You are on page 1of 11

F9 : CONDUCT DISORDER

A. Definisi
Conduct disorder dikarakteristikan dengan pola tingkah laku yang berulang, yang
mengganggu hak orang lain/aturan-aturan social.
Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku
benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang
kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak
kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang
tua harus mampu memberikan hukuman (punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku
yang salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward) saat anak memunculkan perilaku yang
baik atau benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia
memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal maupun secara non verbal seperti melawan
aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya . Selain itu, conduct disorder
juga dikategorikan pada remaja yang berperilaku oppositional deviant disorder yaitu perilaku
oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur permusuhan yang akan merugikan
orang lain.
Conduct disorder adalah Kecenderungan pada sebagian remaja atau anak-anak dimana
tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah
munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku
di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang
benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan hukuman (punisment)
pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah (reward)
saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan
dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal maupun
secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan
temannya . Selain itu, conduct disordser juga dikategorikan pada remaja yang berperilaku
oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke
unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain. Conduct Disorder (CD) salah satu bentuk
dari Attention Deficit Disorder (ADD)/Hiperaktif
Muncul sebagai antisocial act in significant functional impairment at home, school or
work. Tidak ada pathognomonic/gejala khusus untuk diagnosis tapi jumlah, keparahan &
persistensi minimal 12 bulan. 4 kategori gejala :
a. Physical aggression of threats of harm to people/animals.
b. Destruction of property.
c. Act of deceitfulness or theft.
d. Serious violations of age-appropriate rules.
Perilaku antisosial pada anak-anak merujuk pada berbagai
tindakan yang mencerminkan pelanggaran aturan sosial dan tindakan yang
terhadap orang lain. Seperti berkelahi, berbohong dan Perilaku
mencuri terlihat dalam berbagai derajat pada anak-anak yang paling atas
program pembangunan.Untuk tujuan ini, istilah gangguan perilaku akan digunakan untuk
merujuk kepada antisosial perilaku yang secara klinis signifikan dan jelas di luar bidang fungsi
"normal". Sejauh mana perilaku antisosial yang cukup berat untuk membentuk gangguan
perilaku tergantung pada beberapa karakteristik tersebut yang termasuk perilaku, frekuensi dan
intensitas kronisitas, apakah mereka adalah tindakan terisolasi atau bagian dari suatu yang lebih
besar sindrom dengan perilaku menyimpang lainnya, dan apakah mereka menyebabkan
penurunan yang signifikan dari anak sebagaimana dinilai oleh orang tua, guru atau orang lain

B. Etiologi
1. Biologis
Gabungan antara genetic dan lingkungan.
Gene for monoamine oxidase type A (MAOA) = enzim yang terlibat dalam metabolisme
berbagai macam neurotransmitter.
Abused boys Non abused boys
Low MAOA activity 2x <<
No MAOA activity 1x >>

Terlihat bahwa lingkungan (abused) sangat mempengaruhi terjadinya perkembangan conduct


disorder.
Prevalensi laki-laki > perempuan (gender-specific androgens) aggressive behaviors.
2. Psikologis
Remaja yang mengalami conduct disorder poor academic performance frustasi
antisocial behavior (reciprocal).
Tidak ada korelasi antara IQ dengan antisocial behavior pada preschool-age children.
Mixed pada school-age children.
Korelasi positif pada orang dewasa.
Individu dgn komorbid CD (anticipating & planning, inhibition of impulsive behaviors,
and abstract reasoning) berhubungan dgn conduct disorder.
Chronic physical illness & disability berhubungan dengan risiko conduct disorder (3x
lipat).

