melakukan pemasangan infus RL dengan jarum 16 atau 18
5) Memberikan O2 4-6 liter/menit

d. Jika pasien kehilangan kesadaran / koma:

1) Bebaskan jalan nafas

2) Baringkan pada satu sisi

3) Ukur suhu

4) Periksa apakah ada kaku kuduk

e. Jika pasien syok, lakukan penanganan syok

f. Jika terdapat perdarahan, lakukan penanganan perdarahan

g. Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian MgSO4, meliputi :


1) Alternatif I Dosis awal

MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit

Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSO4 (40%) 6 g dalam larutan Ringer Asetat /

Ringer Laktat selama 6 jam

Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 (40%) 2 g IV selama 5

menit

2) Dosis Pemeliharaan

MgSO4 1 g / jam melalui infus Ringer Asetat / Ringer Laktat yang diberikan

sampai 24 jam postpartum

h. Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal 16x /menit.

Refleks Patella (+), urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir.

i. Stop pemberian MgSO4, jika : frekuensi pernafasan < 16x/menit.

j. Siapkan antidotum jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri kalsium

glukonas 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan lahan sampai pernafasan mulai

lagi.

k. Melakukan pemantuan adanya tanda-tanda komplikasi :

1) Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload.

2) Kateterisasi urine untuk pemantauan produksi urine dan pemeriksaan protein urine

3) Pantau kemungkinan oedema paru.

4) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan

kematian ibu

5) Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam

6) Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema paru

hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik

7) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside (kolaborasi laboratorium)


BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU KA UMUR 31 TAHUN

P1001 Post SC HARI II DENGAN IMPENDING EKLAMSIA

PARSIAL HELLP SYNDROME

DI RUANG BAKUNG TIMUR RSUP SANGLAH

TANGGAL 20 SEPTEMBER 2013

A. DATA SUBJEKTIF (Tgl. 20 Sept 2013, 18.10 wita)


1. Identitas Ibu Suami

Nama : KA GS

Umur : 31 tahun 35 tahun

Agama : Hindu Hindu

Pendidikan : SMA SMA

Pekerjaan : IRT Swasta (karyawan toko)

Status perkawinan : 1x sah 1x sah

Penghasilan : - 1 juta rupiah

Alamat Rumah : Br Beang Kawan Semara Pura Kaja, Klungkung

Telepon : -

2. Keluhan utama : menerima pasien dari ICU sudah diobservasi post SC (18-9-13 Pk.

14.38 wita) dengan Impending, ibu mengeluh pusing, nyeri uluhati, skala nyeri 2
3. Riwayat persalinan sekarang: ini merupakan persalinan pertama ibu, ibu datang ke RSUP

Sanglah rujukan dari RB Permata Hati Kelungkung dengan diagnosa rujukan PEB. Umur

kehamilan ibu saat operasi adalah 36 minggu 4 hari. Di RS sanglah ibu di diagnosa
impending eklamsia parsial Hellp Syndrome dengan IUGR dan dilakukan SC cyto. Bayi

lahir pukul 14.38 wita segera menangis, aktif, kemerahan, JK laki-laki BBL: 1650 gram,

AS 7-8. Setelah melahirkan ibu d rawat di ICU untuk diobservasi kondisinya. Ibu sudah

mendapat injeksi MgSO4 4 kali tiap 6 jam.


4. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas terdahulu :

Ini merupakan persalinan pertama pasien.

5. Riwayat penggunaan kontrasepsi ibu pernah memakai KB suntik 3 bulan selama 2.5

tahun setelah menikah karena merasa belum siap punya anak.


6. Riwayat kesehatan, ibu tidak pernah mnderita penyakit saat ssebelum hami, tidak pernah

dirawat di RS, ibu tidak suka minum susu saat hamil dan sering lupa meminum vitamin

yang diberikan dokter saat hamil


7. Riwayat sibling Rivalry tidak ada
8. Kecukupan Nutrisi
- Makan terakhir pkl. 17.00 wita jenis dan porsi makan: 1 bungkus nasi campur
- Minum terakhir pkl 17.30 wita Jenis dan jumlah minum air putih botol
9. Eliminasi terakhir : BAK 200 cc, BAB belum
10. Istirahat dan tidur : ibu bisa tidur 3 jam di R ICU
11. Mobilisasi : ibu belum bisa mobilisasi
12. Rencana menyusui : ibu berencana menyusui sampai 2 tahun nanti
13. Rencana pengasuhan : ibu berencana mengasuh anaknya sendiri.
14. Psikososial :
- Suasana hati ibu : ibu khawatir mengenai kondisi bayinya
- Perasaan sebagai orang tua : senang bayi lahir sehat
- Perasaan tentang persalinan dan kelahiran : ibu lega bayi lahir dengan selamat
- Pemberian ASI : ASI ibu belum keluar, ibu khawatir karena bayi rewel
- Dukungan: ibu ditemani oleh suami dan keluarga
15. Pengetahuan :
- Ibu dan suami belum tahu tentang mobilisasi dini untuk ibu nifas
- Ibu dan suami telah mendapat penjelasan tentang kondisi persalinan yang dialaminya
B. DATA OBYEKTIF (20-5-2013 wita)
1. Keadaan umum : baik
2. Kesadaran : komposmentis
3. Vital sign :
Suhu: 37oC
Nadi: 80 x/menit
TD : 169/101 mmhg
RR : 18x/menit
Skala nyeri : 3
4. Inspeksi
Muka : Tidak mengantuk
Konjungtiva : merah muda
Sclera mata : tidak kuning
Bibir : lembab
5. Payudara
Kebersihan : bersih
Bentuk : simetris
Putting susu : menonjol
Konsistensi : lembek
Air susu : belum keluar
Kelainan payudara : tidak ada
6. Abdomen
Distensi : tidak ada, luka operasi kering
Palpasi uterus : TFU 2 jari bwh pst, kontraksi baik, tidak ada nyeri tekan.
7. Genetalia Eksterna
Inspeksi vulva : Lochea rubra, volume setengah pembalut, tidak bau
Perenium : tidak ada tanda infeksi
Anus : ada hemoroid (di bawah mukosa eksterna anus, dapat di dorong, perdarahan tidak

aktif)
8. Ekstremitas bawah
Tidak ada oedema, varises tidak ada.
C. ANALISA
P1001 Post SC hari II dengan impending eklamsia parsial Hellp Syndrome
1. Ibu belum tahu tentang mobilisasi
2. Ibu khawatir dengan kondisi bayinya
D. PENATALAKSANAAN

Tanggal/
Pelaksanaan dan Evaluasi Paraf
jam
19.40 1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu, dan saat

ini ibu dirawat di ruang bakung timur. Ibu menyatakan

20.00 paham.

20.15
2. Memberikan KIE tentang mobilisasi yang dapat dilakukan

ibu post SC. Ibu dan suami paham


20.30
3. Melakukan komunikasi terapeutik terhadap pasien dalam

mengatasi kekhawatiran ibu terhadap kondisi bayinya. Ibu

tampak lebih lega

21.00 4. Memberikan KIE ibu tentang cara memeras ASI dan

05.00 petugas akan menyimpannya untuk diberika pada bayi. Ibu


paham.
07.00

5. Melaporkan pada dokter tentang kondisi pasien, dokter

visite besok pagi, instruksi lanjutkan observasi

6. Menyarankan ibu untuk tidur, ibu tidur

7. Membantu ibu personal hygiene

8. Melanjutkan observasi trias nifas, dan kondisi ibu.

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, dari data subjektif hasil anamnesa, pasien dirujuk dari RB Permata

Hati Klungkung karena mengalami preeklampsia berat, ini merupakan kehamilan ibu yang

pertama, HPHT tanggal 7 Januari 2013. Pasien mengatakan tidak menderita hipertensi

sebelum hamil, pasien baru menderita hipertensi sejak usia kehamilan 36 minggu 1 hari (pada
tanggal 17 september 2013). Sebelum hamil ibu menggunakan kontrasepsi suntikan 3 bulan.