C. Patogenesis
Banyak penelitian menunjukkan efektifitas pengobatan dengan psychostimulants, yang
memfasilitasi pengeluaran dopamine dan noradrenergic tricyclics. Kondisi ini mengungatkan
sepukalsi adanya gangguan area otak yang dikaitkan dengan kekuirangan neurotransmitter.
Sehingga neurotransmitters dopamine and norepinephrine sering dikaitkan dengan conduct
dissorder dan CD.
Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya gangguan perilaku
conduct disorder. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas yang
terjadi pada seorang anak selalu disertai adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga
setidaknya satu orang dalam keluarga dekat. Didapatkan juga sepertiga ayah penderita hiperaktif
juga menderita gangguan yang sama pada masa kanak mereka. Orang tua dan saudara penderita
CD mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi CD, kembar monozygotic lebih mudah terjadi
CD dibandingkan kembar dizygotic juga menunjukkan keterlibatan fator genetic di dalam
gangguan CD. Keterlibatan genetik dan kromosom memang masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa gen yang berkaitan dengan kode reseptor dopamine dan produksi serotonin, termasuk
DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan 5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan CD.
Conduct disorder terjadi ketika ada disfungsi pada sistem yang mengaktifkan retikuler
dalam otak, yaitu bagian dari sistem saraf pusat tubuh. Daerah ini bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan informasi dari satu bagian otak ke bagian lain melalui norepinefrin, karena
informasi eksternal. Ketika terganggu, ada stimulasi berlebihan menyebabkan pikiran menjadi
bekerja terlalu keras dan tidak mampu mengatasi, menyebabkan kurangnya fokus dan gejala
lainnya.
Banyak faktor yang menyebabkan conduct disorder dan kerusakan sistem aktifitas
retikuler. Konsumsi gula berlebihan mengurangi sensitivitas otak untuk norepinefrin, sehingga
sulit bagi otak untuk menyampaikan pesan ke berbagai daerah pikiran. Faktor-faktor lain
termasuk kekurangan oksigen selama kelahiran, genetika, diet terlalu ketat sehingga kurang
nutrisi, dan penyalahgunaan zat selama kehamilan.
Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang menghubungkan
fungsi eksekutif bangsal ganglia. Katekolamin adalah fungsi neurotransmitter utama yang
berkaitan dengan fungsi otak lobus frontalis. Sehingga dopaminergic dan noradrenergic
neurotransmission tampaknya merupakan target utama dalam pengobatan ADD.
Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang
dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol
aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan pada
sistem kontrol perilaku anak. Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan
striae subcortical yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang
tidak relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita conduct disorder terdapat kelemahan
aktifitas otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan dengan
pengaruh keterlambatan waktu terhadap respon motorik terhadap rangsangan sensoris.
Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang menghubungkan
fungsi eksekutif bangsal ganglia. Katekolamin adalah fungsi neurotransmitter utama yang
berkaitan dengan fungsi otak lobus frontalis. Dopaminergic dan noradrenergic
neurotransmission tampaknya merupakan target utama dalam pengobatan CD.
Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang
dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol
aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan pada
sistem kontrol perilaku anak. Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan
striae subcortical yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang
tidak relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita CD terdapat kelemahan aktifitas otak
bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan dengan pengaruh
keterlambatan waktu terhadap respon motorik terhadap rangsangan sensoris.
Beberapa peneliti lainnya mengungkapkan teori maturation lack atau suatu kelambanan
dalam proses perkembangan anak-anak dengan CD. Menurut teori ini, penderita akhirnya dapat
mengejar keterlambatannya dan keadaan ini dipostulasikan akan terjadi sekitar usia pubertas.
Sehingga gejala ini tidak menetap tetapi hanya sementara sebelum keterlambatan yang terjadi
dapat dikejar.
Beberapa peneliti mengungkapkan penderita CD dengan gangguan saluran cerna sering
berkaitan dengan penerimaan reaksi makanan tertentu. Teori tentang alergi terhadap makanan,
teori feingold yang menduga bahwa salisilat mempunyai efek kurang baik terhadap tingkah laku
anak, serta teori bahwa gula merupakan substansi yang merangsang hiperaktifitas pada anak.
Disebutkan antara lain tentang teori megavitamin dan ortomolecular sebagai terapinya
Kerusakan jaringan otak atau 'brain damage yang diakibatkan oleh trauma primer dan
trauma yang berulang pada tempat yang sama. Kedua teori ini layak dipertimbangkan sebagai
penyebab terjadinya syndrome hiperaktifitas yang oleh penulis dibagi dalam tiga kelompok.
Dalam gangguan ini terjadinya penyimpangan struktural dari bentuk normal oleh karena sebab
yang bermacam-macam selain oleh karena trauma. Gangguan lain berupa kerusakan susunan
saraf pusat (SSP) secara anatomis seperti halnya yang disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan
hipoksia.
Perubahan lainnya terjadi gangguan fungsi otak tanpa disertai perubahan struktur dan
anatomis yang jelas. Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau justru
timbulnya stimulus yang berlebihan yang menyebabkan penyimpangan yang signifikan dalam
perkembangan hubungan anak dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Penelitian dengan membandingkan gambaran MRI antara anak dengan CD dan anak
normal, ternyata menghasilkan gambaran yang berbeda, dimana pada anak dengan CD memiliki
gambaran otak yang lebih simetris dibandingkan anak normal yang pada umumnya otak kanan
lebih besar dibandingkan otak kiri.
Dengan pemeriksaan radiologis otak PET (positron emission tomography) didapatkan
gambaran bahwa pada anak penderita CD dengan gangguan hiperaktif yang lebih dominan
didapatkan aktifitas otak yang berlebihan dibandingkan anak yang normal dengan mengukur
kadar gula (sebagai sumber energi utama aktifitas otak) yang didapatkan perbedaan yang
signifikan antara penderita hiperaktif dan anak normal.