Berdasarkan data subjektif, salah satu factor resiko ibu menderita pre-eklamsi berat adalah

ibu merupakan primigravida. ini sesuai dengan teori dalam saifuddin (2005) yang

mengatakan bahwa resiko preeklamsia bertambah pada ibu primigravida dengan semakin

tuanya kehamilan, pada kasus ini muncul pada umur kehamilan 36 minggu.
Penyebab terjadinya preeklamsia pada kasus diatas adalah karena iskemik pada

plasenta. Hasil konsepsi merupakan benda asing yang terdapat pada tubuh ibu, terjadi

penololakan yang mengakibatkan kegagalan migrasi trophoblas interstisial sel dan

endothelial trofoblast ke dalam arterioli miometrium yang biasanya terjadi pada kehamilan

trimester dua, sehingga terjadi iskemik region uteroplasenter. keadaan ini menghasilkan

bahan toksis yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi iskemik organ vital,

edema, nekrosis dan perdarahan dan mengakibatkan preeklamsia (Manuaba, 2007). Nuryani

(2013) menyebutkan kekurangan energy protein memiliki pengaruh yang significant untuk

terjadinya kejadian eklamsia. Ibu saat kehamilan menyatakan tidak suka minum susu dan

jarang minum vitamin dari dokter. Hal ini dapat mengidentifikasikan bahwa ibu kekurangan

energy protein selama kehamilan.


Kegagalan infansi sel trofoblast masuk ke dalam pembuluh darah arterioli yang

berada dalam miometrium menyebabkan arterioli tidak dipengaruhi oleh system hormonal

plasenta untuk dapat mendukung tumbuh kembang janin dalam rahim sehingga ada

kemungkinan kegagalan dalam tranfortasi nutrisi yang mengakibatkan intrauterine growth

retardation (IUGR), dari hasil pemeriksaan kehamilan diperoleh Mc. D 25 cm dengan TBBJ

1850 gram. IUGR mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah, pada kasus ini bayi

lahir dengan BBL 1650 gram.


Berdasarkan hasil pemeriksaan tgl 18 September 2013 ibu mengalami hipertensi

dengan TD : 170/110 mmHg dan protein urine positif 3, ini menunjukan gejala preeklamsi

berat. Dari data subjektif ibu mengeluh nyeri kepala dan ulu hati. Pre-eklamsi berat dengan

keluhan subjektif merupakan gejala terjadinya impending eklamsia. Impending eklamsia


adalah gejala preeklamsia berat yang disertai dengan salah satu atau beberapa gejala darai

nyeri kepala hebat, gangguan visus, nyeri epigastrium, kenaikan tekanan darah yang progresif

(Mansjoer, 2007).
Hasil laboratorium tgl 18 September 2013, ibu mengalami peningkatan pada enzim

hati yaitu LDH 613,83 u/l dengan kadar normal yaitu 240-450 u/l, tidak terjadi hemolisis dan

penurunan pletelet pada kasus ini dimana kadar Hb. 13,2 gr%, dan HCT 37,9 %, PLT 137

10e3/ul, bilirubin total 0,30 mg/dl dalam batas normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan

laboratorium ibu mengalami komplikasi preeklamsia yaitu Partial Hellp Syndrome. Hellp

syndrome yaitu komplikasi yang disertai dengan mikroangiopatik destruktif sel darah merah

(bilirubin total lebih dari 1,2 mg/dl), sel trombosit kurang dari 100.000 u/l serta lactic

dehydrogenase (LDH) lebih dari 600 u/l (Manuaba, 2007).


Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu dengan pemberian MgSO4 4 gram 20% IV

diencerkan dalam 20 cc aquadestilata, MgSO4 10 gram 40% secara IM. dilanjutkan dengan

pemberian MgSO4 5 gram 40% setiap 6 jam sampai dengan 24 jam post partum.

Penatalaksanaan ini berbeda dengan PONEK atau PONEK, dimana pemberian MgSO4 dosis

awal diberikan 4 gram 40% IV selama 5 menit, dilanjutkan dengan MgSO4 6 gram 40%

dalam larutan RL selama 6 jam. Jika kejang berulang dapat diberikan MgSO4 2 gram 40%

selama 5 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan MgSO4 1 gram/jam dalam infuse RL

yang diberikan sampai 24 jam post partum. Penatalaksanaan ini sudah sesuai denga protap

RSUP Sanglah mengenai penenganan preeklamsia.