D. Diagnosis
Klasifikasi formal dengan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Edisi
Keempat (DSM-IV) mendefinisikan karakteristik penting sebagai "pola gigih perilaku di mana
hak-hak dasar orang lain atau besar sesuai usia norma-norma sosial dilanggar." Perilaku yang
digunakan untuk mengklasifikasikan CD ke dalam 4 kategori utama (1) agresi terhadap manusia
dan hewan, (2) perusakan properti tanpa agresi terhadap orang atau hewan; (3) penipuan,
berbohong, dan pencurian, dan (4) pelanggaran serius aturan. Jenis onset anak didefinisikan oleh
kehadiran 1 karakteristik kriteria dari CD sebelum berusia 10 tahun, ini biasanya anak laki-laki
individu menampilkan tingkat tinggi perilaku agresif. Jadi, bahkan anak prasekolah yang
menunjukkan agresi serius berulang, dengan maksud untuk menyakiti, memenuhi kriteria untuk
CD. Mereka sering juga memenuhi kriteria untuk Attention Deficit Hyperactivity Disorder (CD).
Anak-anak ini lebih mungkin untuk mengembangkan gangguan kepribadian antisosial dewasa
daripada individu dengan tipe onset remaja. CD tidak memiliki batas usia yang lebih rendah.

E. Terapi
Melihat penyebab CD yang belum pasti terungkap dan adanya beberapa teori
penyebabnya, maka tentunya terdapat banyak terapi atau cara dalam penanganannya sesuai
dengan landasan teori penyebabnya.
Terapi medikasi atau farmakologi adalah penanganan dengan menggunakan obat-obatan.
Terapi ini hendaknya hanya sebagai penunjang dan sebagai kontrol terhadap kemungkinan
timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang tidak terkendali. Sebelum digunakannya obat-obat ini,
diagnosa CD haruslah ditegakkan lebih dulu dan pendekatan terapi okupasi lainnya secara
simultan juga harus dilaksanakan, sebab bila hanya mengandalkan obat ini tidak akan efektif.
Beberapa obat yang dipergunakan. Menurut beberapa penelitian dan pengalaman klinis
banyak obat yang telah diberikan pada penderita CD, diantaranya adalah : antidepresan, Ritalin
(Methylphenidate HCL) , Dexedrine (Dextroamphetamine saccharate/Dextroamphetamine
sulfate) , Desoxyn (Methamphetamine HCL), Adderall (Amphetamine/Dextroamphetamine),
Cylert (Pemoline), Busiprone (BuSpar), Clonidine (Catapres). Methylphenidate, merupakan
obat yang paling sering dipergunakan, meskipun sebenarnya obat ini termasuk golongan
stimulan, tetapi pada ksus hiperaktif sering kali justru menyebabkan ketenangan bagi
pemakainanya. Selain methylphenidate juga dipakai Ritalin dalam bentuk tablet, memilki efek
terapi yang cepat, setidaknya untuk 3-4 jam dan diberikan 2 atau 3 kali dalam sehari.
Methylphenidate juga tersedia dalam bentuk dosis tunggal. Dextroamphetamine merupakan
obat lain yang dipergunakan.
Ritalin atau methylphenidate, obat stimulan yang biasa diberikan pada anak penyandang
CD ternyata dapat menyebabkan perubahan struktur sel otak untuk jangka waktu lama, ilmuwan
melaporkan. Joan Baizer profesor fisiologi dan biofisika dari University of Buffalo
mengungkapkan pemberian Ritalin setiap hari selama bertahun tahun pada sel otak tikus terlihat
sama seperti yang diakibatkan oleh amphetamin atau kokain. Para ilmuwan tersebut melakukan
penelitian pada tikus yang diberikan susu dicampur dengan Ritalin dengan dosis yang sama
diberikan pada anak anak. Para ilmuwan mendapatkan gen c-fos menjadi aktif setelah diberikan
Ritalin. Hal yang sama terjadi pada tikus yang diberikan amphetamin dan kokain.
Ketika dosis Ritalin yang diberikan selesai bekerja dalam tubuh, dianggap Ritalin dapat
hilang dengan sendirinya. Tetapi dalam sebuah penelitian dengan menggunakan model ekspresi
gen pada binatang menunjukkan Ritalin punya potensi menyebabkan perubahan pada struktur
dan fungsi otak untuk jangka waktu yang lama. Ritalin tidak bersifat adiktif atau dapat
menyebabkan ketagihan jika pemberian dosis digunakan secara benar. Efek dari pemberian dosis
tinggi amphetamin dan kokain yang mirip ritalin tersebut telah mengaktifkan salah satu gen yang
disebut gen c-fos dalam sel otak. Jika c-fos aktif pada bagian tertentu otak maka gen tersebut
diketahui berhubungan dengan gejala adiktif. Perubahan pada sel otak untuk jangka waktu lama
pada manusia perlu penelitian lebih lanjut. Mungkin menggunakan sejenis gen mikrochip untuk
mengetahui gen gen mana saja yang menjadi aktif jika diberikan Ritalin. Bila dengan
penggunaan obat tunggal dibilai kurang efektif perlu dipertimbangkan pemberian obat secara
kombinasi. Bila penatalaksanaan terhadap penderita CD mengalami kegagalan (tidak
menunjukkan progresifitas), harus segera dilakukan reevaluasi tentang penegakan diagnosis,
perencanaan terapi dan berbagai kondisi yang berpengaruh.
Terapi nutrisi dan diet banyak dilakukan dalam penanganan penderita. Diantaranya
adalah keseimbangan diet karbohidrat, penanganan gangguan pencernaan (Intestinal
Permeability or "Leaky Gut Syndrome"), penanganan alergi makanan atau reaksi simpang
makanan lainnya. Feingold Diet dapat dipakai sebagai terapi alternatif yang dilaporkan cukup
efektif. Suatu substansi asam amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil yang
cukup memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu mensitesa
(memproduksi) norepinephrin (neurotransmitter) yang juga dapat ditingkatkan produksinya
dengan menggunakan golongan amphetamine.
Beberapa terapi biomedis dilakukan dengan pemberian suplemen nutrisi, defisiensi
mineral, essential Fatty Acids, gangguan metabolisme asam amino dan toksisitas Logam berat.
Terapi inovatif yang pernah diberikan terhadap penderita CD adalah terapi EEG Biofeed back,
terapi herbal, pengobatan homeopatik dan pengobatan tradisional Cina seperti akupuntur.
Terapi yang diterapkan terhadap penderita CD haruslah bersifat holistik dan menyeluruh.
Penanganan ini harus melibatkan multi disiplin ilmu yang dikoordinasikan antara dokter,
orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap penderita. Untuk mengatasi gejala
gangguan perkembangan dan perilaku pada penderita CD yang sudah ada dapat dilakukan
dengan terapi okupasi. Ada beberapa terapi okupasi untuk memperbaiki gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak yang mulai dikenalkan oleh beberapa ahli perkembangan
dan perilaku anak di dunia, diantaranya adalah sensory Integration (AYRES), snoezelen,