Keadaan ibu berlanjut hingga setelah persalinan, hasil pemeriksaan pada 3 hari post

partum tanggal 21 september 2013 menunjukan TD 169/101 mmHg, protein urine positif 3,

LDH 843 U/l, tidak ada nyeri kepala dan nyeri epigastrium.
Dalam perkembangan nifasnya kondisi ibu menunjukan progress yang sangat baik.

pada hari ke V keluhan impending eklamsia sudah tidak ada, hanya saja dari hasil

pemeriksaan obyektif, ibu masih mengarah pada PEB. Namun, kejang yang timbul yang lebih

dari 48 jam post partum, terutama pada nuli para, dapat dijumpai sampai 10 hari post partum.
(Brown dkk., 1987; Lubarsky dkk., 1994). Untuk itu perawatan ibu dilakukan dengan ketat.

Dan dari hasil laboratorium kondisi ibu semakin membaik sampai hari ke VII ibu sudah

dinyatakan PEB terkontrol dan dinyatakan boleh pulang.


Hari ke VI tanggal 24/9/13, dari instruksi dokter ibu disarankan untuk diet ekstra

putih telur, dari kolaborasi dengan ahli gizi, menyatakan nutrisi ibu cukup tidak memerlukan

tambahan protein. Dalam Raja (2009) disebutkan pemberian ektra protein minyak astiri

memilki pengaruh yang significant terhadap kadar albumin tikus. Dalam kasus ini kadar

albumin ibu (24/9/13) menunjukan 3.04, dalam Lintang (2003) menyebutkan kadar albumin

normal adalah diatas 3, tetapi dalam Martin (1993) disebutkan rentangan 3.5 5.5 gr/dl. Diet

ektra protein diberikan saat ibu mengalami hipoalbumin akan tetapi hal ini tidak disarankan

karena asupan protein tinggi dapat merancukan hasil protein urine ibu.
Pengaruh psikologi sangat banyak mendukung kemajuan kondisi ibu. Sejak

dipindahkan dari ICU ibu sering mengeluh khawatir dengan kondisi bayinya, saat diberikan

kesempatan untuk langsung menjenguk dan menyusui bayinya, ibu tampak lebih tenang, dan

data obyektif juga menunjukan progress yang baik. dukungan emosional juga sangat intense

dilakukan oleh bodan dan perawat.

.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ibu KA mengalami Impending Eklamsia parsial Hellp Syndrome mulai dari

kehamilan, persalinan dan nifas. Asuhan yang diberikan pada ibu KA di Ruang Bakung

Timur dalam proses nifas merupakan asuhan kuratif dan pengawasan setelah dilakukan

tindakan operatif dalam persalinannya. Dari hasil pemeriksaan progress kondisi ibu sangat

baik.

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa praktek disarankan untuk lebih banyak membekali diri dengan pengetahuan

evidence based asuhan Eklamsia sebelum melaksanakan praktek

b. Mahasiswa disarankan lebih banyak berdiskusi dengan dokter, pembimbing lapangan dan

dosen dalam memberikan asuhan

2. Bagi Institusi pendidikan

a. Memberikan waktu bimbingan yang lebih banyak untuk penyusunan laporan kasus

b. Merencanakan bimbingan pre dan post komprence tentang jalannya praktek

DAFTAR PUSTAKA

Bagian SMF Obgyn, 2008, Prosedur Tetap Bagian Obstetri Ginekologi, Denpasar : Fakultas

Kedokteran Udayana

DepKes, 2007, Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi komprehensif, Jakarta : Depkes RI

Depkes RI, 2008, Buku Acuan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar, Jakarta :

Depkes

Lintang, L. S., 2013, Gambaran Fraksi Protein Darah Pada Preeklampsia Dan Hamil

Normotensif, Bagian obstetri dan ginekologi Fakultas kedokteran universitas sumatera

utara Rsup.h. Adam malik/rsud. Dr. Pirngadi medan


Erinda, R., 2009, Efek Minyak Atsiri Dari Bawang Putih ( Allium Sativum ) Terhadap Kadar

Albumin Plasma Pada Tikus Yang Diberi Diet Kuning Telur, Undergraduate thesis,

Medical faculty.

Nuryani, dkk., 2013, Hubungan Pola Makan, Sosial Ekonomi, Antenatal Care Dan

Karakteristik Ibu Hamil Dengan Kasus Preeklampsia Di Kota Makassar,

Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.2, No.2, Agustus 2013 :104-112

You might also like