neurodevelopment Treatment (BOBATH), modifukasi Perilaku, terapi bermain dan terapi
okupasi lainnya
Kebutuhan dasar anak dengan gangguan perkembangan adalah sensori. Pada anak dengan
gangguan perkembangan sensorinya mengalami gangguan dan tidak terintegrasi sensorinya.
Sehingga pada anak dengan gangguan perkembangan perlu mendapatkan pengintegrasian sensori
tersebut. Dengan terapi sensori integration.
Sensori integration adalah pengorganisasian informasi melalui beberapa jenis sensori di
anataranya adalah sentuhan, gerakan, kesadaran tubuh dan grafitasi, penglihatan, pendengaran,
pengecapan, dan penciuman yang sangat berguna untuk menghasilkan respon yang bermakna.
Beberapa jenis terapi sensori integration adalah memberikan stimulus vestibular, propioseptif
dan taktil input. Menurunkan tactile defensivenes dan meningkatkan tactile discrimanation.
Meningkatkan body awareness berhubungan dengan propioseptik dan kinestetik. Selain sensory
integration terapi sensori lain yang dikenbal dalam terapi gangguan perkembangan dan perilaku
adalah Snoezelen. Snoezelen adalah sebuah aktifitas yang dirancang mempengaruhi system
Susunan Saraf pusat melalui pemberian stimuli yang cukup pada system sensori primer seperti
penglihatan, pendengaran, peraba, perasa lidah dan pembau. Disamping itu juga melibatkan
sensori internal seperti vestibular dan propioseptof untuk mencapai relaksasi atau aktivasi
seseorang untuk memperbaiki kualitas hidupnya
Neurodevelopment treatment (NDT) atau Bobath adalah terapi sensorimotor dalam
menangani gangguan sensoris motor. Terapi NDT dipakai bertujuan untuk meningkatkan kualitas
motorik penderita. Tehnik dalam terapi ini adalah untuk memfokuskan pada fungsi motorik
utama dan kegiatan secara langsung.
Terapi modifikasi perilaku harus melalui pendekatan perilaku secara langsung, dengan
lebih memfokuskan pada perunahan secara spesifik. Pendekatan ini cukup berhasil dalam
mengajarkan perilaku yang diinginkan, berupa interaksi sosial, bahasa dan perawatan diri sendiri.
Selain itu juga akan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan, seperti agrsif, emosi labil, self
injury dan sebagainya. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif
dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan
berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.
Terapi bermain sangat penting untuk mengembangkan ketrampilan, kemampuan gerak,
minat dan terbiasa dalam suasana kompetitif dan kooperatif dalam melakukan kegiatan
kelompok. Bermain juga dapat dipakai untuk sarana persiapan untuk beraktifitas dan bekerja saat
usia dewasa. Terapi bermain digunakan sebagai sarana pengobatan atau terapitik dimana sarana
tersebut dipakai untuk mencapai aktifitas baru dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan terapi.
Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa tanggung jawab dan
kita harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka agar mau belajar mengontrol diri dan
mengendalikan aktifitasnya serta kemampuan untuk memperhatikan segala sesuatu yang harus
dikuasai, dengan menyuruh mereka untuk membuat daftar tugas dan perencanaan kegiatan yang
akan dilakukan sangat membantu dalam upaya mendisiplinkan diri, termasuk didalamnya
kegiatan yang cukup menguras tenaga (olah raga dll) agar dalam dirinya tidak tertimbun
kelebihan tenaga yang dapat mengacaukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan. Nasehat untuk
orangtua, sebaiknya orang tua selalu mendampingi dan mengarahkan kegiatan yang seharusnya
dilakukan si-anak dengan melakukan modifikasi bentuk kegiatan yang menarik minat, sehingga
lambat laun dapat mengubah perilaku anak yang menyimpang. Pola pengasuhan di rumah, anak
diajarkan dengan benar dan diberikan pengertian yang benar tentang segala sesuatu yang harus ia
kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan serta memberi kesempatan mereka
untuk secara psikis menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan.
Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok dari upaya
perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak bersedia melakukan sesuatu
dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan keyakinan bahwa dia mampu
mengerjakan, pada akhirnya bila ia mampu mengerjakannya dengan baik maka harus diberikan
penghargaan yang tulus baik berupa pujian atupun hadiah tertentu yang bersifat konstruktif.
Bila hal ini tidak berhasil dan anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus
segera dihentikan atau dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai. Strategi di tempat
umum, terkadang anak justru akan terpicu perlaku distruktifnya di tempat-tempat umum, dalam
hal ini berbagai rangsangan yang diterima baik berupa suasana ataupun suatu benda tertantu
yang dapat membangkitkan perilaku hiperaktif / destruktif haruslah dihindarkan dan dicegah,
untuk itu orang tua dan guru harus mengetahui hal-hal apa yang yang dapat memicu perilaku
tersebut. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan
pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan berkecil
hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.

Perubahan dalam keseimbangan neurotransmitter


Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon), menerima 20
% curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori
energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan
otak sangat rentan terhadap perubahan oksigen dan glukosa darah, aliran darah berhenti 10 detik
saja sudah dapat menghilangkan kesadaran manusia. Berhenti dalam beberapa menit, merusak
permanen otak. Hipoglikemia yang berlangsung berkepanjangan juga merusak jaringan otak
(Prince,Wilson, 2006:1024)
Perubahan dalam keseimbangan neurotransmiter merupakan keadaan yang sangat penting
sebagai penyebab perubahan perilaku. Makanan (asam amino) dapat secara langsung
berpengaruh terhadap produksi neurotransmiter, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya penyimpangan perilaku.
Neurotransmiter pada binatang mamalia dikenal sebanyak 30-40 bahan, mereka dibagi
dalam 3 kelompok kimia:
1. Kelompok asam amino: Glycine, glutamine, dan aspartat
2. Kelompok peptida: endorphine, cholecystokinine, dan thyrotropin-releasing hormone
3. Kelompok monoamine: acetylcholine, dopamine, norepinephrine dan serotonine
Otak manusia mengatur dan mengkordinir, gerakan, perilaku dan fungsi tubuh,
homeostasis seperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, keseimbangan cairan,
keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas motorik dan lain-lain. Otak
terbentuk dari dua jenis sel: yaitu glia dan neuron. Glia berfungsi untuk menunjang dan
melindungi neuron, sedangkan neuron membawa informasi dalam bentuk pulsa listrik yang di
kenal sebagai potensial aksi. Mereka berkomunikasi dengan neuron yang lain dan keseluruh
tubuh dengan mengirimkan berbagai macam bahan kimia yang disebut neurotransmitter.
Neurotransmitter ini dikirimkan pada celah yang di kenal sebagai sinapsis. Neurotransmiter
paling mempengaruhi sikap, emosi, dan perilaku seseorang yang ada antara lain Asetil kolin,
dopamin, serotonin, epinefrin, norepinefrin.

You might also like